Minggu, 31 Juli 2022

LIMPAHAN NIKMAT DIBALIK BERATNYA UJIAN


OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎 LIMPAHAN NIKMAT DI BALIK BERATNYA UJIAN

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sahabat-sahabatku...

Menjadi manusia adalah tanggung jawab yang besar. Kita dilahirkan di muka bumi menjalani hidup untuk beribadah kepada Alloh ﷻ dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini disebut dengan takwa. 

Tentu saja, Alloh ﷻ selalu memberikan ujian kepada manusia untuk menaikkan tingkat ketakwaannya. Kalau bisa dibilang, ini seperti ujian kenaikan kelas. Semakin sulit ujiannya, level atau tingkatan derajat yang didapatkannya akan semakin tinggi.

Salah satu ujian dari Alloh ﷻ untuk menaikkan derajat ketakwaan manusia adalah dengan ditimpakan musibah atau cobaan. 

Dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 155, Alloh ﷻ berfirman, “Dan sesungguhnya Kami memberikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Sahabat-sahabatku....
Di sini pasti pernah berada di posisi yang sangat tidak mengenakkan bukan? Kondisi yang benar-benar menyayat hati, menyudutkan diri, dan mengobrak abrik emosi. Hingga tidak jarang, banyak manusia yang tidak kuat dengan ujian tersebut, sampai berani melintasi garis larangan yang tidak bisa dibenarkan oleh Alloh ﷻ. Atau malah, Ia menjadi depresi dan berputus asa akan kekuatan Alloh ﷻ, berprasangka buruk kepada-Nya dan berakhir merutuk bahkan mengolok-ngolok-Nya. Padahal, jika ditelusuri bersama, Alloh ﷻ tidak akan membebani hamba kecuali menurut kemampuannya seperti yang difirmankan Alloh ﷻ dalam QS. Al-Baqarah ayat 286.

Jelas bukan? 

Seberat apapun musibah atau cobaan yang kita terima, Alloh ﷻ yakin kita bisa mengatasinya. Sebagai analogi, tidak mungkin anak SD mendapat ujian yang sama dengan anak SMA bukan? 

Ujian bagi masing-masing manusia berbeda, disesuaikan dengan kemampuannya. Jadi, ketika kita tertimpa musibah, hal yang harus kita yakini adalah Alloh ﷻ mempercayakan masalah ini kepada kita. Kita pasti bisa melaluinya jika kita ada niatan kuat untuk menyelesaikannya. 

Tenang saja, dibalik segala ujian dan cobaan pasti terselip hikmah didalamnya. 

Hikmah yang menjadi pelajaran berharga bagi perjalanan hidup kita. 

Hikmah yang bisa merubah sikap buruk di masa lalu, sehingga bisa menjadikannya lebih baik di masa depan. 

Hikmah yang menjadi bekal kita untuk meneruskan perjalanan di dunia, karena sejatinya hidup ini adalah sebuah perjalanan yang harus dinikmati dan dilalui dengan baik, mengumpulkan bekal yang cukup untuk amunisi di pemberhentian utama di akhirat nanti.

Jika kita sudah ditakdirkan mampu menyelesaikan setiap masalah yang datang, lalu bagaimana kita menyikapi masalah tersebut? 

Tentu saja kita harus memiliki senjata ampuh untuk mengatasinya bukan? Diantara senjata yang bisa kita gunakan adalah sabar, ikhlas, ikhtiar, dan syukur. Dengan kolaborasi empat senjata tersebut, yakinlah bahwa semua akan baik-baik saja dan berakhir melegakan.

SABAR, ketika cobaan datang, senjata pertama yang harus digunakan adalah SABAR. Sabar untuk tidak memaki, sabar untuk selalu berprasangka baik, dan sabar untuk menjalani hari-hari yang penuh cobaan. Kedua adalah IKHLAS, jika sabar sudah dikerahkan, amunisi kedua adalah ikhlas. Ikhlas bahwa cobaan ini adalah ujian dari Alloh ﷻ, ikhlas bahwa memang ini harus terjadi dan kita tidak bisa kabur dengan keadaan seperti ini. Ketiga adalah IKHTIAR yakni berusaha dhahir dan bathin untuk menghadapi dan menyelesaikan cobaan tersebut. 

Ikhtiar secara dhahir adalah dengan mencari tahu akar permasalahannya, dan bagaimana langkah-langkah yang harus diambil untuk menyelesaikannya. Sedangkan ikhtiar bathin adalah dengan berdoa, memohon ampun kepada Alloh ﷻ dan berharap agar selalu diberi kekuatan. Terakhir adalah syukur, karena dengan bersyukur atas nikmat apa saja yang masih tersisa, Alloh ﷻ pun akan menambah nikmat tersebut. Dengan ditambahnya nikmat tersebut, tentu saja kita akan terus memiliki kekuatan untuk menghadapinya.

Nah, jika semua sudah dilakukan, hal terakhir yang menjadi wajib adalah tawakal, menyerahkan semuanya kepada Alloh ﷻ. 

Karena Dialah yang memberikan cobaan, maka Dia pulalah yang akan mengakhirinya. Jangan putus asa, tetap semangat! Karena segalanya akan berlalu dan terus berputar hingga hari yang dijanjikan tiba. Jadi, untuk apa merutuki nasib buruk? 

Lebih baik bersyukur dan menikmati hidup yang telah diberikan oleh Alloh ﷻ untuk kita semua.

Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Alloh ﷻ … 

Ketahuilah… Allah Taala akan menguji setiap hamba-Nya dengan berbagai musibah, dengan berbagai hal yang tidak mereka sukai, juga Alloh ﷻ akan menguji mereka dengan musuh mereka dari orang-orang kafir dan orang-orang munafiq. 

Ini semua membutuhkan kesabaran, tidak putus asa dari rahmat Alloh ﷻ dan tetap konsisten dalam beragama. Hendaknya setiap orang tidak tergoyahkan dengan berbagai cobaan yang ada, tidak pasrah begitu saja terhadap cobaan tersebut, bahkan setiap hamba hendaklah tetap komitmen dalam agamanya. Hendaknya setiap hamba bersabar terhadap rasa capek yang mereka emban ketika berjalan dalam agama ini.

Sikap seperti di atas sangat berbeda dengan orang-orang yang ketika mendapat ujian merasa tidak sabar, marah, dan putus asa dari rahmat Alloh ﷻ. Sikap seperti ini malah akan membuat mereka mendapat musibah demi musibah.

Renungkanlah…

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya jika Alloh ﷻ mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Alloh ﷻ dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib)

Dari Mush’ab bin Sa’id (seorang tabi’in) dari ayahnya berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah ﷺ, siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka dia akan mendapat ujian begitu kuat. Apabila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai dengan agamanya. Senantiasa seorang hamba akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)

Semoga kita yang sedang mendapat ujian atau musibah merenungkan hadits-hadits di atas. Sungguh ada sesuatu yang tidak kita ketahui di balik musibah tersebut. Maka bersabarlah dan berusahalah ridho dengan taqdir ilahi. Sesungguhnya para Nabi dan orang sholeh dahulu juga telah mendapatkan musibah sebagaimana yang kita peroleh. Lalu kenapa kita harus bersedih, mengeluh dan marah? Bahkan orang sholeh dahulu -sesuai dengan tingkatan keimanan mereka-, mereka malah memperoleh ujian lebih berat. Cobalah kita perhatikan perkataan ulama berikut.

Al Manawi mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta (tertutupi). Betapa banyak orang sholih (ulama besar) yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. Dan masih banyak kisah lainnya.” (Faidhul Qodhir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/518, Asy Syamilah)

Semoga kita termasuk orang-orang yang bersabar ketika menghadapi musibah, baik dengan hati lisan atau pun anggota badan. Ya Alloh ﷻ, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang selalu ridho dengan taqdir-Mu.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah ﷺ, siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau ﷺ menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat keshalihannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun.” (HR. Bukhari).

Hadits di atas menunjukkan bahwa bobot ujian yang diberikan Alloh ﷻ itu bertingkat. Semakin tinggi derajat keimanan, semakin berat ujian yang dialami seseorang. Berhadapan dengan banyak karakter, bertemu orang baru tentunya akan kita hadapi setiap saat. Sejenak mari kita renungkan hadits Nabi Muhammad ﷺ berikut ini, “Jika di antara kalian tertimpa musibah, hendaknya berkata: ”Sesunggunya kami milik Alloh ﷻ dan sesunguhnya kami akan kembali pada-Nya, Ya Alloh ﷻ saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu, maka berikanlah kepada-ku pahala itu, dan gantikanlah aku dengan sesuatu yang lebih baik dari musibah ini.” (HR. Abu Daud).

Wallahu a’lam bishawab

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Setya ~ Solo
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh Ustadzah,

Bolehkah kita membandingkan ujian kita dengan ujian orang lain, dalam rangka sebagai pelipur lara?
Misalnya: 
Kita sudah punya jodoh atau pasangan, tapi rezeki (berupa materi) pas-pasan, sedangkan tetangga sebelah belum ada jodoh, tapi rezekinya melimpah, begitu.

Mohon pencerahannya, Ustadzah, Syukron.

🔷 Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh 

Jika kita melihat ujian orang lain, bisa meningkatkan kesyukuran kepada Alloh ﷻ, tentu saja boleh. Akan tetapi jika melihat ujian orang lain malah membuat kita semakin terpuruk, maka lebih baik tidak membandingkan. Karena masing-masing kita akan diberi ujian sesuai dengan kemampuan masing-masing, Alloh ﷻ tidak akan melebihkan di luar kemampuan hamba-Nya. 

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣2️⃣ Han ~ Gresik
Bagaimana bu biar diri ini tidak membanding-bandingkan dengan orang lain, terutama dengan kesuksesan dan keberhasilan orang lain?

🔷Jawab:
Tingkatkan rasa syukur terhadap nikmat dan rahmat Alloh ﷻ yang telah diterima, untuk urusan dunia, maka lihatlah ke bawah, banyak orang-orang yang lebih sulit dari kita, bandingkan kondisi kita dengan mereka untuk urusan dunia. Tapi untuk urusan amal kebaikkan melihatlah ke atas, agar kita semakin meningkatkan ibadah. 

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣3️⃣ Titin ~ Surabaya
Assalaamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh Ustadzah...

Jika kita terlanjur merespon dengan hati yang nggerundel atas ujian yang menimpa bagaimana ya, Ustadzah?

🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh Mba Titin

Istighfar sebanyak-banyaknya, Mba. Itulah obat bagi hati kita, dan penghubung antara dengan Alloh ﷻ untuk meraih Ridho-Nya. 

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Dzah, orang kadang menilai suatu ujian itu sebuah azab.
Contoh orang yang tidak suka ke kita, ketika kita tertimpa musibah sebuah ujian Alloh ﷻ, mereka menganggapnya sebuah azab, Dzah. 

Bagaimana cara membedakan ujian dan azab, Dzah? 

🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam Warahmatullohi Wabarakatuh

Membedakan antara azab dan ujian adalah, lihat kehidupan kita, apakah kita hidup di dalam keta'atan, atau sebaliknya hidup di dalam keingkaran, jika dalam keta'atan, maka yang datang adalah ujian dari Alloh ﷻ, begitu sebaliknya. 

Wallahu a’lam bishawab

🌷Masyaallah 
Jangan hiraukan pendapat orang berarti ya, Dzah, just ingat ketika dikasih ujian, apakah kita dalam ketaatan atau kemaksiatan. 

Barakallahu fikk, Dzah
Jazakillah khair

🔷 Iyaa kak.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Sahabat-sahabatku... 

Hidup terus berjalan dan bergerak, tataplah ke depan dan di sana ada yang ingin kita capai. Setiap ada masalah kita harus mengambil hikmahnya, begitu juga teguran dari sahabat dan teman-teman kita. Biasanya yang menegur kita langsung dengan bahasa istilahnya "nyakitin dan jleb" berarti tandanya dia sayang sama kita. Lain halnya kalau ada yang tiba-tiba negor dan memojokkan kita, sampai kata maaf-pun tidak berarti baginya. Kalau sudah berhadapan dengan situasi seperti ini, lapang dada dan ikhlas itu saja prinsipnya. Kita hanya berdoa semoga hati ini dijauhkan dari rasa benci dan dengki.

Wallahu a’lam bishawab

Mohon maaf lahir dan batin. 

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar