Minggu, 22 November 2020

JAGALAH HATI UNTUK LISANMU

 


OLeH  :  Ustadz Tri Satya Hadi

 💎M a T e R i💎

🌸JAGALAH HATI UNTUK LISANMU

“Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging tersebut baik, maka baiklah seluruh tubuh. Tetapi apabila daging tersebut buruk, maka tubuh yang lain akan ikut buruk pula. Ketahuilah daging itu bernama hati.” (Mutafaqqun ‘alaih). 

“Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (qalbun salim).” (QS. 26 : 88-89).

Teko tidak akan keluar melainkan sesuai yang diisikan, mulutmu harimaumu, tong kosong nyaring bunyinya, itulah beberapa ungkapan yang sering kita dengar ketika ada yang berdebat keras atau mengomentari sebuah kejadian baik langsung didepan mata ataupun sebuah status di media sosial. Saat kata kata yang keluar dari mulut kita atau jemari dalam gawai kita berupa hal yang buruk, caci maki, bahkan sumpah serapah. Ghibah, sakwa sangka, atau fitnah berujung pada perselisihan, perkelahian, bahkan pembunuhan. Naudzubillah.

Memang benar ungkapan lidah tidak bertulang kesana kemari bergerak mengeluarkan ucapan-ucapan, untuk komunikasi menyampaikan pesan dan keinginan-keinginan dengan sesama manusia. Sehingga jikalau ucapan dusta, kotor, keji atau fitnah merupakan suatu dosa, tentunya ucapan yang baik merupakan keshalihan yang bernilai ibadah, Alloh ﷻ menyerukan umat manusia untuk berkata baik dan menghindari perkataan buruk. 

Alloh ﷻ berfirman:

“Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. 17: 53). 

Rasulullah ﷺ bersabda, 

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (Mutafaqqun ‘alaih). 

"Setiap ucapan bani adam itu membahayakan dirinya (tidak memberi manfaat), kecuali kata-kata yang berupa amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kejahatan) dan zikrullah.” (HR. Tirmidzi). 

Ibnu Mas'ud berkata: “Tidak ada sesuatupun yang perlu lebih lama aku penjarakan dari pada mulutku sendiri”

Abu Darda berkata: “Perlakukan telinga dan mulutmu dengan obyektif Sesungguhnya diciptakan dua telinga dan satu mulut, agar kamu lebih banyak mendengar dari pada berbicara”. 

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat maka dia akan diam. Sementara orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya.”

Lisan yang baik keluar dari hati yang baik, hati yang bersih, hati yang selamat (qolbun salim) dengan keimanan. Hati yang dibicarakan disini bukan secara fisik tetapi secara metafisik yang disebut qalbu sesuai yang disebutkan dalam hadits pada mukadimah tulisan ini.

Bahwa lisan merupakan perbuatan yang diperintahkan otak atas dorongan hati. Hati yang baik menggerakan otak untuk memerintahkan perbuatan termasuk lisan untuk yang baik pula.

Lisan yang jahat, jemari yang mengetik kata-kata buruk akan menjerumuskan kita pada kehancuran dunia maupun akhirat. Sebaliknya lisan yang baik, jemari dengan rangkaian kata-kata yang selamat (salim) tentunya akan menghasilkan kebaikan dunia dan akhirat. 

Nabi ﷺ bersabda, 

“Tidak ada yang menyungkurkan leher manusia di dalam neraka melainkan hasil lisan mereka.” (Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 5136)

Nabi ﷺ bersabda, 

"Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya dan belum beriman dengan hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, dan janganlah kalian mencari-cari kekurangan-kekurangan mereka, karena sesungguhnya barangsiapa mencari-cari kekurangan-kekurangan mereka maka kelak Allah akan menyingkapkan kekurangan dia (di akhirat) maka Dia akan membiarkan orang lain tahu aibnya, meskipun di dalam rumahnya."

Agar lisan kita selalu baik, maka hati kita jaga agar selalu baik. bagaimana menjaga hati agar selalu baik, disini rumus “Teko” berlaku, bahwa teko tidak mengeluarkan selain yang diisinya, ketika diisi air bening maka akan keluar air bening didalam gelas, yang ketika kita taruh sesuatu didalamnya maka kotoran akan terlihat. Sebaliknya, jika yang diisi air kopi maka akan keluar air kopi yang tentunya sebesar apapun kotoran yang kita taruh di dalamnya tidak akan terlihat (tersamar). 

🌸🌷🌸

Sumber kebaikan hati adalah takwa, karena takwa akan memilah milih apa yang masuk di dalam hati. Takwa dalam Al-Qur'an memiliki tiga makna yaitu:

1) Takut kepada Alloh ﷻ dan pengakuan superioritas Alloh ﷻ.

2) Bermakna taat dan beribadah.

3) Dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa.

Ketika itu Ubay bertanya kepada Umar tentang makna takwa. Khalifah kedua ini malah balik bertanya, “ Pernahkah engkau berjalan di tempat yang penuh duri?” Ubay bin Ka’ab menjawab, “Ya pernah.” “Apakah yang engkau lakukan?” tanya Umar kembali. “Tentu aku sangat berhati-hati melewatinya!” jawab Ubay bin Ka’ab. “Itulah yang dinamakan takwa,” tegas Umar.

√ Jadi, orang bertakwa adalah orang yang berhati-hati dalam bertindak termasuk dalam berucap.

Ketakwaan akan menyaring segala yang masuk ke hati, pandangan yang buruk, pikiran kotor, ataupun perkataan atau perbuatan yang jelek seperti, ghibah, dzalim, dan seterusnya, akan ditinggalkan.

Rasulullah ﷺ bersabda, 

"Pandangan itu salah satu panah dari panah iblis yang berbisa. Siapa saja yang meninggalkannya karena takut pada Allah, maka Allah akan memberinya keimanan yang terasa sangat manis di dalam hati.” (HR. Al-Hakim).

"Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain (ghibah). Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat : 12)

Sedangkan mendengar seruan kebaikan, kata kata yang menenangkan seperti dzikir mengingat Alloh ﷻ, istighfar, bacaan Al-Qur'an, shalawat atas Nabi, ataupun doa doa kebaikan, akan meresap ke hati yang menjadikannya tenang, tentram, dan bersih. Ketika hatinya bersih yang dikeluarkan pun ucapan ucapan yang baik. Jari jari kita akan terkontrol untuk tidak asal komentar atas suatu status atau kejadian, dan otomatis akan selalu berpikir sesuai rambu rambu “berkata yang baik atau diam”.

Alloh ﷻ berfirman: 

“(yaitu) orang-orang yang beriman lagi hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah (Dzikrullah). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra'du : 28).

Rasulullah ﷺ bersabda,

 “Hindarilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah ﷺ bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ memperbincangkan hal yang memang perlu?’ Rasulullah ﷺ menjawab, “Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka berikanlah hak jalanan.” Mereka bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab,” Tundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam (orang lewat), menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.” (HR. Muslim no. 2161).

Semoga kita mejadi muslim yang baik, muslim yang bisa menjaga hati dengan ketakwaan sehingga lisan kita pun akan terjaga dengan ucapan ucapan yang baik. 

“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?” Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. (HR. Muslim). 

Wallahu a’lam. 

Dumai_Nov 2020 (TSH)

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸

        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Widia ~ Bekasi

Assalamualaikum Ustadz, 

Bagaimana menjaga lingkungan lisan anak yang masih terpengaruh lingkungan. Biar lisannya terjaga dari kata-kata kotor yang dapat dari lingkungan? 

Jazakallah. 

🌷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tidak sedap.” (HR. Bukhari-Muslim). 

Sesuai hadits tersebut, sejatinya menyiapkan lingkungan yang baik, teman yang baik tentunya, namun jika belum memungkinkan tidak lantas langsung dilarang. 

Ya tetap dibatasi ke lingkungan tersebut jika memang teman-temannya sering berkata atau becanda dengan kata-kata tidak baik. Tegur jika memang mengeluarkan kata-kata tidak baik, namun tetap dengan cara yang baik disesuaikan umurnya.

Siapkan aktivitas yang positif, sekali kali dampingi dan ikut bermain dengannya. Ajak komunikasi, beri masukan apa yang boleh dan tidak boleh saat mereka nyaman atau saat kita ikut dengan hobbynya.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Ruri ~ Lumajang

Bagaimana jika ketika kita duduk di suatu majelis kemudian orang-orang di sekitar kita ternyata sedang membicarakan orang lain?

🌷Jawab:

Ya wajib kita ingatkan, minimal menunjukan sikap ketidaksukaan kita. Dan tentunya doakan. 

🔹Mengingatkan itu yang sulit yah, Ustadz? 

🌷 Iya, paling mudah doakan, dan tetap tunjukan akhlak yang baik. 

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Nenock ~ Surabaya

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته Ustadz

Bagaimana cara agar lisan tetap terjaga? 

Kadang saat sendiri bisa fokus dzikir, saat di kantor bisa terselip, ingat dzikir lagi. Belum lagi kalau lagi moody. Jadi fluktuatif eh apa ya bahasanya? Naik turun begitu fokusnya, Ustadz. 

🌷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Disabdakan oleh Rasulullah ﷺ : 

“Al imanu yazidu wa yanqush.” 

“Yazidu bith tho’at, yanqushu bil ma’shiyat.” 

Iman itu dia bisa bertambah, dia bisa berkurang, dia bisa naik kadarnya, dia bisa menurun, dia bertambah dia naik dengan amal shaleh, dengan ketaatan kepada Alloh ﷻ, dengan melaksanakan perintah-perintah Alloh ﷻ dan dia berkurang, dia menurun dengan kemaksiatan.

Maka ada orang-orang yang imannya suatu saat naik, kala lain dia menurun drastis bahkan sampai menjadi kafir.

Saat iman naik disitu mudah kita memasukan hati kita dengan dzikir, tilawah, mendengar ceramah agama. Menjauhi maksiat. Namun saat iman kita turun, mudah bermaksiat, banyak melakukan hal sia-sia, sering mendengarkan hal-hal yang tidak baik. Jika itu terjadi, ucapan yang keluar bisa jadi ucapan yang tidak baik. Segera istighfar, ingat ada kejahatan lisan. 

Jika tidak kita kontrol, kuatkan lagi ibadah yang bisa menjaga hati, berkumpul dengan orang-orang sholih, perbanyak doa di sepertiga malam. Ingat ibadah sebagai penguat hati jangan dilakukan saat waktu sisa (misal : saat capek, saat ngantuk) siapkan waktu khusus untuk berdzikir, tilawah. Rutinkan puasa sunnah karena itu bisa mengontrol perbuatan dan perkataan buruk. 

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Safitri ~ Banten

Assalamualaikum, 

Ustadz, bagaimana dengan orang yang suka berkata seperti semacam bercandaan begitu? Apalagi kalau sama teman sahabat gitu pasti kalau sudah gabung klop kadang kan omonganya ya sudah ceplas ceplos saja itu dan mungkin kan teman-teman itu menganggapnya sudah biasa kan. 

Bagaimana tuh, Ustadz? 

🌷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Walau becanda Jika mengandung dusta, ghibah, bahkan fitnah itu berdosa, hindari. Ingatkan dan doakan saja teman kita itu. 

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Phity ~ Jogja

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh, Ustadz..

Kalau kita baca medsos atau berita seringkali mengolok-olok ulama, kadang rasanya gemes dan ingin membalas olok-olok. 

Kalau kita membalas olok-olok apakah kita juga termasuk jahat?

🌷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Iya, jadinya kita seperti mereka. Hindari mengolok-olok balik, balas dengan akhlak dan ucapan yang baik, doakan itu lebih mulia dan menghasilkan pahala. 

Bahkan jika atas seruan kita, doa kita, ia menjadi baik dan mulai melakukan hal-hal yang baik, insyaaAllah pahala dia akan mengalir ke kita. 

Wallahu a'lam. 

0️⃣6️⃣ Yanik ~ Jombang

Assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh, 

Ustadz,ketika kami berada di suatu perkantoran. Kami menjaga ketika teman-teman sering berkerumun bercerita-cerita tapi ujung-ujungnya pasti terjadi pergunjingan (ghibah). 

Nah untuk menghindari itu kami tidak pernah ikut mengobrol karena takut ikutan ghibah. 

Sudah tepatkah kami bersikap?

Tapi yang kami risaukan ketika kami duduk sambil ngerjain tugas, ada teman yang lebih tua dari saya, kebetulan beliau dulu guru saya waktu SMP sering bercerita tentang atasan kami. Padahal ketika bercerita saya jarang menghiraukan karena dengan mengerjakan tugas. 

Sopan kah sikap kami seperti itu?

Padahal itu kan juga termasuk ghibah dan kami harus bagaimana bersikap? Tolong Ustadz solusinya.

🌷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Sudah tepat jika kita tidak mampu atau kuasa untuk mengingatkan teman atau atasan tidak mengghibah, tinggalkan dengan cara yang baik dan doakan. 

★ Imam Nawawi  rahimahullah menuliskan dalam kitabnya, Ada 6 keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut: 

(1) Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”

(2) Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”

(3) Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”

(4) Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits. 

(5) Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.

(6) Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16 : 124-125). 

Wallahu a'lam. 

0️⃣7️⃣ Yayuk ~ Pamekasan

Assalamualaikum Ustadz, 

Bagaimana hukumnya ghibah, soalnya ada salah satu teman saya yang mengatakan bahwa hukumnya ghibah itu sama seperti zina, mungkin memang sama-sama perbuatan yang dilarang, tapi saya kurang paham dengan penjelasan itu. 

🌷Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

GHIBAH JELAS DIHARAMKAN.

Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa orang yang berghibah diibaratkan memakan daging bangkai. 

"Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim). (HR. Bukhari). 

Namun ada ghibah yang dibolehkan. 

★ Imam Nawawi  rahimahullah menuliskan dalam kitabnya, Ada 6 keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut: 

(1) Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”

(2) Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”

(3) Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”

(4) Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits. 

(5) Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.

(6) Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16 : 124-125). 

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸

 💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

"Janganlah engkau mengucapkan perkataan yang engkau sendiri tidak suka mendengarnya jika orang lain mengucapkannya kepadamu".

(Ali bin Abi Thalib. RA). 

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar