Senin, 28 November 2022

MENDIDIK JIWA PEMIMPIN DALAM DIRI ANAK

 


OLeH: Ustadzah Azizah, S.Pd 

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸 MENDIDIK JIWA PEMIMPIN DALAM DIRI ANAK


بسم الله الرحمن الرحيم

✿ اَلسَّلَامُے عَلَيْكُمْے وَرَحْمَةُ اللَّهےِوَبَرَكاَتُهْے

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد

Siapakah orang tua yang tidak ingin sang buah hati menjadi seorang pemimpin? Bukankah kita sebagai orang tua diperintahkan untuk selalu berdoa:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (Surat Al-Furqan: 74).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang orang-orang yang dia pimpin." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kita berharap anak-anak mnjd pemimpin atau imam bagi orang-orang yang bertaqwa.

Menjadi pemimpin, itu selain keren, dia punya tanggungjawab yang besar di dunia dan akhirat. Bukankah dlm dalil yang lain disebutkan 7 orang yang kelak akan mndptkn perlindungan dari Alloh ﷻ nomor 1 adalah pemimpin yang adil.

Kepemimpinan adalah merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses perubahan dalam diri seseorang.

Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam masyarakatnya atau lingkungannya atau organisasinya, maka pada saat itulah seseorang lahir menjadi seorang pemimpin.

Dari paparan diatas bisa kita lihat, betapa pentingnya kita sebagai orang tua menumbuhkan jiwa kepimpinan dalam dirinya, sehingga ia tumbuh menjadi leader, bukan anak yang tak punya prinsip hidup, dan mudah di pengaruhi oleh teman sekelilingnya.

Jangan biarkan anak kita tumbuh menjadi anak laksana buih di lautan, begitu mudahnya bagi ombak untuk membuatnya bertebaran tidak tentu arah. Dan betapa menyedihkan jika sampai anak-anak kita tak paham untuk apa dia dihadirkan di dunia ini.

Ada beberapa hal yang bisa kita terapkan dalam proses pembekalan dan penanaman karakter pemimpin untuk anak-anak kita.

1) Mengasah intellegence dalam hal ini IQ kecerdasan intelektual, EQ kecerdasan emosional, SQ kecerdasan spiritual tiga hal ini harus terintegrasi dalam diri anak, sehingga ia menjadi karakter yang terus diperluas dan diperkaya, dengan tsaqofah, pengalaman, dan praktek nyata dilapangan.

2) Penguatan qalbu dalam diri anak (inner self). Menjadi calon seorang pemimpin harus paham dirinya sendiri, apa potensi dia yang harus terus di pupuk, dan hal negatif apa yang harus di tekan agar tidak merusak.

3) Pembiasaan untuk memiliki visi yang bersih. Ini bisa dimulai dengan libatkan anak pada kegiatan-kegiatan sederhana untuk kemashlahatan sekitarnya, contoh kegiatan berbagi bersama anak yatim dan dhuafa. Meski yang menjadi panitia itu adalah orang tuanya coba jelas kan pada anak kenapa acara ini penting. Sampaikn visi dan misi acara untuk apa. Sehingga anak terbiasa berpikir bukan hanya untuk egonya tapi lbh pada bagaimana berkiprah untuk orang lain.

4) Tanamkan pada anak-anak tentang pentingnya memiliki integritas yang tinggi. Contoh : anak tidak mudah memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi. Contoh latihan antri, latihan mendengar atau menyimak orang yang sedang bicara.

5) Pembiasaan bertanggung jawab atas amanah dan komitmen dengan apa yang sudah disepakati bersama dan siap untuk menanggung konsekwensi jika dia lalai melakukan kewajibannya.

Kiranya ke 5 hal diatas jika perlahan kita terapkan pada anak-anak kita, maka insyaAllah jiwa leadershipnya akan tumbuh menguat dalam dirinya.

Jangan lupa satu pesan moral penting yang perlu selalu di waspadai kita sebagai orang tua adalah bahwa bisa jadi anak-anak gagal menangkap utuh apa yang kita jejalkan ke pendengarannya melalui kata-kata, tapi ia akan sempurna memotret utuh apa yang dia lihat dari kedua orang tuanya melalui penglihatannya.

So... jadilah teladan buat anak-anak kita di rmh, maka dia akan selalu punya rasa percaya diri dengan kemampuan dirinya.

Diatas segala ikhtiar, hanya Alloh ﷻ yang sanggup memudahkan kita. Bermohonlah pada-Nya untuk kemudahan membimbing generasi yang Rabbani. Semoga Alloh ﷻ mudahkan segala ikhtiar kita untuk generasi yang lebih baik. Aamiin

Wallahu a’lam bishawab

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh Bunda Azzam, 

Bagaimana menerapkan ke 5 hal tersebut yang menurutku berat. 
Anak-anak sekarang seperti kehilangan gairah untuk belajar menerima berbagai hal. Cenderung hanya bermain dan bermain, kurang bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. 

Kebetulan saya seorang guru. Sejak masuk sekolah setelah pandemi, pikiran mereka seperti kosong ketika menerima materi. Lebih memilih sibuk dengan guyon, atau corat-coret buku, atau bahkan tidur. Ketika diberi tugas mudah menyerah sebelum usaha. Atau malah menunggu punya temen selesai, terus nyontoh saja. 

Lalu bagaimana bisa menerapkan 5 hal tersebut?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh 

Untuk menerapkan lima hal tersebut memang tidak mudah karena itu melibatkan seluruh komponen dalam rumah. Bagaimana seorang ayah menjadi seorang kepala sekolah ibaratnya. Dimana dia mengayomi seorang ibu. Contoh nyata, ada yang mengatakan bahwa seorang anak itu tidak bisa merekam semua kata yang kita ucapkan, kita nasihatkan kepada dia. Akan lewat, masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Tetapi mata anak sempurna melihat dan merekam segala apa yang dilihat dari bangun sampai tidur lagi. Bagaimana dia melihat ayahnya bangun tidur, pembiasan melakukan ibadah, kemudian perlakuan ayahnya kepada ibunya, sikap ibunya kepada ayahnya, bagaimana ayah memperlakukan dia dengan adik atau kakaknya, itu semua terekam oleh anak. Ini perlu kerja sama yang tidak mudah karena semua komponen harus benar-benar mau saling belajar berbagi kemudian mengoreksi diri. Tidak bisa semena-mena bapak menuntut ibu menjadi baik sementara bapaknya temperamen misalnya, kok meminta anaknya untuk sabar. Itu contoh nyata yang dilihat anak. Ini akan membentuk karakter anak. Saat ini, anak-anak dibesarkan oleh download an. Belajar segala hal dari hasil googling. Pandemi dua tahun luar biasa anak-anak hidup dengan gadgetnya. Yang tidak punya HP, mengharuskan punya HP karena tugasnya online. Ini membuat mereka bisa mengakses apa saja. Kita protek apa saja, bisa jadi temannya yang japri dan sebagainya. Dan ini sangat mempengaruhi mental anak. Dan kalau dikatakan anak sekarang itu lebih mudah patah semangat, bisa jadi iya. Tetapi dari sebagian anak tidak seperti itu, yang sadar kenapa dia itu harus online. 

Ada sebuah video yang menayangkan anak juara matematika internasional yang ditanya lebih suka belajar online atau offline. Dia jawab, kita harus bisa melihat sisi positif. Kita tidak bisa offline kalau keadaan tidak memungkinkan dan itu membahayakan kita. Padahal anak itu belum baligh sudah bisa mengatakan seperti itu. Dia tahu bagaimana menyikapi situasi dan kondisi yang mengharuskan semuanya menjadi online. 

Seperti anak Bunda yang nomor dua juga lebih suka online. Karena dia kurang suka berinteraksi, merasa menghabiskan waktu. Dia lebih suka googling, membaca jurnal dan sebagainya. Tidak semua orang juga bisa. Kita harus memulai membiasakan anak untuk memberikan penjelasan-penjelasan yang logis. Bagi guru ini tanggung jawab besar bagaimana kita mengedukasi mereka bagaimana berinteraksi dengan internet. Kita harus memberikan contoh real seseorang yang sukses sekalipun belajar online.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣2️⃣ Ummu Abdullah ~ Makkah
Bagaimana kiat menghadapi anak yang emosional, padahal dia sudah dewasa menurut saya.

🌸Jawab:
Menyikapi anak yang temperamen bisa dilatih dan sampaikan bahwa marah, emosinal tidak akan menyelesaikan masalah. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk sabar, menahan diri. Karena kalau kita marah-marah yang ada menyesal setelah itu. Mungkin kalau dengan orang tua, kakak, adik mereka sudah tahu karakter kita. Tetapi di lingkungan yang baru, apalagi kalau bekerjasama di sebuah perusahaan, dia bekerja, dengan sikap seperti itu, sangat merugikan dia. Perlu ditekankan tidak semua orang bisa menerima sikap temperamennya. 
Apalagi jika dia bukan bos. Kalau bos bebas. Tetapi kalau kita masih menjadi orang yang tidak independen, tidak punya kekuasaan tertentu kok kita temperamen, maka itu artinya kita menyediakan diri kita untuk dimusuhi orang lain. Atau Alloh ﷻ akan memberikan ujian dengan temperamen itu. Kata ulama, seseorang akan diuji di titik terlemahnya. Dia akan dihadapkan pada orang-orang yang membuat dia emosi. 

Kita harus selalu mengajarkan dia untuk mengendalikan diri. 
Pertama untuk senantiasa menjaga wudhu. Dalam dalil dikatakan, kalau seseorang itu terjaga wudhunya, dalam keadaan suci jin tidak bisa masuk kedalam pembuluh darahnya. Dan itu meminimalisir jin mengompori ketika ada masalah tidak kemudian meledak. 
Katakan dengan untuk segera wudhu kemudian duduk ketika dia marah. 

Bisa jadi kita sebagai orang tua punya power untuk bisa menekan dia. Dia tidak bisa berkata kasar kepada orang tua. Ketika dalam situasi yang lebih nyaman, kondusif, katakan bahwa ketika anak membentak ibu itu rasanya lebih sakit dibandingkan ketika ibu melahirkan anak. Ini harus ada komunikasi. Ada Me Time antara ibu dan anak. Ungkapkan rasa suka dan tidak suka sehingga ada koreksi diri. Sentuh hatinya agar anak menyadari hal yang membuat tidak nyaman.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣3️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh

Bunda, hal wajar tidak jika seorang anak kalau di keluarga ibu sangat aktif dan tidak jaim sama sekali, (usia anak 7 tahun cowok)
Tapi kalau di keluarga papanya sangat jaim dan cenderung pemalu?

Dan bagaimana cara menyikapi tanggapan kluarga suami kalau anak jaim di rumah keluarga papahnya  menurut mereka si anak seperti itu atas didikan ibunya yang giras atau ngga mau sosialisai sama kluarga mertua, padahal posisi  memang kerja sibuk di luar jarang bisa kumpul berbaur sama mereka.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Pertanyaan pertama, bagaimana menyikapi anak yang ketika berada di keluarga ibu dia low profile, mudah berdialog, bermain dan sebagainya tetapi ketika di keluarga papa dia menjaga jarak. Di usia masih 7 tahun maka, apalagi dalam kondisi di pertanyaan kedua, bagaimana menyikapi keluarga suami yang kemudian mengomentari, karena dia jarang berkumpul dan bla...bla...bla... begitu. Dan alasan dari si ibu mengatakan karena ibunya bekerja. Untuk kumpul keluarga terbatas karena memang tugas dia bukan di rumah saja. 
Nah, ini perlu disikapi bahwa anak harus diambil jalan tengah dalam artian begini... Kalau memang ibunya tidak bisa sering ngumpul dengan pihak keluarga ayah maka ayah yang harus senantiasa mengajak anak. Kemudian melatih anak sesekali kalau misalnya ibunya hadir dalam acara keluarga terus berbaur. Wajar, tak kenal maka tidak sayang. Itu benar sekali. Karena jarang bertemu. Mungkin juga perlu koreksi kenapa kok di keluarga saya anak ini mudah cair, sementara di keluarga ayah kok kaku. Atau mungkin seorang ibu lebih cenderung  banyak bercerita, kalau dulu nenek begini, begini, begini, sementara ayah tidak aware untuk menceritakan masa kecil dia dengan saudaranya, sepupunya, sehingga anak merasa ini adalah sebuah keluarga yang tidak saya kenal. Kurang dipahami. Nah ini yang perlu dijembatani sehingga anak ini mau main dengan sepupunya, merasa canggung, tidak merasa kenal. Maka perlu sesekali ayah mengajak anaknya bertemu saudara, ponakan kemudian bermain bersama. 

Anak usia 7 tahun lebih mudah bergaul, apalagi masih anak-anak. Misalnya renang bersama, outbound yang ringan sehingga mereka saling tolong. Misalnya ayah punya adik 3, nah anak-anak mereka dijemput. Atau kalau misalnya tinggal berlainan kota, jika ada satu momen bersama, di hari lebaran misalnya, maka berikan kesempatan khusus untuk anak-anak itu berbaur. Dan kalau bisa ibu sebagai komandan yang ngawal anak-anak sehingga anak-anak merasa aman ada ibunya, bisa bermain bersama sepupu yang lain. Ini perlu karena bisa jadi kalau kita tidak terbiasa memperdengarkan nama nama saudara ayah, akan terasa asing. Kemudian untuk mencairkan kekakuan bisa dengan cara mengajak anak untuk menjaga yang lebih kecil sehingga anak merasa punya tanggung jawab, punya adik yang harus dijaga jangan sampai jatuh misalnya. Usia 7 tahun sudah bisa mengawal yang lebih kecil, menemani dan paham mana yang bahaya mana yang tidak. Sambil tetap kita awasi, jangan dilepas begitu saja. Ini bisa menjadi kebahagiaan buat anak karena memang tidak mudah membaur. Menjelang pulang baru kenal. Ini yang menjadi rumit. Ini yang perlu kita koreksi. Ayah perlu mengenalkan, ibu tidak boleh baper.

🔹Note bunda.
Masyaallah detial sekali, mudah di pahami.

Bunda, bolehkah atau tidak, seorang anak tahu penyebab ibu dan papanya bertengkar?

Jazakallahu khair bunda

🌸Sebisa mungkin untuk hal-hal yang privasi, menyangkut aib dan sebagainya sebaiknya tidak diceritakan ke anak. Tetapi kalau mungkin karena mis komunikasi itu boleh. Misal ketika anak bertanya, mamah kenapa kok seperti begitu, kata-katanya keras atau kasar. Pada saat menjawab seperti itu jika kita belum berkepala dingin tunda dulu. Khawatir kita masih emosi, yang terluka anak. Karena bagaimana pun yang dia tanya ibunya, lawan bertengkar ayahnya, keduanya orang yang mencintai dia. Ini tidak bagus untuk perkembangan anak. Lebih baik calling down dulu kemudian jelaskan kepada anak. 

Misalnya miskomunikasi masalah ayah mengajak pergi hari ini tetapi sebenarnya besok anak-anak ujian misalnya, sementara ayah punyanya waktu hari ini. Nah seperti ini bisa memicu pertengkaran. Ini sampaikan ke anak bagaimana ayah ingin membahagiakan anak tetapi ibu tidak ingin anak hancur ujiannya. Ini yang perlu dicari jalan tengah, itu kenapa ayah dan ibu bersitegang demi kalian. Kami sama-sama menyayangi kalian dengan cara masing-masing. Sehingga anak merasa mereka semua menyayangi dirinya. 

Jika masalah yang terjadi perselingkuhan, perceraian misalnya, sebisa mungkin kalau anak belum dewasa, belum siap menerima itu, khawatir membuat dia terluka. Perlu waktu untuk menjelaskan hal-hal yang detail. Katakan saja setiap rumah tangga pasti ada masalah, sama ketika adik atau kakak berantem dengan temennya. Itu bukan berarti akan bermusuhan selamanya, tidak seperti itu. Sama dengan ketika papa dan mama bersitegang. Itu bukan berarti bermusuhan selamanya. Ada saat dimana memang satu masalah akan menjadi pemicu untuk kemudian saling bersikeras. Tetapi itu sedang dicari jalan keluarnya. Jangan sampai kemudian anak merasa ayah menjahati ibu atau ibu tidak hormat kepada ayah dan sebagainya. Perlu pendewasaan berbeda ketika bicara dengan anak yang sudah kuliah atau secara emosional sudah matang meskipun belum kuliah. 

Tetapi kalau anak siap diajak diskusi, tidak masalah. Kalau labil perlu cara yang lebih tepat agar anak tidak terluka.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣4️⃣ Wahyuni ~ Solo
Maaf bunda, bagaimana menyikapi anak usia 8 tahun suka emosi bila dinasihati ibuknya, maaf sebelumnya karena ibuknya juga mudah emosi anaknya mencap ibuknya galak, sedang anaknya maaf suka golek-golek sama ibuknya mancing-mancing emosi ibuknya seperti jahil ngomong kasar, oiya Bun, maaf kalau dioyak-oyak sekolah disuruh mandi makan susah maunya bapaknya, apa itu juga termasuk manja Bun? Maunya disuapi bapaknya mandi dimandikan dan lain-lain kalau sama ibuknya tidak mau?

🌸Jawab:
Menghadapi anak usia 8 tahun, kalau tidak salah sudah kelas 2 atau 3 SD, sebenarnya sudah bisa diajak bicara. Di dalam parenting harus ada kesamaan, untuk pendidikan anak tidak boleh ada yang dilebihkan. Dalam artian, ketika anak salah dan dia minta perlindungan pada bapaknya dan bapaknya membelanya maka dia akan menjadi front dengan ibunya. Begitu juga sebaliknya jika bapak marah dan ibu belain, dia front dengan bapaknya. Dan anak dengan kondisi seperti ini akan memanfaatkan keduanya. 

Jadi yang harus diluruskan itu keduanya. 
Namanya anak manja wajar. Sesekali boleh walaupun seusia itu mestinya harus sudah bisa sendiri, tidak seperti anak TK. 
Kalau seperti itu akan menyulitkan anak itu sendiri. Misal ketahuan temannya sudah besar masih dimandiin malah diledekin temannya. Sehingga kalau menurut Reno Kasali, kalau kita mendidik anak kita dengan kemanjaan, kemewahan, kemudahan, maka kita sebenarnya sedang mengantarkan anak itu ke jurang keputus-asaan dia. Kita membuat dia bunuh diri. Kenapa? Karena dengan kemewahan dia tidak perlu bersusah-payah lagi untuk mendapatkan yang lain. Misalnya, buat apa belajar, wong tidak belajar saja dapat HP. 
Ini yang membuat anak-anak mudah patah, mudah menyerah. 

Jadi kalau dikatakan anak itu suka mencari masalah dengan ibunya, ayah dan ibu harus seia sekata dulu. Ketika yang bersalah adalah anak maka sepakat anak harus dihukum. Bukan dengan dikasari tetapi dengan kata-kata yang halus. Misalnya, anak berteriak ke ibu, tidak mau makan. Bapak mengingatkan bahwa ibu sudah capai masak dan sebagainya, kalau tidak mau makan ya sudah, lemari makan bapak kunci. Hingga anak tahu, dengan berkata kasar begitu, dia termasuk anak yang tidak bersyukur. Anak meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi. Ada komunikasi. Jangan sampai anak marah selalu dibelain oleh salah satu orang tua. Ada kesamaan antara bapak ibu, sehingga anak bisa menghormati keduanya. Berikan hal-hal positif yang bisa membangun karakter anak.

🔹Maaf Tanya lagi Bun, untuk mendekatkan bonding secara jiwa bagaimana Bun?

🌸Bonding adalah kedekatan. Untuk bisa membangun bonding mungkin dengan banyak hal. Misal anak suka dicritain, maka harus disediakan waktu untuk bercerita. 

Dulu, anak bungsu suka sekali dicritain buku-buku berseri. Kemudian rutin diceritain. Misalnya tidak suka berbohong, punya teman baru, tidak takut kegelapan itu diceritakan. Itu sebuah kebahagiaan ketika dia bisa belajar membaca satu lembar, hadiahnya buku misalnya. 
Dan yang paling penting ketika di momen terpenting anak, orang tua ada. Misalnya anak ada tugas berpidato, atau mengikuti lomba, kita support, kita ada untuk dia. Kalah menang bukan sesuatu yang harus diperjuangkan sampai mengorbankan segalanya. Kalau menang adalah bonus, kalau kalah, di atas langit ada langit. 

Proses untuk membangun bonding tidak mudah semudah membalikkan telapak tangan. Karena ketika kita memang ada saat anak butuh maka kita akan selalu dicari. Apalagi ketika dia merasa yakin bahwa doa ibunya yang akan membuat dia sukses. 
Kalau itu sudah terbangun maka seperti apapun dia tidak akan berani dengan orang tua karena dia tahu bahwa doa orang tua tembus ke Alloh ﷻ. Ini perlu ditanamkan ke anak sedini mungkin. Jangan seperti Karun yang merasa bisa karena dirinya, bukan karena Alloh ﷻ. 
Kemudahan didapat karena ridho orang tua yang di dengar Alloh ﷻ.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣5️⃣ Evi ~ Jakarta 
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh 

Bagaimana membangun kepercayaan diri dan mental pemberani bagi anak yang cenderung pemalu dan sulit bergaul dengan lingkungannya tapi di rumah dia aktif bertanya komunikasi?
Apa saja hal-hal yang harus dipersiapkan ketika anak dipercaya menjadi leader di suatu organisasi?

Terimakasih

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Anak yang aktif di rumah, bertanya dan lain sebagainya tetapi di luar dia cenderung untuk diam, menutup diri, ajaklah untuk bertemu dengan temannya dan mengutarakan pendapat. Kemudian di support untuk tidak takut menyampaikan pendapat. Tidak semua anak bisa berbicara seperti orator, maka harus disupport. Bunda sendiri anak tiga beda karakter. 
Yang pertama suka berbicara. Kedua lebih cermat, paham tetapi dia tidak mau tampil, vokal di depan. 

Bagaimana jika seorang anak diberi amanah menjadi leader? Harus dikuatkan bahwa menjadi leader itu pertama pahalanya besar karena dia membawa baik tidaknya organisasi. Anak harus disiapkan menjadi seorang pemimpin yang aware, bisa memahami kondisi anggota. Kita juga bisa menanyakan agenda hari ini. Sharing kesulitan atau hambatannya dan sebagainya. 
Contoh anak bunda PDPM, semacam KKN kalau anak kuliah. Di suatu desa mengadakan acara, dia sharing bagaimana kalau mengadakan acara bazar murah bagaimana budgetnya dan lain-lain. Jadi anak tahu bahwa amanah harus dijalankan dan membuat bahagia orang lain dan mensukseskan acara itu pahala yang luar biasa. Dan jika berguna bagi orang lain maka pahalanya mengalir terus termasuk kepada orang tuanya. Ini yang perlu di support. 
Menjadi saleh untuk diri sendiri itu baik. Tetapi bagaimana dia bersosialisasi dan menjadikan orang lain baik. Berikan contoh dari kisah Nabi.

Wallahu a’lam bishawab

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Anak adalah anugerah yang dia akan dipertanggungjawabkan oleh setiap orang tua. Jika kita mengenal istilah anak durhaka, maka bisa jadi ada orang tua durhaka.
Kenapa demikian?
Karena sebagai orang tua harusnya ia bertanggung jawab penuh atas pemahaman ajaran syariat Alloh ﷻ.
Jika orang tua tidak mampu maka kewajiban orang tua adalah memfasilitasi anak untuk bisa mendapatkan ilmu agama di tempat yang benar.

Anak akan senantiasa memotret keseharian orang tuanya seperti apa, dan buah jatuh tidak mungkin jauh dari pohonnya. Jika kita melihat anak kita tidak sesuai harapan. Maka segera koreksi diri. Seperti apa kiranya hubungan kita dengan sang maha pencipta. Sejatinya hati anak milik Alloh ﷻ. Jika ingin apa yang kita ucapkan di dengar dan direspon dengan baik oleh anak. Maka tembuslah Alloh ﷻ dengan ibadah yang sungguh-sungguh dan milikilah qaulan sadiida
insyaAllah jika Alloh ﷻ sudah tegak di hati kita dan anak-anak maka biarkan Alloh ﷻ yang membimbingnya untuk senantiasa membersamai kebaikan.

Wallahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar