Minggu, 28 Februari 2021

HIDAYAH DAN KESESATAN

 


OLeH: Ustadz Syahirul Alim

        💘M a T e R i💘

Assalamu'alaikum  warahmatullah wabarakatuh

🌷HIDAYAH DAN KESESATAN

Jika merujuk pada sejarah panjang kehidupan manusia, sesungguhnya terminologi “sesat” (dlaall) itu mungkin hampir tidak ada, karena kesesatan tentu akibat dari cara berpikir atau perilakunya sendiri yang tidak mau menerima “kebenaran” atau “petunjuk” (hidayah). Padahal, telah diutus oleh Tuhan seorang Nabi ataupun Rasul kepada setiap umat manusia yang bertugas memberikan petunjuk akan sebuah kebenaran dan dalam hal tertentu, para rasul bahkan dilegitimasi oleh keberadaan kitab suci, petunjuk paling absah bagi seluruh kehidupan manusia. Oleh karenanya, setiap orang dibekali akal yang berfungsi membimbing setiap prilakunya agar selalu cenderung kepada kebaikan dan kebenaran, bukan pada kesalahan atau kesesatan.
Pernah suatu kali saya dianggap “sesat”, karena mengikuti tradisi tertentu yang dalam pandangan mereka yang merasa “benar”, kegiatan yang saya lakukan itu adalah bid’ah dan membuat kerusakan. Padahal, soal siapa yang sesat dan siapa yang diberi hidayah tentu saja adalah hak Alloh ﷻ, bukan wilayah manusia dalam hal penilaiannya. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad secara tegas menyatakan, “idzaa qaala ar-rajuulu halaka an-naas, fahuwa ahlakuhum” (jika ada seseorang yang menyatakan, anda sesat atau rusak maka dialah sebenarnya yang lebih sesat dan merusak). 

Qadli Iyadl dalam kitabnya “Masyaariq al-Anwar” menyatakan, bahwa kata “halaka” berkonotasi “merendahkan” (ihtiqarr) sekaligus “mengkerdilkan” (tashgir). Maka siapapun yang merendahkan dan mengecilkan pihak lain, maka sama halnya dengan menunjukkan kesombongan dan sedang menciptakan neraka bagi dirinya sendiri. 

Tuhan tentu saja selalu mengutus pada setiap umat manusia seorang utusan (Nabi dan Rasul) sebagai bentuk tanggungjawab-Nya sebagai Pencipta Tertinggi alam raya. Para Nabi ataupun Rasul adalah manusia pilihan Tuhan yang ditunjuk sesuai kehendak-Nya menyampaikan ajaran-ajaran kebajikan dan kebenaran, menunjukkan jalan-Nya dan memberi peringatan agar manusia tidak tersesat dari jalan-Nya. Tugas para Nabi dan Rasul adalah pemberi kabar gembira sekaligus pemberi peringatan kepada manusia yang terangkum dalam risalahnya. Para Nabi bukanlah “pemberi” hidayah, tetapi mereka dalah orang-orang yang “diberi” Alloh ﷻ hidayah (yahdii walaa yahdii) lalu menyampaikan segala kebenaran kepada umat manusia.

Hidayah tentu saja hak Alloh ﷻ untuk diberikan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya sehingga seseorang kemudian “menyesuaikan” (taufiiq) dengan apa yang menjadi kehendak Alloh ﷻ pada akhirnya. Abdurrahman bin Auf pernah suatu hari menanyakan kepada Aisyah, soal apa saja yang dilakukan Nabi ketika hendak salat malam. Lalu, Aisyah menjawab, bahwa Nabi jika akan mengawali salat malamnya beliau selalu saja membaca: 

اللهم رب جبريل وميكائيل وإسرافيل فاطر السماوات والأرض عالم الغيب والشهادة أنت تحكم بين عبادك فيما كانوا فيه يختلفون أهدني لما اختلف فيه من الحق بإذنك إنك تهدي من تشاء إلى صراطٍ مستقيم

“Duhai Tuhan Penguasa Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Mengetahui segala yang tersembunyi dan yang tampak, Engkaulah pemutus perkara diantara hamba-hamba-Mu atas setiap perbedaan diantara mereka, tunjukilah aku kebenaran dari segala hal yang bertentangan atas izin-Mu. Sungguh Engkaulah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus."

Nabi Muhammad sendiri sangat tidak berani menentukan sebuah kebenaran berdasarkan pengalamannya, karena dirinya selalu berharap bahwa Alloh ﷻ-lah yang membuka tabir kebenaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan memang telah diizinkan-Nya. Sangat penting kiranya, kenapa kemudian setiap umat muslim diwajibkan secara berulang-ulang membaca surat al-Fatihah di setiap raka’at salatnya, karena didalamnya ada ayat, “Ihdina as-shirathal mustaqiim” (tunjukilah kami ke jalan yang lurus). Manusia hanya dituntut untuk berdoa agar segala apa yang diperbuatnya “sesuai” dengan apa yang diinginkan Tuhan, bukan sebaliknya, apa yang kita lakukan seolah-olah telah sesuai dengan kehendak Tuhan.

Lalu, bagaimana sesungguhnya hidayah itu? Bilakah kita mencari dan menemukannya? Kenapa juga harus ada orang-orang yang hidup di jalan yang sesat? Tuhan tentu saja Maha Berkehendak dan seluruh sisi kehidupan manusia sesungguhnya telah tertulis secara terperinci di Lauh Mahfudz, dia diberi hidayahkah, disesatkan dari jalan-Nya, dan sebagainya. Setiap orang yang mendapat hidayah, tentu berlaku untuk dirinya sendiri dan siapapun yang kemudian “tersesat” dari jalan kebenaran, sudah pasti itu merupakan akibat dari ulahnya sendiri yang tidak mau melihat petunjuk kebenaran.

إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ ۖ فَمَنِ اهْتَدَىٰ فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۖ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka."

Kita yang telah diberi hidayah jika memang benar Alloh ﷻ telah memberikannya tentu tidak memikul tanggung jawab atas kesesatan orang lain atau pihak lain, karena tugas manusia yang memperoleh hidayah adalah semata-mata untuk dirinya sendiri. Keberadaan manusia di muka bumi ini tentu saja untuk saling mengenal, saling bekerjasama, saling menasihati, bukan saling klaim atas kebenaran atau saling tuduh atas kesesatan. Justru ketika banyak orang yang masih memaksakan kepada pihak lain untuk mengakui “kebenaran” versi mereka, tidak ubahnya mereka yang masih jauh dari hidayah-Nya, bahkan untuk mencapai “taufiq” Nya saja rasa-rasanya belum mampu.

Hidayah, tentu saja adalah hak Alloh ﷻ. Manusia tidak dapat memberi hidayah kepada manusia yang lain, sebab hidayah akan diberikan Alloh ﷻ kepada mereka yang senantiasa haus akan kebenaran dan terus menerus mencari kebenaran. 

Dalam surat al-an’am ayat 159 disebutkan:

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ ۚ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Alloh ﷻ, kemudian Alloh ﷻ akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat."

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0️⃣1️⃣ Mila ~ Tegal
Ustadz, saat hamba dapat petunjuk kebaikan, namun seiring berjalannya waktu ada kalanya mood atau keadaan iman kita naik turun. Saat sedang turun apakah yang baiknya  dilakukan agar tetap istiqomah dalam kebaikan dan kebenaran? 

🔷Jawab:
Iman memang naik-turun (yazidu wa yanqusu). Iman orang-orang seperti kita itu memang selalu begitu, tidak ada iman yang stabil, sebab iman yang stabil hanyalah dimiliki para malaikat, sedangkan iman yang terus naik dan meningkat adalah iman para Nabi dan rasul. Mereka para Nabi dan Rasul adalah orang-orang pilihan karena ketika mereka diuji oleh suatu ujian yang berat, bukan turun iman mereka tapi malah nambah. Itulah karena mereka manusia pilihan Alloh ﷻ. Maka, yang sebaiknya dilakukan seperti orang-orang seperti kita adalah menjaga iman dengan cara istiqamah melakukan amal yang kecil-kecil, tidak perlu yang besar-besar, sebab dalam hadis disebutkan:

 إن أحب العمل إلى الله أدومه وإنْ قلَّ

"Sesungguhnya amal yang paling dicintai Alloh ﷻ adalah mendawamkan amal, sekalipun amal itu kecil atau ringan."

Jadi, jangan sepelekan yang ringan ringan karena yang ringan jika kontinyu terus menerus itu yang paling dicintai Alloh ﷻ daripada amal yang besar tapi tercampur riya' atau malah sombong dan mengaharap pahala besar dari sisi Alloh ﷻ. Beramalah dengan ikhlas, kecil, ringan, sedikit tidak apa apa asal terus menerus. Contoh, sedekah yang kita lakukan kepada orang yang membutuhkan sejumlah 5000 atau 1000 ribu tapi rutin tiap Jumat kita lakukan, itu lebih bernilai dari pada menyumbang masjid jutaan tapi dibalik itu ada unsur riya' dan ingin dikenal orang bahkan untuk kesombongan. Satu hal lagi, untuk mengistiqomahkan iman, tambahlah perbuatan buruk dengan perbuatan baik. Jadi, setiap orang pasti punya salah dan khilaf, tambahlah dengan perbuatan baik, sebab perbuatan baik bisa menutup keburukan. 

Wallahu a'lam.

0️⃣2️⃣ Resti ~ Serang 
Assalamu'alaikum ustadz, 

Jadi bagaimana harusnya sikap kita jika menghadapi orang yang menyebut kita sesat karena mengikuti tradisi tertentu?

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Sikap kita mendoakan saja atau membiarkan yang bilang sesat kepada kita, karena kemungkinan mereka tidak tahu. Dalam salah satu hadist Rasulullah ﷺ bersabda:

 عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا قال الرجل هلك الناس فهو أهلكهم 
 
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Jika ada yang mengatakan "kamu sesat atau kamu rusak" maka yang bilang itu sesungguhnya lebih sesat."

Dalam konteks ini, orang yang menyesatkan orang lain berarti merendahkan (tahqir) atau menghina, sebab mereka merasa bahwa diri merekalah paling benar, padahal tidak boleh ada yang mengklaim paling benar, sebab kebenaran hanya milik Alloh ﷻ dan kita hanya berusaha mendekati dan mencari kebenaran (petunjuk) sesuai dengan apa yang kita tahu dan pelajari. Carilah kebenaran dan jangan sesekali merendahkan orang-orang yang sedang dalam mencari kebenaran. 

Wallahu a'lam.

0️⃣3️⃣ Safitri ~ Banten 
Ustadz,  ada orang yang ketika di waktu solat tahhajud ehh katanya dia malah dapat mimpi kalau dia lihat Tuhan, sampai akhirnya dia berdoa kalau memang Tuhan ada dan bentuknya nyata tunjukanlah. Akhirnya didalam mimpi itu dia melihat Tuhan, Tuhannya nyamperin tersenyum sama dia pada akhirnya dia pindah agama.

Dalam kasus ini bagaimana ustadz? 
Sekarang banyak yang pindah agama dengan alasan dan pendapat seperti itu bahwa itu adalah hidayah dan jalan mereka.

🔷Jawab:
Pertama kita harus tahu, bahwa hidayah itu bukan berasal dari mimpi tapi dari proses pencarian dengan berangkat dari ketauhidan bahwa Alloh ﷻ adalah Dzat yang tidak ada sesuatupun yang sama atau menyerupai dengan mahluk-Nya (laisa kamitslihi syaiun). Mimpi bertemu Tuhan jelas suatu kebohongan yang dibuat buat, jangan jangan itu adalah godaan setan ke dalam dirinya. 

Jangankan mimpi bertemu Alloh ﷻ, mimpi bertemu Nabi Muhammad saja tidak ada yang menceritakan, karena sekalipun ada yang bermimpi bertemu Nabi, biasanya Nabi selalu tersamar wajahnya tidak tampak jelas. Hidayah itu diperoleh dari proses pencarian kebenaran, melalui belajar, dan mencari pengetahuan seluas-luasnya, maka disitulah pada akhirnya kebenaran terungkap dan Islam-lah agama yang paling benar dari sisi kebenaran: Islam mengajarkan patuh dan tunduk kepada Alloh ﷻ, tidak menyerupakan Alloh ﷻ dengan apapun dan Alloh ﷻ itu Maha Esa, tidak ada Tuhan lain selain Dia. 

Islamlah agama yang tauhidnya paling murni, karena benar-benar Meng-Esakan Tuhan, silahkan bandingkan dengan agama lainnya yang hampir menyekutukan Tuhan. Mereka yang murtad, bukan mendapat hidayah, tapi justru sebaliknya Alloh ﷻ membuat mereka sesat karena mereka sendiri yang sengaja menyimpang dari jalan kebenaran. Semakin dia jauh menyimpang, maka Alloh ﷻ akan terus membiarkan dia dalam kesesatan, namun ketika mereka kembali ke jalan yang lurus Alloh ﷻ akan terus tunjukkan dan anugerahkan hidayah-Nya kepadanya. Inilah yang dimaksud dalam firman Alloh ﷻ surat Al-Qalam: 7.

 إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

"Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."

Wallahu a'lam

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Carilah kebenaran darimanapun sumbernya, jangan pernah merendahkan mereka yang sedang dalam pencarian kebenaran. Tetaplah ISTIQAMAH dalam kebaikan, seringan apapun itu dan sekecil apapun itu, karena amal yang kecil tapi terus menerus itulah yang paling disukai Alloh ﷻ. Tetaplah belajar dan menuntut ilmu, tetap jaga silaturrahim antar sesama dan menjaga persatuan.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar