Senin, 19 November 2018

FIQH & ADAB MUSIM HUJAN



OLeH: Ustadz H. Abdurrahman Wahid, LC.,MA

           💎M a T e R i💎

🌷A. Hakikat & Hikmah Hujan

◼Anugerah & Tanda Kekuasaan Allah

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ ۚ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۚ إِنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat :39)

◼Peringatan & Teguran

"Dari Aisyah عنها لاله رضي berkata apabila Rosululloh melihat mendung atau angin (kencang) terlihat (perubahan) di wajahnya, lalu aku bertanya: 'Wahai Rosululloh aku lihat manusia bergembira ketika melihat mendung karena berharap akan turun hujan, tetapi aku lihat engkau ketika melihatnya (mendung) aku mengetahui dari wajahmu engkau tidak menyukainya.'

Lalu Rosululloh bersabda: 'Wahai Aisyah tidak ada yang memberi keamanan aku akan datangnya adzab (kecuali Alloh) yang telah mengadzab suatu kaum dengan angin (kencang), padahal kaum tersebut melihat adzab itu lalu mereka mengatakan: 'Ini hanya mendung yang akan menurunkan hujan kepada kami’ (padahal itu adalah adzab Alloh). (QS. Al Ahqaf 24)"' (HR. Bukari dan Muslim)

◼Peluang Tambahan Pahala

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَن رَسُولَ لالهِ صَلى لالهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ قَلاَ أَلَا أَدُلكُمْ عَلَى مَايَمْحُو لالهُ بِهِ لاْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ لادرَجَاتِ قَلاُوا بَلَى يَا رَسُولَ لالهِ قَلاَإِسْبَاغُ لاْوُضُوءِ عَلَى لاْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ لاْخُطَا إِلَى لاْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ لاصلَاةِبَعْدَ لاصلَاةِ فَذَلِكُمْ لاربَاط

“Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu (amalan) yang dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa, dan mengangkat derajat-derajat?” Mereka berkata, “Mau, wahai Rasulullah!!” Beliau bersabda, “(Amalan itu) adalah menyempurnakan wudhu’ di waktu yang tak menyenangkan (musim dingin)..." [HR. Muslim (586)]

◼Kegembiraan Salafus Sholeh

.( قلا عمر رضي لاله عنه: ( لاشتاء غنيمة لاعابدين

Umar berkata : Musim dingin adalah ghonimah (bonus) bagi para ahli ibadah

وقلا ابن مسعود: (مرحباً بلاشتاء تتنزل فيه لابركة ويطول فيه لاليل.( للقيام، ويقصر فيه لانهار للصيام وقلا لاحسن: (نعم زمان لامؤمن لاشتاء ليله طويل يقومه، ونهاره
.(قصير يصومه
ولذا بكى لامجتهدون على لاتفريط - إن فرطوا - في ليلاي لاشتاء.بعدم لاقيام، وفي نهاره بعدم لاصيام

🌸🌷🌸
🌷B. Adab & Etika di Musim Hujan

🔹1. Memperbanyak Doa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ لادعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ لاْتِقَاءِ لاْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِلاصلَاةِ ، وَنُزُولِ لاْغَيْثِ

“Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan: [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.” (HR. Baihaqi’)

Doa Khusus Musim Hujan
Ketika merasakan angin berhembus
لالهم إني أسلأك خيرها وخير ما أرسلت به، وأعوذ بك من )
.(شرها وشر ما أرسلت به

Ketika melihat Mendung
.(لالهم إني أعوذ بك من شرها )

Ketika Turun Hujan
(لالهم صيباً هيئاً ) أو ( لالهمصيباًنافعاً ) أو ( رحمة )

Ketika Melihat atau Mendengar Petir
سُبْحَانَ لاذِي سَبحَتْ لَه

Doa Anti Banjir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

لالهُمّ حَوَلاَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا لالهُم عَلَى لاْآكَامِ وَلاْجِبَلاِ وَلاظرَابِ
وَبُطُونِ لاْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ لاشجَرِ

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. Bukhari)

🔹2. Mengambil Berkah Air Hujan
Anas berkata, “Kami bersama Rasulullah SAW pernah kehujanan. Lalu Rasulullah SAW menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda :

لأَنهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبهِ تَعَلاَى

“Karena dia baru saja Allah ciptakan.” (HR. Muslim no. 2120)

🔹3. Berwudhu dengan Air Hujan
Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi SAW berkata :

اُخْرُجُوا بِنَا لإَى هَذَا لاذِي جَعَلَهُ لالهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهرَمِنْهُوَنَحْمَدَلالّهَ عَلَيْهِ

“Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.” (Zaadul Ma’ad).

🌸🌷🌸
🌷C. Fiqih atau Hukum Seputar Hujan

✔Status Air Hujan : Suci & Menyucikan

وَأَنَزَلنَا مِنَ لاسمَاءِ مَاءًطَهُوراً (لافرقان: 48)

“ dan Kami turunkan dari langit air yang suci." (QS. Al Furqon 48)
*Begitu pula saat bercampur dengan tanah dan terkena pakaian, maka tidak menjadikan najis.

✔Keringan Thoharoh Lainnya
~ Kebolehan Mengusap Khuf atau Kaos Kaki saat Berwudhu.
~ Kebolehan bertayammum sebagai ganti Mandi Besar atau Wajib saat kondisi teramat dingin sekali
(Kisah Amru bin Ash dalam perang Dzatu Salasil).

✔Keringanan dalam Berjamaah & Jumat

عَنْ جَابِرٍ قَلاَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ لالهِ -صلى لاله عليه وسلم-فِى.«سَفَرٍ فَمُطِرْنَا فَقَلاَ «لِيُصَل مَنْ شَاءَ مِنْكُمْ فِى رَحْلِهِ

Dari Jabir, beliau berkata, “Kami keluar untuk bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ketika hujan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang mau silahkan mengerjakan shalat di rihal [kendaraannya masing-masing].‘ (HR. Muslim no.1636)

✔Lafadz Adzan yang Berbeda
Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan kepada mu’adzin pada saat hujan, “Apabila engkau mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ‘Hayya ‘alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah ‘Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah kalian].” (HR. Muslim)

✔Sholat Jamak karena Hujan
- Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama’ shalat Dzuhur dan Ashar begitu juga Maghrib dan Isya di Madinah bukan dalam keadaan takut maupun hujan.”
- Hal ini menandakan bahwa jama’ ketika hujan sudah ma’ruf (dikenal) di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Fiqhis Sunnah,)
*Khusus di masjid


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Bund Lisa
Bagaimana cara ruqyah mandiri dengan air hujan? Afwan saya yang fakir ilmu ini ustadz

🌸Jawab:
Saya kurang tahu ruqyah dengan air hujan, Tapi saya jawab tata cara ruqyah mandiri.
Ruqyah termasuk bagian dari doa. Hanya saja, umumnya dalam bentuk memohon perlindungan dari gangguan sesuatu yang tidak diinginkan. Baik penyakit batin atau fisik.

Ibnul Atsir mengatakan,

والرقية : العوذة التي يرقى بها صاحب الآفة كالحمى والصرع وغير ذلك من الآفات

Ruqyah adalah doa memohon perlindungan, yang dibacakan untuk orang yang sedang sakit, seperti demam, kerasukan, atau penyakit lainnya. (an-Nihayah fi Gharib al-Atsar, 2/254)

Karena itu, kalimat yang dibaca dalam ruqyah sifatnya khusus. Sementara doa lebih umum, mencakup semua bentuk permohonan.

al-Qarrafi mengatakan,

والرقى ألفاظ خاصة يحدث عندها الشفاء من الأسقام و الأدواء والأسباب المهلكة

Ruqyah adalah lafadz khusus yang diucapkan dengan niat mengucapkannya untuk kesembuhan dari penyakit, dan segala sebab yang merusak. (Aunul Ma’bud, 10/264)

Karena itu, prinsip dari ruqyah adalah membaca ayat al-Quran atau doa-doa dari hadis, dengan niat untuk melindungi diri dari penyakit dalam diri kita, baik fisik maupun non fisik. Di sinilah kita bisa membedakan antara ruqyah dengan membaca al-Quran biasa. Bacaan al-Quran bisa menjadi ruqyah, jika diniatkan untuk ruyah.

Dan kondisi hati sangat menentukan kekuatan ruqyah. Semakin tinggi tawakkal seseorang ketika meruyah, semakin besar peluang untuk dikabulkan oleh Allah. Karena itu, sebelum melakukan ruqyah, orang perlu menyiapkan suasana hati yang baik. Tanamkan tawakkal kepada Allah, dan perbesar husnudzan (berbaik sangka) bahwa Allah akan menyembuhkannya.

Apa yang bisa dilakukan?
Ada beberapa adab yang bisa anda lakukan ketika hendak meruqyah,

1) Berwudhu terlebih dahulu, karena ketika membaca kalimat thayibah, dianjurkan dalam keadaan suci.

2) Baca ayat al-Quran yang sering digunakan untuk ruqyah, dengan niat ruqyah. Seperti ayat kursi, dua ayat terakhir surat al-Baqarah, atau surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas, atau ayat lainnya.

3) Bisa juga dengan menggunakan doa yang pernah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4) Bisa juga dengan mengusapkan tangan ke anggota tubuh yang bisa dijangkau, atau ke anggota tubuh yang sakit.

5) Atau menggunakan media air. Caranya, kita membaca ayat-ayat ruqyah dengan mendekatkan segelas air bersih di mulut. Selesai baca, air diminum.

6) Selanjutnya, tawakkal kepada Allah.

Beberapa Praktek Ruqyah diri Sendiri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita beberapa doa dan ruqyah yang bisa kita baca ketika sakit. Diantaranya,

🔸Pertama, doa ketika ada bagian anggota tubuh yang sakit.
Caranya,

1) Letakkan tangan di bagian tubuh yang sakit.
2) Baca “bismillah” 3 kali.
3) Lanjutkan dengan membaca doa berikut 7 kali,

أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

(A’uudzu bi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru )

“Aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan.”

Dalilnya:
Dari Utsman bin Abil Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mengadukan rasa sakit di badannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam..  Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya, “Letakkanlah tanganmu di atas tempat yang sakit dari tubuhmu,” lalu beliau ajarkan doa di atas." (HR. Muslim 5867 dan Ibnu Hibban 2964)

🔸Kedua, ruqyah sebelum tidur
Gabungkan dua telapak tangan, lalu dibacakan surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, lalu tiupkan ke kedua telapak tangan. Kemudian usapkan kedua telapak tangan itu ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau. Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan.

Kemudian diulang sampai tiga kali.

Ini berdasarkan hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, yang menceritakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelulm tidur. (HR. Bukhari 5017 dan Muslim 2192).

🔸Ketiga, ruqyah ketika terluka
Ambil ludah di ujung jari, kemudian letakkan di tanah, selanjutnya letakkan campuran ludah dan tanah ini di bagian yang luka, sambil membaca,

بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا يُشْفَى سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا

(Bismillah, turbatu ardhinaa bi riiqati ba’dhinaa, yusyfaa saqimuna bi idzni rabbinaa..)

“Dengan nama Allah, Debu tanah kami dengan ludah sebagian kami semoga sembuh orang yang sakit dari kami dengan izin Rabb kami.” (HR. Bukhari 5745 & Muslim 5848).

Mencegah Lebih Baik dari Pada Mengobati

Teori ini berlaku umum, baik dalam ilmu medis konvensional maupun ilmu medis nabawi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak mengajarkan kepada umatnya untuk lebih banyak berdzikir, merutinkan dzikir dalam setiap keadaan, terutama setiap pagi dan sore.

Banyak diantara doa dan dzikir pagi-sore yang dijadikan sebab untuk mendapat penjagaan dari Allah dari setiap gangguan makhluk yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.

Karena itulah, di dua waktu ini, Allah memotivasi kita untuk kita untuk memperbanyak berdzikir,
Allah perintahkan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu istighfar dan banyak berdzikir setiap pagi dan sore,

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ

“Mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” (QS. Ghafir: 55).

Allah perintahkan Nabi Zakariya untuk rutin berdzikir setiap pagi dan sore,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ

“Perbanyaklah berdzikir menyebut nama Rabmu, dan sucikan Dia setiap sore dan pagi.” (QS. Ali Imran: 41).

Allah juga memuji orang yang rajin dzikir dan berdoa setiap pagi dan petang,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya…” (QS. al-Kahfi: 28).

0⃣2⃣ Eva
Ustadz, mengenai ruqyah ketika terluka, apakah harus menggunakan tanah yang sesungguhnya atau misalkan sedang di dalam rumah dan tidak ada tanah, apakah boleh ludah di ujung jari di letakkan ke lantai saja? Mohon penjelasannya.
Jazakallah khairan sebelumnya Pak Ustadz

🌸Jawab:
Boleh saja bu tidak masalah.

0⃣3⃣  Bund Yudith
Assalamualaikum ustadz,

Untuk kita jelas hujan adalah keberkahan Allah. dan banyak sekali keisimewaannnya. Seperti saat istimewa untuk berdoa, tapi ada segelintir orang yang bila mereka ada hajat malah memakai pawang hujan. Apakah ini dibenarkan secara islam? Hujan turun ke bumi atas perintah Allah, apa mungkin manusia bisa menghentikanya. Mohon penjelasannya?

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Allâh Ta’âlâ berfirman :

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَ‌ٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS. al-A’raf: 57)

1) Yang menggerakkan angin, cuaca, hujan dan lain sebagainya hanyalah Allâh. Manusia hanya bisa memprediksi dari tanda-tanda alami (kauniyah) yang mana prediksi tersebut bisa salah dan benar. Maka prediksi cuaca seperti ini yang bersandar pada tanda-tanda alami adalah tidak mengapa, selama tidak diiringi dengan keyakinan kebenarannya. Jadi, hanyalah prediksi belaka.

2) Pawang hujan yang diklaim bisa memindahkan hujan atau menahan hujan, maka sejatinya mereka ini adalah paranormal (dukun) yang seringkali bekerjasama dengan jin, sebagaimana dukun-dukun lainnya.

3) Kata para ulama, dukun dan tukang sihir itu adalah THAGHUT dan PARA PENDUSTA. Allah Ta’âlâ berfirman :

{هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنزلُ الشَّيَاطِينُ، تَنزلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ، يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ}

“Maukah Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak berbuat jahat atau buruk (para dukun dan tukang sihir). Syaitan-syaitan tersebut menyampaikan berita yang mereka dengar (dengan mencuri berita dari langit, kepada para dukun dan tukang sihir), dan kebanyakan mereka adalah para pendusta.” (QS. asy-Syu’araa’: 221-223).

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa para pendusta dalam ayat di atas adalah DUKUN dan yang semisal dengan mereka.

4) Mendatangi pawang hujan sama hukumnya dengan mendatangi dukun. Hukumnya diperinci sebagai berikut :
➖ Mendatangi dan bertanya kepada mereka TANPA MEMBENARKANNYA, maka ini hukumnya dosa yang sangat besar dan tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. (bukan artinya tidak perlu sholat, karena sholat itu kewajiban yang tidak boleh ditanggalkan.) = KUFUR ASHGHAR

➖ Mendatangi mereka dan MEMBENARKANNYA mereka maka ini adalah KAFIR. Wal’iyadzubillah. = KUFUR AKBAR

5) Apabila yang dilakukan dukun itu terjadi dan nyata spt yang diklaim. Maka jangan tertipu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang al-kuhhaan (para dukun), beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak ada artinya”.

Salah seorang sahabat berkata, “Sesungguhnya para dukun tersebut TERKADANG MENYAMPAIKAN KEPADA KAMI SUATU (BERITA) YANG (kemudian ternyata) BENAR.

Maka Rasulullah  shallallahu  ‘alaihi  wa sallam bersabda, “Kalimat (berita) yang benar itu adalah yang dicuri (dari berita di langit) oleh jin (syaitan), lalu dimasukkannya ke telinga teman dekatnya (yaitu dukun dan tukang sihir), yang kemudian mereka mencampuradukkan berita tersebut dengan seratus kedustaan” (Muttafaq alaihi)

0⃣4⃣ Fari
Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yaa Ustadz, mohon informasi dan bimbingan Islami terhadap cara memanfaatkan momentum hujan dan air hujan bagi kesehatan & pengobatan. Terima kasih sebelumnya.

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

Saya tidak faham maksudnya bagaimana, yang jelas hujan itu berkah.
Dalam al-Quran, Allah menyebut hujan sebagai sesuatu yang diberkahi,

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

"Kami turunkan dari langit air yang berkah (banyak manfaatnya) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam." (QS. Qaf: 9)

Allah juga menyebut hujan sebagai rahmat,

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

"Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji."  (QS. as-Syura: 28)

Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang sholeh masa silam, sangat gembira dengan turunnya hujan. Sehingga mereka mengambil berkah dengan air hujan.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

“Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya, lalu beliau guyurkan badannya dengan hujan. Kamipun bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa anda melakukan demikian?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.” (HR. Ahmad 12700, Muslim 2120, dan yang lainnya)

Al-Qurthubi mengatakan,

وهذا منه صلى الله عليه وسلم تبرك بالمطر ، واستشفاء به ؛ لأن الله تعالى قد سماه رحمة ، ومباركا ، وطهورا ، وجعله سبب الحياة ، ومبعدا عن العقوبة ، ويستفاد منه احترام المطر ، وترك الاستهانة به

Praktek dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan bentuk tabarruk (ngalap berkah) dengan hujan. Dan menjadikannya sebagai obat. Karena Allah menyebut hujan dengan rahmat, mubarok (berkah), dan thahur (alat bersuci). Allah jadikan hujan sebagai sebab kehidupan dan tanda terhindar dari hukuman, yang memberi kesimpulan agar kita menghormati hujan dan tidak menghina hujan. (al-Mufhim lima Asykala min Talkhis Shahih Muslim, 2/546).

Kemudian dalam hadis lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menghujankan dirinya ketika khutbah di masjid. Anas bin Malik menceritakan,

ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ

"Kemudian beliau tidak turun dari mimbarnya hingga saya melihat air hujan menetes dari jenggot beliau." (HR. Bukhari 1033)

Ketika membawakan hadis ini, Imam Bukhari memberikan judul bab dalam kitab shahinya,

باب من تمطر في المطر حتى يتحادر على لحيته

Bab orang yang menghujankan diri hingga air menetes di jenggotnya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai bahwa tindakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghujankan diri beliau adalah suatu kesengajaan, dan bukan kebetulan. Karena andai beliau tidak sengaja, tentu beliau akan menyelesaikan khutbahnya ketika mendung kemudian berteduh. Namun beliau terus melanjutkan khutbahnya, ketika hujan turun, sampai membasahi jenggot beliau. (Simak Fathul Bari, 2/520).

Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat. Mereka hujan-hujanan dalam rangka ngalap berkah.

Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat dari para sahabat, dan beliau memberikan judul bab,

مَنْ كَانَ يتمطّر فِي أوّلِ مطرةٍ

Orang yang hujan-hujanan ketika pertama kali turun hujan.

Selanjutnya Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat berikut,

عَن بُنَانَةَ ، أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يَتَمَطَّرُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ

Dari Bunanah, bahwa Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu hujan-hujanan di awal turunnya hujan.

عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ ، أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَتَمَطَّرُ ، يُخْرِجُ ثِيَابَهُ حَتَّى يُخْرِجَ سَرْجَهُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ

Dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma hujan-hujanan, beliau mengeluarkan pakaiannya, hingga pelananya di awal turunnya hujan.

عَنْ عَلِيٍّ ، أَنَّهُ كَانَ إذَا رأى الْمَطَرَ خَلَعَ ثِيَابَهُ وَجَلَسَ ، وَيَقُولُ : حدِيثُ عَهْدٍ بِالْعَرْشِ

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa apabila beliau melihat hujan, beliau melepas bajunya lalu duduk. Sambil mengatakan, “Baru saja datang dari Arsy.”
(Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 8/554).

Bolehkah Dijadikan Obat?

Seperti yang kita tahu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka mencari berkah dengan turunnya hujan. Kita tidak tahu, apakah mereka melakukan semacam itu dalam rangka pengobatan atau sebatas mencari berkah. Hanya saja, zahir riwayat di atas menunjukkan bahwa mereka tidak minum air hujan itu. Mereka hanya hujan-hujanan, mandi dengan air hujan atau berwudhu dengan air hujan.

Karena itu, menjadikan air hujan sebagai obat dengan cara diminum, ini butuh dalil atau bukti secara ilmiah.

Dalam fatwa Islam, terdapat pertanyaan tentang hukum menjadi air hujan sebagai obat. Keterangan dalam fatwa islam,

فمن حرص على التعرض للمطر والإصابة منه بالغسل أو الشرب تبركا به ، فلا بأس عليه ولا حرج .ولكن لا ينبغي نسبة الشفاء إلى هذا الماء إلا بدليل ، وإن كانت البركة الثابتة لهذا الماء قد تنفع في العلاج ، ولكن لا نجزم بوقوع العلاج والشفاء ما لم يرد نص شرعي خاص به ، ولا ينبغي الجزم بذلك للناس

Orang yang hujan-hujanan atau mandi hujan atau meminumnya dalam rangka mencari berkah, hukumnya boleh dan tidak berdosa. Hanya saja, selayaknya tidak meyakini air ini sebaai obat, kecuali berdasarkan bukti. Meskipun keberkahan air hujan, bisa jadi bermanfaat untuk pengobatan. Akan tetapi, kita tidak menegaskan adanya unsur obat, selama tidak ada dalil yang secara khusus menyebutkan hal ini. Dan tidak selayaknya menegaskan hal itu kepada masyarakat. (Fatawa Islam, 164231)

0⃣5⃣ Bunda iKa
Hadits yang dari Ibnu Abbas (yang tadi ada di bahasan mengenai SHALAT JAMAK KARENA HUJAN) tentang kebolehan menjamak bukan dalam keadaan takut maupun hujan, itu maksudnya bagaimana ya Ustadz?

🌸Jawab:
Sholat jamak karena hujan itu sudah masyhur dari sejak zaman nabi, Itu maksudnya.

Secara umum ada tiga sebab yang membolehkan seseorang melakukan jamak yaitu: karena safar (bepergian), karena hujan dan karena suatu kebutuhan tersendiri (bukan karena safar atau hujan) (lihat Al Wajiz fii Fiqhi Sunnati wal Kitabil ‘Aziiz karya Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi, penerbit Daar Ibnu Rajab cetakan I halaman 139-141).

Selain tiga sebab di atas ada juga sebab yang lain yaitu karena sakit yang menyebabkan dia susah untuk mengerjakan kedua sholat itu secara terpisah, karena tanah sepanjang perjalanan menuju Masjid dipenuhi lumpur sehingga menyulitkan perjalanan ke sana atau karena tiupan angin dingin yang sangat keras sehingga menghambat perjalanan ke masjid.

Syaikh Al Utsaimin menyimpulkan bahwa sebab yang membolehkan jamak adalah: safar, sakit, hujan, timbunan lumpur, angin dingin yang bertiup kencang, akan tetapi bukan berarti sebabnya hanya lima perkara ini saja, karena itu sekedar contoh bagi pedoman umum (yang membolehkan jamak) yaitu karena disebabkan adanya al masyaqqah  (kesulitan yang menimpa orang yang hendak sholat). Oleh karena itu pula seorang wanita yang terkena istihadhah (penyakit keluarnya darah dari kemaluan wanita secara terus menerus) diperbolehkan untuk menjamak antara sholat Zhuhur dengan ‘Ashar atau antara sholat Maghrib dengan sholat ‘Isyak karena kesulitan yang menimpanya jika harus berwudhu untuk setiap kali hendak sholat. Begitu juga dibolehkan jamak bagi seorang musafir apabila sumber air (untuk wudhu) letaknya amat jauh sehingga menyulitkannya apabila harus pergi ke sana setiap kali hendak sholat (diringkas dari Syarhul Mumti’ halaman 553-559).

Rasulullah SAW pernah menjama' shalat karena turunnya hujan. Dan memang para ulama juga berfatwa demikian. Hanya saja kebolehan jama' itu ada syarat dan ketentuannya, dimana para ulama saling berbeda dalam menarik kesimpulan hukum yang terkait dengan syarat dan ketentuan itu. 

🔹1. Dalil
Sebelum membahas lebih lanjut dengan syarat dan ketentuan, tidak ada salahnya kalau kita kaji terlebih dulu dalil-dalil yang digunakan para ulama. Di antara penyebab mengapa syarat yang diajukan berbeda-beda, karena dalil-dalil yang digunakan tidak secara tegas menyebutkan syarat dan batasan-batasannya.

a. Dalil Pertama
Sebuah hadits yang dishahihkan oleh Al-Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa pernah Rasulullah SAW menjama' shalat Dzhuhur dengan Ashar, serta shalat Maghrib dengan Isya' di kota Madinah. Namun kalau kita perhatikan sebenarnya tidak disebutkan karena hujan. Hujan itu adalah semata dugaan para shahabat saja.

صَلَّى رَسُول اللَّهِ  بِالْمَدِينَةِ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا زَادَ مُسْلِمٌ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu Bahwa Rasulullah SAW di Madinah menjama' shalat Dzhuhur dan Ashar serta menjama' shlat Maghrib dan Isya'. Imam Muslim menambahkan,"Itu dilakukan bukan karena takut atau safar.” (HR. Muslim)

Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahumallah, keduanya memandang riwayat tambahan dari Imam Muslim yang menegaskan bahwa jama' itu terjadi bukan karena takut dan juga bukan karena safar, padahal jama' itu dilakukan di dalam kota Madinah, maka kemungkinan hal itu dilakukan karena terjadinya hujan.

Namun jumhur ulama tidak menerima tambahan riwayat dari Imam Muslim bahwa hal itu terjadi bukan karena takut dan safar. Sebab riwayat itu menyelisihi riwayat jumhur.

b. Dalil Kedua
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu Bahwa Rasulullah SAW shalat di Madinah tujuh atau delapan ; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya'”. Ayyub berkata,”Barangkali pada malam turun hujan?”. Jabir berkata,”Mungkin”. (HR. Bukhari dan Muslim)

c. Dalil Ketiga
Dari Nafi' maula Ibnu Umar berkata,”Abdullah bin Umar bila para umara menjama' antara maghrib dan isya' karena hujan, beliau ikut menjama' bersama mereka”. (HR. Ibnu Abi Syaibah).

🔹2. Mazhab Al-Hanafiyah
Sejak awal mazhab Al-Hanafiyah tidak membolehkan jama' shalat kecuali hanya karena satu sebab saja, yaitu ketika haji di Arafah dan Mina saja. Alasannya karena yang punya dasar masyru'iyah qath'i dari Rasulullah SAW hanya sebatas pada haji saja.

Sedangkan di luar Arafah dan Mina pada saat haji itu, mazhab ini mengaku tidak menemukan dalil qath'i yang memperbolehkan shalat jama'. Dalil-dalil yang digunakan oleh mazhab lain dianggap kurang kuat untuk dijadikan alasan kebolehan menjama' shalat. Apalagi hadist-hadits di atas, jelas-jelas tidak menyebutkan alasannya hujan, kecuali hanya tafsiran dari para shahabat.

Maka dalam mazhab ini shalat jama' tidak dibenarkan kalau alasannya hanya sekedar safar, sakit, hujan, dan lainnya.

🔹3. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab Al-Malikiyah membolehkan hujan dijadikan alasan untuk menjama' shalat, namun ada syarat yang harus dipenuhi untuk kebolehannya, yaitu :

a. Masyaqqah : Maghrib dan Isya
Shalat jama' itu hanya sebatas shalat Maghrib dan Isya' saja. Sedangkan Dzhuhur dan Ashar, meski turun hujan, tidak diperkenankan untuk dijama'. Alasannya karena dalam Shalat Dzhuhur dan Ashar tidak ada masyaqqah.

Padahal syarat kebolehannya adalah harus adanya masyaqqah yang lebih dari biasanya (مزيد المشقة) untuk kebolehan menjama' kedua shalat itu. Disebutkan di dalam kitab Minah Al-Jalil :

ورخص ندباً لمزيد المشقة في صلاة العشاء في مختارها مع الجماعة في المسجد في جمع العشاء بين جمع تقديم فقط، أي لا الظهرين لعدم مزيد المشقة في صلاة كل منهما في مختارها غالباً...

Dan diberi keringanan secara nadab (sunnah) karena sebab tambahan masyaqqah dalam kaitan shalat Isya' dalam pilihannya dilakukan secara berjamaah di masjid sebatas hanya dengan menjama' taqdim saja. Artinya tidak berlaku pada Dzhuhur dan Ashar, karena ketiadaan tambahan masyaqqah dalam shalat pada keduanya dalam pilihannya secara umum. [1]

b. Hanya Jama' Taqdim
Yang dibolehkan hanya sebatas jama' taqdim saja. Sedangkan kalau jama' ta'khir hukumnya tetap tidak dibenarkan.

🔹3. Mazhab Asy-Syafi'iyah
Mazhab Asy-Syafi'iyah juga ikut membolehkan hujan dijadikan alasan untuk menjama' shalat, namun ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk kebolehannya. Ketentuan yang diajukan oleh mazhab Asy-Syafi'iyah terkait dengan menjama' shalat karena hujan cukup banyak, antara lain :

a. Termasuk Dzhuhur dan Ashar Juga
Yang dibolehkan untuk dijama' dalam mazhab Asy-Syafi'iyah bukan hanya sebatas Maghrib dan Isya' saja, tetapi juga termasuk Dzhuhur dan Ashar juga.

Dalam hal ini mazhab Asy-Syafi'iyah tidak menganggap bahwa masyaqqahnya adalah waktu Maghrib dan Isya', melainkan masyaqqah adalah hujan itu sendiri, sehingga bila hujan terjadi di waktu Dzhuhur pun sudah bisa dijadikan alasan kebolehan menjama'nya dengan Ashar.

b. Jama' Taqdim
Namun bentuk jama' yang dibenarkan dalam mazhab Asy-syafi'iyah hanya sebatas pada jama' taqdim saja, sedangkan bila dikerjakan dengan cara menjama' ta'khir tidak dibenarkan.

c. Shalat Berjamaah
Selain itu shalat yang boleh dijama' itu hanya dilakukan secara berjamaah. Sedangkan bila dilakukan tidak berjamaah, alias shalat sendirian, maka hukumnya tidak dibenarkan.

d. Masjid
Shalat jama' itu hanya boleh dilakukan di dalam masjid saja, sedangkan bila dilakukan di dalam rumah sendiri, meski dilakukan dengan cara berjamaah, maka hukumnya tidak diperbolehkan untuk menjama'nya.

e. Masyaqqah
Syarat terakhir adalah harus adanya masyaqqah yang menghalangi seseorang untuk datang ke masjid. Dan untuk syarat masyaqqah ini Al-Imam An-Nawawi menjelaskan detailnya di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab.

والجمع بعذر المطر وما في معناه من الثلج وغيره يجوز لمن يصلي في مسجد يقصده من بعد ويتأذى بالمطر في طريقه

Menjama' shalat karena hujan air atau salju dan sejenisnya dibolehkan bagi yang shalatnya di masjid yang diniatkan sebelumnya dan mendapatkan halangan hujan dalam perjalanannya. [2]

فأما من يصلي في بيته منفرداً أو جماعة أو يمشي إلى المسجد في ركن أو كان المسجد في باب داره أو صلى النساء في بيوتهن أو الرجال في المسجد البعيد أفراداً فهل يجوز الجمع ؟

Sedangkan orang yang shalatnya di rumah sendirian atau berjamaah, ataupun berjalan ke masjid padahal masjid terletak di depan pintu rumahnya, atau wanita yang shalat di rumahnya atau laki-laki tetapi masjidnya jauh tanpa berjamaah, apakah dibolehkan menjama'nya?

Dalam hal ini ada perbedaan sebagaimana disampaikan oleh jamaah dari Khuasaniyyin dengan dua wajah.

~ Pendapat Pertama : Tidak Boleh

Perdapat pertama yang lebih shahih adalah bahwa hal itu tidak diperbolehkan. Teksnya terdapat dalam kitab Al-Umm dan juga merupaka qaul qadim. Di antara yang mendukungnya adalah Al-Imam Haramain, Al-Baghawi, Ar-Rafi'i, Al-Muhamili dan Al-Jurjani.

Alasannya karena jama' hanya diperbolehkan dengan alasan masyaqqah untuk bisa berjamaah. Dan kondisi di atas belum memenuhi syarat tersebut.

~ Pendapat Kedua : Boleh

Pendapat kedua membolehkan, dengan alasan bahwa Rasulullah SAW pernah menjama' shalat itu, padahal pintu rumah istri-istri beliau tepat berada di hadapan masjid.

Namun pendapat kedua ini dijawab oleh kalangan pendukung pendapat yang tidak membolehkan, dengan argumentasi bahwa hanya rumah Aisyah saja yang pintunya dekat masjid, sedangkan pintu rumah istri-istri yang lainnya tidak demikian.

🔹4. Mazhab Al-Hanabilah
Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Hanabilah tentang menjama' shalat karena hujan adalah sebagai berikut :

a. Termasuk Dzhuhur dan Ashar Juga
Yang dibolehkan untuk dijama' dalam mazhab Asy-Syafi'iyah bukan hanya sebatas Maghrib dan Isya' saja, tetapi juga termasuk Dzhuhur dan Ashar juga. Dalam hal ini pendapat Al-Hanabilah menyamai pendapat Asy-syafi'iyah dan menyelisihi pendapat Al-Hanafiyah.

b. Jama' Ta'khir Juga Boleh
Yang menarik dalam mazhab Al-Hanabilah ini adalah bahwa yang dibenarkan bukan hanya jama' taqdim saja, tetapi jama' ta'khir pun juga dibolehkan. Dengan demikian, mazhab Al-Hanabilah boleh dikatakan sebagai satu-satunya mazhab yang membolehkan jama' takhir, dalam kasus hujan sebagai penyebab.

Di dalam kitab Matan Al-Iqna' disebutkan :

ويجوز - أي الجمع - بين العشاء لا الظهرين لمطر يبل الثياب، زاد جمع أو النعل أو البدن، وتوجد معه مشقة لا الظل - فلا يباح له الجمع - ولثلج وبرد ووحل وريح شديدة باردة حتى لمن يصلي في بيته أو في مسجد طريقه تحت ساباط ولمقيم في المسجد ونحوه.

Dan dibolehkan untuk menjama' hanya antara Maghrib dan Isya' bukan Dzhuhur dan Ashar karena hujan yang membasahi pakaian, ditambah sandal dan badan, yang terdapat padanya masyaqqah tanpa pelindung.

Dan adanya salju, embun, lumpur, angin kencang yang dingin, hingga orang yang shalat sendirian di rumahnya atau di masjid pada jalanannya di bawah ... dan bagi orang yang tinggalnya di dalam masjid.

وله الجمع لذلك (ولو صلى في بيته أو في مسجد طريقه تحت ساباط) ونحوه لأن الرخصة العامة يستوي فيها حال وجود المشقة وعدمها كالسفر

Dan dia dibolehkan menjama' meski shalat di dalam rumahnya atau masjid jalannya, karena keringanan ini bersifat umum mencakup adanya dan tidak adanya masyaqqah, sebagaimana safar

0⃣6⃣ Eriska
1. Kondisi hujan  seperti apa, harus dijamak sholatnya?

2. Ketika hujan deras, kita bisa pergi sholat jumat ke mesjid menggunakan jas hujan, tapi ada yang memilih menggantinya dengan sholat dzuhur, bagaimana ustadz?

🌸Jawab:
1. Sudah terjawab dipertanyaan sebelumnya.

2. Hujan Deras, bolehkah tidak melaksanakan shalat Jum’at?
Dalam catatan Sirah Nabawiyah tidak ditemukan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meninggalkan shalat Jum’at karena kondisi alam seperti hujan atau salju. Beliau pernah meninggalkan shalat Jum’at saat bersafar.

Sedangkan meninggalkan shalat Jum’at karena hujan yang deras, badai, atau musim salju yang sangat dingin yang membahayakan kaum muslimin dan sangat menyulitkan untuk pergi ke tempat shalat Jum’at, maka itu dibolehkan.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata kepada Mu’adzinnya di hari yang hujan,

إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا قَالَ فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمْعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُونَ فِي الطِّينِ وَالدَّحَضِ

“Apabila engkau mengucapkan  أشهد أن محمداً رسول الله (dalam adzan), jangan engkau ucapkan  حيَّ على الصلاة (Mari melaksanakan shalat), tapi ucapkanlah  صلوا في بيوتكم (shalatlah di rumah-rumah kalian). Maka seolah-olah manusia mengingkarinnya. Beliau (Ibnu Abbas) berkata: ”Hal itu dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam), sesungguhnya shalat jum’at itu wajib dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar, sehingga kalian berjalan menuju masjid dengan kondisi jalan yang berlumpur dan licin.”

Imam Nawawi rahimahullaah berkata dalam Syarah Muslim, bahwa dalam hadits ini terdapat dalil gugurnya kewajiban Jum’at dengan udzur hujan dan semisalnya. Dan ini adalah pendapat madzhab kami dan pendapat madzhab yang lainnya. Sedangkan pendapat dari Imam Malik  rahimahullaah  berbeda dan Allah-lah yang lebih tahu mana yang benar.

Hambali berpendapat bahwa salju termasuk udzur yang membolehkan untuk meninggalkan shalat Jum’at dan Jama’ah. Seperti yang disebutkan dalam Kasyf al-Qana’ (1/495), “Dan diberi udzur meninggalkan shalat Jum’at dan jama’ah . . . atau terganggu oleh hujan, lumpur, salju, hujan es, atau angin dingin pada malam yang gelap gulita. Berdasarkan perkataan Ibnu Umar, “Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggil tukang adzan beliau pada malam yang dingin atau hujan dalam safar: Shallu fii rihalikum -shalatlah di tempat kalian masing-masing!- (Muttafaq ‘alaih). Ibnu Majah meriwayatkan dengan isnad shahih dan tidak mengatakan: dalam safar. Dan dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma: Bahwa beliau bersabda kepada mu’adzinnya saat malam yang hujan –Imam Muslim menambahkan: pada hari Jum’at-, . . . . (lalu menyebutkan hadits yang lalu). Dan salju, es dan kondisi yang sangat dingin termasuk di dalamnya.”

Maka dari ketetapan di atas, badai pada malam yang gelap juga termasuk udzur, karena keberadaannya kemungkinan besar diiringi hujan. Wallahu a’lam.

. . .tidak diragukan lagi bahwa banyak orang yang tidak terganggu dengan adanya salju sehingga mereka masih berangkat ke tempat kerjanya dan memenuhi kebutuhannya. Maka bagi mereka, keberadaan salju tidaklah menjadi udzur bagi mereka untuk meninggalkan shalat Jum’at. Namun jika keberadaan salju itu benar-benar sangat mengganggu dan memberatkan mereka untuk sampai ke masjid, maka ia menjadi udzur. Wallahu Ta’ala a’lam.

0⃣7⃣ Dewi
"ada 3 hal yang membuat doa terkabul yang pertama bertemunya 2 pasukan", itu maksudnya apa ya?

🌸Jawab:
Ketika perang berkecamuk.

0⃣8⃣ Yani
Assalamu'alaikum.

1. Yang di maksud menjamak sholat itu hanya laki-laki yang sholat di masjid kah? Tidak termasuk bagi wanita yang sholat nya di rumah ? Dan kriteria hujan yang seperti apa yang boleh di jamak sholatnya?  Misal bagaimana dengan hujan ringan tapi lama?

2. Untuk mengusap khuf atau kaos kaki pada saat wudhu, hanya berlaku di saat hujan saja kah?

🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,

1. Lihat jawaban-jawaban pertanyaan sebelumnya.

2. Boleh tidak mesti karena hujan.
Contoh karena dingin, sakit dan lain sebagainya, Dengan syarat:
1) Suci sebelum mengenakan kaus kaki.
2) Waktu sehari semalam bagi mukim 3 hari 3 malam misafir.
3) Bukan hadas besar.
4) Kaus kali menutup mata kaki dan tidak sobek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar