Selasa, 29 Desember 2020

MENGKHIANATI AMANAH

 


OLeH  : Ir. S. Rahayu Lesmanawaty, MA

💎M a T e R i💎

Thayyib....

Hayya nabda yaa akhwatiiy fillaah....

Salaamun 'alaykum fii room Perindu Surga...

Semoga kita semua benar-benar menjadi hamba-Nya yang merindu surga setiap saat. 

Assalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh

الحمد لله ربّ العالمين، حمدا شاكرين حمدا ناعمين حمدا يوافي نعامه و يكافي مزيده يا ربّنا لك الحمد و لك الشكر كما ينبغي لجلال وجهك الكريم. اللهم صلّي و سلّم و بارك علي سيّدنا محمّد و علي آله و اصحابه و من تبعه بإحسان الي يوم الدين

Sahabat muslimah yang insyaallah dirahmati Alloh ﷻ. 

MasyaaAllaah..... Semoga antunna semua dalam keadaan sehat serta dalam lindungan Allah subhanahu wa ta'ala. Aamiin Allahumma Aamiin. 

Mari kita mulai forum ini dengan mengharap ridha Alloh ﷻ kita awali dengan membaca basmallah bersama-sama

Bismillâhirrahmânirrahîm

🌷MENGKHIANATI AMANAH 

Amanah adalah segala sesuatu yang diemban seseorang yang diperintahkan untuk ditunaikan. Para fukaha menyebutkan, orang yang dibebankan amanah hendaklah benar-benar menjaga amanah itu.

Seseorang tidak disebut menunaikan amanah melainkan dengan menjaganya dan hukumnya wajib. (Taisir Al Kairimir Rahman, hlm. 183)

Ibnu Katsir  rahimahullah berkata, 

“Menunaikan amanah yang dimaksudkan adalah umum mencakup segala yang diwajibkan pada seorang hamba, baik hak Alloh ﷻ atau hak sesama manusia.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4:124)

Saat ini, kita sering dihadapkan dengan sebagian orang yang kerap kali mengkhianati amanahnya. Ketika mereka telah mengambil amanah tersebut, ia justru melalaikan tanggung jawabnya untuk menunaikannya.

Para pemimpin kaum muslim, misalnya, ketika diberi kepercayaan oleh rakyatnya untuk mengurusi segala urusan rakyat, yang terjadi justru berkhianat. Pengkhianatan itu tampak dari perampasan hak rakyat atas kekayaan alam negeri, juga diambilnya dana bantuan yang seharusnya diterima rakyat. Padahal, memang hak rakyat untuk mendapat kesejahteraan dari pengurusan penguasanya. Para pemimpin itu seperti tidak menyadari, mengkhianati amanah sebagai salah satu tanda kemunafikan.

Dalam kitab  Ash-Shahihain, Rasulullah ﷺ bersabda, 

“Tanda-tanda munafik ada tiga, jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Bukhari 33 Kitab Iman dan Muslim 59 Kitab Al-Iman).

Rasulullah ﷺ juga bersabda, 

“Tidak sempurna keimanan bagi orang yang tidak amanah dan tidak sempurna agama seseorang bagi yang tidak memenuhi janji.” (HR. Ahmad)

Ibnu Al-Jauzi menyatakan, ada tiga hal yang digambarkan Al-Qur’an terkait amanah.

◼️Pertama, pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama. 

Ini terdapat dalam firman Alloh ﷻ, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Alloh ﷻ dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)

Ibadah berupa ketaatan kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya adalah titipan amanah paling besar yang dibebankan kepada manusia.

Alloh ﷻ berfirman, 

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56).

Maka, jika manusia tidak mau beribadah kepada Alloh ﷻ, berarti ia telah berlaku khianat.

◼️Kedua, penyampaian yang baik, seperti dalam firman Alloh ﷻ, 

“Sesungguhnya Alloh ﷻ menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. Annisa: 58).

◼️Ketiga, penjagaan kepercayaan yang diberikan orang lain. 

Seperti dalam firman Alloh ﷻ, “...Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja pada kita ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-Qashash: 26).

Laa haulaa walaa Quwwata illaa billaah...

Semoga kita bagian dari golongan orang yang mampu mengemban amanah, bukan mengkhianati amanah.

Uusikum wa nafsiiy bitaqwallaah.....

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸

        💎TaNYa JaWaB💎

0️⃣1️⃣ Han ~ Jatim

Assalamu'alaikum wr.wb.

Um, maaf mungkin agak sedikit keluar tema.

Bagaimana terkait dengan penembakan 6 warga negara. Dan ada yang mengataan bahwa "Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dan dilindungi oleh hukum." 

Apakah masih harus dilindungi oleh hukum dan menjalankan sebagai penegak hukum bila mereka sendiri melanggar hukum? 

Apa karena mereka berkuasa dan punya wewenang akhirnya melakukan sesuai dengan keinginan atasan tanpa melihat bagaimana proses seharusnya. 

🌸Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh ukhtiy Han shalihah

Bismillaah... 

Saya coba menjawab, 

In syaa Allaah tidak menyimpang kok ukhtiiy karena ada kaitannya juga dengan amanah.

Seorang penguasa yang amanah tentunya tidak berlaku seenaknya dalam menjalankan sebuah hukum.

Terkait ini, seharusnya Presiden sebagai penguasa segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang melibatkan sejumlah lembaga dan profesional, agar menghasilkan penyelidikan yang otoritatif dan legitimate. TGPF ini dibuat agar ada jaminan proses penyelidikan yang bersifat independen, objektif, profesional, imparsial dan transparan.

Adanya TGPF bentukan Presiden ini selain menghasilkan penyelidikan yang otoritatif dan legitimate, juga agar hasil penyelidikan dapat ditindaklanjuti secara tuntas. Sehingga, masyarakat tidak hanya disuguhi parodi penyelidikan yang bombastis, tapi tidak dapat dieksekusi. Hanya berujung pada kesimpulan dan rekomendasi. 

Komnas HAM misalnya, paling tinggi hasil penyelidikannya hanya berujung pada adanya kesimpulan pelanggaran HAM berat berdasarkan ketentuan UU Nomor 39 tahun 1999, telah terjadi extra judicial killing dalam peristiwa tewasnya 6 anggota FPI oleh tembakan polisi. Selanjutnya, Komnas HAM merekomendasikan Negara melalui Jaksa agar menindaklanjuti kesimpulan ini, agar melakukan penuntutan melalui Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000.

Namun kemudian temuan Komnas HAM berupa kesimpulan adanya pelanggaran HAM berat dan rekomendasi agar ditindaklanjuti melalui proses pro justisia (pengadilan) akan menjadi mentah jika jaksa tidak menindaklanjutinya. 

Jaksa tidak menindaklanjuti bisa dalam dua keadaan :

√ Pertama, menganggap masih ada unsur yang kurang lengkap dalam penyelidikan sehingga belum layak dilimpahkan ke pengadilan. 

√ Kedua, mengambangkan perkara dengan hanya menerima berkas dari Komnas HAM tetapi mendiamkan berkas tersebut, tidak membawanya ke persidangan.

Karena itulah, perlu ada TGPF yang dibentuk oleh Presiden yang terdiri dari berbagai lembaga terkait seperti Komnas HAM, ORI, LPSK, Kejaksaan, Kepolisian, berbagai perwakilan LSM, akademisi, profesional, dan dari perwakilan FPI. Dalam pembentukan TGPF ini perlu ditekankan kepada anggota TGPF, bahwa Presiden memberikan instruksi kepada Tim untuk menindaklanjuti temuan hingga tuntas.

Dengan dibentuknya TGPF ini, temuan Komnas HAM menjadi mengikat bagi kejaksaan untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan untuk ditingkatkan pada proses pengadilan. Temuan terkait adanya pelanggaran administrasi, juga dapat diteruskan oleh Ombudsman RI kepada lembaga terkait termasuk kepada lembaga kepolisian. LPSK juga dapat mengoptimalkan perannya guna menjamin keamanan seluruh saksi dan korban dalam peristiwa ini.

Pentingnya dibentuk TGPF dalam konteks:

★ Pertama, Untuk menyelidiki kepastian adanya dugaan pelanggaran HAM berat berupa telah terjadi Extra Judicial Killing pada peristiwa tewasnya 6 anggota FPI oleh tembakan anggota Polda Metro Jaya. 

★ Kedua, Untuk menyelidiki kepastian adanya dugaan telah terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada peristiwa tewasnya 6 anggota FPI oleh tembakan anggota Polda Metro Jaya. 

★ Ketiga, Untuk menyelidiki kepastian adanya dugaan telah terjadi tindak kejahatan yang dilakukan oleh Negara (State Crime) pada peristiwa tewasnya 6 anggota FPI oleh tembakan anggota Polda Metro Jaya. Demikian yang disampaikan oleh ahli hukum Ahmad Khazinudin.

Prof. Dr. Suteki, SH M.Hum dan Achmad Michdan, SH, juga menyerukan pentingnya dibentuk TGPF. Tim ini selain untuk menyelesaikan perkara secara tuntas, juga untuk menghindari praduga publik akan adanya kejahatan yang diinisiasi oleh Negara (State Crime). 

Dengan dibentuknya TGPF oleh Presiden, maka negara telah hadir untuk terlibat serius menyelesaikan perkara dugaan pelanggaran HAM berat pada pada peristiwa tewasnya 6 anggota FPI oleh tembakan anggota Polda Metro Jaya. Publik menjadi tidak bisa berprasangka ada 'State Crime' dalam peristiwa ini.

Pembentukan TGPF yang diinisiasi oleh Presiden juga mengkonfirmasi Negara hadir, bukan malah buang badan. Jika Presiden tidak mau membentuk TGPF, maka jangan salahkan publik ada praduga 'State Crime' dalam perkara ini, dan menafsirkan Presiden hanya mau 'Cuci Tangan' atas kesalahan bawahannya di institusi kepolisian.

Demikian ukhtiiy Han...

Seharusnya Indonesia yang mayoritas kaum Muslimin tidak penguasa ini lantas semena-mena.

Wallaahu a'lam...

0️⃣2️⃣ Safitri ~ Banten 

Assalamualaikum,  

Uma, amanah dan wasiat itu sama atau beda? Soalnya biasanya kalau wasiat itu didengarnya pada saat orang yang meninggal.

🌸Jawab:

Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Ukhtiiy Safitri...

Bismillaah saya coba menjawab yaa...

Wasiat biasanya lebih dikaitkan pada pesan yang diberikan dari pemberi waris atau bisa juga dari penguasa ke penguasa penggantinya.

Bisa berupa harta atau kata-kata. 

Menurut pandangan Islam, wasiat tidak sekadar menyangkut masalah harta benda. Dalam makna luas, wasiat juga berkaitan dengan pesan-pesan moral kepada umat manusia. Di dalam Al Quran, Alloh ﷻ sendiri telah mengingatkan agar orang-orang beriman senantiasa berwasiat dalam kebajikan dan kesabaran. (QS. al-Ashar: 3).

Pakar konsultasi syariah Aris Munandar, dalam tulisannya Serba Serbi Wasiat dalam Islam menuturkan, wasiat jenis ini dibagi menjadi dua kategori.

√ Yang pertama adalah permintaan orang yang akan meninggal kepada orang-orang yang masih hidup untuk melakukan suatu pekerjaan. “Misalnya, membayarkan utang, memulangkan barang-barang yang dipinjam atau merawat anak,” ujar Munandar mencontohkan.

√ Kedua, kata dia, wasiat bisa pula berbentuk harta benda yang ingin diberikan kepada orang atau pihak tertentu. Wasiat semacam ini dilaksanakan setelah si pembuat wasiat meninggal dunia.

Jadi secara umum, orang manapun bisa berwasiat dan menerima wasiat.

Terkait amanah, Amanah merupakan perasaan hati sanubari yang hidup, yang mendorong manusia untuk menunaikan hak-hak Alloh ﷻ dan hak-hak manusia serta melindungi semua amal perbuatan dari penyakit ifrath (berlebihan) dan  tafrith (pengabaian). Amanah merupakan suatu keharusan dalam kehidupan ini.

Salah satunya terkait kepemimpinan. Kepemimpinan dalam semua levelnya adalah tugas berat. Semakin tinggi level yang dipimpin semakin besar tanggung jawabnya.

Maka, hanya orang amanahlah yang mampu melaksanakan kepemimpinan secara bertanggung jawab, karena ia menyadari bahwa kepemimpinan adalah taklif (beban berat) dan bukan tasyrif  (kehormatan).

Orang yang berprinsip demikian tidak merasa bangga bila diberi jabatan ataupun bersedih ketika diturunkan dari jabatannya. Ia tahu bahwa jabatan atau kepemimpinan adalah beban yang harus dipikulnya, bukan kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Semakin tinggi kadar keimanan seseorang semakin besar sifat amanahnya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dan, pada gilirannya akan semakin besar pula pengaruhnya dalam menciptakan keamanan dan ketentraman bawahan atau rakyat yang dipimpinnya.

Demikian ukhtiiy...

Wallaahu a'laam bisshawaab

0️⃣3️⃣ Nurbaiti ~ Turki

Bunda, bagaimana caranya kita menyampaikan dengan baik, kalau pemimpin sudah menolak untuk diminta berdialog? 

Jazakillah khayr.

🌸Jawab:

Bismillaah salaamun 'alaiki ukhtiiy Nurbaiti shalihah...

Rasulullah ﷺ bersabda:

«أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ»

_“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar pada pemimpin yang zalim.” _(HR. Al-Hakim, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Thabrani, al-Baihaqi)

Kadang ada pertanyaan menarik dari perspektif bahasa: “Kata ‘inda sulthon’ dalam hadits di atas...dipahami lain oleh sebagian orang yang justru melarang aktivitas mengoreksi penguasa di depan umum.

Begitu kah?

Baik coba kita pahami dulu terkait ini.

★Pertama, Kesimpulan tersebut bisa dinilai sebagai kesimpulan prematur, mengingat kesimpulan tersebut bertolak belakang dengan riwayat-riwayat yang menjadi argumentasi kokoh kebolehan mengoreksi penguasa zalim secara terbuka, mencakup keteladanan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.

★Kedua, Kata ‘inda, tidak harus menunjukkan keharusan empat mata, sesuai dengan kajian dalam perspektif ilmu nahwu, dimana lafal ini berlaku untuk kata benda yang hâdhir (di hadapan mata) atau ghâib (tidak berada di hadapan mata).

Kata ’inda merupakan keterangan tempat (zharf makân[in]), berlaku untuk kata benda yang hadhir  (dihadapan mata) atau ghaib (tidak berada di hadapan mata), sebagaimana keterangan yang disebutkan oleh Syekh al-Adib al-Nahwi Mushthafa al-Ghulayaini (w. 1364 H):

أمّا “عند” فتكون للحاضر والغائب

“Adapun huruf ’inda,  maka ia berlaku baik untuk sesuatu yang berada di depan mata atau gaib.”

Misalnya pada kalimat:

عِنْدِيْ مَالٌ

“Di sisiku terdapat uang.”

Artinya saya memiliki uang, meskipun uang tersebut sifatnya gaib, tersimpan jauh di suatu tempat misalnya tidak ada di hadapan mata (misalnya di ATM, dan sebagainya). 

Berbeda dengan lafal لدن, yang berlaku untuk kata benda yang “hadhir”, dan hadis ini menggunakan diksi عِنْد, bukan لدن. Maka, kalimatu haqq[in] ’inda sulthân jâ’ir, bisa jadi kalimat yang haq  tersebut disampaikan dihadapan penguasa (hâdhir) atau tidak dihadapannya (yakni  ghâib namun sampai kepadanya dengan berbagai sarana).

Pada aspek ini, kitapun tidak menemukan adanya petunjuk lain keharusan empat mata, kita berbicara dihadapan seseorang, bisa jadi didepan orang banyak atau hanya berdua, sehingga untuk sampai pada kesimpulan keharusan empat mata, diperlukan petunjuk (qarînah) lainnya yang mendukung, dan realitasnya, tidak ditemukan adanya petunjuk tegas tersebut.

Misalnya kalimat:

جلَسْتُ عِنْدَ فُلانٍ

“Saya telah duduk di samping atau di sisi seseorang.”

Pada kalimat tersebut, kita tidak menemukan petunjuk apakah “saya” duduk berdua saja, atau duduk di samping orang lain di tempat publik, misalnya di bandara. Kita bisa tentukan jika ada keterangan lebih lanjut yang menunjukkan bahwa kebersamaan tersebut berdua saja, atau di hadapan banyak orang.

Maka jelas bahwa dari sisi manapun, mengoreksi penguasa tidak wajib empat mata, boleh secara terbuka, sesuai dengan kemaslahatan yang harus dipertimbangkan dengan timbangan syariat.

Jadi, demikian ukhtiiy shalihah.

Wallaahu a'laam bisshawaab.

0️⃣4️⃣ Yayuk ~ Pamekasan

Assalamualaikum...

Bunda, terkadang ada orang yang diberikan amanah untuk menyampaikan sesuatu terhadap seseorang, tapi orang tersebut kadang masih mempermalukan orang itu di depan orang lain. Misal mengungkit-ungkit masalah kinerja, menjelek-jelekan di depan orang dan lain-lain.

Apakah orang tersebut masih masuk dalam kategori orang yang Amanah?

🌸Jawab:

Wa'alaykumussalaam ukhtiiy Yayuk shalihah...

Bismillaah saya coba menjawab ya...

Amanah adalah sesuatu kebaikan yang diperintahkan Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, maka setiap perbuatan apapun yang terkait amanah haruslah disertai perbuatan mulia lainnya.

Apalagi seorang muslim tidak boleh membuka aib-aib orang lain.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda :

“Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim sewaktu di dunia, maka Alloh ﷻ akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. At-Tirmidzi)

Demikian ukhtiiy...

wallaahu a'laam bisshawaab.

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸

💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Bismillaah....

Akhwatiiy shalihah

terkait amanah, Alloh ﷻ Yang Maha Memerintah, Yang Maha Melindungi. 

Seseorang yang diberi amanah siapapun dia, apalagi yang diberi amanah kepemimpinan, dalam level apapun, selayaknya menjadikan Alloh ﷻ sebagai standar kedaulatan hukum dan apapun yang ditentukan-Nya menjadi  motivasi dalam hidupnya, penuntun setiap gerak langkahnya, dan pemandu dalam melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pemimpin karena manusia adalah pemimpin maka amanahlah.

Wallaahu a'laam bisshawaab

Al 'afwu minkum...uusiikum wa nafsiiy bitaqwallaah...

Mohon maaf atas khilaf dan kekurangan saya. 

Barakallaahu fiikunna...

Ilalliqaa ma'a salaamah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar