Minggu, 31 Juli 2022

DI TEPI JURANG UJUB


OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸 DI TEPI JURANG UJUB

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.

Para hadirin yang dirahmati oleh Alloh ﷻ, puji syukur kita panjatkan yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga pada kali ini kita semua dapat berkumpul di tempat sederhana ini dalam keadaan yang sehat. Alhamdulillah.

Sholawat teriring salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, dengan bersama-sama kita lafalkan “Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa alaa alihi sayyidina Muhammad.”

Sahabat-sahabatku.... 

Ujub diartikan sebagai perilaku atau sifat mengagumi diri sendiri dan senantiasa membanggakan dirinya sendiri. Sifat ujub adalah salah satu sifat tercela atau sifat yang harus dihindari oleh umat muslim karena sifat ini bisa membuat seseorang menjadi sombong maupun riya'. Maka banyak orang yang baru sedikit beramal, sudah percaya diri menjadi penghuni surga, lantaran penyakit ini.

Sifat ujub ini sangat berbahaya dan membinasakan. Jika pelaku dosa dan suatu saat dia menyadari dosanya dan segera bertaubat, maka itu lebih baik daripada orang yang banyak amalan tapi ujub.

Sehingga para sahabat dan generasi salafus shalih senantiasa menjaga diri mereka agar tidak terjerumus kepada sifat ujub. Diantara cara yang mereka lakukan untuk menjaga diri dari sifat ujub ini adalah, menggabungkan antara kualitas amalan dengan ketakutan, jika amal mereka tidak diterima oleh Alloh ﷻ. Sehingga tidak ada peluang hati untuk merasa lebih baik.

Ujub adalah sikap mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain. Imam al-Ghazali pernah berkata “Perasaan ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Alloh ﷻ.”

Dalam hadits yang ma’ruf disebutkan,

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).” (HR. Abdur Razaq, hadist hasan)

Sifat ‘ujub membawa akibat buruk dan menyeret kepada kehancuran, baik bagi pelakunya maupun bagi amal perbuatannya.

Diantara dampak dari sifat ‘ujub tersebut adalah:

◾Membatalkan Pahala

Seseorang yang merasa ‘ujub dengan amal kebajikannya, maka pahalanya akan gugur dan amalannya akan sia-sia karena Alloh ﷻ tidak akan menerima amalan kebajikan sedikitpun kecuali dengan ikhlas karena-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tiga hal yang membinasakan : Kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.” (HR. Thabrani).

◾Menyebabkan Murka Alloh ﷻ

Nabi ﷺ bersabda, “Seseorang yang menyesali dosanya, maka ia menanti rahmat Alloh ﷻ. Sedang seseorang yang merasa ‘ujub, maka ia menanti murka Alloh ﷻ.” (HR. Baihaqi)

Perasaan ‘ujub menyebabkan murka Alloh ﷻ, karena ‘ujub telah mengingkari karunia Alloh ﷻ yang seharusnya kita syukuri.

◾Terjerumus Ke Dalam Sikap Ghurur (terperdaya) Dan Takabur

Orang yang kagum pada diri sendiri akan lupa melakukan instropeksi diri. Bersamaan dengan perjalanan waktu, hal itu akan menjadi penyakit hatinya. Pada akhirnya ia terbiasa meremehkan orang lain atau merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain dan tidak mau menghormati orang lain. Itulah yang disebut takabur. Nabi ﷺ bersabda, ”Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat perasaan sombong meskipun hanya sebesar biji sawi." (HR. Nasa’i)

◾Menyebabkan Mengumbar Nafsu Dan Melupakan Dosa-dosa

Seseorang yang mempunyai perasaan ‘ujub akan selalu menilai dirinya baik dan tidak pernah menilai dirinya buruk dan serba kekurangan, sehingga ia selalu mengumbar keinginan hawa nafsunya dan tidak merasa kalau dirinya telah berbuat dosa. Nabi ﷺ bersabda, “Andaikan kalian tidak pernah berbuat dosa sedikitpun, pasti aku khawatir kalau kalian berbuat dosa yang lebih besar, yaitu perasaan ujub,” (HR. Al Bazzar)

◾Menyebabkan Orang Lain Membenci Pelakunya

Pada umumnya, orang tidak suka terhadap orang yang membanggakan diri, mengagumi diri sendiri, dan sombong. Oleh karena itu, orang yang ‘ujub tidak akan banyak temannya, bahkan ia akan dibenci meskipun luas ilmunya dan terpandang kedudukannya. Syeikh Mustafa As Sibai berkata, “Separuh kepandaian yang disertai tawadhu’ lebih disenangi oleh orang banyak dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada kepandaian yang sempurna yang disertai kecongkakan.”

◾Menyebabkan Su’ul Khotimah Dan Kerugian Di Akhirat

Nabi ﷺ bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut kembali pemberiannya, seorang yang durhaka, dan pecandu minuman keras.” (HR. Nasa’i)

Orang yang mempunyai sifat ‘ujub biasanya suka menyebut-nyebut kembali sesuatu yang sudah diberikan. Umar r.a pernah berkata, ”Siapapun yang mengakui dirinya berilmu, maka ia seorang yang bodoh dan siapapun yang mengaku dirinya akan masuk surga, maka ia akan masuk neraka.”

Qatadah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, atau pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhu’, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat.”

◾Jatuh Dalam Jerat-jerat Kesombongan

Sebab ujub merupakan pintu menuju kesombongan.

◾Dijauhkan Dari Pertolongan Alloh ﷻ

Allah Subahanahu Wata’ala berfirman:

“Orang-orang yang berjihad (untuk mencari keri-dhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS  Al-Ankabut: 69)

◾Terpuruk Dalam Menghadapi Berbagai Krisis Dan Cobaan Kehidupan

Bila cobaan dan musibah datang menerpa, orang-orang yang terjangkiti penyakit ujub akan berteriak: ‘Hey teman-teman, carilah keselamatan masing-masing!’ Berbeda halnya dengan orang-orang yang teguh di atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka tidak akan melanggar rambu-rambu, sebagaimana yang dituturkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Siapakah yang mampu lari dari hari kematian? Bukankah hari kematian hari yang telah ditetapkan? Bila sesuatu yang belum ditetapkan, tentu aku dapat lari darinya. Namun siapakah yang dapat menghindar dari takdir?

◾Dibenci Dan Dijauhi Orang-orang

Tentu saja, seseorang akan diperlakukan sebagaimana ia memperlakukan orang lain. Jika ia memperlakukan orang lain dengan baik, niscaya orang lain akan membalas lebih baik kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (QS. An-Nisa’: 86)

Namun seseorang kerap kali meremehkan orang lain, ia menganggap orang lain tidak ada apa-apanya dibandingkan dirinya. Tentu saja tidak ada orang yang senang kepadanya. Sebagaimana kata pepatah ‘Jika engkau menyepelekan orang lain, ingatlah! Orang lain juga akan menyepelekan mu.

◾Gengsi Menerima Masukan

Orang yang ujub suka merendahkan orang lain sehingga sulit menerima taushiyyah, semakin keras hati dan keras kepala.

◾Azab Dan Pembalasan Cepat Ataupun Lambat

Seorang yang terkena penyakit ujub pasti akan merasakan pembalasan atas sikapnya itu. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Ketika seorang lelaki berjalan dengan mengenakan pakaian yang necis, rambut tersisir rapi sehingga ia takjub pada dirinya sendiri, seketika Alloh ﷻ membenamkannya hingga ia terpuruk ke dasar bumi sampai hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhari)

Hukuman ini dirasakannya di dunia akibat sifat ujub. Dengan begitu kita harus berhati-hati dari sifat ujub ini, dan hendaknya kita memberikan nasihat kepada orang-orang yang terkena penyakit ujub ini, yaitu orang-orang yang menganggap hebat amal mereka dan menyepelekan amal orang lain. 

Wallahu a’lam bishawab

Demikian dari saya malam ini. Semoga bermanfaat. 

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Dwi ~ Bandung
Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh Ustadzah Irna sayang,

1. Bagaimana caranya agar Kita bisa membendung diri dari sifat ujub yang selintas tersirat dalam pikiran dan bagaimana caranya untuk bertaubat?

2. Mohon pencerahannya bagaimana sikap kita bila menghadapi Orang yang mempunyai sifat Ujub ini dengan usaha untuk selalu menegur dan mengingatkannya tetapi terkadang sulit karena masih merasa dia segalanya bisa semuanya.

Jazakillah Khairan Ustadzah mohon Jawabannya.
Love Ustadzah Irna yang keren.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

1. Cara agar terhindar dari Ujub, saya kutip saja petuah dari Imam Al Ghazali : 

Ketika memandang orang lain, pandanglah bahwa mereka pasti lebih baik dari dirimu.

Bila kamu bertemu anak kecil, ingatlah bahwa ia pasti lebih baik dari kita. Dosa anak-anak kecil tidak sebanyak dirimu. Umurnya yang masih muda memungkinkan ia belum pernah bermaksiat kepada Alloh ﷻ. Sementara diri kita yang sudah lebih berumur, tentu dosa dan maksiat yang dilakukan lebih banyak.

Bila bertemu orang yang lebih tua, sadarilah bahwa ia pasti lebih baik dari kita. Umurnya yang lebih banyak dibanding kita membuatnya lebih banyak melakukan ibadah dibanding kita.

Ketika bertemu orang berilmu, pandanglah ia sebagai seseorang yang telah menerima anugerah yang tidak Alloh ﷻ titipkan kepada kita. Ia lebih banyak menjangkau dari apa yang kita capai. Tentu saja ia mengetahui lebih banyak hal dibanding apa yang kita ketahui. Pemikiran ini pastinya tidak akan membuat kita merasa sepadan, apalagi merasa lebih baik dari dirinya.

Jika bertemu dengan orang yang dianggap bodoh, ingatlah bahwa jika ia berbuat kesalahan atau bermaksiat, ia melakukannya karena ketidaktahuannya. Sementara kita yang lebih tahu, tentu akan bermaksiat dengan keilmuan yang kita ketahui. Inilah yang akan membuat kita menerima penghitungan yang lebih di akhirat kelak.

Apabila bertemu dengan orang yang kafir, berprasangka baiklah, karena kita tidak tahu akhir hayat seseorang. Orang yang hari ini kafir, bisa jadi suatu hari menerima hidayah dan Islam, menumbuhkan ketaatan yang lebih dalam, lalu meninggal dengan amalan terbaiknya. Jika ini terjadi, ia akan keluar dari dosa-dosa masa lalu sebagaimana keluarnya sehelai rambut dari adonan roti. Sangat mudah. Sementara kita yang dengan ijin Alloh ﷻ telah beriman, bisa jadi akan tersesat di ujung usia, sehingga menjadi kafir. Kemudian meninggal dengan amal terburuk (Su’ul Khotimah).

2. Kalau sudah diingatkan, maka selanjutnya doakan, karena hidayah hanya milik Alloh ﷻ, bukan kuasa kita.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣2️⃣ Cucu Cudliah ~ Tasikmalaya
Bagaimana dengan sikap menceritakan kebaikan dan prestasi anak-anak kita atau menceritakan perjuangan kita dari terpuruk sehingga bisa bangkit dan sukses dalam pandangan Islam? 

Tetapi terlebih dahulu sebelum menceritakan hal di atas, kita memuji Alloh ﷻ dahulu, tasyakkur bini'mat.

🌸Jawab:
Tergantung niat bund, kalau niatnya untuk memotivasi orang lian insyaaAllah baik. 

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣3️⃣ Nick ~ Cilegon 
Mi, jadi misalnya saya lihat postingan Foto teman terus tiba-tiba dalam hati bilang "masih jauh lebih baik saya' berarti itu termasuk ujub ya umm? Terus bagaimana cara kita bertaubat maksudnya sudah keceplosan bicara seperti itu biar diampuni-Nya, apa kita beristighfar? Terus bagaimana caranya biar tidak sengaja ujub mi?

🌸Jawab:
Iyaa itu sudah masuk ke ujub, taubatnya kepada Alloh ﷻ, bisa dengan istighfar dan sholat taubat. 

Cara agar terhindar dari Ujub, saya kutip saja petuah dari Imam Al Ghazali : 

Ketika memandang orang lain, pandanglah bahwa mereka pasti lebih baik dari dirimu.

Bila kamu bertemu anak kecil, ingatlah bahwa ia pasti lebih baik dari kita. Dosa anak-anak kecil tidak sebanyak dirimu. Umurnya yang masih muda memungkinkan ia belum pernah bermaksiat kepada Alloh ﷻ. Sementara diri kita yang sudah lebih berumur, tentu dosa dan maksiat yang dilakukan lebih banyak.

Bila bertemu orang yang lebih tua, sadarilah bahwa ia pasti lebih baik dari kita. Umurnya yang lebih banyak dibanding kita membuatnya lebih banyak melakukan ibadah dibanding kita.

Ketika bertemu orang berilmu, pandanglah ia sebagai seseorang yang telah menerima anugerah yang tidak Alloh ﷻ titipkan kepada kita. Ia lebih banyak menjangkau dari apa yang kita capai. Tentu saja ia mengetahui lebih banyak hal dibanding apa yang kita ketahui. Pemikiran ini pastinya tidak akan membuat kita merasa sepadan, apalagi merasa lebih baik dari dirinya.

Jika bertemu dengan orang yang dianggap bodoh, ingatlah bahwa jika ia berbuat kesalahan atau bermaksiat, ia melakukannya karena ketidaktahuannya. Sementara kita yang lebih tahu, tentu akan bermaksiat dengan keilmuan yang kita ketahui. Inilah yang akan membuat kita menerima penghitungan yang lebih di akhirat kelak.

Apabila bertemu dengan orang yang kafir, berprasangka baiklah, karena kita tidak tahu akhir hayat seseorang. Orang yang hari ini kafir, bisa jadi suatu hari menerima hidayah dan Islam, menumbuhkan ketaatan yang lebih dalam, lalu meninggal dengan amalan terbaiknya. Jika ini terjadi, ia akan keluar dari dosa-dosa masa lalu sebagaimana keluarnya sehelai rambut dari adonan roti. Sangat mudah. Sementara kita yang dengan ijin Alloh ﷻ telah beriman, bisa jadi akan tersesat di ujung usia, sehingga menjadi kafir. Kemudian meninggal dengan amal terburuk (Su’ul Khotimah).

Wallahu a’lam bishawab

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sahabat-sahabatku...

Secara fitrah manusia, pastilah senang jika dirinya dipuji. Terlebih bagi seorang wanita, saat pujian datang -apalagi dari seseorang yang istimewa dalam pandangannya- tentulah hati akan bahagia jadinya. Berbunga-bunga, bangga, dan senang seakan-akan memenuhi relung hatinya. Itu manusiawi, namun jangan sampai riya’ menghiasi amal ibadah kita karena di setiap amal ibadah yang kita lakukan dituntut keikhlasan.

Niat yang ikhlas amatlah diperlukan dalam setiap amal ibadah karena ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amal di sisi Alloh ﷻ. Sebuah niat dapat mengubah amalan kecil menjadi bernilai besar di sisi Alloh ﷻ dan sebaliknya, niat pun mampu mengubah amalan besar menjadi tidak bernilai sama sekali.

Wallahu a’lam bishawab

Mohon maaf lahir batin 

Assalamu'laikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar