Minggu, 25 April 2021

SAMPAI KAPAN AKU HARUS BEGINI?

 



OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh sahabat-sahabatku

Alhamdulillah, puja dan puji hanya milik Allah ﷻ yang telah memberi kita hidayah Iman Islam, harta paling berharga, satunya yang bisa membuka jalan ke Surga. Hanya dengan hidayah-Nya lah, kita bisa menemukan jalan keselamatan. Dan Alhamdulillah sampai malam ini, kita masih dalam kondisi beriman Islam, iman tauhid. 

Sholawat dan salam kita kita sampai kepada Rasulullah ﷺ yang dengan perantaraan beliaulah kita mengenal Islam. Andai jika beliau tidak diutus untuk seluruh umat dialam ini, mungkin kita telah tersesat, beriman kepada selain Alloh ﷻ yang Esa. Kita sampaikan juga salam kepada keluarga beliau, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Sholehah....

Setiap detik yang kita lalui tidak akan bisa kita ulangi kembali, itulah fitrahnhya. Waktu terus berjalan dengan begitu cepat tanpa terasa oleh kita dalam menjalani arus kehidupan ini. Dan saat ini kita semua masih melalui perjalanan hidup yang penuh sandiwara ini untuk mencapai tujuan yang abadi yaitu akhirat.

Setiap manusia tidak ada yang sempurna semuanya pasti melakukan kesalahan baik yang ia sengaja maupun tidak ia sengaja. 

Seperti yang dijelaskan dalam hadist Rasulullah ﷺ: “Setiap anak cucu adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baiknya yang berbuat dosa adalah yang bertaubat.” (HR. At-Tirmizi & Ibnu Majah).

Sudah jelas dalam hadis ini bahwa siapapun orangya pasti pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya dan kesalahan yang terbaik yaitu yang diiringi dengan taubat nasuha.
Mau sampai kapan kita hidup dengan berlumuran dosa dan maksiat? 

Sudah berapa banyak dosa yang telah kita lakukan di siang dan di malam hari? 

Sadarkah kita bahwa di akhirat mulut kita akan dikunci, tangan kitalah yang akan berbicara, kaki kitalah yang akan memberikan kesaksian apa yang telah mereka kerjakan selama hidup di dunia, dan kita akan dimintai pertanggung jawaban atas semua kelakuan kita di dunia ini.

Betapa zholimnya kita, yang mengaku sebagai hamba Allah ﷻ tapi kita bergelimang dosa. Apakah kita tidak malu kepada sang pencipta, kita selalu meminta kepada-Nya untuk mengabulkan segala doa dan permintaan kita tapi sadarkah bahwa dalam jiwa kita penuh dengan noda-noda hitam kemaksiatan yang selalu kita kerjakan.
Kita tidak tahu, berapa jatah umur yang diberikan Alloh ﷻ. jika saat ini kita masih bisa bernafas, Jika hari ini kita masih bisa bersenda gurau dengan orang yang kita cintai, siapakah yang bisa menjamin esok hari kita masih dapat melakukan hal yang sama. 

Kita tidak tahu di bumi mana kita akan mati kapan waktunya yang pasti kita semua akan menemuinya.

Alloh ﷻ berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh ﷻ dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya.” (QS. At-Tahrim:8) 

Sudah jelas dalam ayat ini bahwa Alloh ﷻ sudah menyerukan kepada kita untuk segera kembali kepada-Nya dan bertaubat dengan semurni-murniya taubat.

Oleh karena itu, marilah kita kembali tunduk kepada Ar-Rahman, sebelum terlambat. Karena apabila ajal telah datang maka tidak ada seorang pun yang bisa mengundurkanya sedikitpun ataupun menyegerakanya, ketika maut itu telah datang… Beribu-ribu penyesalan akan menghantui dan bencana besar ada di hadapan, siksa kubur yang meremukkan dan gejolak bara api neraka yang menyakitkan.
Sahabat-sahabatku...

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang zhalim.”” (QS. al-Anbiya’ : 87)

Dan firman-Nya:

“Maka barangsiapa yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti  (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Alloh ﷻ. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 275)

kedua ayat ini dapat menjadi obor penerang terhadap mereka yang terjerumus di dunia gelap; dunia yang mengenal kemaksiatan dan kezhaliman.

Kata (الظُّلُمَات) di ayat pertama yang berarti kegelapan, datang dalam bentuk jamak (plural noun). Para pakar tafsir terkemuka, seperti az-Zamakhsyari, al-Baidhawi, dan Abi as-Suud al-Imadi, di saat menyuguhkan penafsiran terhadap kata tersebut mereka berkata:

“Jika ada yang menanyakan tentang kedatangan kata (الظُّلُمَات) dalam bentuk jamak, sementara objek pemberitaan adalah kisah Nabi Yunus yang tengah berada di dalam perut ikan besar, maka kami menjawab: “(الظُّلُمَات) datang dalam bentuk plural karena Nabi Yunus di saat memohon doa keselamatan, ia diliputi tiga bentuk kegelapan: kegelapan perut ikan besar, kegelapan dasar laut, dan kegelapan malam. Tentunya, ini mengilustrasikan kehidupan orang-orang yang terjerumus di dunia hitam yang dihantui dengan pelbagai kegelapan."

Cara berpikir mereka telah gelap, buntu, dan tidak dapat lagi melihat secercah harapan. Jalan hidup yang mereka jalani dianggap sebagai takdir ilahi. Padahal, takdir itu sendiri digariskan oleh Alloh ﷻ sesuai dengan usaha dan pilihan setiap manusia. 

Bukan hanya itu, mereka juga sering kali menganggap apa yang sedang dilakukan sekarang itulah yang terbaik, meski kata hati mereka membisikkan ketidakrelaan dan kebosanan dari apa yang terjadi, ia dengan halusnya berkata: “Wahai diriku! Apakah ini yang terbaik bagimu, atau di sana ada yang lebih baik lagi? Hemat saya, masih ada yang lebih baik dari ini, kehidupan yang jauh dari huru-hara, kehidupan yang memberikan rasa aman; anda aman, orang lain pun aman. Bukankah engkau, wahai diriku seringkali menyesal setiap kali melakukan kejahatan? Coba pikirkan kembali jalan hidup itu!”
Di lain sisi, hati mereka juga telah gelap. Kejahatan yang bertumpuk menjadikan hati sulit melihat terangnya kebenaran, meski ia lebih terang dari sinar matahari itu sendiri. Hati yang tidak pernah dibersihkan, seperti papan tulis yang tidak pernah dihapus, tidak ada tempat untuk menulis jika ia tidak dihapus sebelumnya. Demikian halnya dengan hati. Jika ia tidak dibersihkan, maka sulit baginya menerima sorotan cahaya kebenaran yang datang dari gema syariat Islam yang menyerukan kebaikan.

Makna di atas tersirat dalam hadits Nabi ﷺ berikut ini:

“Sesungguhnya orang beriman jika melakukan suatu dosa, maka itu terhitung sebagai noda hitam di hatinya. Akan tetapi, jika ia bertaubat dari dosa itu, berpaling darinya, dan beristighfar, maka hatinya pun bersih dari noda itu. Dan jika ia menambah dosanya, maka bertambah pula noda hitam tersebut, sehingga hatinya terbalut dengannya.”

Maka dari itu, sejak awal Al-Qur’an menyuguhkan jalan keluar bagi mereka yang tersesat dalam meniti kehidupan dengan menyuarakan ayat pertama tersebut. Ia memberitahu  bahwa jalan keluar dimulai dari pengakuan diri terhadap dosa yang telah diperbuat, dan berjanji untuk kembali ke jalan hidup yang benar dengan melantunkan kalimat tauhid (لا إِلَهَ إِلا أَنْت), dan tasbih (سُبْحَانَك).
Hasan al-Basri berkata:  “Demi Allah! Ia (Nabi Yunus) tidak selamat, Kecuali ia telah mengikrarkan bahwa dirinya telah melakukan kezhaliman.”

Jika kezhaliman Nabi Yunus hanya karena marah terhadap pembangkangan kaumnya, sehingga ia keluar meninggalkan mereka tanpa izin dari Alloh ﷻ, maka bagaimana jika sekiranya seseorang melakukan dosa besar dengan penuh keangkuhan dan kesombongan? Bukankah itu kezhaliman di atas kezhaliman? Jika Nabi Yunus dengan kezhaliman seperti itu, ia tetap mengharap pengampunan Alloh ﷻ, maka kita sebagai manusia biasa yang tidak luput dari dosa, lebih patut dan wajib mengharap pengampunan-Nya sembari berkata: (لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ، سُبْحَانَكَ، إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْن).

Nabi ﷺ bersabda:

“Doa Zin nun (Nabi Yunus) yang dipanjatkannya di dalam perut ikan, yaitu لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ, jika ia dipanjatkan oleh orang muslim dari sebuah kesulitan, maka Alloh ﷻ akan mengabulkannya.”

Jika ada yang bertanya: “Sebab yang melatarbelakangi doa ini terpanjatkan karena adanya kesulitan atau kemalangan yang menimpa, sementara dosa itu bukan kesulitan atau kemalangan. Bagaimana Anda dengan beraninya menganjurkan mereka yang tersesat untuk memanjatkan doa ini sebagai langkah awal meniti kebenaran?”

Kepada Anda hadits di atas menjawab: “Yang aku siratkan dan maksudkan adalah ke urgensian doa ini sebagai langkah awal menuju ke jalan yang benar. Bukankah orang yang terjerumus di lembah kemaksiatan dililit oleh seribu satu kemalangan dan kesulitan? Mereka lebih patut mengucapkan kalimat tersebut dari orang lain yang hanya merasakan kemalangan tertentu dari sebuah peristiwa, seperti: sakit, kehilangan harta, tertimpa banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan lain-lain. Kemalangan di sini (كُرْبَة) bukan hanya berarti musibah seperti di atas, tetapi ia juga berarti ketidakjelasan meniti hidup yang lebih baik akibat terjerumus di dunia hitam. Bahkan, ini adalah super musibah, melebihi dahsyat dan ganasnya musibah pertama.”

Di ayat lain, yaitu ayat kedua, meski ia turun menggambarkan kehidupan masyarakat jahiliah yang gemar mempraktekkan riba jahiliah, tetapi ayat ini menyiratkan langkah kedua yang patut diambil guna meninggalkan dunia kejahatan dan dosa. Langkah tersebut tidak lain kecuali menarik diri dari lembah hitam tersebut, membuka lembaran baru dari sejarah yang penuh dengan catatan hitam.

Ayat ini seperti rambu lalu lintas yang memerintahkan Anda untuk berhenti, ia berkata: “Stop, jangan pernah berpikir dan berkeinginan untuk kembali melakukan hal yang sama! Jika Anda berhenti dan bertaubat, maka segala-galanya kembali kepada Alloh ﷻ, dan Insya Allah, Dia akan mengampunimu. Bukankah Dia yang Maha Pengampun dan Pemurah? Akan tetapi, jika Anda kembali lagi, takutnya, Anda tidak punya kesempatan lain lagi untuk berhenti dan bertaubat, sehingga dengan sendirinya Anda termasuk penghuni neraka. Jangan pernah kembali lagi ke sana! Di depan Anda terdapat jalan hidup yang terang benderang.” Islam tidak pernah berdiam diri melihat kita terjerumus di lembah kemaksiatan, sehingga jalan hidup kita gelap gulita; pikiran dan hati buntu, galau, dan tidak terarah. Olehnya itu, sejak dini Islam menyuguhkan kepada kita dua langkah positif dalam hal ini: √Pertama: Pengakuan diri terhadap dosa yang telah dilakukan, dan berjanji untuk kembali ke jalan hidup yang benar dengan melantunkan kalimat tauhid (لا إِلَهَ إِلا أَنْت), dan tasbih (سُبْحَانَك) sebagai langkah awal mengharap pengampunan-Nya. √Kedua: Meninggalkan dunia kejahatan, dan tidak pernah lagi kembali menengoknya.”

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualaikum bun, 

Ketika kita memutuskan untuk berhijrah di mata Alloh ﷻ berusaha untuk menjadi manusia yang lebih dekat kepada Alloh ﷻ tapi keluarga sendiri pun masih jauh dikata taat sama Alloh ﷻ, rasanya diri ini malu bun ngerasa tidak pantas memperbaiki diri tapi belum bisa membawa keluarga ikut serta, bagaimana yah bun kadang muncul rasa ngapain sih berubah kamu saja belum bisa bajak keluarga kamu,  keluarga kamu masih seperti begitu.

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh 

Kalau berpikir seperti itu, mungkin Rasulullah ﷺ yang akan pertama kali mundur dari dakwah, paman yang beliau cintai, yang melindungi beliau tidak masuk Islam, tetap di dalam kekafiran, bahkan sampai meninggal tetap dalam kekafiran. Seorang Rasul lo itu, hamba yang paling dekat dengan Alloh ﷻ, tapi itulah, hidayah itu ada ditangan Alloh ﷻ, bukan di tangan ustadz, bukan di tangan kita. 

Jadi jangan menjadikan orang lain sebagai patokan hijrahnya kita. 

Disaat Alloh ﷻ berikan hidayah maka jangan sia-siakan. Berjuanglah untuk terus memperbaiki diri meski lingkungan tidak seiring sejalan.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Riyanti ~ Yogja
Terkait kejahatan, sebenarnya masih layak tidak sih diberlakukan  hukuman pidana sebagaiman termaktub dalam Al Quran.

Misal Aceh, perda syariah sudah masuk.

🔷Jawab:
Wallahu a'lam Dzah.

Kalau soal hukum, itu sudah diatur oleh negara. Meski pada beberapa daerah ada keistimewaan. Dzah Riyanti mungkin lebih tahu soal ini. 

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Dwi ~ Bondowoso
Assalamualaikum Bunda,

Menarik sekali tema malam ini Bun, kita sebagai manusia memang terkadang sering mengeluh dengan banyaknya ujian yang datang kadang terbesit dalam hati sampai kapan berakhir, meski kita tahu berakhirnya ujian yang datang jika kita sudah menghadap-Nya. Bun bagi tips bagaimana agar hati ini selalu terjaga dari dosa-dosa yang menyesatkan kita dan yakin semua masalah selalu ada penyelesaiannya dan cara memupuk hati ini terus untuk tidak kembali ke masa sebelum kita hijrah. Maturnuwun Bun

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh mba Dwi.

Menjaga hati dari dosa itu yaitu selalu beristighfar dan slalu mengingat bahwa Alloh ﷻ menyaksikan kita. Sering bermuhasabah diri apa yang telah kita dari bangun sampai tidur. Menjaga sholat, wudhu, menjaga amalan-amalan Sunnah. 

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Hari demi hari berlalu, dosa demi dosa kita perbuat, kemaksiatan demi kemaksiatan menorehkan luka menganga dan noda-noda hitam di dalam hati kita, Maha Suci Allah!!! Seolah-olah tidak ada hari kebangkitan, seolah-olah tidak ada hari pembalasan, seolah-olah tidak ada dzat yang Maha Melihat segala perbuatan dan segala yang terbesit di dalam benak pikiran, di gelapnya malam apalagi di waktu terangnya siang, innallaha bikulli syai’in ‘aliim (Sesungguhnya Alloh ﷻ, mengetahui segala sesuatu).

Betapa zalimnya diri ini, bergelimang dosa dan mengaku diri sebagai hamba, hamba macam apakah ini? Yang tidak malu berbuat maksiat terang-terangan dihadapan pandangan Robb ‘azza wa jalla, wahai jiwa… Kenalilah kehinaan dirimu, sadarilah keagungan Robb yang telah menciptakan dan memberikan nikmat tak berhingga kepadamu, ingatlah pedihnya siksa yang menantimu jika engkau tidak segera bertaubat.

Cepatlah kembali tunduk kepada Ar Rahman, sebelum terlambat. Karena apabila ajal telah datang maka tidak ada seorang pun yang bisa mengundurkannya barang sekejap ataupun menyegerakannya, ketika maut itu datang... Beribu-ribu penyesalan akan menghantui dan bencana besar ada dihadapan; siksa kubur yang meremukkan dan gejolak membara api neraka yang menghanguskan kulit-kulit manusia, subhaanAllah, innallaha syadiidul ‘iqaab (sesungguhnya Alloh ﷻ, hukuman-Nya sangat keras). Padahal tidak ada satu jiwa pun yang tahu di bumi mana dia akan mati, kapan waktunya, bisa jadi seminggu lagi atau bahkan beberapa detik lagi, siapa yang tahu? Bangkitlah segera dari lumpur dosa dan songsonglah pahala, dengan sungguh-sungguh bertaubat kepada Robb tabaaraka wa ta’ala.

Mohon maaf lahir batin. Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar