Sabtu, 30 Januari 2021

TIDAK TAKUT DAN TIDAK BERSEDIH


 

OLeH: Ustadz Syahirul Amin           

💘M a T e R i💘

🌷JANGAN TAKUT DAN JANGAN BERSEDIH

Terdapat banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa orang-orang beriman adalah mereka yang tidak pernah merasa takut dan tidak pula merasa sedih terhadap apapun, termasuk dalam setiap peristiwa yang menimpa mereka selama hidup di dunia. Keimanan mereka yang mengantarkan kehidupan mereka berbahagia, bahkan kebahagian tidak saja mereka rasakan di dunia tetapi juga kebahagiaan ketika nanti mereka berada bersama orang-orang beriman lainnya sejak manusia itu ada. Dalam hal ini, salah satu ayat Al-Qur’an menyebutkan:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Alloh ﷻ, hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)

Dengan demikian, para ahli tafsir kemudian menjelaskan bahwa inti keimananan dari sejarah panjang kehidupan manusia itu ada dua, yaitu “iman al-mubtada” (iman yang telah ada dalam diri manusia sejak permulaannya); dan “iman al-muntaha” (iman yang ada di hari akhir yang tetap melekat mengikuti iman yang awal).

Iman awal ini kemudian menurunkan beberapa iman lainnya, seperti iman kepada para Rasul, Malaikat, Kitab, serta Takdir dan ketetapan Alloh ﷻ.

Sedangkan “iman muntaha” terkait dengan janji Alloh ﷻ kepada manusia tentang pahala dan balasannya, termasuk balasan atas seluruh kebaikan dan keburukan yang dilakukan manusia. 

Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi iman kepada tiga, yang menurutnya bahwa iman ini adalah iman yang diterima oleh semua Rasul dan Nabi Alloh ﷻ, yaitu iman kepada Alloh ﷻ, iman kepada Hari Akhir, dan terakhir Amal Sholeh. Seluruh Nabi Alloh ﷻ menyeru kepada seluruh umat manusia agar beriman kepada Alloh ﷻ, kepada Hari Akhir, dan menganjurkan untuk berbuat amal soleh, amal yang didasari oleh keimanan dan ketaatan kepada Alloh ﷻ dan Nabi-Nya. Hal inilah yang kemudian dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 277)

Ayat diatas sangat jelas memberitahukan kepada kita, bahwa iman yang diiringi dengan amal sholeh, termasuk melaksanakan solat dan menunaikan zakat, jelas mereka adalah orang-orang yang ditanamkan dalam hatinya kegembiraan, tidak pernah merasa takut terhadap hal apapun dan tidak pernah merasakan kesedihan didalam hatinya, karena kuatnya iman mereka kepada Alloh ﷻ. 

Dalam ayat lainnya, tampak lebih jelas, siapa saja sesungguhnya yang “Tidak pernah merasa takut” dan “tidak pernah bersedih”, yaitu mereka yang selalu menafkahkan hartanya di jalan Alloh ﷻ, sebagaimana disebutkan:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh ﷻ, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 262)

Namun demikian, terdapat pribadi yang sangat spesial disebutkan dalam Al-Qur’an, dimana para Waliyullah merupakan orang yang secara khusus disebut bahwa mereka merupakan pribadi-pribadi yang selamanya tidak ada rasa takut sedikitpun, kecuali hanya kepada Alloh ﷻ dan mereka tidak pernah bersedih dalam hati mereka, sebab mereka selalu merasakan gembira atas apapun yang Alloh ﷻ berikan kepada mereka, baik kesenangan berupa nikmat dunia ataupun bencana atau musibah yang buruk menimpa mereka. Al-Qur’an menyebutkan:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Alloh ﷻ itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Yunus: 62)

Para wali sebagaimana disebut dalam suatu hadis yang berasal dari Abu Hurairoh adalah,  “Mereka yang hidupnya saling mencintai antar sesama karena Alloh ﷻ bukan karena materi atau hubungan kekerabatan (nasab), wajah-wajah mereka selalu tampak bercahaya, dan diberikan kedudukan yang tinggi karena cahaya pengetahuan dan ilmu mereka, mereka tidak pernah takut ketika banyak orang lain yang merasa ketakutan bahkan mereka tidak pernah bersedih, sekalipun banyak diantara manusia yang bersedih."

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0️⃣1️⃣ Mila ~ Tegal
Ustadz, kadang kita punya kesempatan buat bersedekah lebih banyak. Tapi ada rasa was-was atau takut karena hal-hal duniawi. 

Bagaimana ya ustadz kiat menepis ketakutan tersebut? 

🔷Jawab:
Yang penting bukan banyaknya tapi istiqomahnya walaupun sedikit. Rasulullah ﷺ telah mewasiatkan demikian bahwa amal yang baik adalah amal yang dilakukan terus menerus walaupun kecil atau sedikit. Istiqamah saja untuk bersedekah dengan nilai atau jumlah yang kita mampu, tapi kita lakukan setiap hari, insyaAllah dari yang kecil-kecil akan menjadi besar dan bernilai kebaikan di mata Alloh ﷻ.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Setyaning ~ Karanganyar
Assalamu'alaikum Ustadz, 

Mengapa dalam menunggu suatu keputusan, misalnya kelulusan sekolah atau kerja kita masih sering takut dan cemas ya?

Mohon pencerahannya.

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Itu tandanya kita belum bisa pasrah atas segala keputusan apapun. Sepasrah hidup kita yang semata-mata kita jalankan karena rasa syukur kita kepada Alloh ﷻ atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tidak henti-hentinya kita terima. Banyak bersyukur, sebab manusia yang pandai bersyukur akan mendapat tambahan nikmat. 

Jadi kenapa was-was? Padahal kita harusnya yakin dengan kemampuan diri kita sendiri. Seandainya kita mampu, kita harusnya yakin bahwa apa yang kita peroleh adalah apa yang kita upayakan dan usahakan sebelumnya. Ketika yang kita tanam mangga maka jangan sekali-kali berharap rambutan yang jadi, demikian kira-kira.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Riyanti ~ Yogja
Assalamualaikum wr.wb. 

Ustadz, apakah sikap berani itu perlu takaran.
Misal nih, kebebasan berbicara atau mengkritik penguasa dianggap subversif oleh negara.

Dalam konteks ini, keberaniaan kita apa perlu ditakar dengan mempertimbangkan manfaat mudhorotnya?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Sikap berani itu ukurannya bukan hawa nafsu, sebab orang yang paling hebat dan berani adalah bukan orang yang maju ke medan perang lalu melibas semua musuh-musuhnya. Keberanian (syaja'ah) adalah ketika seseorang mampu mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Kita bebas berbicara, tetapi berbicara dalam kebenaran bukan berbicara karena dorongan hawa nafsu dan kebencian. 

Banyak saluran kebenaran yang bisa disampaikan bukan hanya terbatas kepada penguasa saja, mereka-mereka yang berada di kampung-kampung nan jauh, yang tidak peduli kekuasaan, perlu diangkat kesejahteraannya dengan keberanian kita mengangkat kebodohan mereka. Kita hidup dialam demokrasi yang membolehkan kritik, tetapi kritik yang selaras dengan prosedur konstitusi dan nilai-nilai serta norma yang disepakati. Bicara dengan kebenaran sekalipun pahit, berarti kita harus mengukur suatu kebenaran sesuai dengan pandangan Alloh ﷻ dan Rasul-Nya bukan ukuran kebenaran diri kita sendiri. 

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Safitri ~ Banten
Ustadz, kalau kita melakukan sholat istiqoroh setelah sholat kita membaca bacaan doa dahulu apa berdoa dulu?

🔷Jawab:
Dalam Al Quran jelas, ud'uni astajib lakum (berdoalan kepada-Ku niscaya akan Aku ijabah...), maka doa itu menjadi intisari ibadah, solat itu doa, maka silahkan meminta kepada Alloh ﷻ tetapi doa yang baik adalah doa yang diajarkan oleh Rasulullahﷺ, doa itu permintaan, dan permintaan itu umum saja, nanti pasrahkan kepada Alloh ﷻ karena Alloh ﷻ Maha Tahu apa yang terbaik dari apa yang kita minta. 

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Na ~ Semarang
Assalamualaikum, 

Ustadz, manusia kan pasti ada rasa sedih. Apalagi kecewa, itu pasti ada.
Dalam hati bicara, "Yakin bahwa Alloh ﷻ sedang menguji. Akan ada hal baik di balik semua kesusahan dan kecewa. Alloh ﷻ tahu yang terbaik untuk hamba-Nya."

Akan tetapi saya sebagai wanita pasti kan baper. Hawanya nangis melulu. Padahal sudah ikhlas dengan ketetapan Alloh ﷻ.

Nah, kalau seperti begitu bagaimana, Tadz?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Manusia memang diciptakan sebagai makhluk yang selalu berkeluh kesah. "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." (QS. Al-Ma’arij: 19). 

Disadari maupun tidak, mengeluh adalah sifat dasar manusia yang timbul saat ia tertimpa masalah atau dalam kesempitan. Orang-orang beriman hampir tidak pernah mengeluh, karena setiap kebaikan yang diterima dianggap sebuah kebaikan dan setiap keburukan yang menimpa dirinya tetap juga dianggap baik oleh mereka. 

Baper itu manusiawi, tetapi tidak baik dipelihara. Ingat bahwa manusia sudah ditetapkan celaka dan bahagianya secara beriringan, sebab tidak ada kebahagiaan dicapai tanpa kesedihan dan kesulitan. Orang akan sulit dulu, tetapi kemudian memperoleh kemudahan jika sabar. 

Penting untuk dipahami, hidup dalam keseimbangan itu lebih baik dan itu ditunjukkan oleh sikap para wali, dimana mereka tidak takut karena segala sesuatu telah ditetapkan Alloh ﷻ dan tidak bersedih karena apa yang telah mereka peroleh sejatinya milik Alloh ﷻ dan akan kembali kepada-Nya. 

Wallahu a'lam

0️⃣6️⃣ Sefty ~ Bogor
Assalamualaikum, 

Kenapa iya ustadz terkadang tanpa sadar suka merasa sedih, terus sefty kan dari kecil tidak tinggal sama orang tua. Terus ketika lulus skolah kerja sefty kehilangan ayah awalnya tidak terlalu sedih karena dari kecil tidak tinggal sama orang tua tapi kesini-sini sefty merasa sedih ketika melihat teman-teman berkumpul dengan orang tua dengan ayahnya keluarga. Jadi rasa sedih itu suka datang dengan sendirinya. Kira-kira itu bagaimana ya ustadz? 

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Sadari bahwa apa yang kita miliki hakikatnya milik Alloh ﷻ,diri kita, teman, orang tua, semua akan diambil oleh pemilik-Nya karena Alloh ﷻ lah Dzat yang menguasai kehidupan dan kematian seluruh makhluk. Bersedih itu wajar dan manusiawi, sebab secara alami dalam diri manusia ada ruang kegembiraan dan kesedihan yang tiba-tiba muncul. Tetapi, jangan berlarut dalam sedih, sebab itu akan menutup banyak hal, berbeda dengan bahagia yang akan membuka banyak hal. Berbahagialah, karena kebahagiaan akan membawa kepada semangat hidup, dan hidup lebih berwarna, membawa kepda hal-hal yang lebih positif baik dalam berpikir dan bertindak. 

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Semoga dengan iman yang kita miliki, kita termasuk insan yang selalu berbahagia, tidak takut karena rasa takut itu hanyalah kepada Alloh ﷻ, takut akan dosa dan maksiat kita yang tanpa sadar, sehingga selalu berharap ampunan-Nya yang begitu luas dan kita tidak bersedih, dalam hal apapun karena setiap takdir buruk adalah kehendak Alloh ﷻ dan kita tidak pernah tahu bahwa disetiap keburukan ada kebaikan dan kemanfaatan. Jangan takut dan bersedih, tetapi optimis dan berbahagia.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar