Kamis, 30 Desember 2021

DEMI KONTEN

 


OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌀DEMI KONTEN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah mempertemukan kita malam ini, semoga pertemuan ini dirahmati-Nya. Sholawat dan salam kita hadiahkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad ﷺ beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Sholehah yang dicintai Alloh ﷻ... 

Semua orang akan merasa berkewajiban untuk mempertahankan harga diri dan rasa malu. Dengan maksud untuk mempertahankan harga diri dan rasa malu itu, biasanya siapapun akan sanggup melakukan apa saja. Bahkan sebenarnya, orang bersemangat mencari harta sebanyak-banyaknya, pangkat setinggi-tingginya, relasi sebanyak-banyaknya, dan lain-lain, adalah dimaksudkan untuk menjaga harga diri. Bermodalkan kekayaan, pangkat, dan relasi, dan lain-lainnya itu, seseorang akan merasa bahwa harga diri atau harkat dan martabatnya semakin tinggi, dan tidak malu dihadapan orang.

Harga diri akan dirasakan jatuh manakala ada sesuatu yang mengganggu, misalnya ketahuan berbuat salah, kalah bersaing dengan orang lain, dianggap rendah, dan semacamnya. Orang yang mengalami keadaan seperti itu akan merasa, bahwa harga dirinya jatuh dan menanggung rasa malu. Oleh karena itu, setiap orang selalu berjuang, agar kalaupun berbuat salah, tidak ketahuan orang, atau tidak pernah kalah dalam bersaing dan juga selalu dihargai orang. Orang yang tidak peduli terhadap harga dirinya atau tidak pernah merasa malu, biasanya dianggap tidak beres.

Islam sendiri juga mengingatkan tentang keharusan mempertahankan harga diri dan rasa malu. Harga diri harus dipertahankan. Orang tidak boleh segera menyerah kepada siapapun, kecuali kepada Alloh ﷻ. Dalam ajaran Islam, bahwa berbagai hal, yaitu : agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal, harus selalu dijaga. Bahkan untuk mempertahankan harga diri atau jiwa, termasuk rasa malu, disebut sebagai bagian dari iman. Dikatakan dalam hadits Nabi bahwa, malu adalah bagian dari iman.

Saat ini, disaat medsos merajalela. Istilah "DEMI KONTEN" rasanya semakin sering kita dengar belakangan ini, termasuk dalam percakapan sehari-hari bersama orang-orang dekat.

Tidak jarang, ide untuk membuat konten tersebut juga menerobos nalar dan menempatkan seseorang dalam bahaya.

Tidak heran jika saat berkunjung ke resto atau destinasi wisata populer, kita sering melihat sekelompok orang berjoget dan direkam dengan menggunakan handphone. Atau melihat orang bicara sendiri dengan mengarahkan handphone ke wajahnya. Atau berfoto-foto memanfaat semua spot yang ada. Tak hanya satu dua, atau sesekali, kita sering melihat pemandangan seperti itu di mana saja kapan saja sekarang ini. Mereka semua tengah membuat konten untuk akun sosial medianya.

Membuat konten akun sosial media sekarang sudah menjadi keseharian banyak orang. Ke mana pun pergi  akan menemukan orang-orang yang tengah sibuk membuat konten. Melihat infotainment dan ada berita artis melakukan hal yang sedikit konyol,  dengan cepat kita bisa menduga semua itu dilakukan demi konten. Melihat video aneh-aneh yang viral di dunia maya, prasangka pun segera muncul semua itu semata soal konten sosmed. Membuat konten sosmed sudah menjadi tren tidak terbendung.

Tapi kegandrungan masyarakat membuat konten dengan harapan menjadi viral dan mendapat jutaan pengikut, lama-lama mulai sedikit mengkhawatirkan. Di media kita sering membaca demi konten, ada orang yang rela melakukan hal yang membahayakan diri sendiri, bahkan orang lain. Demi konten banyak juga yang nekat pamer goyangan atau bodi seksi. Demi konten ada yang mau melakukan hal yang sangat konyol dan memalukan. Memang apa yang didapat setelah konten viral dan dapat banyak pengikut? 

Uang endorse atau iklan dari viewer di YouTube, atau mendadak jadi artis, mungkin memang menarik. Tapi apakah itu sepadan dengan risiko yang telah diambil demi konten itu?

Ingat, jejak digital, berupa foto atau video yang sudah diunggah, bisa tetap tersimpan di dunia maya. Siapapun bisa menyimpan atau menggunakan sesuai kepentingannya. Jangan sampai konten yang kita buat sekarang, jadi penyesalan di kemudian hari.

Sosial media bisa diakses siapa saja dan nyaris semua konten bisa masuk. Kendali atau filter sepenuhnya di tangan kita. Silakan buat konten apapun, tapi jangan membahayakan diri sendiri, apalagi orang lain.

Ya, apapun demi konten sekarang ini. Mau suasana duka, mau kondisi gembira, semua harus direkam. Tidak peduli meski harus “memanipulasi realitas”.

Sungguh miris demi konten apapun bisa dilakukan.  

Apalagi kaum perempuan Islam. Islam telah mengangkat derajat mu, tapi kamu sendiri yang meruntuhkannya dengan menghilangkan rasa malu.

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0⃣1⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

Benar sekali bu, sekarang ini luar biasa kegilaan demi konten atau demi cuan. Sampai nyawa taruhannya dan bahkan harga diri dan Iman sudah tidak berharga lagi. 

Bagaimana bu agar kita dan masyarakat ini bisa sadar akan perbuatannya ini yang bisa merugikan, membahayakan diri sendiri ataupun orang lain?

🌀Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Caranya kembali kepada ajaran agama Islam, kembali berakhlak Qurani. Hanya itu caranya. Karena saat ini yang sudah hilang itu adalah akhlakul karimah. Akhlak yang mulia.  

Wallahu a'lam

🌷Sekarang sudah pada tidak punya malu semuanya bu. Hal privasi pun menjadi konsumsi publik. 

Bagaimana bu mempertanggungjawabkannya kelak di dunia dan di akhirat?

🌀Sesuai dengan kadar kesalahan yang mereka perbuat, maka sebesar itulah tanggungjawabnya.  

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sahabat-sahabat ku...  

Konten bukan segalanya, tapi malu adalah pakaian diri. Jangan gadaikan harga diri demi konten yang hanya akan menimbulkan rasa malu dikala nanti kita mulai sadar. 

Demikian saja dari saya. Mohon maaf lahir batin. 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar