Senin, 28 Februari 2022

IBUKU JALAN TENGAH MENUJU SURGA

 


OLeH: Ustadzah Azizah, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

💎IBUKU JALAN TENGAH MENUJU SURGA

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد

Coba kita renungkan, setiap kali seorang ibu melahirkan, ia harus menyumbangkan separuh simpanan Kalsiumnya bagi bayinya. Bagaimana jika ia punya 3, 4, atau 5 orang anak? Sudah berapa kali anaknya "merampok" jatah Kalsium sang ibu? Apalagi jika sang ibu tak punya asupan Kalsium yang cukup, itulah kenapa banyak ibu-ibu yang mengalami osteoporosis di usia tuanya."

Ada banyak kewajiban seorang anak atas ke dua orang tuanya. Orang tua yang bernama ibu mengandungnya 9 bulan lamanya, melahirkannya, menimangnya dan menyapihnya hingga usia 2 tahun. Seorang ayah yang dengan kesungguhan nya mencari nafkah yang halal, tidak peduli seberapa lelah ia harus korbankan dirinya demi memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Seorang anak yang sholih shalihah tidak akan menutup mata atas semua jerih payah ke dua orang tuanya. Ia akan terus berusaha membalas budi meski tak akan pernah bisa membalas semua pengorbanan ke dua orang tuanya. Ini ditegaskan dalam tulisan di bawah ini,

🔹Tidak Bisa Membalas Budi Baik Orang Tua

Satu tarikan nafas saat melahirkan kita sungguh sulit dibalas apalagi jasa beliau yang lainnya. Ternyata jasa dan budi baik orang tua sulit untuk dibalas.

Dari Abu Hurairah dari “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

لاَ يَجْزِى وَلَدٌ وَالِدًا إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ

“Seorang anak tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika dia menemukannya dalam keadaan diperbudak, lalu dia membelinya kemudian membebaskannya.”
(HR. Muslim no. 1510)

Dari Abi Burdah, ia melihat melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ - إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا[1] لَمْ أُذْعَرُ

Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.

Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.

ثُمَّ قَالَ : ياَ ابْنَ عُمَرَ أَتَرَانِى جَزَيْتُهَا ؟ قَالَ : لاَ وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ[2] ، ثُمَّ طَافَ ابْنُ عُمَرَ فَأَتَى الْمَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ : يَا بْنَ أَبِى مُوْسَى إِنَّ كُلَّ رَكْعَتَيْنِ تُكَفِّرَانِ مَا أَمَامَهُمَا .

Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” Beliau lalu thawaf dan shalat dua raka’at pada maqam Ibrahim lalu berkata, “Wahai Ibnu Abi Musa (Abu Burdah), sesungguhnya setiap dua raka’at akan menghapuskan berbagai dosa yang diperbuat sesudahnya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 11, shahih secara sanad)

Lihat saja begitu besar ternyata jasa orang tua kita, terutama ibu. Satu tarikan nafas saat melahirkan kita saja tidak bisa kita balas. Belum lagi usaha keras beliau saat menyusui kita. Seringnya nangis tengah malam karena tangisan kita. Ia sering menangis karena kenakalan kita saat kecil. Saat kita sakit, ia pun sering meneteskan air mata karena tidak tega hatinya melihat anaknya menderita sakit. Apalagi perjuangannya beliau mendidik kita sehingga menjadi sukses saat ini. Namun apa balas kita?

Kita hanya bisa jadi anak durhaka, yang sulit berbakti dan enggan mengabdi.

Perhatikan perkataan Imam Nawawi dalam mendefinisikan durhaka pada orang tua.

‘Uququl walidain atau durhaka pada orang tua mencakup segala tindakan menyakiti orang tua.

Tidak termasuk durhaka jika kita mendahulukan kewajiban pada Alloh ﷻ. Juga tidak termasuk durhaka jika kita tidak taat dalam maksiat.

Taat pada orang tua itu wajib dalam segala hal selain pada perkara maksiat. Menyelisihi perintah keduanya termasuk durhaka. (Lihat Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi, 2: 77, terbitan Dar Ibnu Hazm)

Jadi cakupan durhaka itu luas sekali. Menyakiti perasaannya termasuk durhaka. Menerima telepon dengan kasar pun sudah termasuk durhaka. Berkata kasar, muka cemberut pun sudah termasuk durhaka. Apalagi sampai memaki dan mengejek orang tua, ini jelas durhakanya.

Jika demikian, bagaimana kita membalas budi baik orang tua? Dari ‘Abdullah bin ‘Umar dan Jabir bin Abdillah Al Anshary, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

“Siapa saja yang berbuat baik pada kalian, maka balaslah. Jika kalian tidak bisa membalas kebaikannya, maka do’akanlah kebaikan untuknya sampai engkau merasa telah membalas budinya.” 
(HR. Abu Daud no. 1672 dan Tirmidzi no. 203, shahih menurut Syaikh Al Albani).

Ada beberapa dalil yang mewajibkan seorang anak harus berbirrul walidain dan keutamaan berbakti pada ke 2 orang tua. Diantaranya,

Imam Sa'id bin Musayib berkata, 

“Seseorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya tidak akan mati (dalam keadaan) buruk (su'ul khotimah).”
(Tarikh Ibnu Ma'in: 2/328)

يقول التابعي الجليل سعيد بن المسيب -رحمه الله-, ”البارّ بوالديه لا يموتُ ميتة السوء.“ (تاريخ ابن معين: 2/328)

(Faedah ilmiah dari al-Ustadz Usamah Mahri di WhatsApp مجموعة طريق السلف)

Ada beberapa hal terkait berbakti pada orang tua diantaranya:

✓ 1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Alloh ﷻ

Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Alloh ﷻ merahmatinya –  menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempe ngaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya.”

Sehubungan dengan peristiwa itu, Alloh ﷻ menurunkan ayat:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS. Luqman: 15)

Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.

✓ 2. Menyediakan Makanan Untuk Mereka

Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi.

✓ 3. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya, dan sikap yang sudah dilakukan terhadap orang tua baik.

✓ 4. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka

Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka, termasuk semangat orang tua untuk berbagi.

✓ 5. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua

Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.

Semoga Alloh ﷻ berkahi dan karuniakan rezeki yang berlimpah dengan sebab berbaakti pada orang tua dan memudahkan mereka melakukan kebaikan. Aamiin. (Copas Ustadzah Indra asih)

Tugas seorang ayah ada dalam perintah Alloh ﷻ...

Allah ta’ala berfirman yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah Malaikat-malaikat yang kasar dan keras.” (QS. At Tahrim : 6)

Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas ra bahwa ayat ini mengandung makna: “Beramal lah dalam ketaatan kepada Alloh ﷻ, jagalah diri kalian dari kemaksiatan kepada-Nya, dan perintahkan lah anak-anak kalian untuk menjalankan perintah Alloh ﷻ dan menjauhi larangan-Nya. Maka dengan itulah kalian menjaga (diri kalian dan keluarga) dari api neraka.”

Dari Ali bin Abi Thalib ra. berkata tentang makna ayat ini : “Ajarkan diri kalian dan keluarga kalian akan kebaikan, ajarkan lah adab kepada mereka.”

Dan jika kita menjadi orang tua, maka manfaatkan sisa umur yang ada untuk memiliki umur ke 2.

Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:

"Sesungguhnya seorang ulama bila telah menanamkan ilmunya kepada orang lain, lalu dia meninggal, maka pahalanya tetap akan mengalir serta nama baiknya akan tetap dikenang.

"Itulah UMUR KEDUA dan kehidupan lain baginya, dan itulah perkara yang paling pantas untuk dijadikan ajang saling berlomba untuk mendapatkannya dan meraihnya."

[Kitab: Miftahu Daris Sa'adah, Ibnul Qoyyim, 1/148].

🔹BAGAIMANA BERBAKTI KEPADA ORANG TUA YANG TELAH MENINGGAL DUNIA?

1) Mendo’akannya

Selalu Mendo’akan kedua Orang Tuanya. Seperti Do’a

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

”…Wahai Rabb kami, ampunilah aku dan kedua Ibu-bapakku, dan semua orang yang beriman pada hari diadakannya perhitungan (hari Kiamat)...” [QS. Ibrahim: 41].

Terdapat Hadits yang Shahih, bahwasannya setiap anak Adam jika Meninggal Dunia, maka Terputuslah Amalnya Kecuali (salah satu diantaranya) adalah :

”Do’a anak yang Shalih…”

Kenapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan “Anak yang Shalih..”??

Para Ulama Menyebutkan bahwasannya,....
Hanya Anak yang Shalih-lah yang Pasti men-Do’akan orang tuanya yang telah Meninggal.

Karena, bagaimana bisa bagi anak yang Pendosa (Durhaka) mendo’a kan orang tuanya, sedangkan untuk mendo’akan diri sendirinya dia Sulit, dikarenakan dia sering bergelimang di dalam Kemaksiatan (Dosa)..?? Wal ‘iayadzubillaah.

Mendo’akan orang tuanya dengan Tata Cara yang telah di Syariat kan oleh Agama. 

2) Selalu Memintakan Ampun untuk Keduanya

Anak yang shalih adalah anak yang selalu memintakan ampunan untuk orang tuanya (baik mereka belum Meninggal ataupun sesudah Meninggal) di dalam Sholatnya atau Waktu-waktu yang di Syari’atkan (waktu-waktu yang Mustajab/Do’a2x yang akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala).

3) Membayarkan Hutang-hutangnya

Membayar hutang-hutang mereka, jika pada masa hidupnya mereka mempunyai hutang kepada orang lain, karena Hutang yang belum terbayar ketika seseorang meninggal akan memberatkan orang tua kita di hadapan Allah Ta’ala kelak.

4) Menunaikan janji dan wasiat kedua orang tua yang belum terpenuhi semasa hidup mereka, dan melanjutkan amal-amal baik yang pernah mereka kerjakan selama hidup mereka

Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amal baik tersebut dilanjutkan.

Hanya Melaksanakan Wasiat Orang tua yang sesuai Syari’at dan Tidak Perlu menjalankan Wasiat mereka yang bertentangan dengan Syari’at.

Atau tidak perlu menjalankan wasiat orang tua kita yang jika dijalankan wasiat itu tidak ada Masylahatnya, bahkan banyak Mudhorotnya (Menyusahkan) kita.

5) Bersedekah atas nama orang tua yang meninggal

Sedekah yang dikeluarkan seorang anak untuk salah satu atau untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia, maka pahalanya akan sampai kepada keduanya. Selain itu segala amal shalih yang diamalkan anaknya maka pahalanya akan sampai kepada kedua orang tuanya tanpa mengurangi pahala si anak tersebut.

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أُمّـِيْ افْـتُـلِـتَتْ نَـفْسُهَا (وَلَـمْ تُوْصِ) فَـأَظُنَّـهَا لَوْ تَـكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَـهَلْ لَـهَا أَجْـرٌ إِنْ تَـصَدَّقْتُ عَنْهَا (وَلِـيْ أَجْـرٌ)؟ قَالَ: «نَعَمْ» (فَـتَـصَدَّقَ عَـنْـهَا).

Bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara tiba-tiba (dan tidak memberikan wasiat), dan aku mengira jika ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan aku pun mendapatkan pahala)? Beliau menjawab, “Ya, (maka bersedekahlah untuknya).” 
(Shahîh, HR al-Bukhari (no. 1388), Muslim (no. 1004), Ahmad (VI/51), Abu Dawud (no. 2881), an-Nasa-i (VI/250), Ibnu Majah (no. 2717), dan al-Baihaqi (IV/62; VI/277-278).

6) Menyambung tali silaturrahim dengan kerabat Ibu dan Ayah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barang siapa yang ingin menyambung silaturrahim ayahnya yang ada dikuburannya, maka sambung lah tali silaturrahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban).

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك 

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم 

والله اعلم

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ iNdika ~ Semarang
Bagaimana dengan ibu yang dzholim terhadap anaknya, seumpama anaknya belum ketemu jodoh terus ibunya bilang kamu tuh sadar diri, muka pas-pasan jangan nyari yang cakep?

🔷Jawab: Bismillahirrahmanirrahim... 

Bagaimana dengan orang tua yang kata-katanya kasar ya. Misalnya mengatakan milih-milih calon mengukur diri dengan wajah yang pas-pasan, jangan nyari yang cakep misalnya ya. Ini adalah sesuatu yang apa ya, mungkin dalam tanda kutip beberapa kali bisa jadi anaknya itu istilahnya dipertemukan dengan orang yang menurut orang tua itu baik begitu ya. Tetapi anaknya melihat bisa jadi kok sepertinya kurang cakep ya? Begitu dalam artian fisik loh ya. Mungkin anak zaman sekarang kan yang diukur itu fisik begitu ya. Nah ini yang kemudian menimbulkan rasa marah, bisa jadi dari orang tua begitu dan kalau kita mencerna dengan cara yang dingin dengan otak dingin, hati yang dingin memang salahnya di mana kata-kata itu? Memang menyakitkan tetapi bukankah itu benar begitu kan? Ya tidak? Jadi kalau kita itu mau melihat siapa yang akan mendampingi kita misalnya kita mau mencari dalam tanda kutip seperti gantengnya artis begitu misalnya yang sekarang lagi tergila-gila dengan artis drakor misalnya ya, yang kata orang itu sudah apa disebut oppa begitu kan saya tidak ngerti itu kenapa disebut begitu? Karena saking gantengnya dan lain sebagainya mencari sosok seperti itu. Ya kan sulit, begitu kan. Sementara siapa kita, siapa yang diharapkan. dikatakan bagai pungguk merindukan bulan. Dan ingat bahwa orang tua itu ketika berbicara bisa jadi sudah ada fakta empiris di depan dia berkali-kali orang tua mempertemukan atau eh menemukan orang yang dipikir itu cocok untuk anak tetapi anak perempuannya menolak. Dan alasannya fisik nah ini yang kemudian terlontar kata-kata itu. Ya, jadi ini adalah salah satu renungan begitu ya, dan memang Ahsan untuk tidak mengatakan seperti itu. Orang tua alangkah baiknya lebih kepada mendidik putri itu untuk ngerti agama, ngerti urusan rumah, ngerti cara mendidik anak dan lain sebagainya, sehingga nanti akan dipertemukan dengan orang yang saleh, yang sepadan dengan dia, bukankah Alloh ﷻ itu akan menjodohkan dengan orang yang sekufu, ya, yang sekufu itu artinya yang sebanding, nah di sini perlu ada jembatan iya kan anak harus legowo mengukur diri begitu ya, siapa saya dan kenapa kok sampai mama, ibu, mak itu ngomong seperti begitu ke saya itu harus ya karena apa? Karena seperti apa pun usaha kita memang dalam tanda kutip itu di luar nalar ya dalam artian berharap seperti tadi ya bagai pungguk merindukan bulan itu juga akan lelah pada akhirnya capek, siapa elu begitu loh kenapa kok berharap segitunya begitu kan seperti kita yang ada bermimpi mendapatkan artis ibukota ketemunya di mana begitu ya, diangan-angan saja kan begitu. Karena apa lingkungan kita bukan lingkungan mereka, berbeda. Nah ini yang kemudian perlu kita pahami bahwa orang tua itu tidak akan mudah mengatakan hal-hal yang menyakitkan kalau tidak dipicu oleh sesuatu. 

Jadi tolong untuk kata-kata seperti itu kalau kita sebagai orang tua ya kita belajar untuk menghargai perasaan anak. Tetapi kan kita juga tidak bisa mengontrol ya kan orang tua untuk ngomong apa. Beliau kan bukan robot yang bisa kita setel. Ayo ngomong seperti begini, ayo ngomong kalimat seperti begini. Enggak bisa seperti begitu kan? Jadi sebagai seorang anak, maka Ahsan. Ketika orang tua itu emosi, sadari, mungkin pemicu emosi itu adalah kita. Nah, ketika dalam suasana baik-baik ibu bisa menjadi orang sahabat buat kita. Kita bisa sampaikan. Ya, bukankah kata-kata itu sangat menyakitkan. Sebaiknya Ibu berdoa semoga saya mendapatkan orang yang bla, bla, bla, bla, bla. Iya enggak? Karena apa? Ya karena kalau secara logika kita bisa berpikir kata-katanya itu tidak ada yang salah begitu dan jodoh itu kan tidak ada yang tahu ada orang yang biasa-biasa saja tapi dapatnya orang yang ganteng tetapi kan tidak semua orang bisa seperti itu begitu juga ada orang yang mukanya itu dapatnya mungkin di bawah standar harapan tetapi baiknya luar biasa. Dia kaya sangat menyayangi istri, bla bla bla terus lebih senang mana dapat orang ganteng tetapi dia suka menyiksa dia suka menyiksa dalam tanda kutip batin. Dia tebar pesona ke perempuan lain sakit hati kita. Kita bisa memiliki fisiknya tetapi jiwanya tidak karena apa? Jiwanya liar, dia bermain dengan apa namanya perhatian dari perempuan-perempuan lain di luar istrinya. Nauzubillah kan begitu. 

Ya, jadi yang kita harapkan doa dari orang tua kita itu adalah bagaimana kita dipertemukan dengan jodoh yang baik yang bisa menghargai kita sebagai seorang istri sebagai seorang ibu dari anak-anaknya. Mungkin itu ya.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Setyaningsih ~ Solo
Assalamu'alaykum Ustadzah, 

Mengenai sedekah atas nama orang tua, apakah hal ini harus diucapkan secara dzahir, atau boleh di dalam hati saja Ustadzah?

Syukron atas jawabannya.

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh
 Bismillahirrahmanirrahim... 
Apakah kita sebagai anak meniatkan untuk bersedekah atas nama orang tua atau cukup di batin saja. Ingat bahwa Alloh ﷻ itu Mahatahu setiap apapun ya. Jadi apa pun yang kita rasakan di dalam hati tanpa kita ucapkan Alloh ﷻ Maha Tahu. Dan di dalam dalil yang sahih dikatakan bahwa setiap perbuatan anak saleh yang dia itu melakukan kebaikan maka orang tuanya akan mendapat pahala dari apa yang sudah dilakukan oleh anaknya tersebut. 

Masyaallah begitu ya. Beruntungnya memiliki anak yang saleh dan salihah. Jadi ketika kita sudah menjadi orang yang dalam artian mandiri, tidak lagi bersama orang tua, apalagi orang tua kita sudah tidak ada. Ketika kita melakukan kebaikan insyaallah pahala itu juga akan mengalir kepada kedua orang tua kita. Dan perlukah kita itu menjaharkan artinya mengucapkan bahwa saya wakaf ke masjid ini, atas nama orang tua. Silakan saja di dalam hati. Ya, berbisik di dengan hatinya sendiri untuk meyakinkan itu apa-apa. Ya kan? Jadi cukup katakan ya Alloh ﷻ saya berniat dengan uang saya yang sekedarnya ini semoga orang tua saya itu bisa diucapkan. Tidak diucapkan pun kita niat saja nanti kalau saya dapat bonus, dapat sertifikasi, dapat apa? Kalau misalnya dagangan saya laku sekian, maka keuntungan saya sekian, maka saya akan, nah, begitu niat seperti begitu saja, Alloh ﷻ sudah mencatat itu sebagai sebuah kebaikan dan amal saleh buat orang tua, insyaallah itu ada pahalanya, ya kan? Kan berbeda betapa baiknya Alloh ﷻ, berbeda ketika kita akan berbuat dosa, ketika kita belum melakukan tidak dicatat sebagai sebuah dosa, hanya berupa niat saja kan belum dilakukan. Masyaallah begitu ya, tetapi begitu itu adalah sebuah kebaikan. Alloh ﷻ itu sudah tahu dan Alloh ﷻ mencatat sebagai sebuah kebaikan.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ iNdika ~ Semarang
Bagaimana dengan ibu yang selalu membandingkan kekayaan antar anak-anaknya, ada anak yang rela resign dari kerjaannya demi anak-anaknya yang masih batita, tapi tiap pertemuan keluarga selalu disindir-sindir. Kebetulan juga finansial nya masih pas-pasan. Padahal sebelum resign dia sudah berbicara dengan ibu dan suaminya, alasan sebenarnya dia resign karena ibunya tidak sanggup lagi momong cucunya, sebelumnya sudah dicarikan baby sitter tapi ibunya tiak suka kalau ada orang lain dirumahnya?

🔷Jawab: Bismillahirrahmanirrahim bagaimana menghadapi orang tua yang suka nyindir-nyindir gitu ya, karena anak resign dari pekerjaan kemudian sementara hidupnya masih pas-pasan begitu ya. Nah ini perlu pembuktian. Karena apa pun itu adalah ibu kita. Dia adalah nenek dari anak-anak kita. Buktikan bahwa ketika kita itu berhenti bekerja demi mengurus anak, maka buktikan bahwa saya lebih jago dari baby sitter, saya ibunya. Yang paling paham tentang mentalitas anak kita. Yang akan membekali anak-anak kita dengan agama yang jauh lebih baik. Karena tidak ada keuntungan ketika kita membahas atau membalas sindiran-sindiran orang tua kita kalau tanpa pembuktian. Iya kan? Anak-anak kita sama saja seperti anak-anak yang lain yang dijaga oleh baby sitter. Harusnya kalau misalnya kita benar-benar handle anak kita maka anak kita jauh lebih cakap dalam hal misalnya keterampilan motorik. 

Misalnya apa ya? Karena kita bisa full ngawasin dia. Kita ibunya kita tahu bahwa anak ini, oh dia punya kemampuan untuk apa? Ya kan tiap anak beda, dia lebih senang melukis, dia senang apa namanya membaca, dia suka mengaji dan lain sebagainya. Buktikan bahwa kita benar-benar totalitas di situ. karena tidak ada yang bisa membalas sebuah sindiran, kalau misalnya coba kita dengarkan ceramah-ceramah para ustaz itu, ketika kamu dihina, ketika kamu di-bully, ketika kamu dicemooh, ketika kamu dilecehkan, maka tundukkan kepalamu, biarkan kata-kata itu lewat. Dan jangan pernah membalas kata itu kalau kamu membalas maka akan lebih tajam, mereka akan membalas mu. Itu kata beliau. Ya, bisa dicek ya di Ustadz Khalid ya. Yang kemarin baru di-bully. Masalah wayang begitu. Coba di cek itu bagaimana beliau itu menyikapi bully-an kemudian hinaan, cercaan, begitu? Ya sudah lewat saja. Apalagi ini yang melakukan adalah orang tua. Yang dan artian dia adalah ibu kita doa beliau adalah di hadapan Alloh ﷻ. Perkara urusan dia menyakiti hati kita, perasaan kita itu urusan dia dengan Alloh ﷻ. Karena apa? Orang tua tidak akan melakukan itu kalau dia itu paham. Paham bahwa ketaatan seorang istri itu harus ada pada suaminya. Bahkan sampai kemudian Rasulullah ﷺ mengatakan, andai boleh manusia itu menyembah manusia yang lain, maka akan Kusuruh seorang istri itu menyembah kepada suaminya. Kalau itu bisa dipahami, betapa besarnya hak seorang suami. Seorang suami tidak mengizinkan untuk bekerja maka dia memilih untuk taat. Dan orang tua harusnya men-support itu. Karena ketika anak itu taat kepada suaminya maka pahala itu mengalir kepada dia sebagai ibu yang sudah mendidik anak perempuannya untuk taat kepada suaminya. Itu kenapa kembali ya pemahaman agama itu menjadi kunci dari semua masalah. Ini karena apa? Karena ketidaksinkronan begitu. Bagaimana agama mengatur kemudian manusia berpikir secara logika. Kadang orang itu berpikir begitu bahwa ketika suami istri itu bekerja maka pasti duitnya lebih banyak. Padahal tidak seperti itu. Alloh ﷻ itu adil. Iya enggak begitu. Iya kan? Ada orang yang istrinya di rumah saja tidak tidak istrinya bukan wanita karir begitu ya. Tetapi cukup bisa bayar SPP anak bisa sekolah begitu ya, bisa beli susu, bisa beli Pampers kemudian ya bahagialah istilahnya, dalam tanda kutip. Yang salah itu adalah ketika kita membandingkan kehidupan kita, andai kamu itu dulu kerja, kamu tuh sudah sarjana, capek-capek dikuliahin. Ujung-ujungnya ngurus dapur. Enggak Seperti itu? Ada pandangannya seperti ini dan saya juga, ya, Bunda juga mendapatkan statement yang begitu pahit itu dari orang yang dulu eh pernah Bunda kagumi dalam artian ini adalah guru begitu ya, yang kemudian apa ya sangat kecewa begitu setelah sekian puluh tahun Bunda punya anak. Kemudian beliau telepon saya begitu ya. Saya telepon kepada beliau. Kemudian dia bertanya Azizah kamu sekarang jadi apa? Kamu sudah jadi dosen? Begitu kan? Kamu sudah S3 di mana? Di luar begitu kan. Itu sampai seperti itu. karena ekspektasi guru saya ini luar biasa begitu. 

Melihat bagaimana perkembangan saya ketika dari kelas satu SMA, kelas dua, kelas tiga itu selalu rangking, kemudian nilai tidak pernah di bawah delapan begitu ya. Hampir sembilan begitu, sembilan delapan, sembilan sembilan, itu ketika saya yang mengajar. Dan itu sangat-sangat kecewa. Kata-kata itu keluar begitu. Jadi kamu itu menjadi orang yang begitu pintar itu kerjaan kamu sekarang ngurusin anak dan dapur. Itu kata guru saya, itu masyaallah begitu. Sementara suami saya tidak masalah dengan itu begitu. Tapi ya mau bagaimana? Kan kita tidak bisa Menyetel atau mengerem mulut orang lain untuk tolong dong kamu ngomongnya seperti begini. Enggak bisa kan? Begitu loh. Karena setiap orang punya mulut yang bisa ngomong apa saja. Dan kita juga punya mulut untuk bisa mengomentari dia. Kan begitu ya tidak? Jadi intinya adalah ketika kita dilecehkan, ketika kita itu dihina, ketika kita itu dianggap tidak berguna pun, begitu ya, sekalipun kata dianggap tidak berguna begitu, pembuktian adalah salah satu bentuk untuk membalas itu semua. banyak-banyak berdoa. Didik anak kita dengan baik. Dan itu masyaallah ya kalau, kalau, kalau pak guru saya itu tidak ngomong kayak begitu, mungkin saya tidak sakit memang pada saat itu, begitu ya. Tetapi kemudian saya berpikir, masa iya kemudian guru saya cuma ngomong, jadi kamu cuma ngurusin anak, sama dapur, itu. kata guru saya begitu. Itu kemudian melecut saya, oh kalau begitu saya akan buktikan bahwa saya meskipun saya bukan seorang dosen, saya bukan seorang guru, saya bukan seorang karyawan, saya akan buktikan, saya bisa mendidik anak-anak saya. Sehingga orang itu bisa melihat begitu loh, bahwa apa yang saya lakukan itu memang untuk mereka, anak-anak saya, begitu. Ya, jadi anggaplah sebuah penghinaan, sebuah apa namanya? Pelecehan begitu ya, dalam tanda kutip tidak dianggap begitu, itu adalah sebuah lecutan suatu saat akan bangga orang-orang yang telah membuat saya itu menjadi orang yang dianggap tidak dianggap begitu ya. Mungkin itu.

Wallahu a'lam

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh

Bunda, kalau misanya orang tua kita, minim pengetahuan agamanya, dan selalu yang ditanyakan dan dipertanggungjawabkan dari anaknya hanya perihal materi, materi dan materi. Sebagai anak, apakah kita harus nurut juga?

Misalnya saya sanggup tapi seperti harus mengenyampingkan keluarga saya sendiri (anak dan suami) bagaimana ya, Bunda? 
Sedangkan sekarang surga istri ada pada suaminya.

Mohon penjelasannya, Bunda. 

🔷Jawab:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Bagaimana kalau orang tua kita itu minim tentang masalah agama, kemudian yang dituntut dari anaknya itu adalah materi, sekedar materi saja. Sementara saat ini anaknya itu sudah menikah, begitu ya. 

Jadi, sudah ikut suami, begitu. Bagaimana menyikapi hal ini? 

Bismillah...
Jadi begini ya, tanggung jawab utama seorang istri itu ada pada suami karena sudah benar kata mba, surga dan nerakanya itu ada di suami, begitu ya. Nah, ketika orang tua kita itu menuntut hal-hal yang di luar yang bisa kita sanggupi maka kita bisa bicara kepada suami, kita sharing kepada suami, bagaimana ini, begitu ya. Saya tidak paham ya, mba ini bekerja juga ya, dalam artian punya penghasilan sendiri atau ibu rumah tangga yang mengelola uang dari uang nafkah ya, dari suami. 

Saya akan jawab dua-duanya. Jadi misalnya begini kalau misalnya mba itu bekerja, ya kan, artinya kan mendapatkan penghasilan. Nah, di dalam Islam, penghasilan seorang istri itu mutlak milik istri ya, tidak boleh suami itu kemudian memaksa bahwa nafkah keluarga itu harus ditanggung istri, itu tidak boleh, karena nafkah keluarga itu memang tanggung jawab dari suami, begitu ya. Nah, ini ahsan dibicarakan dengan suami, misalnya mba punya gaji kemudian ternyata ibu atau nenek, Saya panggil nenek saja ya, neneknya anak-anak butuh, begitu ya, minta uang, begitu. Coba dibicarakan dengan suami bagaimana ini, biasanya kan uang gaji saya itu untuk keperluan membantu keperluan rumah tetapi ini tiba-tiba ibu butuh sekian dan itu artinya saya tidak bisa lagi untuk menutup kebutuhan rumah ya. Seorang suami yang baik, insyaAllah ya, karena seperti apapun ya, dia mendapatkan mba itu juga karena mba itu dirawat oleh orang tua, dibesarkan, disekolahkan begitu ya, sampai seperti ini dan dia tinggal memetik, begitu ya, dalam artian mengambil ketika sudah besar, begitu, iya kan? 

Nah, akan berbeda kalau ya, kalau misalnya mba tidak bekerja kemudian mengelola uang rumah, begitu ya, dimana uang itu untuk keperluan rumah, intinya bayar listrik, telpon, kemudian air ya, kebutuhan rumah untuk masak, SPP anak-anak dan lain sebagainya. 

Nah ini wajib untuk melaporkan kepada suami karena apa, karena itu pengeluaran di luar kebutuhan rumah tangga, maka itu disampaikan, ini bagaimana, begitu kan, ibu lagi butuh uang sementara uang yang ada di saya itu adalah untuk keperluan rumah, bisa tidak dibantu. Nah ini juga perlu dibuka komunikasi dengan orang tua karena seperti apapun orang tua itu perlu untuk diajak terbuka, berpikir dan apa ya, diajak sharing begitu bahwa saya dengan anak sekian itu setiap bulan butuh dana sekian, jadi kalau ibu mendadak butuh dana yang besar maka bagi saya itu berarti saya harus mengurangi pos-pos tertentu untuk bisa memenuhi kebutuhan ibu. Saya akan memenuhi itu jika itu masih bisa dan sanggup saya penuhi sendiri tetapi jika sudah tidak bisa dan harus mengambil pos yang lain maka saya harus ijin kepada suami. Itu harus disampaikan kepada orang tua, ya kan, dan ini juga menjadi pembicaraan dengan saudara-saudara mba yang lain, siapa tahu mba itu punya kakak atau adik laki-laki atau perempuan, syukur-syukur punya adik laki-laki atau kakak laki-laki. Karena bagaimanapun yang namanya nafkah orang tua itu jika memang dia berkekurangan maka wajib bagi anak laki-laki untuk memenuhi kebutuhan orang tuanya, apalagi kalau orang tuanya sudah tidak sanggup bekerja, maka wajib ya menafkahi kedua orang tuanya. Itu menjadi tanggung jawab anak laki-laki ya dan anak perempuan itu membantu. Jadi, bisa patungan, begitu ya istilahnya. Kalau misalnya mba bersaudara itu misalnya 4 orang, 3 orang, 2 orang begitu ya, yuk kita patungan, ibu itu butuh untuk biaya belanja, ikut arisan, ikut pengajian atau jalan-jalan sama temannya, begitu ya, itu butuh dana sekian setiap bulan. 

Jadi, misalnya siapa yang berkemampuan lebih, begitu ya, kita tentunya tidak bisa memaksakan sama rata ya kepada kakak dan adik kita, siapa tahu di antara mereka ada yang lebih susah dari kita, begitu ya untuk hidupnya sehari-sehari saja sudah megap-megap begitu ya, bagaimana kalau harus ditarget seperti kemampuan kita, kan tidak mungkin, berarti kita kan mendzolimi, kan begitu. 

Jadi, semampunya, bahwa saya akan sanggup untuk memberikan setiap bulan itu sekian. Jadi tidak terbebani kepada satu anak, karena bagaimanapun itu adalah orang tua dari seluruh anak-anak itu begitu loh. Jadi, orang tua dari mba dan adik-adik dan kakak mba, begitu. Jadi itu yang harus kita bicarakan begitu ya, syukur-syukur kalau ada kakak yang mengerti agama kemudian dia laki-laki maka dia tahu bahwa seperti apapun orang tua itu adalah tanggung jawab saya, begitu ya. 

Punten, mungkin kalau misalnya seperti saya dulu, ketika ibu, bapak saya sudah tidak ada, kemudian ibu ikut saya, kemudian sakit, begitu ya, ketika ikut bunda, sakit harus masuk rumah sakit maka kakak laki-laki bunda yang mengambil alih, semuanya, biaya rumah sakit dan lain sebagainya. Sementara, sampai uang apa namanya, fidyah ya, untuk karena tidak bisa puasa, ibu itu karena memang benar-benar sudah sepuh ya, sudah 70 hampir 75 ibu saya itu, itu dibayar oleh kakak saya. Tugas saya dan kakak-kakak perempuan saya itu adalah merawat ibu, ya seperti membersihkan, kemudian menemani sholat sambil tidur, kita mengganti pampers kemudian memandikan dan lain sebagainya itu membersihkan ibu ya istilahnya, menemani di rumah sakit itu adalah tugas dari kami, anak-anak perempuan tetapi tugas dia itu adalah memenuhi, mensupport semuanya itu, dari mulai biaya dokter, rumah sakit, kamar dan lain sebagainya. 

Inilah, kenapa kita itu wajib ya, untuk dalam saat ini, kita yang sudah berkeluarga untuk saat ini ya, wajib mendidik anak kita itu faham tugas anak laki-laki itu apa, tugas anak perempuan itu seperti apa, sehingga anak itu, orang tua kita itu kelak akan mendapatkan surga, karena apa, karena ketika mba itu taat kepada suami maka ketaatan mba ya, itu akan berbuah pahala bagi ibu ya, bagi nenek. Kenapa, ya karena Islam memerintahkan seperti itu, tetapi ketika mba itu menjadi perempuan ya, naudzubillah ya, bukan mendoakan, begitu ya, mencontohkan saja, mba itu menjadi istri yang tidak benar, mendidik anak tidak benar, maka ini juga akan dipertanyakan oleh Alloh ﷻ bagaimana kamu mendidik anak perempuanmu sehingga dia menjadi seorang pembangkang, begitu ya. Perempuan yang tidak tahu aturan atau lain sebagainya, maka itu juga akan dipertanyakan nanti, begitu, ya kan. Itu kenapa, betapa pentingnya dari sekarang anak-anak kita itu dibekali dengan bekal agama sehingga kita tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang akan timbul dan merugikan kita kelak di akhirat. Itu intinya ya. 

Dan kita tidak menjadi orang tua yang mengulang kesalahan yang sama ketika kelak kita menjadi orang tua, begitu ya. 

Jadi, sekali lagi, untuk hal masalah yang berkaitan dengan materi bisa dibicarakan kecuali kalau mba anak tunggal ya, kalau anak tunggal ya mau tidak mau berarti mba memang hanya bisa berbicara dengan suami, kan begitu. 

Dan, InsyaAllah ketika kita ridho dengan keputusan orang tua memberikan harta kita untuk orang tua, menyenangkan mereka, ketika doa-doa itu melangit maka InsyaAllah mba itu akan mendapat ganti yang jauh lebih besar. Kenapa, karena itu janji Alloh ﷻ begitu loh, tidak akan tertolak doa dari orang tua, begitu ya. Jadi, semampunya, ketika kita bisa menyampaikan kepada ibu bahwa kita benar-benar tidak bisa misalnya nih ibu butuh 10 juta sementara kita sudah ikhtiar tapi maksimal yang bisa kita penuhi cuma 5 juta, itu sudah mati-matian kita cari juga 5 juta, ceritakan pada ibu, 5 juta ini, bu, ini sudah dari bla bla bla, ceritakan saja dengan cara yang baik ya bukan dengan cara yang kita sampaikan dengan cara yang kasar, ibu kemarin baru minta 3 juta, sekarang sudah minta 10 juta, terus ibu pikir saya tuh mesin ATM bla bla bla misalnya. Nah itu akan membuat ibu tersinggung, marah. 

Kalau kita mau hitung-hitungan secara materi dengan orang tua. Sekarang mba deh begitu, kalau misalnya mba sekarang nih ya punya anak, coba hitung dari mulai mba beli pampers pertama kali sampai anak tidak pakai pampers lagi, pampers doank lho ya, hitung, habis berapa, terus mainan anak, dari mulai dia kenal mainan sampai sekarang, hitung habis berapa. Sepatu, dari mulai sepatu bayi ceprot lahir, itu kan cuma kecil banget sama kaos kaki begitu sampai anak mba SMA misalnya, hitung berapa sepatu, itu kalau mau ditotal itu. MasyaAllah begitu ya, bisa milyaran biayanya itu, begitu kan, belum termasuk ketika capeknya orang tua yang tidak bisa dihitung dengan materi, itu inmaterial begitu ya, misalnya doa orang tua ketika kita sakit itu, betapa sedihnya dia, begitu ya, kemudian nungguin di rumah sakit, biaya dokter kemudian orang tua kita lelah dan lain sebagainya, itu tidak bisa kita bayar. 

Jadi, usahakan semaksimal mungkin kalau memang sudah tidak bisa dan tidak mungkin maka temui ibu bicara dengan baik-baik, InsyaAllah ya ketika niat kita itu baik maka Alloh ﷻ sampaikan apa yang ada di hati kita untuk jauh lebih membuka hati ibu, oh berarti anakku tuh sebenarnya sudah berusaha untuk memenuhi permintaanku tetapi dia memang tidak mampu, begitu ya, karena apa, karena hati orang tua itu juga milik Alloh ﷻ. Jadi, tembus dulu ke Alloh ﷻ, minta sama Alloh ﷻ, ya Alloh ﷻ tolong sanggupkan saya untuk bisa tembus ke hati ibu membicarakan ini, bukan berarti saya tidak sanggup untuk menolong ibu tetapi kemampuan saya hanya segini, InsyaAllah akan ditolong oleh Alloh ﷻ.

Wallahu a'lam

0️⃣5️⃣ Mala Hasan ~ Lampung
Bunda, jika seorang ibu suatu ketika salah dalam mendidik anaknya dan ketika anaknya dewasa. Karena merasa pernah di sia-siakan. Jadi bersikap arogan pada orang tuanya.
Bagaimana kita yang dekat menyikapi hal ini?

Jazaakillahu khoiran bun.

🔷Jawab:

Untuk menyikapi hal ini kita perlu tahu bahwa ketidakmampuan orang tua ketika mendidik anak itu memiliki banyak hal yang melatarbelakangi yang begitu sulit atau kita uraikan bisa jadi yang orang tua lakukan pada kita itu adalah akibat dari didikan masa kecil mereka. Yang kemungkinan ketika orang tua mendapat perlakuan dengan hal yang sama sehingga Kemudian pola didikan itu terbawa ketika mempunyai anak.
Dan bagaimana ketika itu terjadi sehingga menyebabkan anaknya merasa tidak di didik dengan benar oleh orang tua misalnya tidak mendapat pendidikan agama dan akhlak yang baik dalam Islam tidak ada kata atau sebuah Dalil yang menyatakan bahwa biarkan saja ketika orang tuamu tidak mendidik mu dengan baik justru yang ada adalah ketika tidak di didik dengan baik, justru harus bersikap Birrul Walidain. Bagaimana seorang anak harus tetap berbuat baik pada orang tuanya kita bisa berkaca dari kisah Nabi Ibrahim as yang Ayahnya adalah seorang pembuat patung berhala yang disembah sedangkan ibrahim adalah seorang Nabi, Alloh ﷻ tidak mengizinkan Ibrahim untuk menyakiti ayahnya.

Dalam arti mencaci menghina dan mencampakkan ayahnya justru Nabi Ibrahim amat menyayangi ayahnya ada banyak contoh bersikap baik pada orang tua sebagai bentuk ketaatan pada orang tua ketaatan pada makhluk ketika makhluk itu meminta kita untuk bermaksiat kepada Alloh ﷻ itu prinsipnya selama orang tua tidak melarang kita untuk taat pada Alloh ﷻ maka wajib kita taat pada orang tua.

Adapun tentang didikan orang tua yang salah di masa lalu mereka tetaplah orang tua kita karena mereka kita ada dan terlahir ke dunia ini.
Kita tidak bisa memilih takdir untuk dilahirkan oleh siapa tapi Alloh ﷻ yang telah mentakdirkan kehadiran kita di dunia ini dan memiliki orang tua yang seperti apa maka tanggung jawab kita adalah bagaimana kita bisa membangun rasa cinta dan sayang pada orang tua kita.

Ada banyak hal yang menyebabkan hal itu maka kita harus tetap berbuat baik kepada mereka bahkan ketika mereka belum menyadari kekeliruan yang telah mereka lakukan dengan semua itu lakukan kebaikan sebanyak-banyaknya pada mereka dan kalau dalam hal ini mereka adalah teman dekat kita sampaikan padanya doa ketika orang tua tersentuh hatinya dengan kebaikan dan doa maka keberkahan dari Alloh ﷻ akan kita dapatkan jangan sampai dengan keburukan orang tua kita kita balas dengan keburukan juga.

Ketika ada label anak durhaka akan ada juga label orang tua durhaka ketika dia tidak dapat mendidik anaknya dengan baik dan akan pertanggungjawabkan dihadapan Alloh ﷻ di kemudian hari.
Bagaimanapun anak-anak akan meniru apa yang terdidik dari orang tuanya maka jika perlakuan kurang baik didapat dari amplopnya alangkah baiknya berlaku. Baiklah pada orang tua karena mereka kita ada adalah hadir ke dunia ini bersikap bijak lah ingat kebaikan mereka tentu ada kebaikan dari sikap mereka selama ini jangan pernah mengatakan up pada orang tua terlepas apapun perbuatan orang tua kita di masa lalu itu akan mereka pertanggung jawabkan dihadapan Alloh ﷻ kelak.
Maka sebaiknya kita memperlakukan orang tua dengan baik. Karena tidak ada yang bermaksud tidak baik dalam mendidik anaknya hanya mungkin mereka salah dalam mendidik.

Wallahualam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Takdir adalah milih Alloh ﷻ, kita tidak pernah bisa memilih terlahir dari rahim siapa. Seperti apapun keadaan orang tua kita, tidak ada dalil yang mengijinkan seorang anak untuk durhaka kepada kedua orang tuanya.

Jika ada istilah anak durhaka, maka bisa jadi ada sebutan orang tua durhaka. Yaitu orang tua yang lalai mendidik anak keturunannya mengenal jalan ke ilahian. Jalan-jalan tauhid, yakni rel-rel syariat yang membentuk karakter positif pada anak.

Tidak ada gading yang tidak retak bukan? Tidak ada manusia yang sempurna, memaafkan dan memulai untuk bisa menerima kenyataan, kemudian terus berusaha menjadikan diri anak yang berbakti, itu jauh lebih mulia dibanding terus menyalahkan masa lalu. 

Semoga bermanfaat, dan terus menempa diri menjadi anak yang berbakti, dan selalu semangat untuk lebih baik mendidik generasi baru. 

Aamiin ya mujibassailin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar