Kamis, 30 Desember 2021

SUKSES, TAKDIR ATAU IKHTIARI

 


OLeH: Ustadz H. Tri Satya Hadi

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎SUKSES, TAKDIR ATAU IKHTIARI

Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina ‘adzabannar

“Ya Alloh ﷻ, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (QS. al-Baqarah : 201).

Doa singkat ini adalah doa “sapu jagat” yang paling dihafal dan sering dipanjatkan seorang muslim karena mewakili hasrat untuk mendapatkan kesuksesan dunia dan akhirat. Doa ini pun menurut hadis merupakan doa yang paling sering dipanjatkan oleh Rasullullah ﷺ.

Kesuksesan berupa kebaikan di dunia yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup seluruh keinginan duniawi, baik berupa kesehatan, rumah yang lapang, istri yang cantik, rezeki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang mewah, pujian dan selainnya. (Tafsir Ibn Katsir 1/343).

Sedangkan kebaikan di akhirat tentulah yang dimaksud adalah al-jannah (surga) karena mereka yang tidak dimasukkan ke dalam surga sungguh telah diharamkan untuk memperoleh kebaikan di akhirat. (Tafsir ath-Thabari 1/553).

Termasuk juga di dalamnya adalah rasa aman dari rasa takut ketika persidangan di hari kiamat dan kemudahan ketika segala amalan dihisab. (Tafsir Ibn Katsir 1/342).

Mewakili makna doa tersebut setiap muslim dibolehkan berharap kebaikan di dunia yang diringi kebaikan akhirat, karena manusia pastilah membutuhkan kebaikan di dunia terlebih kebaikan di akhirat kelak namun sejatinya prioritas utama seorang hamba dalam do’anya adalah perkara akhirat. 

Hal ini ditunjukkan dalam ayat di atas, dimana terdapat dua permohonan terkait perkara akhirat, yaitu kebaikan akhirat dan perlindungan dari siksa neraka, dan hanya satu permohonan terkait pekara dunia.

Bicara tentang sukses, banyak orang yang mengartikan kesuksesan terletak pada kehidupan di dunia ujungnya kedudukan atau harta, seperti pangkat yang tinggi, jabatan direktur atau manajer di level perusahaan, memiliki harta dan tabungan yang banyak. Fisik yang cantik atau tampan dengan pasangan serta keluarga yang bahagia pun menjadi standar kesuksesan termasuk memiliki banyak teman pejabat, artis, dan lain sebagainya. 

Sukses tersebut adalah sukses yang bersifat fana atau tidak akan abadi. Orang kaya bisa saja jatuh miskin atau hartanya ditinggal ketika ia mati. Jabatan akan pergi seiring usia pensiun, cantik akan sirna di telan waktu senja, dan seterusnya. 

Kesuksesan di dunia bukanlah hal yang mutlak untuk didahulukan dan tidak menjadi yang ditinggalkan demi mengejar akhirat saja. Justru sukses di dunia tersebut haruslah menjadi dasar pencapaian kehidupan sukses di akhirat.

Quran dan Sunah telah mengajarkan kepada kita untuk mendahulukan kesuksesan akhirat karena Allah ﷻ menjamin kebaikan dunia akan datang setelahnya. 

“Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Alloh ﷻ akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Alloh ﷻ akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (HR. Imam Ahmad)

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapus lah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud:15-16)

Membicarakan kesuksesan dunia dan akhirat sebagian besar orang percaya, bahwa kesuksesan, kegagalan hidupnya, atau keburukan yang menimpanya adalah tergantung atas usahanya sendiri. Sedang sebagian yang lain lebih percaya bahwa apa yang terjadi adalah karena sudah takdirnya. 
Banyak penelitian oleh para ahli dan akademisi mengenai penyebab (pusat) kendali hidup seseorang hingga ia menjadi sukses. Teori itu dikenal dengan sebutan locus of control.

Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian, yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu atau tidaknya seseorang mengontrol nasib atau peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control.

Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai konrol terhadap nasib atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki eksternal locus of control.

Dalam konteks agama, kedua tipe tersebut dikenal dengan kelompok Qodariyah dan Jabariyah. Dengan demikian kelompok Qodariyah memiliki internal locus of control, bahwa apakah seseorang sukses atau tidaknya di dunia, masuk surga ataupun neraka itu adalah karena dia sendiri yang menentukan.

Sedangkan kelompok Jabariyah memiliki eksternal locus of control. Jabariyah berasal dari kata jabr yang artinya paksaan, bahwa manusia terpaksa harus menjalani takdir hidupnya. Tokoh utama dari perspektif ini adalah Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.

Dalam pandangan ini manusia adalah lemah, tidak berdaya, seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak terlepas dari skenario dan kehendak Allah ﷻ. (Asyhari, 2016).

Contoh yang mudah dipahami ketika awal pandemi Covid-19 merebak di dunia, beberapa fatwa dari ijtima berbagai belahan dunia keluar, termasuk Indonesia. Kala itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan untuk menghidari penyebaran virus Corona dengan meniadakan salat jumat dan menggantikannya dengan salat duhur di rumah masing-masing. Mereka yang taat pada anjuran MUI berkeyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta segalanya, yakin bahwa Corona itu adalah ciptaan Tuhan, tetapi berbeda keyakinan atau pandangan bagi kelompok yang tidak mau taat. Tujuan dikeluarkan fatwa itu salah satu bentuk berihtiar atau berusaha untuk menjauhi kemungkinan-kemungkinan buruk, termasuk kemungkinan tertular atau menularkan virus Corona ketika tidak menjaga jarak atau berkumpul.

Dalam Islam dikenal bahwa kelompok masyarakat yang mengikuti anjuran MUI disebut dengan Qadariah, sementara Kelompok masyarakat yang menolak disebut dengan Jabariah. Dengan begitu, perilaku masyarakat menghadapi kebijakan pemerintah dan MUI terhadap virus Corona tidak lain adalah pertarungan antara dua aliran yaitu aliran Qadariah dan aliran Jabariah. Dua-duanya sejak lama ada dikalangan ummat Islam, tidak terkecuali di Indonesia dan sangat berpengaruh pada masyarakat muslim, baik dalam berpikir, bersikap dan berperilaku.

Tentunya muncul pertanyaan, mana yang paling benar dari kedua pandangan tersebut. Secara rasional masing-masing punya dasar dan alasan yang tidak akan ada ujungnya jika diperdebatkan.

Selanjutnya muncul pertanyaan kembali, sukses itu apakah memang takdir atau ikhtiari (usaha sendiri).

Bila dicari dari kitab suci Al Quran dan hadis, ternyata kedua pandangan tersebut ada dan didukung dengan nas-nas yang kuat.
Untuk sukses itu harus dimulai dengan diri sendiri, terdapat dukungan dari Quran Surat Ar Ra’d ayat 11.

Dalam ayat tersebut terlihat bahwa manusia sendirilah yang harus berusaha untuk perubahan dirinya.

“Sesungguhnya Alloh ﷻ tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. Ar Ra’d: 11)

Adapun untuk sukses karena sudah ditentukan sesuai takdirnya, terdapat beberapa ayat yang menunjukkan peran Tuhan dalam perilaku kita dan juga hadis sahih yang menjelaskan bahwa segala hal tentang manusia telah dituliskan dengan jelas masalah rejeki, ajal, amal, dan kecelakaan atau kebahagiaannya, ketika ruh janin berumur 40 hari.

“Padahal Alloh ﷻ-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shafaat: 96)

“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Alloh ﷻ. Sesungguhnya Alloh ﷻ adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Insan: 30)

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: Rasulullah ﷺ menyampaikan kepada kami: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” 
(HR. Bukhari dan Muslim)

Bila masing-masing pusat kontrol untuk sukses ada dukungannya, apakah memang ada pertentangan antara ayat-ayat Quran dan hadis, mengingat kedua pendapat bertolak belakang?
Mustahil ada pertentangan antara ayat Al Quran dengan ayat yang lain dan juga dengan hadis tersebut di atas tadi, walaupun sering dikutip banyak pihak, namun belum berisi keseluruhan ayat.

Bila kita baca keseluruhan ayat, maka ternyata tersirat bahwa kedua pandangan tersebut benar. 

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Alloh ﷻ. Sesungguhnya Alloh ﷻ tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Alloh ﷻ menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar Ra’d: 11)

Terlihat dalam ayat tersebut bahwa manusia dapat mengubah nasibnya, namun Alloh ﷻ juga Maha Berkehendak terhadap segala sesuatu, yang tidak dapat ditolak oleh makhluknya. Dengan demikian, kita akan melihat bahwa sukses itu adalah ikhtiari yang sudah ditakdirkan adalah benar dan tidak saling bertentangan.

Dalam Islam keyakinan akan kemampuan pada diri sendiri sangat penting, karena keyakinan membuat seoarang muslim mampu mengerahkan seluruh tindakan dan perilakunya. Keyakinan akan diri sendiri untuk mencapai kesuksesan dengan sendirinya akan menghapus keraguan, kegelapan, atau kebodohan yang mungkin membayanginya.

Sikap optimis akan kemampuan diri sendiri merupakan faktor yang sangat penting untuk menjadi orang yang maju dan sukses. Sikap optimis membuat kita senantiasa tegar, penuh harapan dalam menatap masa depan. Ketika timbul masalah berusaha dipecahkan dengan pendekatan yang rasional dan tetap dikembalikan pada ketentuan ilahi. Tinggalkan sikap berputus asa danyakinlah setiap ada kesulitan bersama itu ada kemudahan. 

Firman Allah ﷻ:
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Sedangkan meyakini takdir sebagai penentu kesuksesan juga perlu menjadi bagian dari pemahaman setiap mukmin. Takdir diyakini merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dan kehendak Allah ﷻ. Orang yang memahami takdir akan teguh menjalani kehidupan. 

Ia meyakini semua kebaikan dan keburukan semata atas kehendak-Nya. Segala sesuatu yang Alloh ﷻ kehendaki pasti terjadi, begitu juga sebaliknya, jika Allah ﷻ tidak menghendaki, tidak akan terjadi. Dan yakinlah setiap yang ditakdirkan-Nya, pastilah ada hikmahnya.

Alloh ﷻ berfirman, "Katakanlah: 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Alloh ﷻ untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Alloh ﷻ orang-orang yang beriman harus bertawakal'." (QS. at-Taubah: 51).

Takdir terkadang disikapi salah. Tidak jarang kita ketika mendapat kesulitan langsung berkeluh kesah, frustrasi, atau putus asa, bahkan berani menyalahkan Tuhan. Padahal, bisa jadi apa yang Alloh ﷻ takdirkan ialah untuk menguji seberapa kuat keimanan kita, siapa yang paling berhak berada di sisi-Nya. 

Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Alloh ﷻ apabila mencintai sebuah kaum, Dia mengujinya. Barang siapa yang ridha maka dia mendapatkan keridhaan dan siapa yang benci maka dia hanya akan mendapatkan kebencian." (HR. at-Tirmidzi).

Pahamilah takdir itu dengan penuh keimanan. Percaya dan meyakini sepenuh hati adalah kunci ketenangan hati. Sejatinya, takdir bertujuan agar seseorang merasa rendah di hadapan Alloh ﷻ. Menyadari bahwa hanya Dialah yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Gantungkan segala doa dan ikhtiar kita kepada-Nya. Lakukan yang terbaik dalam setiap prosesnya.

Alloh ﷻ telah menggariskan keputusan, dengan menuliskan takdir kehidupan bagi diri kita, namun semua tergantung pada pilihan kita apakah mengambil keputusan yang salah atau benar, jalan yang sesat (fujur), atau jalan yang benar (takwa). 

Suksesnya kita di dunia yang menjadi pondasi sukses kita di akhirat kelak.

Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha, yakni maka Alloh ﷻ mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. As-Syams: 8)

Ketika kita selalu berusaha berada dalam kebaikan, menjadi sesuatu yang sangat menakjubkan bagi seorang Mukmin, sebagaimana disabdakan Nabiullah ﷺ. "Sangat menakjubkan bagi orang Mukmin, apabila segala urusannya sangat baik baginya, dan itu tidak akan terjadi bagi seorang yang beriman, kecuali apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur, yang demikian itu sangat baik, dan apabila ia tertimpa kesusahan ia bersabar, yang demikian itu sangat baik baginya." (HR. Muslim).

Semuanya tergantung kita sebagai seorang mukmin ketika ingin sukses di dunia, bahwa ikhtiar adalah proses yang wajib dijalani disertai keyakinan apapun hasilnya semata karena takdir Alloh ﷻ. Begitupun untuk kesuksesan akhirat yang tentunya berharap masuk surga dengan ikhtiar amal-amal terbaik, menjauhi segala larangan-Nya, dan melaksanakan segala perintah-Nya.

Dengan demikian, jawaban sukses itu apakah takdir atau ikhtiari adalah dua-duanya benar sebagai syarat kumulatif yang harus dijalani setiap mukmin. 

Semoga kita dimampukan untuk memilih jalan yang baik dan benar, hingga mendapatkan kesuksesan dunia dan akhirat. Aamiin.

Wallahu a'lam

Pekanbaru, 23 Desember 2021

https://pijarpunbenderang.blogspot.com/2021/12/sukses-takdir-atau-ikhtiari.html

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamualaikum Ustadz, 

Hari ini pengumuman hasil CPNS, satu pekerjaan yang banyak didamba orang. Ada kejadian, seseorang yang tidak begitu berprestasi kuliahnya, juga di PT yang tidak favorit diterima CPNS. Padahal dia mengaku tidak mempersiapkan diri dengan baik karena sibuk bekerja sebagai tenaga bantu. 

Sedangkan satu lagi dia lulus cumlaude juga dari PT ternama malah gagal. Padahal dia yakin bisa mengerjakan soal dengan baik. 

Apakah ini yang dinamakan takdir? 
Karena pada akhirnya muncul rasa tidak adil, tidak percaya. Kok bisa? 
Bukankah hasil sebanding dengan usaha?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Iya adil dalam pandangan manusia belum tentru adil menurut Alloh ﷻ, pasti akan ada selalu ada hikmah, yang baru kita pahami setelah nya.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Alloh ﷻ mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216).

Bisa jadi Alloh ﷻ mentakdirkan ia tidak pantas sebagai PNS karena bisa jadi endingnya buruk, ia lebih pantas sebagai A, B, C bidang pekerjaan lain yang mungkin awalnya tidak sesuai menurutnya tapi endingnya baik. 

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Aisya ~Cikampek 
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatu.... 

1. Tadz Kenapa kata Takdir selalu di sandingkan dengan ikhtiar....???

2. Kalau rezeki sudah di takdir kan, kenapa harus di cari. Bukan kah juga akhirnya akan datang?

3. Begitu pun jodoh.
Kenapa harus ada ikhtiar....?

🔷Jawab: 
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

1. Takdir adalah ketetapan Alloh ﷻ yang terkait dengan sebab-sebab yang melahirkan akibat. Ikhtiar adalah upaya untuk meraih atau mencari sebab-sebab yang menjadi ketetapan Alloh ﷻ. Takdir dapat di definisikan sebagai hukum sebab-akibat yang berlaku secara pasti di bawah pengawasan Tuhan. Namun, ada pula di antara hal-hal itu yang dapat diupayakan agar dihindari. Di sanalah letak ikhtiar, sehingga takdir dan ikhtiar akan selalu beriringan.

2. Ada nash yang mendukung mengapa rezeki harus dijemput:
“Dialah yang menjadikan bumi mudah bagi kalian, maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah kalian dari rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15).

Makna ayat di atas bahwa orang yang bersungguh-sungguh dalam bekerja dan berusaha serta menyusuri pelosok bumi demi mencari rezeki di kisi-kisinya, maka dia akan makan dari rezeki Alloh ﷻ. Sedangkan orang yang malas-malasan dan enggan menyisir muka bumi untuk mencari rezeki, maka dia tidak berhak makan dari rezeki Alloh ﷻ.

Yang dimaksud jaminan Allah Ta’ala untuk memberikan rezeki kepada orang-orang yang hidup, termasuk jaminan rezeki-Nya terhadap seluruh binatang melata di muka bumi, adalah bahwa Alloh ﷻ menyediakan sebab-sebab dan sarana-sarana untuk mengais rezeki di bumi, baik di darat ataupun di lautan. Karena ketika Alloh ﷻ menciptakan bumi, Dia “Memberikan berkah di dalamnya dan telah menentukan makanan-makanannya.” (QS. Fushshilat: 10).

3. Karena kita tidak mengetahui takdir (qodar) siapa yang akhirnya berjodoh dengan kita, sehingga perlu ikhtiar, Jodoh si A, B, C itu merupakan ketentuan yang belum terjadi (Qoda), jadi perlu di usahakan agar mendapatkan yang terbaik. 

🌷Apakah setiap kesuksesan itu berkaitan dengan hasil dari takdir atau hasil dari ikhtiar nya tadz?

🔷Hasil dari keduanya, karena  kita beriman kepada Qoda dan Qodar.

Wallahu a'lam

Jawaban pertanyaan bisa di simak melalui:
https://pijarpunbenderang.blogspot.com/2021/12/sukses-takdir-atau-ikhtiari.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar