Minggu, 31 Juli 2022

TERUSLAH BERBUAT BAIK WALAU DIRI BELUM BAIK


OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸 TERUSLAH BERBUAT BAIK WALAU DIRI BELUM BAIK

Assalamu'alaikum Sahabat-sahabatku...

Segala puji bagi Alloh ﷻ yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk kita semua yang berada di majelis ini, kita syukuri rahmat dan nikmat terbesar yang kita terima, yaitu iman Islam yang tidak semua manusia menerimanya, dan juga tidak semua yang telah menerima diberi ketetapan hidayah untuknya. 

Alhamdulillah kita yang berada disini saat ini masih di izinkan dan diridhoi Alloh ﷻ untuk bersyahadat kepada-Nya. 

Sholawat dan salam kita persembahkan kepada Rasulullah ﷺ yang telah membawa kita kepada jalan yang lurus jalan yang terang, salam juga kita persembahkan kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir masa.

Teman-temanku yang dicintai Alloh ﷻ...

Sebagian orang enggan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena merasa belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang hendak ia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang hendak ia larang. Dia khawatir termasuk ke dalam golongan orang yang mengatakan apa yang tidak dia lakukan. Sebagaimana yang disinggung dalam firman Allah ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ(3)

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kemurkaan Alloh ﷻ bila kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shof: 2-3).

Pertanyaan yang harus kita temukan jawabannya adalah: Apakah seorang harus sempurna dulu amalannya, untuk bisa menasehati orang lain? Kemudian apakah setiap orang yang tidak melakukannya apa yang ia perintahkan, dan melanggar sendiri apa yang dia larang, masuk dalam ancaman ayat di atas?

Syaikh Anis Thahir Al-Indunisy, saat kajian membahas kitab Iqtidho’ as-Shirot al-Mustaqiem, di masjid Nabawi malam Senin (20 Rabi’us Tsani 1436 H) menerangkan, bahwa ada dua hal yang perlu dibedakan dalam masalah ini. Beliau mengatakan,

فيه فرق بين أن تنصح غيرك وأنت عاجز عن العفل، وبين أن تنصح غيرك و أنت قادر على الفعل

“Bedakan, antara Anda menasehati seorang, sementara Anda belum ada daya untuk melakukan apa yang Anda nasihatkan. Dengan Anda menasihati seorang, sementara Anda mampu melakukan apa yang Anda nasihatkan.”

Jadi, ada dua jenis orang dalam masalah ini:

✓ Pertama, adalah orang yang menasehati orang lain, namun dia belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang ia sampaikan, atau meninggalkan kemungkaran yang ia larang.

✓ Yang kedua, adalah orang yang menasihati orang lain sementara sejatinya dia mampu untuk melakukan pesan nasihat yang ia sampaikan. Akan tetapi justru mengabaikan kemampuannya dan ia terjang sendiri nasihatnya, tanpa ada rasa bersalah dan menyesal. Ia merasa nyaman dan biasa-biasa saja dengan tindakan kurang terpuji tersebut.

★ Orang jenis pertama, dia belum bisa melakukan amalan ma’ruf yang dia perintahkan, karena dia belum memiliki daya untuk melakukannya. Bisa jadi karena hawa nafsunya yang mendominasi, setelah pertarungan batin dalam jiwanya. Sehingga, saat ia melanggar sendiri apa yang dia nasihatkan, dia merasa bersalah dan menyesal atas kekurangannya ini. Serta senantiasa memperbaharui taubatnya.

Saat ia tergelincir pada larangan yang ia larang, ia katakan pada dirinya, “Sampai kapan… sampai kapan kamu seperti ini?! Kamu menasihati orang-orang untuk menjauhi perbuatan ini, sementara kamu sendiri yang melakukannya?! Tidakkah kamu takut kepada Alloh ﷻ.”

Untuk orang yang seperti ini, hendaknya ia jangan merasa enggan untuk beramar ma’ruf dan nahi munkar. Karena tidak menutup kemungkinan, nasihat yang ia sampaikan, akan membuatnya terpacu untuk melaksanakan amalan ma’ruf yang dia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang dia larang. Hal ini sudah menjadi suatu hal yang lumrah dalam pengalaman seorang.

★ Adapun orang jenis kedua, dia menerjang sendiri pesan nasihatnya, setelah adanya daya dan kemampuan untuk melakukan nasihat tersebut. Namun justru dia abaikan. Saat menerjangnya pun, dia tidak merasa menyesal dan bersalah atas tindakannya tersebut. Orang seperti inilah yang termasuk dalam ancaman ayat di atas.

Seperti seorang ayah merokok di samping anaknya yang dia juga merokok. Lalu Sang Ayah menasihati anaknya, “Nak…jangan ngerokok. Ndak baik ngerokok itu...” Sementara dia sendiri klepas-klepus ngerokok di samping anaknya, tanpa merasa menyesal dan bersalah.

Sa’id bin Jubair mengatakan, “Jika tidak boleh melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar,  kecuali orang yang sempurna niscaya tidak ada satupun orang yang boleh melakukannya.” Ucapan Sa’id bin Jubair ini dinilai oleh Imam Malik sebagai ucapan yang sangat tepat. (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata kepada Mutharrif bin Abdillah, “Wahai Mutharrif nasihatilah teman-temanmu.” Mutharrif mengatakan, “Aku khawatir mengatakan yang tidak kulakukan.” Mendengar hal tersebut, Hasan Al-Bashri mengatakan, “Semoga Alloh ﷻ merahmatimu, siapakah di antara kita yang mengerjakan apa yang dia katakan, sungguh setan berharap bisa menjebak kalian dengan hal ini sehingga tidak ada seorang pun yang berani amar ma’ruf nahi mungkar.” (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Al-Hasan Al-Bashri juga pernah mengatakan, “Wahai sekalian manusia sungguh aku akan memberikan nasihat kepada kalian padahal aku bukanlah orang yang paling shalih dan yang paling baik di antara kalian. Sungguh aku memiliki banyak maksiat dan tidak mampu mengontrol dan mengekang diriku supaya selalu taat kepada Alloh ﷻ. Andai seorang mukmin tidak boleh memberikan nasihat kepada saudaranya kecuali setelah mampu mengontrol dirinya niscaya hilanglah para pemberi nasihat dan minimlah orang-orang yang mau mengingatkan.” (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Wallahu a’lam bishawab

Demikian dari saya, semoga bermanfaat. 

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Bund Dwi ~ Bandung
Ustadzah, bagaimana Orang yang berusaha untuk bangkit dari keterpurukan atas  perbuatan hawa nafsunya tetapi karena lingkungan dia kembali terjebak di dalamnya dalam lingkaran yang menurutnya tiada akhir sehingga membuat dirinya putus asa. Karena merasa dia sudah bertaubat tetapi terseret lagi ke sana. Apa yang seharusnya dilakukan agar benar-benar bisa lepas? 
Mohon pencerahannya Ustadzah.

🌸Jawab:
Jika ingin berubah, harus hijrah, pindah lingkungan. Itu salah satu langkah agar bisa keluar dari lingkaran tersebut. Jika tidak lingkungan akan tetap mempengaruhinya. Kecuali dia mampu bertahan. Jika tidak, maka pindah dari lingkungan tersebut adalah jalan keluarnya.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣2️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh bunda, 

Bagaimna menasihati adik ipar yg telah menyakiti hati mertua, selama ini adik ipar yang merasa tersakiti. Jadi tidak mau minta maaf dalam situasi apapun.

Jazakillah khairan.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh 

Menasihati dengan membawa dia ke majelis-majelis taklim, majelis-majelis agama, agar dia paham adab kepada orang tua dan tentunya juga berdoa kepada Alloh ﷻ agar memberinya hidayah.

Karena hanya hidayah Alloh ﷻ yang mampu menyadarkan orang-orang seperti itu. 

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣3️⃣ Cucu Cudliah ~ Tasikmalaya
Syukron Ustadzah juga moderator 

Saya mewakili bestie ingin menanyakan masalah ini.

Dalam menuju ketaatan tiba-tiba suka ada nafsu terpikat mata dunia lawan jenis, karena banyak kekecewaan yang diberikan oleh suaminya, tapi dia masih bisa mengendalikan diri.

Sikap apa yang seharusnya dilakukan?

🌸Jawab:
Menutup pintu untuk apapun bagi orang lain selain suaminya. Rasa kecewa adalah ujian dari Alloh ﷻ. Dia harus bersabar, jika memang tidak bisa bertahan lebih baik memilih jalan untuk berpisah, daripada berselingkuh. 

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣4️⃣ Yanti ~ Rembang
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh 

Dzah, bagaimana menghadapi lelaki beristri yang kekeh menginginkan wanita lain?
Padahal wanita ini tidak mau menyakiti sesama wanita?

Matur suwun Dzah,
#titipan pertanyaan teman.

Kenapa ya seorang suami gak bersyukur atas jodoh terbaik yang telah Alloh ﷻ takdirkan?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Jika ada pihak yang tidak menghendaki, apapun tidak akan terjadi, meski salah satu pihak keukeh untuk melakukannya. 

Komunikasi yang baik dengan pasangan menjadi jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah didalam rumah tangga. 

Kenapa tidak bersyukur? 

Karena dia manusia biasa yang punya hawa nafsu, yang kadang menang melawan akal pikiran jernihnya. Dia punya ego yang tidak bisa dia tundukkan. 

Itulah adalah salah satu sebabnya. 

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣5️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh,

Bu, bagaimana jika kebaikan yang kita lakukan malah dimanfaatkan dan disalahgunakan untuk menjatuhkan kita?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Kewajiban kita adalah berbuat baik. Bagaimana orang ke kita, itu urusan dia dengan Alloh ﷻ. Jangan khawatir untuk kebaikan kita, biar Alloh ﷻ yang balas. 

Setelah kita tahu orangnya tidak baik. Maka jagalah jarak dengannya dan waspada agar tidak kena lagi.

Wallahu a’lam bishawab

🔹Sudah jaga jarak tapi masih aja seperti itu bagaimana bu?

🌸Sudah takdir itu.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣6️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Merenung serasa di tampar membaca materinya.
Bunda saya kalau di majelis ilmu memang orang yang fakir sefakir-fakirnya ilmu, faktanya memang seperti itu.

Tapi jika di sosmed, status saya seakan-akan saya orang paham agama. Padahal semua itu ada yang hasil copas dengan saya kasih hastag sumbernya atau untuk self reminder.

Apakah itu termasuk di luar amar maruf mungkar dzah? Apakah akan mengakibatkan kemudharatan pada pribadi dzah.

Mohon penjelasannya.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh Kakak Aisya. 

Apa yang kakak lakukan adalah bagian dari amar ma'ruf, menyebarkan kebaikan. 

Coba pahami lagi poin-poin terakhir pada penjelasan di atas tadi, di sana telah jelas, mana yang masuk dalam ancaman Alloh ﷻ, mana yang tidak. 

Wallahu a’lam bishawab

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sahabat-sahabat yang InsyaaAllah dicintai Alloh ﷻ... 

Kewajiban berbuat baik, beramar ma'ruf terletak pada kemampuan. Dengan demikian, setiap orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. 

Alloh ﷻ berfirman:

“Maka bertakwalah kamu kepada Alloh ﷻ menurut kesanggupanmu, dengarlah serta taat lah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (QS. At-Taghabun: 16)

Demikian dari saya, semoga kita terus menebar kebaikan meski kita belum baik. 

Wallahu a’lam bishawab

Mohon maaf lahir batin. 

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar