Selasa, 30 November 2021

CABANG-CABANG IMAN

 


OLeH: Ummi Yulianti, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

Baiklah...

بِسْــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمن الرَّحِيْمُ


السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

: الحمد لله 
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ...

ام بعد

Segalanya milik Alloh ﷻ apa yang ada di langit dan bumi, kenikmatan dan kesusahan asalnya dari Alloh ﷻ sudah selayaknya kita panjatkan puji dan syukur hanya kepada Alloh ﷻ. 

Agama Islam adalah agama yang mengangkat dan membebaskan manusia dari zaman jahiliah zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang, sudah selayaknyalah kita sebagai umatnya senantiasa menghaturkan sholawat dan salam hanya kepada Nabi Muhammad ﷺ.

💎CABANG-CABANG IMAN

Secara umum, umat Islam mengenal enam rukun iman tersebut. Hal ini juga diakui oleh Syekh Nawawi al-Bantani.

Namun demikian, tulis Syekh Nawawi dalam kitab Qami' al-Thughyan ini, iman itu sebenarnya memiliki 77 cabang. Dan, setiap cabangnya merupakan pekerjaan yang harus dilaksanakan setiap Muslim yang mengaku beriman kepada Alloh ﷻ.

Ke-77 cabang iman atau pekerjaan itu, apabila dilakukan seluruhnya, sempurnalah iman seseorang. Sebaliknya, apabila ada yang ditinggalkan, berarti berkurang ketebalan imannya.

Jumlah cabang iman yang mencapai 77 macam itu didasarkan pada hadis Nabi ﷺ, yang dikutip Syekh Nawawi berdasarkan riwayat dari para ahli hadis (muhadditsin).

''Iman itu ada 77 cabang. Dan, yang paling utama dari cabang-cabang tersebut adalah mengucapkan Laa ilaha illallah (tiada Tuhan melainkan Alloh ﷻ), dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan. Malu (berbuat maksiat) adalah satu cabang dari iman.'' (HR. para ahli hadis).

Untuk memudahkan mengenal 77 cabang iman itu, sebagaimana termuat dalam kitab Manzhumah al-Syu'ub karya Syekh Zainuddin bin Ali al-Kusyini, Syekh Nawawi merangkumnya dalam bentuk nazam (syair).

Iman pada Tuhan, malaikat, kitabnya  para nabi dan hari akhir sirnanya.
Hari kebangkitan dan takdirnya Tuhan. Kumpul di mahsyar banyak makhluk tidak tahan. Orang Muslim ada di surga tempatnya. Orang kafir ada di neraka tempatnya.

Maksudnya adalah setiap orang Islam wajib beriman bahwa sesungguhnya Alloh ﷻ, yang akan membangkitkan atau menghidupkan seluruh makhluk sesudah mati, baik yang dikuburkan, yang mati tenggelam, maupun karena sebab lain. Ulama sepakat bahwa yang dibangkitkan nanti pada hari kiamat adalah wujud dari badan, dan bukan yang semisal dari badan ini. Keterangan ini didasarkan pada surah Al-Thaghaabun ayat 7.

''Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: 'Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan'. Yang demikian adalah mudah bagi Alloh ﷻ.''

Dan, pada hari itulah, akan dilakukan penghisaban (perhitungan) atas segala amal perbuatan manusia selama di dunia. Mereka yang berbuat baik akan menerima catatan amalnya dengan tangan kanannya, dan yang berbuat keburukan dan dosa akan menerima catatan amal perbuatannya dengan tangan kirinya. Mereka yang berbuat baik akan dimasukkan ke dalam surga dan yang berbuat kejahatan akan dimasukkan ke dalam neraka. Dan, ketetapan Alloh ﷻ pasti benar. Manusia tak bisa mengingkarinya. Itulah balasan Alloh ﷻ atas setiap perbuatan umat manusia selama di dunia.

Syekh Muhammad al-Hamdani menyatakan, pada saat meniti jembatan Shirat al-Mustaqim, umat Nabi Muhammad ﷺ akan terbagi menjadi tujuh golongan, yakni (1) orang yang jujur (Shiddiq) akan meniti jembatan Shirat al-Mustaqim secepat kilat; (2) orang berilmu ('alim) akan meniti secepat angin yang kencang; (3) para wali abdal akan meniti secepat burung terbang (beberapa jam); (4) orang yang mati syahid akan meniti secepat kuda balap dalam waktu setengah hari; (5) orang yang mati pada saat menunaikan ibadah haji, akan meniti dalam waktu satu hari penuh; (6) orang yang taat beribadah, akan meniti dalam waktu satu bulan; dan (7) orang yang sering melakukan maksiat, akan meniti jembatan Shirat al-Mustaqim dengan meletakkan kaki di atas titian, sedangkan dosa mereka diletakkan di atas punggung.

Ketika mereka lewat, neraka Jahanam mendatangi untuk membakar mereka. Kemudian, neraka Jahanam melihat cahaya iman di hati mereka, lalu berkata: 

"Lewatlah wahai orang Mukmin, karena sesungguhnya cahaya imanmu memadamkan kobaran apiku!"

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan ‘Laailaahaillallah’, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syarh atau penjelasan:
Kata “bidh’” (lebih) di sini adalah bilangan antara tiga sampai Sembilan sebagaimana yang dikuatkan oleh Al Qazzaz.

Kalimat “ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih,” adalah syak atau keraguan dari perawi dalam riwayat Muslim dari jalan Suhail bin Abi Shalih dari Abdullah bin Dinar. Para pemilik sunan yang tiga meriwayatkan dari jalan yang sama, dimana mereka menyebutkannya dengan tanpa ragu, yaitu tujuh puluh cabang lebih.

Namun Imam Baihaqi lebih menguatkan riwayat Imam Bukhari (enam puluh cabang), karena Sulaiman (salah satu rawinya) tidak ragu-ragu. Demikian pula Ibnu Shalah, ia menguatkan jumlah yang paling sedikit, karena itulah yang yakin.

Kata “cabang” maksudnya bagian atau perkara.

Al Qadhiy ‘Iyadh berkata, “Jamaah para ulama membebani diri mengumpulkan cabang-cabang iman tersebut melalui jalan ijtihad. Menghukumi bahwa yang disebutkan itulah maksudnya adalah hal yang sulit. Dan ketidaktahuan mengetahui semua itu secara tafsil (rinci) tidaklah menodai keimanan.”

Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan, “Bahwa para ulama yang menyebutkan cabang-cabang itu tidaklah sepakat dalam menyebutkannya dalam satu macam, yang paling mendekati kebenaran adalah jalan yang ditempuh Ibnu Hibban, akan tetapi kami tidak mengetahui penjelasan ucapannya, dan saya telah meringkas dari apa yang mereka sebutkan seperti yang akan saya sebutkan, yaitu bahwa cabang-cabang ini terbagi menjadi amal yang terkait dengan hati, amal yang terkait dengan lisan, dan amal yang terkait dengan anggota badan. Amal yang terkait dengan hati itu ada yang berupa keyakinan dan ada yang berupa niat. 

🔷Ia terbagi dua puluh empat perkara, yaitu:

~ Beriman kepada Alloh ﷻ, termasuk di dalamnya beriman kepada Dzat-Nya, sifat-Nya, tauhid-Nya, dan bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, serta meyakini barunya segala sesuatu selain-Nya,
~ Demikian pula beriman kepada malaikat-Nya,
~ Beriman kepada kitab-kitab-Nya,
~ Beriman kepada rasul-rasul-Nya,
~ Beriman kepada qadar-Nya yang baik maupun yang buruk,
~ Beriman kepada hari Akhir, termasuk di dalamnya beriman kepada pertanyaan di alam kubur, kebangkitan, penghidupan kembali, hisab, mizan, shirat, surga, dan neraka.
~ Mencintai Alloh ﷻ,
~ Cinta dan benci karena-Nya.
~ Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meyakini kemuliaannya. Termasuk di dalamnya bershalawat kepadanya dan mengikuti sunnahnya.
~ Berniat ikhlas, termasuk di dalamnya meninggalkan riya’, dan kemunafikan.
~ Bertobat.
~ Khauf (rasa takut kepada Alloh ﷻ).
~ Raja’ (berharap kepada Alloh ﷻ)
~ Bersyukur.
~ Memenuhi janji.
~ Bersabar.
~ Ridha terhadap qadha’ Alloh ﷻ.
~ Bertawakkal (menyerahkan urusan kepada Alloh ﷻ).
~ Bersikap rahmah (sayang).
~ Bertawadhu’, termasuk di dalamnya menghormati yang tua dan menyayangi yang muda.
~ Meninggalkan sombong dan ujub.
~ Meninggalkan hasad.
~ Meninggalkan dendam.
~ Meninggalkan marah.

🔷Amal yang terkait dengan lisan itu ada tujuh perkara, yaitu:

~ Melafazkan tauhid.
~ Membaca Al Qur’an.
~ Mempelajari ilmu.
~ Mengajarkannya.
~ Berdoa.
~ Berdzikir, termasuk di dalamnya beristighfar.
~ Menjauhi perkataan sia-sia (laghwun).

🔷Amal yang terkait dengan anggota badan itu ada tiga puluh delapan perkara, di antaranya ada yang terkait dengan orang-perorang, ia ada lima belas perkara, yaitu:

> Membersihkan, baik secara hissi (inderawi) maupun maknawi. Termasuk di dalamnya menjauhi najis.
> Menutup aurat.
> Melaksanakan shalat baik fardhu maupun sunat.
> Zakat juga demikian.
> Memerdekakan budak.
> Bersikap dermawan. Termasuk di dalamnya memberikan makan dan memuliakan tamu.
> Berpuasa, yang wajib maupun yang sunat.
> Berhaji dan berumrah juga demikian.
> Berthawaf.
> Beri’tikaf.
> Mencari malam Lailatul qadr.
> Pergi membawa agama. Termasuk di dalamnya berhijrah dari negeri syirk.
> Memenuhi nadzar.
> Memeriksa keimanan.
> Membayar kaffarat.

🔷Yang terkait dengan yang menjadi pengikut, ia ada enam perkara, yaitu:

~ Menjaga diri dengan menikah.
~ Mengurus hak-hak orang yang ditanggungnya.
~ Berbakti kepada kedua orang tua, termasuk pula menjauhi sikap durhaka.
~ Mendidik anak.
~ Menyambung tali silaturrahim.
~ Mentaati para pemimpin atau bersikap lembut kepada budak.

🔷Yang terkait dengan masyarakat umum, ia ada tujuh belas cabang, yaitu:

√ Menegakkan pemerintahan dengan adil.
√ Mengikuti jamaah.
√ Menaati waliyyul amri (pemerintah).
√ Mendamaikan manusia, termasuk di dalamnya memerangi khawarij dan para pemberontak.
√ Tolong-menolong di atas kebaikan, termasuk di dalamnya beramar ma’ruf dan bernahi munkar.
√ Menegakkan hudud.
√ Berjihad, termasuk di dalamnya ribath (menjaga perbatasan).
√ Menunaikan amanah.
√ Menunaikan khumus (1/5 ghanimah).
√ Memberikan pinjaman dan membayarnya, serta memuliakan tetangga.
√ Bermu’amalah dengan baik.
√ Mengumpulkan harta dari yang halal.
√ Menginfakkan harta pada tempatnya, termasuk di dalamnya meninggalkan boros dan berlebihan.
√ Menjawab salam.
√ Mendoakan orang yang bersin.
√ Menghindarkan bahaya atau sesuatu yang mengganggu dari manusia.
√ Menjauhi perbuatan sia-sia dan menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan.

Sehingga jumlahnya 69 perkara, dan bisa menjadi 79 jika sebagiannya tidak disatukan dengan yang lain, wallahu a’lam. (Lihat Fathul Bari juz 1 hal. 77)

Dalam hadits di atas juga menunjukkan, bahwa tingkatan iman berbeda-beda, yaitu dari sabda Beliau, “Yang paling utama adalah ucapan Laailaahaillallah, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan.”

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Demikian Paparan kali ini.
Yang benar datangnya dari اللّه. Yang salah dari ketidatahuan ana yang masih fakir ilmu agama.

Mohon maaf jika ada salah-salah kata dalam penulisan.

 العلم بلاعمل كا لشجر بلا ثمر

Ilmu itu apabila tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.

 جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...

والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamu'alaikum Ummi,

Mengapa menyingkirkan sesuatu yang mengganggu jalan merupakan cabang iman? 

🌷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh 

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa sallam telah bersabda, 

“Pada suatu hari ada seseorang lelaki berjalan di tengah jalan, lalu ia menemukan tangkai yang berduri di tengah jalan yang dilaluinya itu, maka ia menyingkirkan tangkai berduri itu (dari jalan); Alloh ﷻ menyukai perbuatannya itu lalu Dia memberi ampunan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Ibnu Umar r.a.).

Alloh ﷻ berterima kasih kepadanya, maksudnya menerima amal baiknya itu. Sebagai pahalanya disebutkan bahwa Alloh ﷻ mengampuni dosa-dosanya. Dapat disimpulkan dari hadits ini bahwa menjauhkan hal-hal yang dapat menimpa mudharat kepada orang lain dari tengah jalan merupakan amal baik.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Iman membuat seseorang mencintai kematian. Ketidakpercayaan membuat seseorang takut akan kematian. 

Semoga Alloh ﷻ senantiasa memberikan kita hidayah dan keistiqomahan sehingga keimanan tetap ada sepanjang hayat sampai maut menjemput.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar