Senin, 28 November 2022

SAAT CINTA HARUS MEMILIH

 


OLeH: Ummi Yulianti, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸 SAAT CINTA HARUS MEMILIH

بِسْــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمن الرَّحِيْمُ


السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

الحمد لله 
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ...

ام بعد

Segalanya milik Alloh ﷻ apa yang ada di langit dan bumi, kenikmatan dan kesusahan asalnya dari Alloh ﷻ sudah selayaknya kita panjatkan puji dan syukur hanya kepada Alloh ﷻ. 

Agama Islam adalah agama yang mengangkat dan membebaskan manusia dari jaman jahiliah zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang, sudah selayaknyalah kita sebagai umatnya senantiasa menghaturkan sholawat dan salam hanya kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Cinta...
Tumbuh merekah.
Menggetarkan jiwa.
Perih dan sakit segera musnah.
Lelah akan terasa nikmat.
Rintangan menjadi anugerah.

Cinta ibarat dua sisi mata pisau yang saling berkebalikan. Di satu sisi, cinta bisa menggugah, mengubah, menghidupkan, menggelorakan, mengerahkan, dan memberikan semangat. Namun di sisi yang lain, cinta juga bisa membutakan bila tidak dipandu dengan cahaya ilmu dan dibingkai dengan iman.

Cinta merupakan ruh kehidupan dan pilar untuk selamat sebagaimana kekuatan gravitasi dapat menahan bumi dan bintang-bintang dari tabrakan dan kehancuran. Maka, cinta sejati dapat mengikat kuat dan menghasilkan energi yang mengikat manusia dari kejahatan.

Saat memutuskan untuk berumah tangga, seorang wanita tentu memiliki kewajiban kepada suaminya, bahkan melebihi terhadap orang tuanya. Selama perintah dari suami tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka harus dipatuhi.

Namun terkadang ada pertanyaan jika istri masih memiliki orang tua, siapakah di antara keduanya yang harus didahulukan, apakah suami atau orang tua?

Sebagai seorang istri, Kepatuhan pertama dan utama pada seorang suami, karena itu Imam dalam rumahmu kecuali dilarang atau diperintahkan sesuatu yang diharamkan, maka tidak boleh menuruti suami.

Namun bukan berarti seorang suami harus mengekang istrinya untuk selalu berdiam diri di rumah dan mengikuti semua perintahnya. Apalagi jika istri memiliki orang tua yang juga harus diperhatikan.

Seorang suami yang baik akan selalu memberikan kebebasan kepada istri untuk melayani orang tuanya.

Bahkan tidak hanya itu saja, dalam membantu keuangan orang tua pun, suami harus selalu memberikan dukungan. Terlepas dari itu, jika mereka memang sudah mampu dan diberikan kelebihan rezeki.

Sebagai seorang suami, jangan pernah menjadi suami ahli neraka yang melarang istrinya untuk berbakti kepada orang tua. Bahkan enggan membantu orang tua istrinya dari kesulitan.

Demikian pula bagi seorang istri, juga jangan melarang suami untuk membantu kedua orang tuanya.

Suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA dikisahkan —sebagian ahli hadis menyebut sanadnya lemah—, tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu. Di saat bersamaan, ayahanda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya.

Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah ﷺ. Beliau menjawab, “Taatilah suami kamu.” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisinya itu kepada Nabi ﷺ. Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah ﷺ, “Taatilah suami kamu.” Selang berapa lama, Rasulullah ﷺ mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Alloh ﷻ telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami.

Kisah yang dinukil oleh at-Thabrani dan divonis lemah itu, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, ‘dialektika’ kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema.

Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al Jami’ fi Fiqh An Nisaa’ mengatakan, seorang perempuan sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah ﷺ. Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadis yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan, yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya.

Namun, menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ketaatan itu masih berada di koridor syariat dan tidak melanggar perintah agama.

Oleh karena itu, kata dia, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apapun kepadanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pasca menikah maka saat itu juga, anaknya telah memasuki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melainkan menjadi tanggung jawab suami. Alloh ﷻ berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh ﷻ telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)." (QS. an-Nisaa: 34).

Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka. Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu kini —dengan kemajuan teknologi— bisa diupayakan sangat mudah. Menyambung komunikasi dan hubungan istri dan keluarga bisa lewat telepon, misalnya.

Al-Qaradhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat. Sekaligus menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Alloh ﷻ berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” (QS. al-Furqan: 54).

Ia menyebutkan, beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan ditashih oleh al-Bazzar. Konon, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri? Rasulullah ﷺ menjawab, “(Hak) Suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, sedangkan bagi suami hak siapakah yang lebih utama? Beliau menjawab, “(Hak) Ibunya.”

Demikian Paparan kali ini.
Yang benar datangnya dari اللّه. Yang salah dari ketidaktahuan ana yang masih fakir ilmu agama.

Mohon maaf jika ada salah-salah kata dalam penulisan.

 العلم بلاعمل كا لشجر بلا ثمر

Ilmu itu apabila tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.

 جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...

والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Ummu Abdullah ~ Makkah
Saya mempunyai ibu, dan setiap bulan memang sudah kewajiban kami ngirim ke beliau, cuma kadang karena banyak kebutuhan tidak terduga uangnya kurang, lalu saya nambah kirim dengan uang saya tanpa ijin suami walaupun kalau ijin pun dibolehkan, tapi saya menjaga perasaan ibu dari tidak enak sama suami. Kebetulan saya ada penghasilan. Bagaimana hukumnya ini, Bun?

🌸Jawab:
Pendapatan dari hasil usaha seorang istri menjadi miliknya sendiri, terserah mau digunakan apa saja, termasuk berbagi dengan orang tua, kalau misalnya tidak ijin suami pun tidak apa-apa, hanya sebaiknya tetap mengkomunikasikan kepada suami, meski uang tersebut hasil usaha sang istri. 

🔹Iya, Bun tetap akhirnya nanti bilang juga ke suami. MasyaAllah. 

Jazakillah Khairan.

0️⃣2️⃣ iiN ~ Boyolali
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh Ummi, 

Ada seorang laki-laki yang serius ke pernikahan, tapi ilmu agamanya masih minim sebut A, ada lagi seorang laki-laki lain yang mendekatai dengan ilmu agamanya baik tapi belum nampak apakah serius atau tidak sebut, B.

Sambil berjalan waktu, si A sudah begitu dekat dengan wanita itu, si wanita pun mensupport agar si A lebih dekat dengan Tuhan, lebih menggali ilmu agama, tapi memang belum maksimal, sampai di satu ketika si wanita tahu bila si A minum-minuman yang ada alkoholnya, menurut si A, minuman itu sudah tertulis "zero alkohol" makanya si A memilih untuk meminumnya. Lanjutnya si wanita meminta si A untuk mencari tahu perihal minuman tersebut dan memang ada alkoholnya 2%.

Ummi, si wanita kemudian seperti ragu tapi juga ingin tetap bersama dengan si A, tapi takut nanti bagaimana? Seperti sudah overthinking.

Mohon pencerahannya, Ummi

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Karena pernikahan bukan perkara main-main, sebaiknya sholat istikharah, meminta petunjuk kepada Alloh ﷻ dipilihkan yang terbaik, karena yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Alloh ﷻ, yang buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Alloh ﷻ. Mungkin saja Alloh ﷻ akan pilihkan si C yang agamanya baik, serius untuk menikah, dan berusaha menjaga mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal saja. 

Kalau tanya pendapat saya, mengenai si A dan si B, sebaiknya tidak usah berharap kepada keduanya. Si A bagus agamanya, tetapi belum siap menikah. 
Si B serius menikah, tapi untuk konsumsi minuman saja menyepelekan kadar alkohol. Bagaimana nanti ketika menafkahi, khawatirnya tidak bisa membedakan yang halal dan haram.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣3️⃣ Novia ~ Padang
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh ummi,

Bagaimana menyikapi orang tua yang selalu ikut campur dalam persolan rumah tangga anak-anaknya, dan ditambah lagi anak menantunya orang yang tidak enakan? 

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Untuk langsung menentang orang tua atau mertua tidak bagus juga, sebaiknya ketika beliau bicara-bicara memberikan petuah, anak menantu tidak usah menyanggah, sabar mendengarkan, tapi untuk pelaksanaan petuahnya kembali lagi kepada anak menantu, itu merupakan hak prerogatif anak menantu.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣4️⃣ Evi ~ Jakarta 
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh 

Pada seorang perempuan, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya, tapi apakah jika keluarga laki-laki yang mengintervensi kehidupan anaknya diperkenankan? Apalagi jika masih tinggal dalam satu rumah, lalu bagaimana sikap seorang suami supaya adil terhadap istri dan kedua orang tuanya? 

Jika mereka ingin mandiri tinggal rumah terpisah atau ngontrak tapi kedua orang tua si laki-laki tidak mengijinkan, bagaimana seharusnya sikap dari suami istri tersebut? 

Terima kasih

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Maksud dari materi di atas, tidak ada intervensi dari kedua pihak, keluarga istri dan suami. 

Idealnya memang, setelah berkeluarga, tidak tinggal dengan orang tua ataupun mertua, menghindari intervensi tadi, dan suami pun akan serba salah menghadapi dua orang yang dicintainya. 
Dalam suatu kajian, seorang ustadz mengatakan ketika sudah menikah diminta tidak meninggalkan rumah oleh ibunya, beliau tidak langsung membantah, tapi berusaha untuk memiliki rumah sendiri, dan rumah sendiri tersebut menjadi alasan untuk menolak secara halus keinginan ibunya. 
Ketika sudah tinggal terpisah tetap jadwalkan kunjungan rutin.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣5️⃣ Tia ~ Bandung
Ummi, lalu bagaimana orang tua yang mengatur rumah tangga anaknya dan anaknya nurut saja dengan keputusan orang tuanya sedang posisi istri tidak disukai oleh orang tua suami katanya sih memang dari awal tidak setuju kalau anaknya nikah sama si A.

🌸Jawab:
Di setiap rumah tangga ada ujiannya masing-masing. Salah satunya mertua yang tidak menyukai menantu. 
Bagaimana sikap kita, bersabar, bersabar dan bersabar setiap waktu, sambil berikhtiar untuk terus menyayangi mertua dengan tulus, meski seburuk apapun perlakuannya, susah memang tapi ingat luruskan niat berbuat karena Alloh ﷻ, Alloh ﷻ memberikan ujian sesuai dengan kemampuan hamba-Nya, terus berbuat baik yakin suatu waktu mertua akan terbuka hatinya, jangan lupa senjata terakhir dan utama yaitu do'a. Berusaha dan berdoa semoga mertua dilembutkan hatinya. 

Semangaaat, semoga Alloh ﷻ mudahkan. Aamiin

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣6️⃣ Safitri ~ Banten
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh Ummi

Di zaman Nabi dengan kisah ini artinya kita harus benar-benar patuh sama suami, tapi beda dengan jaman saat ini ketika kita berusaha buat patuh dengan suami tapi kalau orang tua atau keluarga kita berpendapat lain itu bagaimana, Ummi?

🌸Jawab:
Tetap harus patuh kepada suami, ketika sudah menikah suami yang pertama kita patuhi, selama perintah suami tidak melanggar syariah. 
Karena aturan Islam tidak hanya berlaku pada zaman Nabi, tapi tetap berlaku pada saat ini sampai nanti akhir zaman.

Wallahu a’lam bishawab

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Seyogyanya cinta pada orang-orang terkasih mempunyai ruang-ruang tersendiri pada hati kita, tinggal menata mana yang harus diprioritaskan, tentu saja Alloh ﷻ dan Rasulullah ﷺ harus jadi yang pertama dan utama. 

Wallahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar