Kamis, 30 Desember 2021

MODERASI BERAGAMA



OLeH: Bunda Rizki Ika Sahana

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸MODERASI BERAGAMA

Apa sih moderasi beragama itu?
Kata “moderasi” berasal dari kata moderation (bahasa Inggris), yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih lebihan.  "Moderasi" juga dari bahasa Latin, moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran ke ekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.

Maka, istilah MA menurut penggagasnya, berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari ke ekstreman dalam praktik beragama. Mereka menyatakan, MA sangat penting dalam konteks persatuan di Indonesia.

Intinya, jangan terlalu ekstrem, ketat, taat, fanatik, dalam menjalankan agama, yang moderat saja, sedang-sedang saja, tidak perlu segitunya.

Alasannya, karena Indonesia ini plural, bhinneka, banyak ragam agama dan keyakinan, jadi muslim mesti toleran dengan yang lain.

Maka jangan heran, jelang Natal dan Tahun Baru narasi toleransi kian kencang ditiupkan. Seruan agar umat Islam menghormati hari raya umat lain semakin menggema. Bahkan tidak sekadar menghormati, tahun ini kantor kementerian agama Sulsel misalnya, secara resmi mengeluarkan edaran agar seluruh MTs dan MAN di Sulawesi Selatan memasang spanduk ucapan selamat Natal dan Tahun Baru.

Jadi seakan-akan umat Islam tidak paham toleransi, padahal kalau umat ini anti toleransi, sudah sejak lama umat beragama lain punah di negeri ini karena muslim mayoritas di Indonesia. Nyatanya kan enggak ya. 

Islam sama sekali tidak mengenal toleransi dengan model seperti ini, yakni mencampur adukkan agama akan menodai agama. Mayoritas ulama seperti, Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far At-Thalhawi dan sebagainya, menyatakan bahwa mengucapkan selamat hari raya pada umat lain adalah haram hukumnya.

Salah satu landasan yang digunakan para ulama adalah firman Alloh ﷻ:

وَٱلَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا۟ بِٱللَّغْوِ مَرُّوا۟ كِرَامًا

"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya." (QS. Al-Furqan: 72)

Merujuk pada ayat ini, para ulama meyakini seorang muslim yang mengucapkan selamat hari raya umat lain berarti telah memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat lain tersebut. Hal ini juga dikuatkan oleh hadis riwayat Ibnu Umar yang artinya, "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut." (HR. Abu Daud)

Jika secara hukum telah jelas keharamannya, maka sudah semestinya kaum muslimin tidak melakukannya. Namun realita yang terjadi, kian hari narasi toleransi yang kian kuat ini pada akhirnya mengguncang akidah umat Islam. Sehingga semakin banyak yang menyalahi hukum yang telah jelas tersebut, dan turut serta mengucapkan selamat hari raya sebagai bentuk manifestasi dari toleransi, bahkan ada melibatkan diri secara aktif dalam forum internal ibadah di gereja. Subhanallah.

Yang perlu dicermati adalah arus narasi yang kian deras. Sebab ini menunjukkan adanya upaya masif dari musuh-musuh Islam. Mereka menginginkan kaum muslimin tidak lagi kuat memegang ajaran agamanya. Mereka ingin menjauhkan kaum muslimin dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Karenanya mereka membelokkannya sedikit demi sedikit.

Program moderasi beragama pada akhirnya menjadi senjata ampuh yang digunakan untuk menggerogoti akidah kaum muslimin. Sebab program ini dirancang secara khusus untuk mengubah pemikiran kaum muslimin. Dalam program ini, beberapa ajaran Islam dibelokkan. Tetap menggunakan dalil namun penarikan kesimpulan dari dalil-dalil yang diberikan tidak lagi berdasarkan pada kaidah-kaidah baku dalam Islam.

Bayangkan betapa massif dan terstrukturnya program MA ini, sebab gagasan moderasi beragama ini menjadi salah satu rencana program jangka menengah nasional tahun 2020-2024 (kemenag.go.id 1/5/2021). Sehingga otomatis setiap Departemen harus mengikuti pengarusutamaan moderasi beragama ini.

Untuk meyakinkan umat, frasa ummatan washathan dalam surat Al Baqarah 143 dijadikan sebagai dalil moderasi beragama.  

Dalam surat Al Baqarah, 143 Alloh ﷻ berfirman, ”Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” (ummatan wasathon) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

Kata-kata Umatan Washathon dalam ayat di atas lah yang kemudian mereka klaim sebagai landasan gagasan moderasi beragama. Menurut mereka, umat Islam harus menjadi umat yang di tengah, tidak ke kanan ataupun ke kiri, dengan kata lain jangan terlalu fanatik dalam beragama, jangan terlalu taat, beragama yang biasa-biasa saja.

Padahal tafsir kata Ummatan Washathon yang sebenarnya sangat jauh dari yang di gaungkan penyeru moderasi beragama.

Menurut Ustadz Yuana Ryan Tresna, Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung, terdapat banyak pendapat dari para ulama yang mengarah pada pengertian wasathiyah (bagian pertengahan). Hal itu dapat kita jumpai dalam pendapatnya Ibnu ‘Asyur, al-Asfahani, Wahbah az-Zuhaili, ath-Thabari, Ibnu Katsir dan lain sebagainya.

Kemudian yang dimaksud dengan tengah-tengah, menurut Imam ath-Thabari terdapat 13 riwayat yang menunjukkan kata al wasath bermakna al ‘adl. Pasalnya, hanya orang-orang yang adil yang bisa bersikap seimbang (tengah-tengah) dan bisa disebut sebagai orang pilihan.

Selain bermakna adil, ummatan wasathan juga berarti umat pilihan. Syaikh ’Atha bin Khalil menjelaskan bahwa Alloh ﷻ menjadikan umat Muhammad ﷺ sebagai umat yang adil di antara umat yang lain, untuk menjadi saksi atas umat manusia. Keadilan merupakan syarat pokok untuk bersaksi. Al wasath dalam perkataan orang-orang Arab berkonotasi al khiyâr (pilihan) dan orang terpilih dari umat manusia adalah mereka yang adil.

Dengan memahami bahwa frasa ummatan wasathan itu bermakna umat pilihan dan adil (khiyaran ’udulan), maka gagasan moderasi beragama yang memang diproyeksikan untuk umat muslim, sama sekali tidak ada landasan dalilnya. Umat yang adil adalah umat yang menegakkan ajaran Islam, bukan umat yang mendukung kezaliman, memakmurkan kerusakan, dengan menyelisihi ajaran Islam.

Moderasi beragama itu pada hakikatnya ingin agar Islam tidak tampil sebagai pemberi solusi yang nyata pada tiap masalah kehidupan. Karena mereka lebih condong pada solusi yang berasal dari ide sekuler, yakni yang tidak melibatkan agama dalam kehidupan.

Karenanya, ide MA ini wajib ditolak. Sebab, selain semakin menjauhkan umat dari ajaran agamanya yang lurus, juga menjauhkan umat dan bangsa ini keluar dari berbagai persoalan yang semakin hari semakin kompleks, ruwet, dan menjerumuskan.

Edukasi terhadap umat mutlak harus dilakukan. Menyentuh pemikiran mereka dengan kaidah-kaidah baku yang telah ditetapkan oleh para ulama. Meluruskan standar baik-buruk juga halal-haram yang ada dengan standar yang sesuai dengan syariat. Sehingga program moderasi yang dibalut dengan narasi toleransi ini tidak lagi bergigi untuk membelokkan akidah umat Islam.

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamualaikum,

Apa hukumnya jika mendatangi acara pernikahan di gereja (pemberkatan), jazakilllah bunda.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Ukhti Widia yang disayang Alloh ﷻ. Dalam Islam kaidah berinteraksi dengan orang-orang di luar Islam adalah lakum diinukum waliyadin. Artinya, kita tidak boleh terlibat sedikit pun dalam urusan akidah atau keimanan yang include di dalamnya ibadah. Interaksi yang dibolehkan adalah muamalah seperti jual-beli, pinjam-meminjam, memberi hadiah, dan seterusnya. 

Jika dalam acara pernikahan terdapat prosesi yang terkait dengan peribadahan, seperti pemberkatan, maka kita dilarang mengikutinya, terlebih acaranya di gereja yang jelas-jelas adalah rumah ibadah mereka. Lebih baik kita datang ke rumah, sekadar untuk menghormati undangan mempelai. Tapi tetap hati-hati terhadap hidangan yang disediakan khawatir ada yang diharamkan, juga terhadap pesta yang di sana ada ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan) dan khamr. Untuk amannya datang setelah acara selesai. Saya pikir tidak ada jeleknya ya.

Begitu sependek yang saya pahami, Ukhti.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamu'alaikum Ustadzah.

Belum lama dapat kiriman flayer lomba nyanyi lagu rohani untuk memperingati hari natal, untuk umat Islam yang direstui ketua PBNU dan juga mentri agama. 
Ini bisa dianggap toleransi yang bagus seperti itu. Ini termasuk penyesatan secara masif kah?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Jangankan menyanyi lagu rohani yang tentu isinya mengagungkan yesus sebagai tuhan, mengucapkan selamat natal saja itu sudah bisa merusak keimanan kita, Ukhti.

Sebab, dengan melakukan itu semua, kita sudah menerima atau ridha atau setuju terhadap apa yang mereka yakini. Padahal kita telah bersyahadat, yang artinya menjadikan Alloh ﷻ sebagai satu-satunya sesembahan. Bukankah perbuatan tersebut bertentangan syahadat kita?

Jadi toleransi itu maknanya membiarkan, tidak mengganggu, ketika orang lain menjalankan ajaran agamanya. Bukan bermakna kita mengikuti atau terlibat dalam acara atau kegiatan ibadah mereka.

Kalau mengikuti, turut andil, ambil bagian, dalam acara peribadatan mereka, artinya kita sudah mencampur adukkan agama, sudah menodai agama. Orang-orang nasrani sendiri sebenarnya juga tidak suka kita sok-sokan ikut memeriahkan acara mereka, karena itu acara internal mereka, jadi mereka tidak nyaman orang asing (eksternal) terlibat di dalamnya.

Jadi memang ini menyesatkan ya. Sangat menyesatkan.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sesungguhnya moderasi beragama bertujuan menciptakan masyarakat muslim yang terbuka terhadap nilai-nilai Barat, nilai-nilai sekularisme.

Padahal Alloh ﷻ tidak pernah memerintahkan kita menjadi muslim moderat. Justru Alloh ﷻ memerintahkan kita menjadi muslim yang sebenarnya, muslim yang taat, muslim yang kaffah.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar