Minggu, 31 Juli 2022

TIPS MEMUPUK CINTA, MENUAI PAHALA DALAM RUMAH TANGGA


OLeH: Ustadzah Azizah, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸 TIPS MEMUPUK CINTA, MENUAI PAHALA DALAM RUMAH TANGGA 

بسم الله الرحمن الرحيم

✿ ️اَلسَّلَامُے عَلَيْكُمْے وَرَحْمَةُ اللَّهےِوَبَرَكاَتُهْے

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد

Cinta itu anugerah Alloh ﷻ maka berbahagialah. Karena cinta kita menemukan kebermaknaan dalam menjalani hidup. Cinta mengajarkan kita untuk ikhlas berkorban, menahan ego diri, membersamai dengan hati, dan mengajarkan kesanggupan untuk berjuang sampai di akhir pengabdian.

Cinta dua anak manusia Alloh ﷻ pertemukan atas ijin-Nya. Sesuatu yang tadinya haram menjadi halal tersebab akad. Betapa sakral saat ijab itu disematkan. Arsy Alloh ﷻ bergetar, persaksian yang kokoh siap dipertanggungjawabkan sampai kelak bertemu di Yaumil akhir.

Menjalani hidup berumah tangga tidaklah mudah. Tersebab ibadah terlama itu bernama rumah tangga. Ada banyak ujian, musibah silih berganti dengan tawa dan tangis bahagia. Karena sejatinya hidup itu hanya menunggu pergiliran antara sedih dan bahagia. Semua tidak ada yang abadi. 

Tatkala kepedihan merundung jiwa percayalah dia akan berakhir pada saatnya. Untuk itu, disaat kita di uji dengan kesedihan Alloh ﷻ meminta kita untuk bersabar, terus ikhtiar sampai Dia memberikan jalan keluar. Begitupun saat-saat bahagia menyapa, Alloh ﷻ ingatkan agar kita tidak terlena, tetap dalam kesyukuran jangan sampai isrof atau berlebihan, karena Rasul mengingatkan, banyak insan yang tidak lolos saat di uji dengan kebahagiaan. Maka kebahagian dan kemudahan itu menjadi "istidraj" baginya. Naudzubillah...

Apakah itu istidraj? 
Ia adalah berbagai kemudahan dan kebahagiaan yang menyebabkan seseorang lupa untuk semakin bersyukur, justru berbagai kemudahan yang ia dapatkan itu membuat ia semakin jauh dari tuntunan Rabbnya. 

Untuk itu dalam rumah tangga ada fungsi untuk saling mengingatkan, antara suami sebagai pemimpin, istri sebagai ratu rumah tangga, dan anak-anak sebagai amanah dari Alloh ﷻ.

Sering kita dengar kalimat "baiti jannati" rumahku surga ku. Adalah mungkin saat rumah menjadi tempat untuk mendapatkan begitu banyak pahala didalamnya. Maka tidak hanya surga dunia, surga akhirat pun akan diraih bersama, jika masing-masing anggota rumah, sadar dan menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik.

Setidaknya ada 3 komponen inti di dalam sebuah rumah tangga yakni:

(1) Seorang kepala rumah tangga atau suami atau ayah. Dia adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk membingkai visi dan misi rumah tangga, dan mendelegasikan dengan cara yang ma'ruf atau baik. Dia yang senantiasa harus sadar bagaimana menjalankan tugasnya menjadi seorang imam. Sebab dialah sang nahkoda yang akan menancapkan sauh bahtera sampai di dermaga samara atau sebaliknya. 

(2) Seorang istri, dan ibu adalah ratu sekaligus manajer handal. Dialah penerima estafet kepemimpinan di dalam rumah, disaat sang nahkoda tidak ada di rumah. Istri yang amanah adalah rezeki yang tidak terkira bagi seorang suami. Bahkan dalam salah satu tulisan, disebutkan, jika ingin merusak satu generasi maka rusaklah ibunya. Maka generasi nya akan lebih mudah di rusak. Dari seorang ibu generasi peradaban terlahirkan. Dari pola asuh dan bimbingan ibulah karakter positif anak-anak akan terbentuk.

(3) Anak-anak. Anak adalah amanah. Mereka tidak semata anugerah kebahagiaan dan perhiasan di dunia. Tapi mereka adalah tabungan amal ukhrowi kedua orang tuanya. Anak adalah tanggung jawab abadi di hadapan ilahi Rabbi. 

Ada beberapa tips yqng bisa memupuk cinta dan meraih pahala di dalam rumah diantaranya:

1) Ayah adalah sosok kepala sekolah yang mengayomi. Jika rumah ibarat sekolah maka ayahlah sang kepala sekolah. Jika kepala sekolah disiplin dengan aturan-aturan, senantiasa mengapresiasi sesederhana apapun capaian anak buahnya (yakni guru atau istri, dan siswa atau anak) maka akan melahirkan rasa trust atau percaya, nyaman dan di hargai. 

Sebaliknya, jika ia hadir sebagai sosok yang otoriter, kaku, susah untuk diajak bekerjasama, maunya hanya di dengar dan tidak mau mendengarkan, maka akan sangat mungkin orang-orang disekelilingnya akan merasa tertekan, takut, tidak nyaman, dan selalu ingin memberontak, disebabkan hilangnya rasa tidak dihargai, dan ada ketidakadilan.

Coba kita simak dari dalil berikut.
Dari Tsabit bin Ubaid radhiallahu ‘anhu berkata:

عن ثابت بن عبيد رحمه الله قال : مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَجَلَّ إِذَا جَلَسَ مَعَ الْقَوْمِ ، وَلاَ أَفْكَهَ فِي بَيْتِهِ ، مِنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِت

"Aku belum pernah melihat seorang yang demikian berwibawa saat duduk bersama kawan kawan namun demikian akrab dan kocak saat berada di rumah melebihi Zaid bin Tsabit.” (Al-Adab al-Mufrad karya al-Bukhari no 286).

Harusnya ayah menjadi sosok "cinta pertama dalam hidup seorang anak perempuan." Dan menjadi "contoh leader" bagi anak laki-lakinya. Dari sosok ayahlah mereka tumbuh dan memiliki karakter positif yang kuat.

Rasulullah ﷺ) bersabda:
“Sesungguhnya Alloh ﷻ itu lembut dan cinta kelembutan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2) Jika ayah adalah kepala sekolah, maka sosok ibu adalah guru. Ibu adalah guru kehidupan bagi anak-anaknya. Dari seorang ibu anak bermula belajar tentang banyak hal di masa golden age nya. Ibulah yang menanamkan lapis-lapis keberagaman rasa dan bagaimana menyikapinya. 

Jika seorang istri diberikan kebahagiaan lahir dan batin. Maka ia akan berkorelasi positif pada saat proses pengasuhan sang buah hati, dia optimal saat membersamai tumbuh kembangnya. Dia akan hadir sebagai sosok charge energi yang tidak pernah padam. Membersamai anak-anak dengan kesadaran penuh bahwa kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah diamanahkan. 

3) Anak-anak ibarat siswa yang dititipkan untuk diberikan bekal tidak hanya pengetahuan tentang kehidupan duniawi, lebih dari itu anak perlu dibekali untuk menjalani kehidupan yang abadi nanti, setelah mati.

Ini perlu proses yang sungguh-sungguh, anak adalah tabungan ukhrowi, ia hadir dengan pertanggung jawaban yang abadi. Pembiasaan untuk melakukan ritual ibadah, perlu dilakukan sedini mungkin. Benar kata pepatah "ala bisa karena biasa." Anak-anak yang dibiasa kan melakukan sholat, belajar huruf-huruf Hijaiyah sampai bisa tilawah sendiri, belajar puasa bertahap, mengenal rukun iman, rukun Islam, bagi yang muslim sangat penting di kenalkan sejak dini. Sehingga ia terbiasa dengan rutinitas ibadah.

4) Membiasakan saat, makan bersama "no gadget." Sehingga suasana yang terbangun adalah komunikasi dua arah yang hidup, karena saling menimpali dan saling mendengarkan. 

5) Rihlah atau wisata bersama meski tidak harus jauh-jauh dengan biaya besar, cukuplah tadabbur alam, mensyukuri nikmat masih bisa menghirup udara tanpa alat penunjang pernafasan, berjalan tanpa bantuan alat, maka rihlah bernilai tafakkur atas nikmat, akan lebih menjadikan diri hamba yang Abdan syakuro (hamba yang pandai bersyukur atas segala nikmat).

6) Melatih kepekaan sosial, empaty anak dengan sesekali berkunjung ke panti atau kampung yang "minus." Biarkan anak-anak berbagi milik mereka dengan temannya yang tidak seberuntung dirinya. Dan katakan bahwa manusia yang paling dicintai Alloh ﷻ adalah hamba-Nya yang paling banyak membawa manfaat buat sekelilingnya. Maka kelak saat ia dewasa dan mandiri ia akan menjadi pribadi yang mudah untuk berbagi Rezeki. 

7) Berikan waktu khusus pada setiap anggota keluarga untuk me time. Bisa antara ayah dengan anak sulung, ibu dengan adik, adik dengan kakak, ayah dengan ibu. Agar terbangun Bonding yang positif, dan rasa trust untuk sharing atau curhat. Ini penting sebelum anak-anak beranjak remaja, dan ia lebih merasa nyaman dengan peer group nya. Seperti apapun harusnya rumah menjadi tempat ternyaman untuk "pulang".

8) Yang paling utama dalam proses membersamai tumbuh kembang anak adalah pengokohan atas akidah dan akhlak. Jika akidah dan akhlak sudah tertanam kokoh sejak kecil, insyaAllah anak-anak jauh lebih save saat melalui masa-masa pubertas, dan saat mereka menjalani kehidupan di dunia Maya atau virtual, sebab dalam diri mereka tertanam Allahu ma'ana (Alloh ﷻ bersamaku). Dia tidak akan kebablasan dalam bergaul, dan saat berhadapan dengan layar virtual tanpa pengawasan orang tuanya. 

9) Selayaknya setiap anggota rumah tangga, berusaha memaksimalkan waktu untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat. Bukan tidak boleh santai-santai, yang tidak boleh adalah santai-santai dengan waktu sampai melalaikan kewajiban. Coba kita simak dalil berikut ini.

Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah menyebutkan sebuah perkataan:⁣
"Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang akan menebasmu. Dan jiwamu jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkan mu dalam kebatilan."
(Dinukil oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dlm kitabnya Al-Jawaab Al-Kaafi hal 109 dan Madaarijus Saalikiin 3/129).⁣

10) Jadikan setiap musibah dan cobaan adalah saat untuk saling menguatkan. Bukan untuk saling menyalahkan, bangun rasa empati dan saling support untuk terus sabar, dan dikuatkan melalui hari-hari yang berat.

Akhirul Kalam, semoga kita termasuk orang-orang yang pandai menjaga amanah dalam keluarga. Dan mengumpulkan kita kelak bersama-sama di syurga-Nya. Aamiin

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك 

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم 

Wallahu a’lam bishawab

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Evi ~ Jakarta 
Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh Bunda,

1. Ayah sebagai sosok cinta pertama anak perempuannya, tapi jika si Ayah enggan berkomunikasi layaknya Ayah bagaimana seharusnya sikap istrinya? Teman bercerita jika dua bulan ini suaminya dingin terhadap dirinya dan anak perempuan nya, tidak mau berkomunikasi, bermain cerita menemani belajar sampai satu waktu ibunya mendengar dia curhat dengan pamannya kalau ayahnya bersikap seperti itu?

2. Jika seorang suami masih dalam tahap belajar Al Quran dan si anak minta diajari dan menanyakan pelajaran fiqih ke ayahnya bagaimana kita sebagai ibu memberikan pengertian kepada si anak? 

Terimakasih untuk jawabannya.

Wassalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh 

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh 

1. Yang paling penting bagaimana kita sebagai seorang ibu dan juga istri menanamkan rasa tanggung jawab dari seorang ayah. Karena tidak semua ayah terbiasa dengan komunikasi yang verbal maupun dengan sikap. Dalam artian ada seorang ayah yang dibesarkan dalam suasana yang sangat kaku, tidak biasa bercanda, akan sangat membentuk bagaimana dia bersama keluarganya nanti. Jadi ini juga mempengaruhi karena dia dididik sangat disiplin tanpa manja dan tangis. Seorang istri harus bisa menjembatani hal ini.

Ngobrol dengan ayah bagaimana kebutuhan putrinya tentang sosok ayah yang diinginkan. Awalnya terasa kaku, bagaimanapun itu bukan kepribadian dia. Berbeda dengan ayah yang sedari kecil dibiasakan hidup dengan humble di tengah keluarga. Saling memuji, memeluk dan sebagainya. 

Tetapi yang paling penting disini, tetap menanamkan pada anak-anak bahwa ayah bersikap seperti itu karena latar belakang kehidupan beliau, bukan berarti mengabaikan. Tetap tonjolkan sisi positif. 

Sedangkan kepada ayah tetap sampaikan bahwa anak anak butuh figur yang hangat. Kelak mereka akan berumahtangga dan sosok itu akan hadir dalam kehidupannya. 

Perlu intensitas berkomunikasi, bagaimana menyampaikan kepada anak tanpa menjatuhkan harga diri ayah. Ada me time antara ayah dan anak. 

2. Tidak semua hal yang diperlukan anak, ayah harus menjadi super hero. Anak perlu tahu juga keterbatasan kemampuan orang tuanya. 

Misal bunda tidak canggih urusan HP, laptop dan sebagainya, anak-anak tidak kemudian menghina bundanya. Mereka paham bahwa ibunya tidak bisa dipaksa paham. 

Tentang fiqih, kita sebaiknya banyak kegiatan yang menambah wawasan kita. Bisa lewat fb, ig. Kita ikuti ustadz yang kredibel, yang paham tentang fiqih. Disitu kita bisa banyak bertanya. 

Jujur saja, ini bukan kapasitas ayah untuk menjawab, tetapi ayah akan mencari cara bagaimana menjawab ini. Atau mencari bersama anak. 

Misal anak saya bertanya : Apakah pohon khuldi yang dimakan oleh nabi Adam itu masih ada sekarang di surga? 
Tentunya saya tidak berani menjawab karena di luar ranah, yang harus dijawab yang benar, tidak boleh bohong. 
Saya sampaikan: ibu tidak bisa menjawab ini tetapi ibu akan bertanya saat pengajian dengan Ustadz  Prof. Didin yang hafidz quran dan paham hal ini. Saya ajak anak untuk ikut mendengarkan jawaban beliau. 

Itu cara kami ketika pertanyaan membutuhkan dalil untuk menjawab. Jadi anak terbiasa menemukan jawaban tentang agama memang berkaitan dengan ayat, tidak mengarang bebas. Karena masalah agama bukan fiksi. 

Kedua, jika suami masih dalam taraf belajar kemudian pertanyaan sedemikian rumit, bukan ranah yang bisa dijawab dengan mudah, maka jalan keluarnya mencari bersama dan hati-hati biar tidak menemukan yang sesat. Minta rekomendasi dari orang orang agar sesuai syariat.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣2️⃣ Tia ~ Bandung
Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh

Bunda bagaimana jika kepala rumah tangga adalah ibunya
Manajer rumah tangga adalah ibunya? Jadi yang mengatur semua urusan rumah tangga.

Semua keputusan yang diambil bukan istri atau suami tapi ibu lah yang mengambil semua keputusan jadi anak harus ngikut dan tidak boleh membantah.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Perlu diskusi. Disampaikan bahwa lelaki punya power untuk menyampaikan inilah keputusan keluarga. Tetapi selama keputusan atau saran yang disampaikan orang tua itu bagus, kenapa tidak? Atau bersama dicari solusi jalan tengahnya. Karena biasanya orang tua itu tidak sama sikap terhadap satu anak dengan anak lainnya. 
Misalnya anak ini di mata ibunya tidak pernah salah, padahal jelas dia bersalah. Berat sebelah. 
Ini pelajaran buat kita ke depan ketika mendidik anak-anak kita, kita tidak boleh seperti itu. Berikan kemerdekaan untuk bisa mengambil keputusan. Apalagi terhadap anak lelaki. Karena seperti apapun laki-laki itu adalah pemimpin. 

Orang tua juga tidak bisa diabaikan. Karena tidak ada mantan orang tua. 
Alangkah baiknya jika semua dibicarakan, dikomunikasikan dengan baik, mendengarkan. 

Bisa jadi orang tua merasa lebih power, merasa yang membesarkan, yang paham. Ini menjadi evaluasi kita. Bisa jadi keputusan yang diambil ibu itu salah. Nah itu bisa menjadi bahan diskusi. Ibu kemarin pinginnya seperti ini tapi ibu memaksa mengambil keputusan ini. Kalau akhirnya seperti ini bagaimana? Jadi tolong ke depan beri kami ruang untuk mengambil keputusan itu. Dengan begitu ada komunikasi, ada perenungan dari ibu, ternyata saranku tidak bener. 

Inti dari rumah tangga adalah komunikasi. Selama komunikasi lancar, kita bisa menyampaikan dengan cara yang baik, insyaaAllah baik. 

Jangan lupa mohon doa untuk melembutkan hati orang tua. Karena bagaimanapun tanpa orang tua kita bukan siapa-siapa. Yang dikhawatirkan kelak kemudian anak kita menjadi anak yang membantah, tidak mendengar apa yang kita katakan. Ini menjadi evaluasi kita. 

Ketika saran yang diberikan orang tua positif, dan membawa kemaslahatan, kenapa tidak? 
Ketika sesuatu itu urgent, harus diputuskan oleh seorang suami, maka berikan pengertian ibu. 
Karena sebenarnya ketika seorang ibu memahami bahwa seperti ini tidak ada dalam agama misalnya dan kita menyampaikan dengan cara yang baik, insyaaAllah beliau paham kok. 

Satu contoh pengalaman pribadi saya. Di kampung biasa ada acara empat bulanan, tujuh bulanan kalau hamil. Ada juga hal lain yang sifatnya 'klenik'. 
Karena saya ngaji dan tahu itu tidak ada tuntunannya, saya sampaikan ke ibu, saya tidak mau seperti itu. 
Tentu ibu protes dan bertanya kenapa begitu. 
Saya jelaskan lebih baik begini begitu. Komunikasi yang baik penting agar menemukan titik temu terbaik.

Wallahu a’lam bishawab

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Rumah tangga adalah amanah. Ia adalah tanggung jawab besar yang akan kita pertanggung jawabkan kelak saat kita di atas Mizan. Untuk itu, butuh ilmu  butuh kesabaran, butuh keseriusan untuk terus belajar menjadi orang tua yang baik.

Selayaknya sebagai orang tua kita harus saling mengisi
Karena berumah tangga itu bukan berharap kesempurnaan.

Namun lebih kepada sempurna menerima kekurangan masing-masing pasangan.

Seorang yang sempurna ia tak akan pernah pergi saat melihat ada kekurangan, tapi ia akan berjuang untuk terus membersamai meski itu tidaklah mudah.

Wallahu a’lam bishawab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar