Senin, 28 Februari 2022

MEMBANGUN TRUST DALAM RUMAH TANGGA

 


OLeH: Ustadzah Azizah, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🔷MEMBANGUN TRUST BERSAMA DALAM KELUARGA

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد

Rumah tangga yang kita impikan bersama adalah rumah tangga yang endingnya berakhir di surga. Judul kajian ini agak menggelitik. Karena TRUST itu artinya percaya. Membangun kepercayaan di dalam rumah tangga itu tidak bisa dikatakan mudah, juga bukan berarti sesuatu yang sangat sulit untuk di wujudkan.

Mungkin kita sering dengar kata "tak boleh ada dusta diantara kita." Karena dusta itu bukan ciri orang yang beriman. Orang beriman akan selalu menjaga dan terjaga. Ia menjaga kepercayaan orang lain pada dirinya termasuk (pasangan, anak-anaknya, dan keluarga besarnya). Terjaga bermakna ia tidak akan mengorbankan nama baik dan kredibilitasnya dimanapun ia berada.

Fenomena saat ini, dengan bergesernya dunia nyata ke dunia Maya, betapa banyak nilai-nilai atau norma kemasyarakatan begitu mudah di langgar. Bahkan ada yang sengaja mengaburkan makna "sakral" nya nilai-nilai luhur dari agama.

Salah satu contoh yang saat ini lagi viral. Tik tok an dengan gaya-gayanya yang mengabaikan nilai "rasa malu" demi like bisa lakukan apa saja yang kira-kira menarik meski harus mendobrak stigma agama. Contoh lain adalah "nge prank" orang dengan batas-batas yang kadang diluar kewajaran. Bahkan terkesan sangat vulgar dan tidak etis sama sekali.

Dunia maya tanpa disadari menyusup dalam sendi-sendi kehidupan nyata bahtera keluarga. Dan pengaruh negatif tidak akan berimbas jika nilai-nilai agama terpatri dengan Kokoh pada setiap diri anggota keluarga. Khususnya sosok ayah sebagai komandan, nahkoda dan panglima. 

Namun jika nilai-nilai akidah itu keropos dan rapuh, maka setiap sendinya perlahan akan menuju titik nadir dan siap merobohkan semua yang telah dibangun sejak awal. Betapa banyak kita temui rumah tangga yang bubar hanya karena kehilangan rasa Trust pada pasangannya? Dan berapa banyak kasus anak-anak yang tidak lagi betah ada di rumah, baginya rumah tidak lebih seperti terminal. Sekedar transit lalu berlalu lagi.

Seisi rumah tidak saling merasakan dibutuhkan, tidak ada yang peduli. Bahkan terkadang adanya sama dengan ketidakberadaan dia. Tidak ada waktu duduk bersama saling bercerita, saling mendengarkan dan kemudian saling memberi masukan. Sehingga terbangun kehangatan komunikasi 2 arah yang baik.

🔷Selanjutnya kita bahas beberapa faktor penyebab kenapa trust bisa hilang.

◾1. Lemahnya pemahaman akan akar dari keyakinan yakni tauhid.
"Iman itu bisa semakin pudar dalam hati kalian sebagaimana pudarnya warna pakaian. Karenanya mintalah pada Alloh ﷻ agar IMAN kalian terus diperbaharui." (Ash-Shahihah 1585).

اللهم جددالإيمان في قلوبنا

Allahumma jaddidil imaana fii qulubinaa.
Ya Alloh ﷻ perbaruilah iman di hati-hati kami. 

Ibnul Qayyim - rahimahullah - berkata:

 لا شيء أقبحَ بالإنسان مِنْ أنْ يكونَ غافلاً عن الفضائلِ الدينِّية ، والعُلومِ النَّافِعةِ ، والأعمالِ الصَّالِحةِ 

"Tiada sesuatu yang lebih jelek pada seorang insan daripada ia lalai dari keutamaan-keutamaan yang bersifat agama, ilmu-ilmu yang bermanfaat dan amalan-amalan shaleh."
Miftah dar as-sa'adah (1/177)

◾2. Lupa akan tujuan awal dari ikatan suci ikrar yang disaksikan oleh sang Maha Pencipta.

Ibnu Mubarak rahimahullah mengingatkan, “Betapa banyak amalan kecil yang menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ al-’Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab).

Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad Ibnu Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata :

"Tidak akan mungkin kamu mendapatkan seorang wanita yang selamat seratus persen dari cacat, atau seratus persen disukai suami bagaimanapun keadaannya, namun sebagaimana bimbingan Nabi  ﷺ bersenang-senanglah dengannya sesuai dengan keadaannya yang bengkok (memiliki kekurangan)."
(Syarh riyadhussalihin jilid II hal 134)

◾3. Kesibukan yang tidak menyisakan waktu khusus untuk sekedar saling membersamai.

Al Faruq Umar Bin Khattab Radhiyallahu'anhu berkata: "Tidak ada kebaikan bagi orang yang enggan memberi nasihat dan tidak pula ada kebaikan bagi orang yang enggan menerima nasihat."

إذا رأيت قساوة في قلبك ووهنا في بدنك وحرمانا في رزقك فاعلم أنك تكلمت فيما لا يعنيك
(فيض القدير ٢٨٦/١)

"Jika engkau merasakan kerasnya hatimu, letihnya badanmu, tersendatnya rezekimu, bisa jadi hal itu disebabkan engkau biarkan lisanmu membicarakan perkara yang tidak ada gunanya."
[Malik bin Dinar rahimahullah]

◾4. Orientasi akhirat bukan lah "goal" dari pernikahan.

Abdullah bin Masud pernah berkata: "Siapa yang mengejar dunia, maka ia akan bersusah-susah di akhirat. Dan siapa yang ingin mengejar akhirat, ia harus bersusah-susah di dunia."

Seorang alim, al-‘Izz bin Abdissalam -rahimahullah- pernah berkata,

“Sesungguhnya kecintaanmu terhadap sesuatu akan membutakanmu. Tidak ada sesuatu apa pun yang paling dicintai oleh manusia melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Itulah sebabnya seseorang lebih mudah untuk melihat aib-aib orang lain dibandingkan aibnya sendiri.” (Qawa‘id al-Ahkam [2/210])

◾5. Menganggap rumah tangga sekedar menjalankan ritual kewajiban semata. Padahal rumah tangga itu ibadah yang paling panjang dan lama. 

Namun yang terjadi adalah begitu menikah, semua begitu sibuk dengan dunianya sendiri. Sehingga ia semakin jauh dari hidayah. Naudzubillah.

Syaqiq bin Ibrahim -rahimahullah- pernah mengatakan bahwa pintu taufik (hidayah) tertutup bagi manusia karena enam perkara:

A) Sibuk dengan nikmat daripada mensyukurinya.

B) Senang mencari ilmu, tetapi tidak mengamalkannya.

C) Cepat melakukan dosa, namun lambat dalam bertaubat.

D) Teperdaya yaitu bergaul dengan orang-orang shalih namun tidak mau meniru perbuatan mereka.

E) Terus mengejar dunia ketika sesuatu yang fana ini berlari membelakanginya.

F) Berpaling dari akhirat justru pada saat sesuatu yang abadi ini mendatanginya.

( Fawaidul Fawaid, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah)

◾6. Anak di push dan menjadi bulan-bulanan agar kelak tercipta investasi kemakmuran dimasa tua.

Beliau bersabda:

لاَ تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لاَ تُوَافِقُوْا مِنْ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

"Janganlah kalian mendoakan keburukan bagi diri-diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan bagi anak-anak kalian, jangan pula kalian mendoakan keburukan bagi harta-harta kalian, sebab jika doa kalian bertepatan dengan waktu dikabulkannya permohonan oleh Alloh ﷻ maka Dia akan mengabulkan bagi kalian." [HR. Muslim]

◾7. Tidak adanya qudwah Hasanah bagi anak atas ke 2 orang tuanya, sehingga ia miskin kepercayaan pada dirinya sendiri atau justru ia tumbuh menjadi trouble maker. 

Terkadang orang tua saking sayangnya pada anak dari kecil dikenalkan pada kemewahan, barang branded dan lain-lain. Anak tidak terlatih nuraninya untuk peka. 

Al Ghozali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.”[5]

# [5] Tuhfatul Ahwadzi, Abul ‘Ala Al Mubarakfuri, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, 7/42

Rasulullah ﷺ bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ 3545).

◾8. Tersendatnya komunikasi, dan minimnya rasa awarenest pada setiap anggota keluarga. 
Orang tua adalah contoh bagi anak. Bagaimana ayah berkomunikasi dengan ibu, akan menjadi potret bagi anak. Ayah yang temperamen, atau ibu yang suka mendebat akan membentuk karakter anak.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

"Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya." [HR. Abu Dawud, no. 4800; dishahîhkan an-Nawawi dalam Riyâdhus Shâlihîn, no. 630 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni di dalam ash-Shahîhah, no. 273]

Nabi Muhammad  ﷺ bersabda:

إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

"Sesungguhnya di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat." [HR. Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Mâjah, no. 3976; Mâlik, 2/470; al-Baghawi, no. 4132. Dishahihkan oleh al-Albâni]

◾9. Tidak ada pola feedback atas apapun yang sedang terjadi. Seakan-akan semua ya memang sdh begitu adanya. 

Kurangnya kesadaran untuk saling menghargai perasaan, hasil karya, atau capaian lainnya dari anggota keluarga. Sehingga mereka merasa buat apa melakukan kebaikan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ الله فِي حَاجَتِهِ

“Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Alloh ﷻ akan membantu keperluannya.”
(Muttafaq ‘alaih)

◾10. Tidak adanya pembiasaan-pembiasaan sederhana, yang positif sejak dini. Sehingga semua tiba-tiba menjadi terlambat untuk dimulai. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmaanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib dalam Al-Jami’, dari jalur Ar-Rahawai dalam Al-Arba’in, As-Subki dalam tabaqathnya)

Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata,

مَن أَحسن عبادة الله في شبابه، أَعطاه الله الحكمة عند كبر سنه، تأَمل قوله تعالى: {وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَىٰ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ}.
 
"Barangsiapa yang memperbagus ibadahnya kepada Alloh ﷻ di masa mudanya, niscaya Alloh ﷻ akan memberikan kepadanya hikmah di masa tuanya."

🔷Tips untuk memulai membangun rasa TRUST pada seisi rumah;

◾1. Bertahap mulailah mengenal nilai-nilai agama yang luhur dan berkiblat pada kisah-kisah kenabian, sahabat dan orang-orang Sholih bagaimana cara mereka membangun rumah tangga tidak hanya di dunia tapi juga di surga.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,  
 
“Ridhalah dengan apa yang Alloh ﷻ tetapkan bagimu, maka engkau akan menjadi salah satu manusia yang paling kaya.
 
Jauhilah apa yang telah diharamkan Alloh ﷻ untukmu, maka engkau akan menjadi salah satu manusia yang paling wara’.
  
Laksanakanlah apa yang diperintahkan Alloh ﷻ kepadamu, maka engkau akan menjadi manusia yang paling taat.
 
Dan janganlah engkau berpaling dari mengadu kepada Yang paling menyayangimu, kepada orang yang belum tentu mengasihimu.
 
Serta minta tolongkah kepada Alloh ﷻ, maka engkau akan menjadi salah satu dari hamba yang dekat dengan-Nya”.  
 (Untaian Hikmah Pelembut Jiwa, Syaikh Shalih Ahmad Asy Syami Hal 68) 

◾2. Sepakati dan duduk bersama, akui bahwa rumah yang selama ini merek huni, jauh makna seperti slogan "baiti jannati". Bagaimana menata ulang semua menjadi fokus pada tujuan utama yakni keluarga yang samawa. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:

A) Jauhi saling berprasangka diantara anggota keluarga.

 Rasulullah ﷺ bersabda,⁣

 “Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta dustanya perkataan. dan janganlah kalian saling mencari kejelekan orang lain, saling mendengki, saling membenci dan saling membelakangi, jadilah kalian hamba-hamba Alloh ﷻ yang saling menyayangi.”⁣ (HR. Muslim no. 6701)⁣

B) Jauhi segala bentuk kemaksiatan.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :

"Barangsiapa yang malu kepada Alloh ﷻ di saat dia hendak bermaksiat kepada-Nya, maka Alloh ﷻ pun malu untuk mengadzabnya di saat dia berjumpa dengan Alloh ﷻ. Dan barangsiapa yang tidak malu bermaksiat kepada-Nya, maka Alloh ﷻ pun tidak akan malu untuk mengadzabnya." (Al-Jawabul Kaafi hal 170)

◾3. Mulai membuka hati untuk bismillah memaafkan dan mau meminta maaf, dan membuka lembaran baru. Lupakan hal yang menjadi trouble, fokus pada penyelesaian trouble yang ada. Jangan menyimpan dendam, karena hanya akan melelahkan.

Jadilah qawwam yang jujur.

Iyyas bin Mu'awiyah rahimahullah berkata :

“Saya menguji sifat-sifat para lelaki, maka saya mendapati yang paling mulia adalah kejujuran ucapan dan barangsiapa tidak memiliki keutamaan sifat jujur, berarti dia telah menderita dengan kehilangan akhlaknya yang paling mulia."
[Tarikh Dimasyq, jilid 20 hal 10]

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

من رأى أنه لا ينشرح صدره، ولا يحصل له حلاوة الإيمان، ونور الهداية، فليكثر التوبة والإستغفار.

"Siapa yang merasa dadanya tidak lapang, tidak mendapatkan kelezatan iman dan cahaya hidayah, maka hendaklah dia memperbanyak taubat dan istighfar."
[Majmu’ul Fatawa, jilid 5 hlm. 62]

◾4. Yakinlah bahwa tidak ada masalah yang tidak punya jawaban. Inna ma'al 'usri yusro. Kuncinya ada di doa dan kesiapan menata diri.

Al-Halimi rahimahullah mengatakan,

“Nabi ﷺ suka dengan optimisme, karena pesimis merupakan cermin persangkaan buruk kepada Alloh ﷻ tanpa alasan yang jelas. Optimisme merupakan wujud persangkaan yang baik kepada-Nya. Seorang mukmin diperintah kan untuk berprasangka baik kepada Alloh ﷻ dalam setiap kondisi.” (Fathul Bari, hadits no. 5755, bab Al-Fa’l)

Dari Anas radhiallahuanhu, dari Nabi ﷺ beliau bersabda : 
 
"Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Alloh ﷻ cinta kepada suatu kaum dia akan menguji mereka, barangsiapa ridha maka baginya keridhaan Alloh ﷻ, namun barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Alloh ﷻ." (HR. At-Tirmidzi) 
 
🔷Hadist diatas mengandung beberapa faedah: 
 
(a) Manusia akan diuji sesuai dengan keimanannya. 
 
(b) Sabar dalam menghadapi berbagai musibah dan berbagai penyakit akan membersihkan dosa-dosanya. 
 
(c) Ujian terhadap hamba yang saleh merupakan tanda Alloh ﷻ mencintainya. 
 
(d) Seseorang mukmin hendaknya ridha terhadap ujian yang menimpanya, tidak putus asa dalam menghandapinya, dan tidak membencinya. 
 
(e) Sabar dalam menghadapi musibah adalah tanda dihapusnya dosa. 
 
(Dr. Mustafa Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyadhis Salihina, Juz 1, 1407 H/1987 M:75) 

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد
بارك الله فیکم و أهلیکم و في أموالکم

Noted. 
Dari berbagai sumber.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣  Phity ~ Yogja
Bunda, salah satu tips membangun trust adalah dengan membuka hati untuk memaafkan dan meminta maaf serta tidak dendam.

Nah, apa yang harus dilakukan istri jika suami berulang kali merusak kepercayaan istri, dia tidak mengakui kalau sudah bermaksiat dengan wanita lain, bahkan tidak hanya 1 wanita. Sering bohong untuk menutupi perbuatannya. 

Di sisi lain dia tanggungjawab secara materi, sudah janji akan berubah tapi tidak ditepati? Bolehkan istri meminta pisah? Atau tetap lanjut dan masa bodoh dengan perilaku suami?

Secara manusiawi, sudah berulang kali dibohongi dan dikhianati otomatis tidak percaya lagi dan sakit hati jelas akan muncul.

🌸Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim...

Bagaimana jika seorang suami bolak balik melanggar janji, tidak amanah kemudian tidak bertanggung jawab secara finansial terhadap nafkah keluarga. 

Satu hal, Alloh ﷻ ya, melegalkan yang namanya pernikahan itu agar ibadah itu semakin meningkat, bukan makin terpuruk, jangan sampai terbalik ya, ketika masih single, rajin puasa, rajin shalat malam, kemudian rajin sedekah, pokoknya rajin yang baik-baiklah. Begitu menikah, sholat malam hilang, tilawah kagak sempat, kemudian kata-kata yang tadinya baik menjadi buruk, bukan seperti itu.

Menikah itu sakinah. 
Sakinah itu artinya apa, sakinah artinya tenang, damai, bukan huru hara, kan bukan perang ya. Jadi kalau sudah terjadi pengkhianatan atas ikrar yang suci kepada Alloh ﷻ. 

Maka ini perlu disampaikan:
1) Sampaikan dialog berdua dulu. Ketika diulangi ya, maka minta pihak ketiga. Contoh: orang tua kita, bapak ibu kita, atau bapak ibu mertua atau paman atau siapalah, ustadz, yang dia itu bisa menjembatani masalah itu sehingga sadar begitu loh, bahwa ini kesalahan fatal apalagi menyangkut pada pihak ketiga yang tidak halal ya. Karena akan menjadi presiden buruk buat anak-anak juga, jadi contoh, jadi ledekan anaknya. Ya kan? Oleh tetangganya dan lain sebagainya. 

Kalau pertanyaannya, terus kemudian apakah seorang istri boleh menuntut pisah, selama kita sudah melakukan ikhtiar kebaikan, mengingatkan sudah, kemudian apa namanya, bersabar sudah, meminta nasihat sudah. Alloh ﷻ memberikan pilihan, ada sesuatu yang Alloh ﷻ benci tetapi itu diperbolehkan yaitu meminta cerai (khulu). Karena apa? Karena di dalam rumah tangga tidak boleh ada kekerasan apalagi kalau suami ketahuan salah, dia main gampar, tidak boleh ada main fisik, tidak ada ceritanya Rasulullah ﷺ itu membolehkan seorang laki-laki itu melakukan fisik kepada perempuan bahkan dalil mengatakan "bahwa berhati-hatilah engkau bersikap pada kaca-kaca yang rapuh itu."
Kaca-kaca yang rapuh itu perempuan, itu kenapa perempuan itu dikatakan seperti tulang rusuk yang bengkok kalau dipaksa untuk lurus maka dia patah tapi kalau dibiarkan maka dia bengkok, itu kenapa harus selalu dinasihati ya. 

Jadi kalau berkaitan dengan nafkah itu wajib loh, nafkah itu. Nafkah itu bukan kewajiban istri, begitu ya, jadi suami ya harus memberikan nafkah. Makanya dibiasakan untuk punya teman atau seseorang yang menjadi penasihat di dalam rumah tangga sehingga dan penasihatnya ini jangan sampai kemudian pilih kasih ya, karena mungkin yang dipilih adalah pamannya nanti pamannya karena itu ponakan dibelain terus padahal salah, bukan begitu. Seorang penasihat yang dia bisa menyimpan aib keluarga itu tetapi dia tetap bisa bersikap netral, yang ini salah, ini benar. Kalau salah ya tetap disalahkan, kalau benar ya jangan disalah-salahkan, begitu ya. 

Jadi, pengajuan untuk talak dan lain sebagainya atau khulu ya kalau untuk perempuan itu kalau memang ikhtiar sudah ditegakkan, dalam artian diingatkan sudah kemudian dinasehati sudah, kemudian kumpul keluarga untuk kemudian meminta dia sadar bahwa dia salah itu sudah, begitu kan, tinggal memilih ya, mau memilih sabar, gitu atau memilih bubar. Itu kalau sudah ditegakkan ya ikhtiarnya, jadi jangan kemudian bergampang-gampang juga begitu ya, untuk meminta cerai, karena apa, karena belum tentu perceraian itu menjadi sebuah kebaikan kalau diliputi oleh sekedar emosi, kenapa perlu ada orang ketiga yang meluruskan hal ini, bahwa ini memang sudah tidak bisa ditolerir atau memang sudah tidak bisa, apa ya, dimaafkan, begitu. Dalam artian sudah berkali-kali, sudah memberikan kesempatan berkali-kali, tinggal memilih, begitu ya. 

Hanya saja sebelum memutuskan meminta cerai, tolong please ditulis positif negatifnya ya. Nanti kalau cerai, positifnya dia terbebas dari sakit hati, negatifnya bagaimana dengan anak-anak, ya kan. 
Anak-anak mentalnya akan "terganggu", karena mereka akan bertanya kenapa kok harus cerai sama bapak, sama papa, sama mama. Apa yang terjadi. Nah ini kan mereka seiring waktu, mereka akan bertanya dan akan mendapatkan info dari  luar, begitu ya, iya, bapakmu kan tukang selingkuh, misalnya. Kata selingkuhnya itu saja sudah membuat anak itu, ooh gitu kan? Yang laki-laki, khawatir, ooh berarti boleh, bapak aja boleh, berarti saya kelak juga akan boleh. Nah itu kan bahaya jadinya, ya kan. Nanti kalau yang perempuan jadi takut begitu kan, untuk menikah, karena apa, takut diselingkuhi seperti ayahnya. Nah kan ribet ini. Nah ini benar-benar harus dipertimbangkan secara matang kenapa memang harus duduk bersama dan diselesaikan dengan orang yang faham dengan urusan ini, begitu ya. 

Wassalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh

0️⃣2️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamualaikum, Bunda...

Jika dalam keluarga untuk masalah keuangan antara suami istri yang baik kan harus saling terbuka. Bagaimana cara menyikapi suami yang tidak mau jujur untuk masalah keuangan dengan dalih biar istrinya tidak pusing memikirkan. Coba dia berhutang tapi istri tidak tahu, uangnya digunakan untuk apa karena suami tidak mau jujur. Jazakillah bunda. 

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim...
Untuk masalah keuangan ya, jadi masing-masing keluarga memang punya cara tersendiri untuk mengatur keuangan, ada suami yang tipenya pokoknya semuanya terserah diurus saja sama istri, begitu, yang penting, istilahnya jangan minta lagi, semuanya sudah diserahkan, silahkan dikelola, begitu kan. 

Ada yang memang tipe suami yang memang itunya diatur, begitu ya, pokoknya kamu dikasih tiap bulan tuh sekian, enggak usah nanya-nanya, kalau kurang silahkan ngomong misalnya. Nah ini kalau misalnya sampai kemudian ada hutang tidak bilang, kemudian justru ketika dia tidak ada, kemudian debt collector itu datang ke rumah menggertak-gertak istri sampai ketakutan, nah ini juga menjadi tidak benar, kan begitu. 

Ahsan, begitu, seperti apapun jika memang suami ingin punya tabungan sendiri, sampaikan kepada istri, saya akan menyimpan uang dan uang itu adalah untuk kebutuhan darurat kita, yang penting kebutuhan rumah saya penuhi, tetap harus ngomong dan ketika ada urusan itu berkaitan dengan hutang, minjam untuk hal-hal bisnis atau apapun, ahsan diajak bicara itu istri, iya kan? Karena seperti apapun, ya kalau kita lihat bahwa ketika seorang istri itu berdoa untuk suaminya, ketika suaminya berangkat bekerja, begitu ya, maka Alloh ﷻ itu akan menitipkan rezeki itu lewat doa itu ya. 

Itu kenapa, Rasulullah ﷺ itu sampai berkata bahwa sebaik-baik orang itu adalah orang yang paling baik pada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku. Itu kata Rasulullah ﷺ. 

Artinya ketika seorang suami itu melapangkan nafkah istri, begitu ya, maka Alloh ﷻ akan melapangkan rezeki dia, itu. Mungkin kita bisa temui kan orang yang, apa namanya, dia istrinya tidak bekerja kemudian suaminya bekerja, begitu, dalam artian istri tidak berkarir ya, tapi Alloh ﷻ cukupkan itu, karena apa, ya karena Alloh ﷻ menitipkan rezeki istri itu kepada suaminya, begitu ya. 

Dan urusan rezeki itu adalah hak mutlak dari Alloh ﷻ termasuk kematian, rezeki, jodoh, ya kan, itu adalah hak mutlak dari Alloh ﷻ, yang dia tidak, kita tidak bisa milih kan ada empat ya, kita lahir dari siapa kemudian kapan kita mati, rezeki kita kaya mana, kemudian dengan siapa kita akan menikah, itu adalah rahasia mutlak dari Alloh ﷻ. Kita tidak bisa cawe-cawe untuk ikut begitu ya, ikut dalam proses itu, enggak bisa, tetapi di dalam hubungan rumah tangga yang paling baik itu tetap suami itu mengajak bicara istri, saya akan membuka usaha ini, butuh dana sekian, saya akan  meminjam. Coba bayangkan kalau ketika dia punya hutang ya kemudian dia tidak bilang kepada istri dengan dalih biar istri enggak ruwet, enggak mumet mikirin cicilan, tiba-tiba dia mati kemudian ya, istrinya ditagih, sementara enggak tahu, utangnya berapa, untuk apa, bidangnya apa, bagaimana mengurusinya, kan kasihan. 

Meninggalkan hutang ketika meninggal maka dia itu akan terikat, sementara istrinya merasa tidak tahu menahu, ya saya enggak mau bayar, Atuh kan berat sama yang meninggal, sama suaminya, karena apa, dalilnya mengatakan urusan hutang itu urusan manusia dengan manusia, Alloh ﷻ enggak mau tahu, maka yang meninggal, dalam posisi dia akan terikat terus. Coba kalau bicara baik-baik sama istri bahwa saya akan membuka ruko atau toko maka saya perlu menyewa ruko, tempatnya di sana kemudian cicilannya belum lunas, sisa sekian, jadi ketika meninggal, istri tahu. Oh ini tanggung jawab saya maka sebagian dari waris dan lain sebagainya bisa digunakan untuk menutup hutang-hutang dia sehingga suaminya lapang di alam sana. 

Nah ini yang perlu dijaga, jangan dengan dalih tidak ingin meruwetkan istri tetapi ketika terjadi sesuatu kemudian justru istrinya terkaget-kaget, sudah untung tidak depresi, tidak gila begitu ya karena kaget begitu kan, kok tiba-tiba saya dirundung hutang begitu banyak, begitu kan, sementara dia tidak tahu untuk apa uang-uang itu. 

Itu kenapa, apa namanya, di dalam rumah tangga tuh yang paling utama itu adalah, kuncinya itu adalah saling komunikasi ya, untuk hal-hal yang memang perlu dibicarakan karena memang ada sesuatu yang memang tidak perlu banyak diceritakan tetapi kalau urusannya dengan hutang, itu berat, karena apa, karena kita tidak pernah tahu dengan urusan nyawa itu, begitu ya, karena kalau kita sudah meninggal maka hutang itu akan tetap menjadi tanggungan kita, begitu, jadi seperti itu.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Afni ~ Garut
Assalamualaikum bunda,

Sampai batas mana seorang anak ikut campur dalam urusan rumah tangga orang tuanya?

Wassalam mua'laikum warahmatullahi wabarakatuh.

🌸Jawab :
Wa'alaikumussalam warohmatullah wabaarokatuh. 

Bismillahirrohmanirrohim kalau kebalikannya ya, sejauh mana seorang anak itu bisa ikut campur urusan rumah tangga orang tuanya.

Nah ini perlu ilmu, jangan sampai ketika kita itu mencoba untuk meluruskan, kemudian mendudukkan masalah itu, dengan haq begitu, justru salah itu ya.

Jadi, satu, pahami dulu masalahnya dimana. Kemudian yang paling penting dan sangat-sangat urgent bagi seorang anak, untuk bisa menjadi orang, yang dimana orang tua menjadi "trust" kepada dia. Itu adalah anak itu paham kepada agama.

Jadi bukan hanya sekedar masalah logika saja, karena urusan rumah tangga itu pertanggungjawabannya adalah abadi dihadapan Alloh ﷻ. Karena ibadah terpanjang itu adalah rumah tangga begitu ya. Jadi anak itu harus kredibel untuk urusan agamanya.

Ketika mendudukkan masalah itu, orang tua paham, Oh berarti saya salah dalam hal ini. Oh berarti saya salah paham tentang urusan ini. Nah ini harus benar dulu begitu, kalau tidak, maka yang ada, akan semakin membuat apa blunder ya. Jadi bukannya selesai itu, malahan bisa menjadi semacam apa ya, bola salju begitu. Nanti si bapak, gara-gara kamu sih ngomong seperti begini sama ibunya jadi kan begini.
Ibu ngomong, kamu sih enggak bisa menyampaikan sama bapak jadinya kan urusannya seperti begini. 

Nah ini yang perlu dipahami, karena banyak anak yang memang dia itu paham secara agama dan menjadi tempat bertanya bagi orang tua, termasuk kakak-kakaknya akan bertanya kepada dia. Karena si Adik itu jauh lebih paham untuk urusan yang berkaitan dengan agama. Sehingga ketika memberikan solusi, ketika menyampaikan itu, satu tidak emosi, yang kedua ada landasannya. Kalau disampaikan dengan cara emosi, pasti orang tua akan marah.

Seperti apapun kamu tuh anak begitu ya, membesarkan kamu sampai bisa seperti ini itu adalah saya. Kan begitu orang tua ya.

✓ Kemudian dia tidak perlu emosi untuk menyampaikan hal yang seharusnya disampaikan, dengan cara yang berbeda, dengan haq, dengan cara yang baik, lemah lembut begitu.

✓ Yang kedua tadi, ada landasannya kalau ngomong. Pak kalau secara syar'i ini tidak benar pak seperti begini. Karena dulu di zaman Rasul dulu pernah ada peristiwa seperti begini dan jalan keluarnya itu seperti ini. Nah kalau sudah ada tandannya seperti itu. Kalau-kalau si bapak ngecek nanya ke ustadz, benar tidak sih ada cerita seperti begini begitu. Kalau memang dalilnya benar, insyaAllah ustadz pun akan membenarkan.

✓ Tetap harus berusaha netral, seperti apapun yang kanan itu bapak, yang kiri itu ibu. Tidak bisa kita itu membela salah satunya. Tetap harus mendudukan, yang salahnya itu disini. Sehingga yang paling penting itu adalah yang ke 4.

✓ Bagaimana menjadikan pihak yang bersalah itu, untuk kemudian meminta maaf. Tentunya tidak didepan kita, tidak masalah. Tetapi perlu diingatkan. 

Itu kenapa tugas kita, ketika kita sudah baligh, sudah mengerti agama. Kita itu harusnya menjadi orang yang nyaman buat orang tua itu untuk bertanya. 

Jangan sampai sebaliknya. Ketika kita sudah mengerti agama justru kita itu petentengan terus sama orang tua, sampai kemarin itu saya pernah mendapatkan pertanyaan dari member. Dia bertanya begini, orang tua saya itu nol sekali mengenai masalah agama. Sehingga apa yang diomongin orang tua itu, dibantah terus sama anaknya. 

Sampai kemudian ibunya berkata begini,  kamu itu ngaji bukannya tambah benar ya, tapi kok malah pintar membantah orang tua. Nah ini kan jadi tidak benar ya. Jadi ketika anak itu semakin ngerti agama, maka semakin tahu bagaimana caranya beradab kepada orang tua. 

Bukan justru, semakin dia pintar, justru menganggap orang tua makin bodoh dan jauh dari agama. Nah tugas dia seharusnya, bagaimana mendakwahi orang tuanya untuk lebih mengerti agama. Misalnya, orang tua sholatnya masih 3x, belum 5x, coba diingatkan. Bagaimana caranya agar nanti ketika orang tua itu meninggal, kan anak yang sholih yang akan mendoakan. 

Nah ketika kita sudah sholih, harusnya orang tua itu bisa di ajak. Tentunya dengan cara yang baik. Semakin anak itu frontal kepada orang tua. Ini yang kemudian akan menjadikan orang tua itu enggan. Tidak usah ngaji-ngaji. Adekmu tidak usah ngaji, nanti kamu seperti kakakmu, ibu ngomong A, kakak jawab B.

Dakwah itu tidak seperti itu, ketika kita semakin paham, maka sampaikan pada orang tua. Contoh sederhana saja, ketika bunda sudah ngaji. Dulu ikutan dauroh dan lain sebagainya. Bahwa ketika fatimah itu hamil itu tidak ada mengadakan 4 bulanan atau 7 bulanan. Bahwa zaman dulu tidak ada, yang Fatimah saja yang di jamin surga bersama suaminya Ali tidak mengadakan buk, 4 bulanan sama 7 bulanan. Itu kata ustadz loh buk.

Bunda masih ingat, kalau tidak salah semester 4 itu mondok. Oo begitu ya. Terus ibu bertanya, jadi terus bagaimana? Ya jadi nanti ibuk tolong ya bu, kalau nanti aku sudah nikah, aku tidak akan ngadain yang seperti begitu. Cukup ibu diakan saja, jadi dana untuk 4 bulanan atau 7 bulanannya di simpan saj untuk nanti kita beli kambing yang besar untuk akikah nanti bayinya. Nah itu baru ajaran Rasulullah ﷺ bu. Hasan dan Husein di akikahi bulan 4 bulanan ato 7 bulanan tadi bu.

Dan alhamdulillah dakwanya sambil santai, ngobrol sambil tidur-tiduran begitu ya. Terus ibu nanya, kamu diajarin apa sama ustadz mu di pengajian itu? Ya saya terus cerita, ooo ternyata wudhu yang benar itu seperti begini loh bu kata ustadz itu. Jadi santai, ngomong begitu ya. Dan itu membuat ibu jadi trust kepada saya. Bahwa itu bisa beliau lepas begitu, dalam artian ketika berumah tangga itu. Ya sudah, apa kata kamu, karena kamu lebih mengerti. 

Nah ini yang paling penting buat kita. Bagaimana kita membangun trust kepada orang tua. Bahwa apa yang kita lakukan itu sesuai kepada agama. Dan tolong cara menyampaikan nya kepada orang tua tidak boleh dengan kata-kata yang kasar, tidak boleh membodoh-bodohi. Sebodoh apapun orang tua kita, dalam artian mungkin dia tidak bergelar sarjana, mungkin dia tidak keluaran pondok, mungkin dia tidak bisa bahasa asing apapun, teknologi tidak ngerti, tapi doa beliau itu Alloh ﷻ yang jamin. Itu hati-hati ya.

Jadi sampaikan dengan cara yang baik, hormati, dan biasakan untuk lebih merendah kepada orang tua. Sehingga yang ada itu orang tua itu ridho. Ketika kita ngomong dengan beliau. Beliau itu nyadar, oo iya berarti saya memang salah. Jadi jangan sampai kita semena-mena sama orang tua. Waduh ibu ini, sudah pendidikannya kurang, tidak banyak gaul, tidak ikut parenting apalah.

Tidak usahlah kita itu membanding-bandingkan kehidupan mereka dengan gaya hidup saat ini. Kita harusnya itu bersyukur bisa sampai di titik ini itu karena doa-doa belio. 

Mungkin itu yang bisa disampaikan. 
Assalamu'alaikum warohmatullah wabaarokatuh.

0️⃣4️⃣ Ummi Zainab ~ Temanggung
Masyaallah...materinya joss....
Afwan bunda azam...

Seperti yang bunda ketahui saya keluarga besar, anak-anak sebagian besar di perantauan atau pondok, bertemu jarang sekali, komunikasi lewat HP juga jarang apalagi untuk anak-anak yang di pondok. Bagaimana menyelaraskan trust untuk semua anggota keluarga dengan kondisi seperti itu?

Mohon pencerahannya.

🌸Jawab :
Bismillahirohmanirrohim.

Sama seperti saya, ketika anak-anak menempuh pendidikan di pondok yang kalau ditempuh pulang pergi 14 jam, mungkin umi antar propinsi anak-anaknya bagaimana menyelaraskan trust antara anak dan orang tua? Memang ini bisa menjadi masalah tersendiri antara anak dan orang tua. Kenapa? Karena jarak dan waktu untuk komunikasi sangat minim. Apalagi kalau di pondok tidak boleh bawa HP dan sangat bergantung pada wali asrama atau guru.

Ini cukup membuat kondisi "serba sulit" ketika anak sakit, ketika anak butuh kita untuk hadir saat dia merasa terpuruk, sedih, dan lain sebagainya itu bisa menjadi "masalah". Nah, bagaimana menyikapi hal ini? Mungkin seperti yang saya alami (lakukan) saat itu ketika anak sulung saya mondok, si kakak mondok, adiknya masih sama saya. Dia yang tertua dan harus terpisah. Dan karena saya harus menjaga dua adiknya otomatis saya tidak bisa menjenguk dia. Bahkan dia tidak saya jenguk itu selama 4 tahun. Kenapa? Karena tidak bisa bawa 2 anak, kemudian ketika jam libur pondok itu hari jum'at, adiknya sekolah, sementara sabtu dan ahad, si kakak sekolah seperti biasa dan si adek libur. Artinya tidak ketemu, misalnya saya bawa menjenguk di hari jum'at, berarti si adik bakal bolos jum'at dan sabtu. Dan ini menjadi dilema ketika anak saya bilang "ibu kapan jenguk kakak, sementara teman-temanku yang rumahnya di Ambon, Papua saja di jenguk sama orang tuanya. Padahal pondok ku masih satu provinsi sama rumah di bogor." Itu membuat saya sedih, bagaimanapun dia punya hak untuk dikunjungi dan pada saat seperti itu adalah pilihan yang sulit untuk saya menjelaskan. 

Kondisinya seperti ini, tidak ada bapak. Kalau ada bapaknya, bisa bapaknya yang diminta untuk berangkat menjenguk saya yang menjaga anaknya yang dua, tetapi karena tidak ada bapaknya dan anak dua ini memang, full menjadi tanggung jawab saya mulai dari sekolah, jemput les, dan lain sebagainya. Yang bahkan pulang lesnya saja sudah sampai isya'. 

Nah, ini kan dilematis. Bagaimana membangun komunikasi dengan anak-anak ini? Yang saya lakukan adalah memberikan motivasi dan kepercayaan bahwa dia bisa mandiri kemudian apapun yang terjadi, ibu akan menjadi back up buat dia. Yang penting mereka tidak menjadi troublemaker dan  berikan motivasi agar mereka bisa memberikan keputusan, adakan dialog, yang memang memberikan kepercayaan kepada dia untuk memutuskan.

Misalnya ketika tanya "boleh tidak aku ikut ini ?" Waktu itu si kakak ingin ikut vokustik la apa lah yang itu akan menyita waktu dia, kemudian dia akan banyak menginggalkan sekolah, karena ini organisasi yang ada di luar pondok. Artinya dia harus keluar dari pondok kalau mau mengurus orgsnisasi ini, maka pada saat seperti itu untuk melatih kemandirian dia, ya kita dialog, kita membangun komitmen. Itu yang saya lakukan. Jadi saya katakan boleh ikut seperti itu, tapi,
1) Ibu minta sekolah itu adalah amanah dan itu adalah amanah abi yang sudah tidak ada. 

2) Komitmen dengan tugas tugas sekolah. Ibu tidak mau tahu, ketika kakak aktif dalam organisasi kemudian keteteran sekolahnya. Bahkan kemudian bisa di D.O. 

3) Cerita, Seperti banyak cerita-cerita urusan pondoknya keteteran, sehingga yang terjadi anak tidak naik kelas. 

4) Berikan gambaran-gambaran, kalau kamu begini maka begini. 

Sehingga, ketika dia mau memutuskan, dia tahu konsekuensi logisnya seperti apa. Kemudian, ketika libur atau pulang maka sediakan waktu untuk me time khusus dengan masing-masing anak, yang dia tida terbagi dengan yang lain. Bisa pergi berdua atau sekedar ngobrol berdua, atau bercerita tentang apa yang dia rasakan, aktivitas apa yang dia lakukan tanpa kita harus seperti detektif, dibuat mengalir saja. Karena sebenarnya kalau misalnya kita kembali pada proses pendidikan itu, saya pernah membaca tulisan seseorang yang sampai sekarang saya masih terkesan dengan tulisan itu. Judulnya Parenting ra mutu (tidak berkualitas) tetapi justru tulisan itu sangat berkualitas bagi saya, karena isinya tentang parenting itu isinya bagaimana anak itu utuh bisa menangkap bahwa kita benar-benar menjadi back up buat mereka.

Jadi, jangan sampai anak merasa ambigu, "ih.. ibu ngomongnya seperti begitu, padahal tidak begitu" kan menjadi tidak utuh, anak-anak tidak melihat orang tua seutuhnya. Anak tidak boleh melihat kita ambigu. Anak harus melihat kita benar-benar utuh. Bahwa kita berjuang untuk dia, berkorban untuk dia, kita ada ketika dia butuh, kita akan selalu support untuk dia selama itu positif. 

Kita juga tegas kalau mereka melakukan pelanggaran dan ibu adalah orang yang tidak suka dengan "penghianatan" maka silakan ditanggung. Jadi, ini tegas diterapkan ketika anak-anak masih bersama kita, masih di dala lingkungan keluarga kita. Dalam artian dari kecil, kalau anak menumpahkan diajarkan bertangung jawab untuk membereskan. Jangan sampai dia sudah menumpahkan kemudian dia lempar tanggung jawab bukan aku tapi itu (menunjuk saudaranya yang lain). Nah ini perlu kita biasakan.

Dan saya membiasakan anak-anak untuk berkomitmen dalam hal yang sangat-sangat sederhana. Saya katakan kepada mereka "kalau untuk uang 100 atau 500 perak saja kalian sudah membuat orang tidak trust kepada kalian, percaya bahwa kalian amanah, bagaimana kalau tiba-tiba kalian mendapatkan uang 1 trilyun. Apa yang terjadi? 500 perak saja tidak bisa mempertanggungjawabkan, bagaimana kalau dikasih 2 miliyar."

Jadi, jangan kebalik. Itu kenapa anak-anak harus ditanamkan kredibilitas dari mulai kecil. Saya membuat aturan itu bersama-sama dengan anak. Jadi, kalau kamu iya maka ibu iya. Jika kamu tidak, maka ibu tidak. Misal, ketika saya bilang "ayo segera sholat" mereka bilang "iya, ntar, masih apa.. masih apa.." saya diamkan saja, tetap ya dikontrol bahwa mereka harus tetap sholat. Nah, ketika mereka buru - buru beli es krim " ibu aku beli es krim ya.. keburu lewat orangnya" saya diam dan tidak akan memberikan uang. Mereka akan protes "ibu kok gitu sih, kan keburu pergi orangnya" misalnya... ya saya jawab "tadi siapa ya..  yang waktu ibu nyuruh sholat.. bilang ntar? Memang enak dijawab dengan jawaban ntar, sementara ketika kalian meminta es krim ibunya harus segera bilang iya. Kan ibu sudah bilang, kalau kalian bilang iya.. ibu iya.. kalau kalian tidak ibu juga tidak. Itu kenapa ketika kalian minta es krim ibu juga diamkan. Biarkan saja orangnya pergi. Kan tadi ibu nyuruh sholat, ibu tidak menyuruh yang buruk. Ibu menyuruh yang baik."

Sehingga, mereka tahu bahwa yang ibunya katakan itu akan punya konsekuensi. Jadi,  kita membiasakan anak punya kredibilitas. Kalau anak sudah biasa dengan amanah, tanggung jawab, kredibilitas kemudian komitmen dengan janji. Begitu, insyaAllah dimanapun dia berada, maka dia akan melihat potret ini seperti apa yang dia lihat pada orang tuanya. Dalam artian, ibu ngajari seperti ini, maka saya harus seperti ini. 

Dan itu perlu latihan dari kecil, tidak bisa disulap. Kalau saya pernah membaca tulisan seseorang itu dia katakan begini "kita bisa ngomong ke anak it 1000 kata dan  belum tentu 1000 kata itu aka diserap oleh otak anak. Tetapi anak akan sempurna dengan netranya dengan matanya akan merekam apapun yang dia lihat dari kedua orang tuanya." Bagaimana caranya ibu bersikap kepada bapak, bapak kepada ibu, bagaimana ketika bapak marah, ibu marah, bagaimana ibu memperlakukan orang lain, bagaimana ibu memegang amanah ketika dipercaya orang lain, anak itu akan merekam semua itu. Sehingga, itu akan menjadi semacam rekaman buat dia "oh, orang tua saya seperti ini." Jadi, jangan pernah harap anak itu akan memiliki komitmen yang luar biasa kalau kita sendiri juga tidak bisa berkomitmen. Apalagi kalau kita sempat membohongi anak. Atau kita sudah janji, nanti diusahakan bisa hadir, ternyata kita tidak hadir, maka itu anak akan kecewa. Kalaupun tidak bisa hadir, katakan di awal. "Oh, kakak ada acara ya tanggal sekian, pada saat itu ibu ada acara dari jam sekian sampai jam sekian. Ibu akan usahakan datang, tapi mohon maaf kalau terlambat atau apa kalaupun tidak datang, tolong dimaklumi." Sehingga, anak tidak banyak berharap dan ketika tidak terjadi, anak tidak banyak kecewa karena memang paham kondisinya seperti begini. 

Jadi, kita membiasakan untuk memberikan contoh-contoh positif pada anak. Sehingga anak menjadi trust dan alhamdulillah ketika anak-anak ada di pondok, saya benar-benar back up termasuk ketika ada kata-kata yang membuat mereka down. Sehingga mereka mengatakan "kok aku dibilangin seperti begitu bu.. ". Saya bilang "siapa yang bilang seperti itu? Kalian adalah anak-anak ibu, ibu tahu potensi kalian itu apa. Ya sudah jangan diingat-ingat kata kata itu. Yang penting buktikan. Karena apa? Penghinaan itu hanya bisa dijawab dengan pembuktian. Kalau kalian dihina seperti begini buktikan bahwa kalian tidak seperti itu, sehingga itu akan membungkam semuanya. Karena bukti itu adalah contoh terbaik untuk membungkam orang lain yang nyinyir, julid dan lain sebagainya."

Jadi, akan sangat relevan kalau kita membiasakan sesuatu yang kita tampakkan dengan sesuatu yang bisa anak-anak rasakan. Dan anak-anak merasa aman, itu yang paling penting. Bahwa saya di pondok bukan berarti dibuang, saya tidak dipaksa ada di sini. Bahwa kita bisa mensupport dia, berat memang, cuma tidak ada kesuksesan tanpa adanya perjuangan. Untuk menang pun saat perang kita harus berdarah-darah. Nah, motivasi menjadi orang tua itu harus senantiasa menjadi seorang konselor, motivator, supporter. Kita harus seperti itu, sehingga anak-anak merasa bahwa orang tua saya itu tidak pilih kasih. 

Mungkin itu ya.
Assalamu'alaykum warrohmatullahi wabarrokatuh.

0️⃣5️⃣ Naila ~ Bogor 
Bun, berhubungan dengan penanaman trust ini, persiapan-persiapan apa sajakah yang harus dilakukan sebagai suami istri dan sebagai orang tua terhadap anak-anaknya yang nantinya akan menjalankan LDM atau Long Distance Marriage?
Ibu bersama anak-anaknya.

🌸Jawab :
Bismillahirrahmanirrahim, jadi begini mbak Naila, persiapan apakah yang harus kita lakukan sebagai orang tua untuk, mempersiapkan anak-anak ketika memang kita berjauhan pada akhirnya.

Anak itu seperti apapun memang harus dilatih ya untuk dia bisa bertanggung jawab dengan dirinya sendiri dan itu perlu proses yang panjang, tidak semata-mata kemudian mendadak untuk kemudian dia bisa mandiri, tidak. Jadi kalau memang, nanti anak-anak itu di progres ya untuk misalnya dia mondok di suatu tempat begitu berjauhan dengan orang tua atau boarding begitu ya yang bukan Pesantren, jadi basicnya memang Pesantren tetapi tetap juga menginap begitu, kan beda ya dua institusi yang berbeda, maka anak itu kita buat seperti efek kecut ya jadi mendadak gitu maunya begitu kelas 6 langsung dibilangi "pokoknya kamu nanti sampai mondok."

Nah ini yang kemudian akan menimbulkan trouble atau masalah karena anak kaget, yang ketika dia bercita-cita ingin sekolah berangkat dari rumah, tiba-tiba "kok saya harus menyiapkan semuanya sendiri", kan kalau sudah jauh dari orang tua berarti otomatis dong dia menyiapkan kaos kaki sendiri dari A sampai Z begitu kan.

✓ Yang pertama itu adalah kalau memang progres kita nanti ke depan anak-anak itu akan mondok, maka paling tidak usia ketika kelas 4 atau 5 lah kita mulai mengajak sharing anak, "nanti mau lanjut di mana, mau kemana," kemudian kita memberikan gambaran begitu ya "kalau adik sekolahnya di sini atau kakak sekolah disini maka akan seperti ini." Tapi kalau misalnya, "kakak itu mondok disana, maka yang akan kakak dapat seperti ini." Dan kalau perlu di pertemukan dengan orang-orang yang output dari pondok itu, atau dari sekolah itu. Sehingga anak itu merasa, "Oh kalau aku sekolah di sana paling tidak aku bisa mencontoh seperti itu" tentunya contohnya yang baik.

Nah kalau kemudian ketemu, kan tidak semua orang baik ya dalam artian, "sukses" dalam mondok. Ada yang kemudian dalam pondok bikin masalah, sehingga dipecat artinya dipulangkan begitu. Ketika anak bertemu dengan orang-orang yang seperti ini maka sampaikan bahwa "Setiap apapun yang bernama instansi yaitu sekolah, pondok kemudian ataupun boarding dan lain sebagainya, semua itu isinya manusia bukan malaikat ya kan, bahwa malaikat itu tidak pernah bikin salah". Jadi kalau disuruh sujud-sujud sampai kiamat, kalau disuruh Takbir ya dia akan takbir sampai kiamat. Berbeda dengan manusia, karena malaikat itu hanya punya ketaatan, dia tidak punya nafsu. Sementara manusia itu dia punya ketaatan dan punya nafsu dan ketika nafsu menguasai maka dia lebih rendah dari binatang. Ketika ketaatan yang di nomor satukan maka dia bisa lebih mulia dari malaikat, begitunya dalilnya.

Jadi, kita membiasakan anak untuk berbicara, dengan anak itu bahwa kelas 4 kelas 5 itu mereka sudah mulai berpikir ya untuk nanti keluar dari sekolah SD begitu itu mereka mau ke mana, itu mereka sudah bisa diajak bicara begitu, jadi jangan mendadak, kalau mendadak banyak anak yang kemudian merasa berpikir "oh berarti mama sama papa, Abi & Umi, Ayah & Bunda itu sudah tidak sayang sama aku, nyatanya aku kelas 6 langsung dititipkan, tidak boleh di rumah lagi," nah ini kan kemudian menimbulkan efek apa semacam Rasa trauma, sedih dan lain sebagainya.

✓ Yang kedua, Kalau memang sudah ada tujuan ke sana ya anak itu tidak bersama kita setelah SD maka diajak jalan-jalan ke mana tujuan dia itu pada akhirnya akan senang misalnya, kalau pondok misalnya ke ke Al Kahfi, ke Khusnul, misalnya Al-Multazam, atau mana lah yang kalau Pondok Tahfidz misalnya, ke Nurul Hikmah atau yang namanya menghafal Quran. Pokoknya yang mana saja yang memang menjadi tujuan. Jadi anak itu biarkan memilih, biarkan survei gitu ya jadi melihat kehidupan. Dulu sebelum pandemi itu kan orang tua tuh, kalau di pondok anak saya itu boleh orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya ke HK itu, itu boleh duduk-duduk di saung melihat aktivitas anak-anak, ketika anak itu ke masjid, ketika masuk sekolah, ketika mereka ambil makan dan lain sebagainya di lihat sehingga ada gambaran "oh nanti kalau aku mondok bakal seperti begini" jadi mereka tidak akan kaget dengan suasana yang ada di pondok. 

Pertama, persiapkan mental mereka.
Yang kedua survei.

✓ Yang ketiga mulai, ketika anak memang sudah tertarik pasti akan banyak bertanya, nah kita sebagai orang tua menyiapkan. "bu kira-kira bagaimana ya bu ini" jadi anak yang terbiasa dibombong ya kalau misalnya makan dilayani kemudian permintaannya selalu dipenuhi, dia tidak biasa susah gitu kan, nah ini akan sulit nanti untuk beradaptasi di pondok, sementara di pondok apa-apa dia harus menyiapkan sendiri makan apa yang ada kan begitu.

Nah ini kita mulai mempersiapkan mereka sehingga mereka tidak kaget bahwa nanti makannya ya tidak bisa seperti makan di rumah orang tuanya dan yang saya rasakan itu ketika anak-anak ada di pondok dengan makanan yang berbeda ketika ada di rumah, maka ketika mereka pulang mereka sangat bersyukur, bahwa apa yang mereka makan di rumah itu begitu sudah sangat mewah, padahal ya karena apa ya, karena kalau di pondok seperti itu memang, keadaan makan yang harus mereka makan dan dimakan bersama-sama tidak ada perbedaan kan begitu.

Jadi perlu latihannya, anak-anak untuk bertanggung jawab atas dirinya, misalnya bangun, bangun tidurnya, salatnya kemudian belajarnya karena di pondok tidak akan ada yang mengingatkan, mau makan, mau belajar, masa bodoh begitu ya. Nah itu mulai ada diberikan taklif atau pembebanan gitu ya sehingga ketika misalnya diajari untuk mencuci baju ya kan yang paling kecil saja, sepatu kemudian menyiapkan buku pelajaran, kemudian bagaimana ketika mengenalkan obat-obatan dan lain sebagainya seperti itu perlukan, persiapan kapan untuk anak itu mandiri, karena kemandirian anak itu ya bagaimana orang tuanya, melatih atau tidak.

✓ Keempat itu adalah persiapan ruhnya orang tua ini penting, karena anak sudah semangat, ibunya menangis terus anak di pondok ya. Jadi, bagaimanapun ya namanya anak itu kan keluar dari rahim ibunya. Kalau ibunya tidak tegaan, ya anaknya juga akan anaknya juga akan menjadi anak yang susah untuk diarahkan, jadi ingat rumah terus, kenapa, karena ibunya menangis terus dirumah. Jadi pasrahkan saja semuanya kepada Alloh ﷻ bahwa, memang berat namanya perpisahan 6 tahun sekolah di SD bersama kita kemudian SMP tidak ada lagi bersama kita, berat memang, itu saya alami dari anak pertama, kedua, ketiga sama.

Tetapi kembali bahwa, mereka dititipkan pada instansi yang memang kredible atau dapat dipercaya kemudian sudah kelihatan output nya seperti apa, dan kita tetap memberikan semacam "trust atau kepercayaan" kepada anak bahwa apapun keadaannya di sana, Umi sama Abi insya insyaallah akan memantau adek melalui ustadz. Sehingga dia merasa nyaman begitu ya, kalau keponakan saya itu dengan anaknya karena memang anaknya syok atau kaget karena masuk pondok begitu maka surat-suratan. Jadi anaknya itu menulis surat kemudian difoto pakai handphone nya ustadz atau ustadzah nya kemudian dikirim sama ustadzah nya ke ibunya, nanti ibunya balas menulis surat juga di foto dikirim ke Ustadzah nya dibaca sama anak, sehingga komunikasi tetap jalan. 

Dan itu merasa keluhan anaknya dijawab oleh orang tuanya melalui ustadzah nya, masyaAllah dan alhamdulillah sekarang malah untuk pulang juga sulit tadinya mau sudah tidak betah atau apalah, kita sama dengan anak saya yang bungsu itu juga begitu. Awalnya sudah hampir menyerah saya karena karena memang bungsu. Dia sulit untuk jauh orang tuanya tetapi saya yakinkan bahwa tidak ada yang lebih baik jika kita memang tidak bisa mengatasi keadaan, "karena seperti apapun, berada dimanapun, kalau kamu tidak bisa beradaptasi dengan diri kamu sendiri maka semuanya tidak akan bisa mendukung kamu, jadi yang bisa merubah segalanya itu adalah kamu." 

Tentang bagaimana kamu bersikap dengan keadaan yang sekarang kamu hadapi. Kamu laki-laki, katakan begitu kepada anak saya. Dan itu baru 1 semester jadi 6 bulan benar-benar perjuangan bagi saya untuk bisa menumbuhkan rasa keyakinan bahwa dia bisa bertahan di pondok, tetap bertahan di pondok, dan justru ketika kelas 8 malah terbalin, ibu tidak perlu nengok aku karena aku terlalu sibuk, banyak agenda. Padahal ketika kelas 7 itu sudah hampir saya tarik dari pondok karena saya tiap pekan disuruh ke pondok. Bayangkan 14 jam tiap pekan saya lewat tol Cipali itu masya Alloh ﷻ, dan tidak ada yang namanya perjuangan itu tanpa air mata, tanpa doa, tanpa lelah, tanpa keringat itu tidak, tanpa biaya juga ya.

Maka dari itu kenapa semuanya memang harus dikembalikan kepada Alloh ﷻ, hadza min fadhli Robbik, bahwa semuanya itu Alloh ﷻ yang akan memudahkan, tidak ada ikhtiar kita itu yang berjalan tanpa adanya kekuatan Alloh ﷻ, istilahnya "Kun Faya Kun" dari Alloh ﷻ.

Jadi harus yakin, karena pertolongan Alloh ﷻ itu dekat. Jadi sampaikan kepada anak kita bahwa semuanya kalau karena Alloh ﷻ biarlah Alloh ﷻ yang akan memberikan kita jalan yang terbaik, insyaAllah apa yang kita lakukan itu adalah dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Alloh ﷻ, mencari ridhonya Alloh ﷻ.

Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Rumah tangga tanpa rasa "trust" di hanya akan menyisakan kehampaan. Tidak ada rasa saling memiliki, tidak ada keinginan untuk saling menyelamatkan.

Padahal rumah tangga itu adalah anugerah dari Alloh ﷻ, agar didalamnya kita bisa menimbun pundi-pundi pahala. Kenapa demikian? Karena rumah tangga adalah ibadah terpanjang dalam hidup anak manusia. 

Sebab target dari sebuah rumah tangga adalah bukan hanya sehidup semati di dunia, tapi juga seatap di Jannah-Nya. Dan ini sungguh tidak mudah. 

Perlu seorang imam dan sosok qawwam yang tangguh, mumpuni keilmuannya terutama kepahamannya pada syariat agama, sehingga anak istrinya tidak menjadi musuh baginya.

Perlu kehadiran sosok perempuan yang hafidzat dan qonitat. Yang akan membuat biduk berjalan dalam sakinah-Nya. Sosok yang dari rahimnya akan melahirkan generasi peradaban Rabbani. insyaAllah.

Semua perlu rasa "trust". Dan trust ini dibangun diatas sikap saling "mengalah". Mengalahkan ego pribadi demi kebaikan semuanya. Semoga kita terus belajar menjadi orang tua, istri dan anak yang lebih baik. Sehingga Alloh ﷻ ridho dengan ikhtiar kebaikan kita. Aamiin aamiin ya mujibassailin.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar