Sabtu, 30 Januari 2021

NIKMAT, MAKSIAT DAN TAUBAT

 

OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

    🌀M a T e R i🌀

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, sahabat-sahabat sholehah ku.

Segala puji hanya untuk Alloh ﷻ yang telah memberi cahaya iman Islam kedalam jiwa kita, yang akan membawa keselamatan diakhirat kelak. Sholawat dan salam tercurah kepada Rasulullah ﷺ, keluarga, sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman.

🌷NIKMAT, MAKSIAT & TAUBAT

Sholehah....

Mungkin ada sebagian di antara kita yang berangan-angan agar besok dapat hidup mewah dan berkecukupan. Memiliki mobil dan rumah mewah serta uang yang banyak sehingga dapat membeli apa saja yang kita inginkan. Kita pun menyangka bahwa kenikmatan itulah yang akan membuat hidup kita senang dan bahagia. 

Akan tetapi, benarkah demikian? Sama sekali tidak. 

Bahkan banyak di antara orang-orang kaya yang merasa hidupnya tidak bahagia. Hatinya merasa sempit, tidak tenang, tenteram, dan damai.  

Lalu apakah nikmat Alloh ﷻ yang hakiki itu, yang akan membuat hidup kita ini bahagia?

Ibnul Qayyim  rahimahullah berkata, ”Nikmat itu ada dua, nikmat muthlaqoh (mutlak) dan (nikmat) muqoyyadah (nisbi).

Nikmat Muthlaqoh adalah nikmat yang mengantarkan kepada kebahagiaan yang abadi, yaitu nikmat Islam dan Sunnah. 

"Nikmat inilah yang diperintahkan oleh Alloh ﷻ kepada kita untuk memintanya dalam doa kita, agar Alloh ﷻ menunjukkan kepada kita jalan orang-orang yang Alloh ﷻ karuniakan nikmat itu padanya.”

Dari keterangan singkat Ibnul Qayyim  rahimahullah di atas, maka jelaslah bagi kita tentang, ”Apakah nikmat Alloh ﷻ yang hakiki itu?”

Nikmat Alloh ﷻ yang hakiki itu tidak lain dan tidak bukan adalah ketika Alloh ﷻ memberikan hidayah kepada kita sehingga kita dapat mengenal Islam dan Sunnah serta mengamalkannya. 

Kita dapat mengenal tauhid, kemudian mengamalkannya dan dapat membedakan dari lawannya, yaitu syirik, untuk menjauhinya. Kita dapat mengenal dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ, dan dapat membedakan dan menjauhi lawannya, yaitu bid’ah. Kitapun dapat mengenal dan membedakan, mana yang termasuk ketaatan kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, dan manakah yang maksiat?

Nikmat ini hanya Alloh ﷻ berikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya. Dengan nikmat inilah kita dapat meraih surga beserta segala kemewahan di dalamnya. Oleh karena itu, ketika shalat kita selalu berdoa,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

”Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka.” 
(QS. Al Fatihah: 6-7).


Sholehah...
Perlu kita ketahui bersama bahwa nikmat harta yang Alloh ﷻ berikan kepada kita bukanlah tanda bahwa Alloh ﷻ mencintai kita. Karena nikmat berupa harta tersebut juga Alloh ﷻ berikan kepada hamba-hamba-Nya yang musyrik dan kafir. Bahkan bisa jadi orang-orang kafir itu lebih banyak hartanya daripada kita. 

Oleh karena itu, Ibnul Qayyim rahimahullah  menyebut nikmat harta ini sebagai suatu kenikmatan yang sifatnya nisbi semata, tidak mutlak. Demikian pula nikmat-nikmat lain seperti badan yang sehat, kedudukan yang tinggi di dunia, banyaknya anak dan istri yang cantik. 

Bahkan bisa jadi kenikmatan berupa harta ini adalah bentuk  istidroj (tipuan atau hukuman) dari Alloh ﷻ sehingga manusia semakin tersesat dan semakin menjauh dari jalan-Nya yang lurus. Atau bisa jadi merupakan bentuk ujian dari Alloh ﷻ kepada manusia. 

Ibnul Qayyim  rahimahullah berkata, 
”Ketika nikmat yang sifatnya nisbi merupakan suatu bentuk istidroj bagi orang kafir yang dapat menjerumuskannya ke dalam hukuman dan adzab, maka nikmat itu seolah-olah bukanlah suatu kenikmatan. Nikmat itu justru merupakan ujian sebagaimana istilah yang Alloh ﷻ berikan di dalam kitab-Nya."

Alloh ﷻ berfirman,

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16) كَلَّا

"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata,’Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata,’Tuhanku menghinakanku’. Sekali-kali tidak!" (QS. Al Fajr: 15-17). 

Maksudnya, tidaklah setiap yang dimuliakan dan diberi nikmat oleh Alloh ﷻ di dunia berarti Alloh ﷻ benar-benar memberikan nikmat kepadanya. Bisa jadi hal itu merupakan ujian dan cobaan dari Alloh ﷻ bagi manusia. Dan tidaklah setiap yang Alloh ﷻ sempitkan rezekinya, dengan memberinya rezeki sekadar kebutuhannya dan tidak dilebihkan, berarti Alloh ﷻ menghinakannya. Tetapi Alloh ﷻ menguji hamba-Nya dengan kenikmatan sebagaimana Alloh ﷻ juga menguji hamba-Nya dengan kesulitan.

Oleh karena itu, marilah kita meng-introspeksi diri kita masing-masing. Setiap hari kita banyak berbuat maksiat dan kedurhakaan kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, namun sedikit sekali kita melakukan amal shalih. Akan tetapi, Alloh ﷻ justru membuka lebar-lebar pintu rizki kita sehingga kita dapat hidup berkecukupan. 

🌀🌷🌀
Saudariku...
Tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah bentuk istidroj  (tipuan) dari Alloh ﷻ sehingga kita semakin durhaka kepada-Nya dengan harta yang kita miliki? Atau tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah ujian dari Alloh ﷻ kepada kita, sehingga Alloh ﷻ mengetahui mana di antara hamba-Nya yang bersyukur dan mana yang kufur? Atau apakah kita justru akan tertipu sehingga kita merasa aman dari adzab Alloh ﷻ dan terus-menerus berbuat maksiat karena menyangka bahwa Alloh ﷻ mencintai kita dengan dilancarkan rizkinya?

Setelah kita bermuhasabah maka sudah selayaknya kita memperbanyak taubat, karena tak satupun diantara kita yang luput dari dosa dan maksiat. 

Jika suatu saat orang terbebas dari maksiat yang dilakukan oleh tubuhnya, maka ia tidak dapat terlepas dari keinginan berbuat maksiat dalam hatinya. Dan jikapun tidak ada keinginan itu, dapat pula ia merasakan was-was yang ditiupkan oleh setan sehingga ia lupa dari dzikir kepada Alloh ﷻ. Dan jika tidak, dapat pula ia mengalami kelalaian dan kurang dalam mencapai ilmu tentang Alloh ﷻ, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya. Semua itu adalah kekurangan dan masing-masing mempunyai sebabnya. 

Dan membiarkan sebab-sebab itu dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan yang berlawanan berarti mengembalikan diri ke tingkatannya yang rendah. (Lihat : Syarh Ainul Ilmi wa Zainul Hilm, juz 1 hal. 175. Kitab ini adalah mukhtasar (ringkasan) kitab Ihya Ulumuddin).

"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Alloh ﷻ, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nur: 31).

Dalam ayat ini, Alloh ﷻ memerintahkan kepada seluruh kaum mu'minin untuk bertaubat kepada Alloh ﷻ, dan tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. Meskipun orang itu telah demikian taat menjalankan syari'ah, dan telah menanjak dalam barisan kaum muttaqin, namun tetap ia memerlukan taubat.

Di antara kaum mu'minin ada yang bertaubat dari dosa-dosa besar, jika ia telah melakukan dosa besar itu. Karena ia memang bukan orang yang ma'shum (terjaga dari dosa).

Di antara mereka ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil, dan sedikit sekali orang yang selamat dari dosa-dosa macam ini.

Dari mereka ada yang bertaubat dari melakukan yang syubhat. Dan orang yang menjauhi syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan nama baiknya.

Dan diantara mereka ada yang bertaubat dari tindakan-tindakan yang di makruhkan.

Dan di antara mereka malah ada orang yang melakukan taubat dari kelalaian yang terjadi dalam hati mereka.

Dan dari mereka ada yang bertaubat karena mereka berdiam diri pada maqam yang rendah dan tidak berusaha untuk mencapai maqam yang lebih tinggi lagi.

Seluruh kalian adalah pembuat salah dan dosa, dan orang yang berdosa yang paling baik adalah mereka yang sering bertaubat. 

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dari Anas.
Dari Abi Hurairah r.a. dari Nabi ﷺ bersabda:

"Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, jika kalian tidak berbuat dosa niscaya Alloh ﷻ akan membinasakan kalian dan mendatangkan suatu makhluk lain yang berbuat dosa, sehingga mereka kemudian meminta ampun kepada Alloh ﷻ dan Alloh ﷻ mengampuni mereka." 
(Karena di antara nama Allah adalah "Al Ghaffaar" --Maha Pemberi Ampunan.)

Maka siapa yang akan memberikan ampunan jika seluruh hamba-Nya adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan dosa?!! Maka orang yang telah melakukan dosa hendaknya tidak menjadi putus asa, selama dosa yang ia lakukan itu adalah bukan dosa besar. Karena ampunan Alloh ﷻ lebih besar dari dosanya itu. 

Dan Alloh ﷻ berfirman: 
"Katakanlah : "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar : 53). 

Demikian bahasan kita malam ini, tentang nikmat, maksiat dan taubat, rangkaian ini akan terus dijalani oleh umat Islam di dunia.

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        🌀TaNYa JaWaB🌀

0⃣1⃣ Riyanti ~ Jogja
1. Dzah, tanda kalau taubat kita diterima apa ya?

2. Adakah cara tertentu untuk bertaubat?

3. Bab maksiat, kontribusi apa yang bisa kita lakukan untuk aktif dalam mencegahnya? Sementara gerakan nahi munkar di petieskan oleh pemerintah, kasus FPI.

Matur nuwun. 

🌀Jawab:
1. Sebelum kita membahas taubat diterima, tentunya kita harus memahami dulu bahwa taubat itu adalah amalan, setiap amalan itu ada syarat sahnya. Begitupun dengan taubat. Harus kita ketahui lebih dulu apa syarat sahnya taubat. 

◼️Syarat Sah Taubat Ada 5 :

(1) Islam dan Ikhlas. Artinya, dia adalah orang Islam, dan  dia bertaubat karena dorongan untuk beribadah kepada Alloh ﷻ. 

(2) Al-Iqla’ (melepaskan), maksudnya adalah melepaskan dosa yang dia taubati. 

(3) An-Nadam (menyesal), orang yang bertaubat harus benar-benar menyesali dosa yang dia taubati.

(4) Al-Azm (tekad). Orang yang bertaubat harus memiliki tekad untuk tidak mengulang kembali dosanya.

(5) Taubatnya dilakukan sebelum ditutupnya kesempatan taubat, yaitu ketika ruh sudah di tenggorokan atau matahari telah terbit dari barat.

Dan jika dosa itu terkait kezaliman antar-sesama hamba, maka dia harus menyelesaikannya. Bisa dengan minta direlakan atau mengembalikan bentuk kezaliman itu.

Itulah 5 syarat sahnya taubat yang harus kita perhatikan. 

Tanda-tanda diterimanya taubat? Wallahu a'lam, kita tidak tahu dan tidak diurai, karena itu hak prerogatifnya Alloh ﷻ. Kita hanya bisa berharap agar Alloh ﷻ menerimanya, dan terus berada didalam kebaikan. Semoga saja, orang-orang yang telah bertaubat dan istiqomah didalam kebaikan tergolong ke dalam orang-orang yang diterima taubatnya. 

2. Taubat ini sebenarnya bahasannya cukup panjang, mudah-mudahan nanti ada Ustadz atau Ustadzah yang memang kafaah ilmunya di bidang ini, bersedia untuk membahasnya. Karena permasalahan ini, tidak bisa dibahas selintas lalu saja, karena ada syarat yang harus diperhatikan. Ada cara yang harus dilakukan.  Mungkin nanti ustadz Farid Nu'man bisa membahasnya.

3. Minimal kontribusi kita adalah menjauhi maksiat secara pribadi, berdakwah didalam keluarga, jika punya kekuasaan bisa berdakwah lebih kuat lagi. Meski kondisi saat ini kurang berpihak kepada amar ma'aruf dan nahi munkar, tapi yakinlah kebenaran tak akan pernah kalah. 

Wallahu a'lam. 

0⃣2⃣ Yuli ~ Aceh
Mungkin ini bukan pertanyaan melainkan curhat.
Bagaimana kita bisa meraih maqam tertinggi, sementara menjaga dzikir saja sering lupa? Yang mana kita tahu, dzikir yang selalu kita bawa berdampak besar buat diri sendiri terutama.

🌀Jawab:
Saat kita sadar dengan hal itu, seyogyanya kita terus berusaha untuk menggapai tempat terbaik di sisi Alloh ﷻ. Jangan pernah berputus asa. Rahmat Alloh ﷻ itu sangat luas. 

Teruslah berusaha sekuat dan semampu kita. Alloh ﷻ akan menilai seberapa serius kita mendekat dan mengingat-Nya. 

Wallahu a'lam. 

0⃣3⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum, 

1. Bu, apakah dulu waktu mudanya sangat bergelimpangan dengan dosa dan maksiat, kemudian bertaubat dan menjadi orang yang mempunyai sifat taat. Apakah itu termasuk bisa dinilai bagian dari orang-orang yang taat? 

2. Bagaimana bu dengan orang yang maksiat lalu taubat, maksiat lagi lalu taubat lagi begitu terus begitu. Apakah Alloh ﷻ tetap akan mengampuninya, bu?

🌀Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

1. In syaa  Allah orang tersebut masuk kedalam barisan orang-orang yang taat, jika ketaatannya sampai ke akhir hidupnya. 

Rasulullah ﷺ bersabda :

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا

“Sungguh setiap amal tergantung pada bagian akhirnya." (HR. Bukhari no. 6493).

2. Ampunan Alloh ﷻ amatlah luas, jangan pernah berputus asa dengan rahmat-Nya. 

"Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat."  (HR. Tirmidzi). 

Meski begitu, tetaplah istiqomah dalam taubat, karena kita tidak tahu akhir hidup kita kapan. 

Wallahu a'lam. 

0⃣4⃣ Yulia ~ Bekasi 
Assalamualaikum Ustadzah, 

Bagaimana cara kita mengetahui kita sudah mendapatkan nikmat muthlaqoh dalam kehidupan sehari-hari, mengingat banyak bid'ah di kalangan masyarakat sekarang ini?

🌀Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

In syaa Allah, sebagai orang awam, maka kita yang telah Alloh ﷻ anugrahi iman Islam, maka kita harus mengikuti para ulama yang benar dalam beramal, sesuai dengan Al Quran dan Sunnah. Memang harus berhati hati memilih rujukan ilmu. 

Wallahu a'lam. 

0⃣5⃣ Hesti ~ Surabaya
Saya baru belajar Islam maka ilmu masih sedikit. Mohon di jelaskan tindakan amalan tanpa ilmu sehingga jadi bi'dah? 

🌀Jawab:
Kita sama-sama sedang belajar yaa Eyang, sama-sama minim ilmu. 

Antara amalan dan bid'ah ini memang terkadang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat kita, apalagi masyarakat kita dulunya sangat kuat dalam adat. Maka terkadang adat dan agama tercampur baur. Disinilah kita butuh ilmu agama, yang mampu memisahkan mana yang adat kebiasaan, mana yang datang dari Agama kita dengan tuntunan Al Quran dan Sunnah.

Ada beberapa kebiasaan dari masing-masing daerah yang sebenarnya tidak ada dalam tuntunan Islam tapi sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat. Mohon maaf, Semisal ada acara larung, ada Rabu wakesan. Ada amalan-amalan yang terkhusus di hari-hari atau tanggal tertentu yang memang tidak ada di dalam Al Quran dan Sunnah. 

Jika amalan tersebut diilmui dan jika kita tidak menemukan tuntunannya, maka tentu kita akan terhindar dari membuat buat amalan didalam agama atau yang biasa disebut bid'ah. 

Begitu Eyang. 

Wallahu a'lam. 

🌷Apakah hadis juga berpengaruh dalam suatu sikap dan dalam suatu kondisi? Bagaimana cara menentukan sikap saya? 

🌀Tentu berpengaruh, Eyang. Para ulama mujtahid, dalam menentukan satu hukum, akan mengkaji dari Al Quran dan hadist, jika ada dua hadist yang dianggap berlawanan, maka akan diteliti lagi mana yang lebih shahih, jika tidak ditemukan dalam hadist maka akan dicari dari amalan  para sahabat, tabi'in, tabi'ut tab'in. Begitu tingkatannya, Eyang. 

Nah, bagaimana dengan kita orang awam dalam menentukan sikap? 

Kita orang awam ini cukup merujuk kepada ulama mana yang kita yakini benarnya, tapi kita tidak boleh taklid buta, kita harus mencari dan terus belajar, jangan hanya membaca dari satu sumber, agar kita bisa mengambil rujukan rujukan dari ulama yang lain. Jika kita kita semakin yakin, maka tetaplah disana, jika ada kebimbangan, maka belajar lagi, cari lagi, karena ilmu itu luwas, sumber ilmu itu banyak, mungkin satu hal ini belum sampai secara utuh, setelah dicari lagi, maka keilmuan kita makin lengkap di dalamnya.

Begitulah cara kita yang awam dalam mengambil rujukan. Untuk beramal, maka beramal lah sebatas apa yang kita yakini ini benar dan ada dalam Al Qur'an dan hadist. 

Wallahu a'lam.

0⃣6⃣ Dwi ~ Bondowoso
Kenapa saat kita sudah mulai merubah diri dan hijrah meninggalkan dosa-dosa yang sering kita lakukan, saya merasa ujian yang datang semakin besar dan bertubi-tubi? Apa ini hukuman ataukah apa, Bunda? 

🌀Jawab:
Sesungguhnya ujian yang Alloh ﷻ berikan kepada kita, hakikatnya merupakan salah satu sarana untuk mentarbiyah manusia agar menjadi manusia yang beriman, bertauhid dan berilmu.

Lantas apakah setelah kita dibukakan hijab, diberi hidayah, kita akan dibiarkan saja? 

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji lagi? 
(QS. Al Ankabut : 2). 

Ternyata tidak, Alloh ﷻ akan memberi ujian-ujian kepada kita, untuk apa? Untuk menguji seberapa kesungguhan kita dalam beriman kepada-Nya.

Naiknya derajat atau tingkatan tersebut bukan berarti urusan selesai, karena hidup ini adalah proses yang terus berlanjut. Semakin tinggi atau derajat seseorang maka semakin tinggi resiko yang akan dihadapinya. Ibarat seseorang dekat dengan para petinggi, maka segala perbuatan dan prilakuanya harus mencerminkan loyalitasnya. 

Jadi semakin dekat kita, maka Alloh ﷻ akan lihat seberapa besar loyalitas kita terhadap Alloh ﷻ. 

Tapi yakinlah, bahwa Alloh ﷻ tidak akan membebani kita dengan hal-hal yang kita tidak sanggup menghadapinya. Ini menurut pandangan Alloh ﷻ yaa, bukan menurut kita yang lemah. 

Jadi, bermohonlah kepada Alloh ﷻ agar diberi kekuatan untuk menghadapi segala ujian dan cobaan-Nya. 

Pertanyaannya, apakah ini hukuman ataukah apa? Semoga dengan kondisi dalam hijrah, itu semua adalah ujian, bukan hukuman, karena hukuman diberikan Alloh ﷻ kepada orang orang yang sedang dalam berbuat dzalim. 

Wallahu a'lam. 

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
🌀CLoSSiNG STaTeMeNT🌀

Sahabat-sahabatku...

Sudah sepatutnya kita sebagai seorang hamba terus menambah kesyukuran kepada Alloh ﷻ atas segala nikmat-Nya yang tiada tara. 

Nikmat kehidupan ini, nikmat kesehatan, nikmat harta, keluarga atau segudang nikmat kesenangan hidup yang telah Alloh ﷻ anugerahkan kepada kita. 

Karena kalau tidak‎, itulah kita sudah terkena penyakit Istidraj, yaitu nikmat yang menjauhkan kita dari Alloh ﷻ.

Demikian dari saya, mohon maaf lahir dan batin.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar