Selasa, 30 November 2021

TOXIC PARENTS DALAM PANDANGAN ISLAM

 


OLeH: Ustadzah Tely Herliyani

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸TOXIC PARENTS DALAM PANDANGAN ISLAM

Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamu'alaikum warohmatullah wabaarokatuh. 

Alhamdulillahirladzi arsalarosulillah liyudzirohu 'aladdinikulli wakafa billahi syahidah.

Asyahadu ala ila haillah wahdahu lasyarikala, wa aayahadu anna muhammadan 'abduhu warosuluhu aldzi la nabiya ba'da.

Robbishroh lii shodrii wa yassir lii amrii wahlul ‘uqdatam mil lisaanii yafqohuu qoulii.

Alhamdulillah akhwati fillah rahimakumullah, Alloh ﷻ mempertemukan kita lagi untuk kajian, yang mudah-mudahan menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita semua. 

Pada kesempatan kali ini, saya mengambil judul tentang toxic parents di dalam pandangan Islam. Baik akhwatifillah rahimakumullah, kalau akhwat pernah memperhatikan beberapa waktu yang lalu, sempat viral tentang toxic parents ini ya. 

Ada yang memandang bahwasanya ketika orang tua mengajarkan kepada anaknya tentang, bagaimana itu Islam secara kaffah. Kemudian, apa yang seharusnya dilakukan, bahkan ketika orang tua membiasakan anak-anak dengan kebiasaan Islam begitu ya, dan mendidik anak dengan Islam, maka itu dikatakan sebagai toxic parent. 

Ditengah kondisi pergaulan bebas yang berebak di tengah-tengah remaja. Bahkan beberapa waktu yang lalu, Kemendikbud mengeluarkan suatu peraturan pemerintah no. 30 kalau tidak salah ayat 1 dan 2 yang mengatakan bahwa, yang dikatakan pergaulan bebas itu adalah ketika hal itu dilakukan dengan paksaan. Jadi kalau misalnya, dilakukan atas dasar suka sama suka, itu tidak dikatakan sebagai kekerasan seksual. Sehingga kalau misalnya kita lihat, adanya pelegalan seks bebas dikalangan remaja. Bahkan akhirnya kalau kita bisa melihat adanya pelegalan seks bebas dikalangan mahasiswa. Nah, ini kondisi yang ada hari ini. Sementara disisi yang lain, ketika orang tua memberi pemahaman tentang islam dikatakan sebagai toxic parents.

Lantas bagaimana islam memandang tentang hal ini? Saya akan share sebuah tulisan yang bisa akhwatifillah semuanya baca, nanti akan kita diskuaikan bersama. 

◾Tocix Parents Dalam Pandangan Islam

Toxic parents mungkin merupakan istilah yang baru kita dengar, akan tetapi sebenarnya jika kita ketahui apa yang dimaksud, maka sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Istilah toxic parents disematkan kepada orang tua yang tidak memperlakukan anaknya dengan baik, bahkan kondisi kejiwaan anak pun bisa terganggu akibat memiliki orang tua yang toxic.

Bukan hanya teman, pasangan, atau lingkungan, istilah toxic juga berlaku bagi orang tua yang menjadi “racun” bagi anaknya sendiri. Jika dibiarkan berlarut-larut, tentu anak bisa mengalami berbagai masalah. Terlebih ketika pandemi saat ini, yang mana beban yang dipikul orang tua makin berat, sering kali makin mudah untuk memicu stres dan emosi.

Akibatnya orang tua jarang mengapresiasi anak, bahkan sering memarahi anak meski hanya karena urusan sepele atau mempermalukannya di depan orang lain. Oleh karena itu para orang tua harus berhati-hati, agar tidak terjebak pada toxic parents.
 
◾Apa Itu Toxic Parents

Toxic parents adalah orang tua yang tidak menghormati dan memperlakukan anaknya dengan baik sebagai individu. Mereka bisa melakukan berbagai kekerasan pada anak bahkan membuat kondisi psikologis atau kesehatan mentalnya terganggu.

Toxic parents juga enggan berkompromi, bertanggung jawab, maupun meminta maaf pada anaknya. Hal ini sering dilakukan oleh orang tua yang memiliki tekanan atau gangguan mental sehingga menjadikan anak sebagai pelampiasan.Selain itu, trauma di masa kecil akibat pengasuhan yang buruk juga dapat memicu terjadinya hal tersebut, di mana orang tua membawa luka lama, dan melukai anaknya dengan cara yang dialaminya dulu.

Meski orang tua toxic kerap berdalih apa yang dilakukannya semata-mata karena sayang, tapi pola asuh yang toxic tentu saja tidak baik untuk dilakukan.

◾Bagaimana Tuntunan Islam Sehingga Para Orang Tua Tidak Terjebak Menjadi Toxic Parents?

★ 1. Memahami Anak sebagai Anugerah dan Amanah dari Alloh ﷻ

Islam sebagai din yang sempurna telah memposisikan anak sebagai anugerah dan amanah dari Alloh ﷻ yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap orang tua. Orang tua diberi amanah oleh Alloh ﷻ dengan kehadiran anak, bukan untuk kehidupan di dunia semata, melainkan juga untuk kehidupan di akhirat. 

★ 2. Memahami bahwa Anak adalah Aset

Generasi Mendatang yang Sangat Berharga
Siapa pun akan paham bahwa keberadaan anak-anak menjadi jalan lestarinya keturunan kita selanjutnya. Terlebih lagi di tangan merekalah tergenggam masa depan umat, merekalah yang akan menggantikan generasi kita sekarang.

Oleh karenanya, merupakan keharusan untuk memperhatikan dan mempersiapkan pola pengasuhan dan pendidikan yang baik untuk anak-anak, tidak terjebak pada pola asuh dan pola didik yang justru bisa menjadi racun bagi anak-anak kita.

Alloh ﷻ telah memperingatkan kita semua agar tidak meninggalkan anak-anak yang lemah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nisa ayat 9:

سَدِيدًا قَوْلًا وَلْيَقُولُوا۟ ٱللَّه
َ فَلْيَتَّقُوا۟ عَلَيْهِمْ خَافُوا۟ ضِعَٰفًا ذُرِّيَّةً خَلْفِهِمْ مِنْ تَرَكُوا۟ لَوْ ٱلَّذِينَ وَلْيَخْش

َ‎“Dan hendaklah takut kepada Alloh ﷻ orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Karenanya hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh ﷻ dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.”

★ 3. Menjadikan Syariat Islam dan Perbuatan Rasulullah ﷺ sebagai Pijakan

Suatu keharusan bagi setiap keluarga muslim untuk menjadikan Islam dan syariatnya sebagai panduan dan solusi terhadap seluruh permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga. Ketika syariat Islam dijadikan sebagai pijakan, inilah yang akan memudahkan orang tua dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak dan akan terhindarkan dari kondisi toxic parents.

Keberkahan dan ketenteraman pun akan senantiasa tercurah bagi keluarga kita. Di sinilah pentingnya bagi orang tua untuk menguatkan pemahaman Islam di tengah-tengah anggota keluarga.

★ 4. Satu Frekuensi dan Kerja Sama yang Harmonis Antara Ayah dan Bunda

Kesamaan langkah antara ayah dan bunda merupakan hal yang penting dalam proses pembentukan kepribadian anak, terlebih berkaitan dengan hal-hal mendasar atau prinsip hidup. Fakta bahwa kadang kala terjadi perbedaan pemahaman antara ayah dan bunda tentang sesuatu, dan hal ini kerap membawa dampak buruk terhadap pola asuh terhadap anak-anak, bahkan bisa menjadi racun.

Apabila hal ini berkaitan dengan hal yang prinsip, tentu saja harus diselesaikan dengan baik oleh pasangan ayah dan bunda, dengan mengembalikannya kepada tuntunan syariat. Akan tetapi, jika berkaitan dengan permasalahan cabang atau hal yang mubah, hal ini harus di diskusikan dengan baik, tidak mengedepankan ego masing-masing yang pada akhirnya anaklah yang menjadi korban.

Maka, ketika ayah dan bunda tidak satu frekuensi—tidak memiliki penilaian dan “selera” yang sama tentang sesuatu—kemudian mereka menunjukkan perbedaan dalam memperlakukan dirinya, anak akan mengalami kebingungan untuk menentukan siapa yang hendak diikuti. Jika hal ini terus berlanjut, akan ada bahaya yang dapat dialami anak.

Anak akan kehilangan pijakan kepercayaan secara umum. Ia melihat sesuatu yang tidak konsisten, sering berubah, dan tidak memiliki patokan yang tetap. Bahkan, anak dapat menjadi pribadi yang oportunis.

Oleh karenanya, kerja sama antara ayah dan bunda harus terus diupayakan, sehingga tidak terjadi kebingungan pada anak. Duduk bersama dan berdiskusi mengenai bagaimana sebaiknya melakukan pengasuhan terhadap anak.

Ketika perbedaan itu dapat disamakan, ini merupakan langkah ideal, dan semuanya dilakukan semata-mata untuk kebaikan anak-anak di kemudian hari. 

★ 5.Tidak Memaksakan Kehendak kepada Anak Selama Ada dalam Koridor Syariat

Membiarkan anak menentukan sikap—termasuk dalam bermain dan berteman—selama itu positif, adalah satu hal yang sangat penting dalam masa pengenalan lingkungan dan proses menemukan jati dirinya. Anak-anak tetap butuh bermain dan juga berteman dengan teman sebayanya. Yang terpenting, orang tua tetap harus memberikan arahan tentang batasan-batasan syariat dan tidak terjerumus pada hal-hal yang sia-sia.

Kita juga harus mengajarkan adab kepada anak kita, mana yang baik dan mana yang kurang baik, serta bagaimana memilih teman.

Rasulullah ﷺ sendiri telah memerintahkan kepada anak kita agar mengenal adab Islam sejak dini. Beliau ﷺ bersabda, 

“Hormatilah anak-anak kalian dan perbaikilah adab-adab mereka.”

Dari Amr bin ‘Ash, bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Tidak ada pemberian orang tua untuk anaknya yang lebih utama dibanding adab yang baik.” (HR. Tirmidzi)

Dengan tidak mengekang anak tetapi tetap memantaunya, akan menjadikan anak mampu berpikir dan mendapatkan pelajaran penting perihal perbedaan, mampu membedakan mana yang harus ia teruskan dalam berteman, mana yang harus dijauhi.

Kelak, anak juga akan lebih nyaman bercerita kepada orang tua apabila ada suatu masalah yang belum bisa diselesaikan. Di sinilah kesempatan orang tua untuk mengarahkan dan memberikan pemahaman kepada anak mengenai baik dan buruknya akan suatu hal.

Anak bukan hanya titipan Alloh ﷻ bagi ayah bundanya, tetapi ia adalah anugerah dan amanah dari-Nya. Namun, kadang tidak sedikit para orang tua yang lupa atau mengabaikan keberadaannya. Padahal, layaknya titipan, terlebih lagi amanah, ia harus kita jaga dengan baik.

Karena bagaimanapun, kita harus mempertanggungjawabkan apa yang telah dititipkan dan diamanahkan kepada kita.Islam pun telah memposisikan anak dengan sangat mulia.

Sehingga, sudah seharusnya orang tua menjaga anak-anaknya dengan sebaik-baiknya, jangan sampai terjebak menjadi toxic parents yang justru akan membawa anak kepada bahaya bahkan kebinasaan.

Wallahu a’lam bishshawwab.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Afni ~ Garut
Assalamu'alaikum Ummu. 

Apakah ketika memaksa anak untuk mendengarkan kita termasuk toxis parents pada anak? Sedangkan anak selalu menutup telinga atau menyetop ucapan kita setiap di nasihati.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Dulu metode pendidikan anak, setidaknya ada 3 tahapan yang bisa kita lakukan.

✓ Pertama, tahap pembiasaan yang dimulai pada usia 0 - kurleb 4-5 tahun. Pada usia ini, anak dibiasakan dengan pembiasaan-pembiasaan baik, kalimat-kalimat thoyyibah, dengan berulang-ulang dan kelembutan dan kasih sayang. Pada usia ini, adalah masa-masa golden age dan anak adalah peniru ulung. Sehingga kita sebagai orang tua terutama ibu, harus memberikan contoh dan penanaman akhlak dan adab yang baik kepada anak. Pembiasaan ini dilakukan sampai anak mumayyiz (bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah).

✓ Kedua, masuk usia pendidikan. Setelah anak mumayyiz, maka kita bisa memasuki tahapan pendidikan, dimana anak diajarkan bahwa setiap perbuatan harus sesuai dengan hukum Alloh ﷻ dan rasul-Nya. Tanamkan aqidah sebagai pondasi nya. Dan persiapkan anak menghadapi masa baligh.

✓ Ketiga, usia baligh. Anak sudah taklif hukum. Dia sudah terbebani hukum, sehingga dia harus bisa mempertanggungjawabkan setiap amalnya di yaumil akhir nanti.

Pada tahapan kedua, sekitar usia 10 tahun, anak sudah boleh diberi hukuman, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, "Pisahkanlah anak dari tempat tidurnya pada usia 7 tahun, dan pukul lah dia pada usia 10 tahun jika tidak mau sholat." Tapi hukuman disini adalah hukuman pembelajaran sehingga tidak boleh pada bagian-bagian yang membahayakan dan tidak membekas. Dan hukuman yang diberikan disesuaikan dengan usianya. Misal, mengurangi uang jajan. Atau bahkan tidak diberi uang jajan sama sekali. Tapi, harus diperhatikan juga, jangan sampai kita dzolim terhadap anak. Artinya, kalau kita tidak kasih uang jajan, harus dipastikan bahwa dia tidak sampai kelaparan.

Jadi, dari pertanyaan 1 dan 2, dalam pandangan saya, dilihat saja apakah pendidikan yang kita lakukan sesuai dengan metode Nabi atau tidak.

Untuk yang no 1, kita harus introspeksi diri, kenapa anak suka menutup telinganya. Kalau usianya masih dalam masa pembiasaan atau pendidikan. Ada yang salah tidak, yang kita lakukan sehingga anak tidak mau mendengarkan kita.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Bestiar ~ Pekanbaru
Ana memiliki anak laki-laki 2 orang yang dewasa dan remaja. Dari mereka kecil, ana agak tegas dalam aturan agama, baik itu menyuruh sholat, tilawah ataupun menegur langsung jika mereka melakukan hal buruk, seperti kata orang, mungkin saya nyinyir kepada mereka, karena ana takut akan lalainya mereka beribadah dan berakhlak tidak baik, sampai sekarang pun ana masih nyinyir kepada mereka, tapi sekarang agak lembut bicaranya, kalau dulu ana agak kasar. Apakah ana termasuk orang tua toxic?
Apa yang perlu ana rubah dalam mendidik mereka.

Sebelumnya jazakillah khoir ustazah.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Dulu metode pendidikan anak, setidaknya ada 3 tahapan yang bisa kita lakukan.

✓ Pertama, tahap pembiasaan yang dimulai pada usia 0 - kurleb 4-5 tahun. Pada usia ini, anak dibiasakan dengan pembiasaan-pembiasaan baik, kalimat-kalimat thoyyibah, dengan berulang-ulang dan kelembutan dan kasih sayang. Pada usia ini, adalah masa-masa golden age dan anak adalah peniru ulung. Sehingga kita sebagai orang tua terutama ibu, harus memberikan contoh dan penanaman akhlak dan adab yang baik kepada anak. Pembiasaan ini dilakukan sampai anak mumayyiz (bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah).

✓ Kedua, masuk usia pendidikan. Setelah anak mumayyiz, maka kita bisa memasuki tahapan pendidikan, dimana anak diajarkan bahwa setiap perbuatan harus sesuai dengan hukum Alloh ﷻ dan rasul-Nya. Tanamkan aqidah sebagai pondasinya. Dan persiapkan anak menghadapi masa baligh.

✓ Ketiga, usia baligh. Anak sudah taklif hukum. Dia sudah terbebani hukum, sehingga dia harus bisa mempertanggungjawabkan setiap amalnya di yaumil akhir nanti.

Pada tahapan kedua, sekitar usia 10 tahun, anak sudah boleh diberi hukuman, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, "Pisahkanlah anak dari tempat tidurnya pada usia 7 tahun, dan pukullah dia pada usia 10 tahun jika tidak mau sholat. Tapi hukuman disni adalah hukuman pembelajaran sehingga tidak boleh pada bagian-bagian yang membahayakan dan tidak membekas. Dan hukuman yang diberikan disesuaikan dengan usianya. Misal, mengurangi uang jajan. Atau bahkan tidak diberi uang jajan sama sekali. Tapi, harus diperhatikan juga, jangan sampai kita dzolim terhadap anak." Artinya, kalau kita tidak kasih uang jajan, harus dipastikan bahwa dia tidak sampai kelaparan.

Jadi, dari pertanyaan 1 dan 2, dalam pandangan saya, dilihat saja apakah pendidikan yang kita lakukan sesuai dengan metode Nabi atau tidak.

Untuk yang no 1, kita harus introspeksi diri, kenapa anak suka menutup telinganya. Kalau usianya masih dalam masa pembiasaan atau pendidikan. Ada yang salah tidak, yang kita lakukan sehingga anak tidak mau mendengarkan kita.

Untuk yang no 2, bedakan antara galak dan tegas.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Fadwa ~ Palembang
Ustadzah, bagaimana mengatasi kalau sedang marah, suka tidak terkontrol mulut ku, terutama ke suami, karena saya sudah diam, di suruh bicara, tidak mau berenti, ujung-ujungnya terjadi KDRT karena hal sepele. Mohon pecerahannya.

🌸Jawab:
Karakter perempuan sepertinya mulutnya 1000. Jadi kalau sudah ngomong sulit buat berhenti. Apalagi ketika amarah itu sudah tersimpan sejak lama dan menjadi bom waktu.

Jadi yang perlu kita pahami adalah apa itu kehidupan rumah tangga.

Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Istri adalah sahabat bagi suami, begitu pula suami, dia adalah sahabat bagi istri. Jadi, layaknya sahabat, maka keduanya adalah tempat saling curhat, saling bantu, saling tolong, saling mengerti satu dengan lainnya. Sehingga dari situ akan muncul kesakinahan diantara kedua belah pihak. Keduanya akan merasa saling membutuhkan.

Sehingga, dalam kehidupan suami istri haruslah terjalin komunikasi yang harmonis, didasarkan karena cinta kepada Alloh ﷻ. Bukan saling menuntut. Istri ingin dipahami dan dimengerti, tapi suami cuek. Padahal keinginan istri itu sederhana saja. Ketika dia ngomong nyablak kesana kemari, itu sebenarnya dia sedang ingin diperhatikan dan diberi sedikit pelukan. Karakter laki-laki inginnya to the point saja. Jadi, cobalah kita sebagai istri, sebelum nyablak ngomong panjang x lebar x tinggi, mintalah suami kita untuk memeluk. Karena sebenarnya itu yang kita inginkan toh. Sedikit perhatian. Setelah minta dipeluk, kalau situasinya tepat, maka bukalah pembicaraan dengan bahas cinta. Misal yang, aku ingin nangis dibahumu ya. Karena bahumu yang membuat aku tenang. Terima kasih atas usaha yang sudah dilakukan untuk menafkahi aku dan anak-anak. Mudah-mudahan cintamu sama aku sampai ke surga-Nya.

Habis itu, biasanya kita sudah merasa lebh nyaman, sehingga kata-kata yang keluar akan lebih tertata dengan baik. Barulah curhat panjang x lebar x tinggi. InsyaAllah, suami pun akan lebih adem dengarin curhatan kita. 

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh Umma.

Usia anak saya 6 tahun, sudah TK, PAUD.
posisi saya bekerja, tidak bisa membimbing dia, hanya bisa secara virtual, itupun jarang karena dia suka malu berinteraksi dengan saya entah kenapa.

Nah, dengan keterbatasan saya mengajarkan anak, saya doctrine dan memfasilitasi anak saya dengan membaca dan belajar dengan buku-buku yang saya beli, tapi suami saya tidak setuju.
Apakah saya termasuk orang tua toxic umm?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wa barokatuh.

Wah... dimana cikampeknya, mungkin kita bisa ketemuan lanjutan.

Dilematis memang dengan kondisi hari ini, dengan kondisi perekonomian hari ini, akhirnya menuntut kaum perempuan untuk membantu perekonomian keluarga. Bahkan tidak sedikit wanita yang menjadi tulang punggung keluarga.

Dalam pandangan Islam, hukum bekerja bagi seorang wanita adalah mubah atau boleh, selama dia tidak melalaikan kewajiban utamanya sebagai ibu yang wajib mendidik anaknya menjadi generasi yang kuat dan sebagai pengelola rumah tangga.

Ketika anak merasa malu kepada kita, bahkan tidak dekat dengan kita, maka harus jadi bahan perenungan buat kita sebagai ibu. Kalau anak tidak dekat dengan kita, dia akan mencari pelampiasan untuk mencari kenyamanan. Dan ini bisa jadi toxic.

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamualaikum,

Ustadzah, apakah orang tua yang selalu marah dan main fisik kepada anak yang sulit diberitahu dengan kesalahan yang sama merupakan toxic parents.

Dampak atau akibat dari toxic parents untuk anak apa ya dzah? 
Jazakillah.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Senada dengan pertanyaan 1 dan 2.
Dilihat dulu, anaknya usia berapa? Kalau masih dalam usia pembiasaan, dan pendidikan, maka bisa menjadi toxic. Karena pada masa ini, anak belum sempurna akalnya. Sehingga, kita harus berulang-ulang menasihati, karena jalinan syaraf di otaknya belum sempurna. Banyak orang tua yang merasa kesal karena merasa sudah berulang kali memberi tahu. 

Inilah kesalahan kita sebagai orang tua. Ingin anak mengerti dan memahami kita, padahal itu bukan kapasitas anak. Kita lah yang harus lebih memahami anak, karena pembentukan otak kita sudah sempurna dan kewajiban kita sebagai orang tua untuk mendidik anak, menyempurnakan jalinan-jalinan syaraf diotaknya. Sehingga dia mengerti mana yang salah dan tidak boleh dilakukan dan mana yang benar dan harus dia lakukan. Jadi, tidak ada anak yang bodoh, malas, nakal, dan lain-lain, yang ada adalah orang tua yang salah menerapkan pembiasaan dan pendidikan terhadap anak.

Tapi harus dipahami juga, bahwa tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan negara. Maka, kita sebagai orang tua, memiliki kewajiban juga melakukan amar makruf nahi mungkar kepada lingkungan dan pengusaha yang ada hari ini. Karena semua bisa menjadi toxic ketika standarnya bukan Islam. Anak bisa menjadi bebas karena gaya hidup yang ada hari ini berdasarkan kepada sekulerisme.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Baiklah akhwati fillah...
Hari ini, ditengah-tengah kondisi yang ada, sejak masa pandemi maka, perekonomian kita semakin carut marut. Sehingga banyak kaum ibu yang terpaksa membantu perekonomian keluarga. Tentu saja hal ini menambah beban kita sebagai istri. 

Di samping itu, kebijakan anak-anak sekolah daring pun, menambah beban bagi ibu. Hanya saja, kita harus tetap waras, agar kita tidak salah dalam mendidik anak. Dan ingatlah, bahwa Alloh ﷻ tidak akan membebani suatu kaum kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Jadi, yakinlah kalau kita berjalan di jalan Alloh ﷻ, Alloh ﷻ pasti menolong kita. 

Mudah-mudahan kita bisa tetap menjadi emak-emak yang waras, jangan jadi toxic.

Wallahu'alam.

Itu saja yang bisa saya sampaikan pada kajian kita kali ini, mudah-mudahan menjadi ilmu yang bermanfaat.

Saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan. Saya undur pamit.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wa barokatuh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar