Kamis, 30 Desember 2021

WASPADA KUFUR NIKMAT

 


OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸WASPADA KUFUR NIKMAT

Sahabat-sahabatku yang dicintai Alloh ﷻ... 

Nikmat yang Alloh ﷻ berikan kepada kita sangatlah banyak. Tidak ada seorangpun di antara kita yang mampu menghitungnya. Baik berupa harta, keluarga, kesehatan dan yang paling besar adalah nikmat hidayah iman dan Islam. Sebagaimana yang Alloh ﷻ firmankan :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Alloh ﷻ-lah (datangnya).” (QS. An Nahl: 53)

Namun seringkali kita kurang menyadari akan nikmat yang telah kita terima tersebut. Sehingga tentu saja membuat kita lalai dari mensyukurinya. Padahal seorang muslim wajib mensyukuri nikmat yang ia peroleh. Allah  ta’ala berfirman :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (QS. Al Baqarah: 152)

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk bersyukur atas nikmat yang telah Alloh ﷻ berikan dan melarang kita untuk berbuat kufur. Bahkan di ayat yang lain Alloh ﷻ mengancam orang-orang yang berbuat kufur dengan adzab yang pedih. Sebagaimana dalam firman-Nya:

وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“… dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk perhatian terhadap perkara yang penting ini, sehingga tidak menjadi golongan orang-orang yang kufur atas nikmat Alloh ﷻ dan dapat terhindar dari ancaman adzab yang pedih.

Kufur nikmat merupakan lawan dari mensyukuri nikmat. Syukur adalah menampakkan pengaruh nikmat yang telah Alloh ﷻ berikan kepada seorang hamba dari hatinya dengan keimanan, dari lisannya dengan pujian dan dari anggota badannya dengan ibadah serta ketaatan.

Sholehah, seseorang dapat dikatakan bersyukur jika terpenuhi tiga unsur:

✓ Hatinya meyakini bahwa semua nikmat yang didapatkan adalah berasal dari Alloh ﷻ.

✓ Lisannya memuji Alloh ﷻ.

✓ Anggota badannya digunakan untuk beramal sholeh.

Seringkali kita jumpai, sebagian orang menyandarkan nikmat yang ia terima kepada selain Alloh ﷻ. Misalnya seorang ketika dalam kesulitan (yang disertai kegelisahan hati), tiba-tiba temannya datang memberikan pertolongan. Kemudian serta merta hati dia menjadi tenang dan mengucapkan “Untung ada kamu, coba kalau tidak… pasti akan terjadi begini dan begitu.”

Maka hal ini adalah keliru. Karena sesungguhnya nikmat pertolongan itu datang dari Allah ta’ala. Alloh ﷻ menjadikan sebab datangnya seseorang untuk terwujudnya pertolongan. Sudah sepatutnya kita menyandarkan hati atau tawakal hanya kepada Alloh ﷻ dan bersyukur kepada-Nya.

Allah ta’ala berfirman :

يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا

“Mereka mengetahui nikmat Alloh ﷻ, kemudian mereka mengingkarinya.” (QS. An-Nahl: 83).

Syaikh ‘Utsaimin menjelaskan makna ayat tersebut : “Mereka mengingkari penyandaran nikmat kepada Alloh ﷻ. Mereka menjadikan penyandaran hatinya hanya kepada sebab. Mereka lupa kepada yang menciptakan sebab yaitu Allah subhanahu wata’ala.”

Para ulama merinci orang yang menyandarkan nikmat kepada selain Alloh ﷻ menjadi beberapa keadaan.

1) Jika penyandaran nikmat tersebut dengan maksud berita, serta berita tersebut adalah berita yang benar dan sesuai kenyataan, maka hal ini dibolehkan.

Contoh : Seorang mendapat warisan sebuah rumah yang ia tinggali. Kemudian ia ditanya : ”Dari mana engkau dapatkan rumah ini?” maka ia menjawab: ”Rumah ini warisan dari orang tua saya.”

2) Jika penyandaran nikmat tersebut menunjukkan sebab diperolehnya nikmat, maka dirinci menjadi beberapa keadaan.

Sebab tersebut adalah sebab yang tidak nampak dan tidak dapat memberikan pengaruh sama sekali, maka hal ini termasuk ke dalam syirik akbar.

Contoh : 
Seseorang berkata : Seandainya tidak ada wali fulan tidak akan terjadi ini dan itu (dengan keyakinan wali yang telah mati tersebut dapat  mengatur apa yang terjadi di dunia).

Sebab tersebut adalah sebab yang diterima secara syari’at atau qodari (yaitu sebab yang diketahui dapat memberikan pengaruh setelah melalui percobaan atau penelitian), maka hal ini diperbolehkan dengan syarat tanpa disertai keyakinan bahwasanya sebab tersebut dapat memberikan pengaruh dengan sendirinya dan tanpa melupakan Dzat  yang sesungguhnya  telah memberikan nikmat tersebut, yaitu Allah ta’ala.

Contoh : Seseorang mendapatkan nikmat sembuh dari suatu penyakit dengan sebab meminum obat tertentu. Namun ia meyakini yang memberikan kesembuhan adalah Alloh ﷻ. Ia mengatakan “Setelah minum obat ini penyakit saya sembuh atas izin Alloh ﷻ.”

Sebab tersebut adalah sebab yang nampak, namun bukan merupakan sebab yang dibenarkan baik secara syari’at maupun qodari, dengan tetap diiringi keyakinan Alloh ﷻ yang memberikan nikmat tersebut. Maka hal ini termasuk dalam syirik kecil.

Contoh : Seseorang menggunakan jimat karena menganggap  dapat menjadi sebab agar dirinya tercegah dari pengaruh buruk. Namun ia tetap meyakini bahwa  yang mencegah keburukan darinya adalah Alloh ﷻ. 

Teman-teman yang kucintai karena Alloh ﷻ... 

Allah ta’ala memberikan banyak pelajaran kepada kita melalui kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di antara kisah tersebut adalah kisah Qorun yang memiliki harta berlimpah sebagaimana terdapat dalam Al- Qur’an surat Al-Qashash ayat 76 sampai 83. Pada ayat tersebut diceritakan Qorun berlaku sombong atas harta yang ia miliki. Alloh ﷻ berfirman :

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ

“Qorun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Alloh ﷻ sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (QS. Al-Qashash : 78)

Dalam ayat tersebut, Alloh ﷻ menceritakan kisah Qorun yang tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepadanya. 

Ia tidak memuji Alloh ﷻ yang telah memberikan nikmat kepadanya. Ia juga tidak menggunakan nikmat harta yang diperoleh dalam jalan ketaatan. 

Maka, inilah bentuk kufur nikmat yang dilakukan Qorun. 

Maka, Alloh ﷻ memberikan adzab yang pedih yaitu ditenggelamkan ke dalam bumi beserta seluruh hartanya. 

Allah ta’ala berfirman :

فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ

“Maka Kami benamkanlah Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap adzab Alloh ﷻ. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash : 81).

Demikianlah balasan bagi orang-orang yang kufur terhadap nikmat Alloh ﷻ. Sudah seharusnya kita mengambil pelajaran dari kisah tersebut sehingga tidak ada pada diri kita sifat kufur nikmat. Semoga Alloh ﷻ menjadikan kita termasuk orang-orang yang pandai bersyukur dan dijauhkan dari sifat kufur nikmat.

★ "Materi ini diambil dari berbagai sumber."

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamu'alaikum bunda Irna. 

Kadang saya suka mengeluh dengan penghasilan suami. Ingin suami pindah kerja, tapi suami belum mau. Apa itu termasuk kufur nikmat? Jazakillah. 

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Saya hanya bisa menjawab dengan hadits berikut ini: 

"Alloh ﷻ tidak akan melihat kepada wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan ia tidak merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya.” 

(HR. An Nasa’i no. 9086, Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra [7/294], dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 1944).

Jadi, dalam pembicaraan jangan mengeluh, tapi diskusikan dengan ahsan agar suami paham kondisi keuangan. Sebagai seorang suami yang bertanggungjawab tentu dia tidak akan berdiam diri jika mengetahui hal itu.  

Semoga ada jalan keluar yang terbaik.  

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Afni ~ Garut
Assalamu'alaikum bun,

Apakah termasuk kufur nikmat misalnya walau tidak bekerja di luar tapi segala kebutuhan kita telah tercukupi, istirahat dan lain-lain bebas kita lakukan tapi kadang kita masih mengeluh karena tidak bekerja di luar dan hanya membantu orang tua di rumah. Apakah itu termasuk tidak mensyukuri?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh 

Jika semua telah terpenuhi. Apa lagi yang dikeluhkan? Seharusnya lebih bersyukur,  tanpa keluar rumah semua kebutuhan sudah terpenuhi.  

Kemana lagi akan dicari kondisi yang seperti itu? Kalau bagi saya pribadi, itu sudah Rahmat Alloh ﷻ yang sangat besar. Jangan dikira kerja di luar bisa seenak itu, bisa sebebas itu.  

Jangan lagi mengeluh. Tapi tingkatkanlah rasa syukur. 

Wallahu a'lam

💎 Meski begitu entah kenapa hati merasa tidak puas dan terasa ada yang mengganjal, seperti tidak berguna saja.

🌸Wanita itu tempatnya adalah di rumah.  Bukan di luar rumah.

💎 Sama bu, saya juga merasa begitu. 

🌸 Jika bukan karena adanya keperluan yang penting, maka tempat terbaiknya adalah rumah.

💎 Iya terima kasih banyak, insyaAllah nasihat ustadzah mulai saya cerna. Semoga ustadzah dan keluarga selalu Alloh ﷻ lindungi. Aamiin.

0️⃣3️⃣ Fatimah ~ Bandung
Ustadzah, karena dulu pernah berkarya dan menghasilkan sementara sekarang hanya diam saja di rumah tanpa bisa membantu perekonomian keluarga, apa yang sebaiknya kita lakukan ustadzah?

🌸Jawab:
Jika sudah berkeluarga, maka didik anak-anak dengan sebaik-baiknya. Jaga harta benda suami yang ada di rumah. Itulah tugas istri atau jika mau berkarya, cari usaha yang bisa dilakukan di rumah, tanpa melalaikan tugas utama seorang istri dan seorang ibu.  

Jika belum berumah tangga, buatlah aktifitas dan usaha-usaha yang bisa dikendalikan dari rumah.  

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Yulis ~ Balikpapan 
Ustadzah Irna, bagaimana standar ukuran menurut Islam dalam mencari rezeki, supaya terhindar dari sikap kufur nikmat tadi karena tidak dipungkiri kerasnya. 

Banyak orang dalam mencari rezeki hingga seperti habis waktu dalam mencari rezeki tanpa kenal lelah.

Syukron ustadzah, afwan 
Syukron mb Fildzah. 

🌸Jawab:
Tidak ada standar ukuran, karena kebutuhan seseorang itu beda-beda, hanya saja mencari rezeki jangan sampai melalaikan dari mengingat Alloh ﷻ, jangan menyandingkan kesuksesan dengan kekuasaan Alloh ﷻ. 

Orang Islam harus kaya, agar terhormat, agar bisa saling membantu. Agar tidak dilecehkan orang lain. Tapi jangan sampai semua urusan dunia itu melalaikan.  

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Riza ~ Klaten
Ustadzah, jika kita bekerja dari pagi hingga malam, tapi untuk memenuhi kebutuhan kita, misalkan untuk melunasi amanah-amanah yang diberikan kepada dan mencukupi apa yang telah menjadi amanah pada diri kita, apakah itu juga termasuk dalam kufur nikmat?

Syukron ustadzah. 

🌸Jawab:
Tentu saja tidak. Karena memenuhi kebutuhan itu juga sebuah kewajiban.  

Yang jadi catatan adalah kebutuhan bukan keinginan. Kebutuhan itu ada batasnya. Sementara keinginan itu tanpa batas. Hawa nafsu yang menggiringnya.  

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sahabat-sahabatku yang dicintai Alloh ﷻ...

Sebagai perbuatan tercela, kufur nikmat memiliki bahaya bagi umat Muslim, antara lain sebagai berikut.

1) Hati Menjadi Mati

Manusia yang kufur nikmat cenderung tidak menghargai setiap nikmat yang diberikan oleh Alloh ﷻ dalam bentuk apapun. Hati menjadi mati lantaran tidak adanya rasa syukur dari segala bentuk keberkahan yang telah diterima dalam kehidupan.

2) Istidraj Dari Alloh ﷻ

Agama Islam menganjurkan setiap pemeluknya untuk selalu bersyukur dan berterima kasih dalam segala kondisi. Bentuk syukur dengan perbuatan adalah penggunaan segala nikmat tersebut untuk taat kepada Alloh ﷻ sebagaimana keterangan yang sudah lewat.

3) Mendapatkan Adzab

Seperti yang dijelaskan dalam firman Alloh ﷻ pada Surat Ibrahim ayat 7, yang artinya:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

4) Ancaman Neraka

Alloh ﷻ berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 126.

وَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَ ارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَ مَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيْلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَ بِئْسَ الْمَصِيْرُ.

”Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Alloh ﷻ dan hari kemudian. Alloh ﷻ berfirman: “Dan kepada orang yang kafir pun Aku akan beri kesenangan sementara, tetapi kemudian Aku seret ia secara paksa untuk menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Baqarah: 126)

Demikian dari saya, mohon maaf lahir dan batin

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar