Rabu, 12 April 2017

Minhajul Muslim "Part 2" (Adab Kepada Allah)



OLeh : Ustadz Jayyad Al Fazza

بـــســم الـلّٰـــه الرحــمــن الرحــيــم
Lantunan adzan sudah berlalu
ku langkahkan kaki untuk berwudhu
shalat isya berjamaah dengan bacaan imam yang syahdu
dan kini ku lanjutkan untuk berjumpa denganmu
untuk menyampaikan sedikit ilmu semoga kalian semua tidak bosan denganku,
kok jadi melu-melu ...
Thoyyib.
Ikhwati fillah, baarokaAllahu fiikum wa ahsanaAllahu ilaikum..
Pada malam ini saya akan melanjutkan materi dari kitab Minhajul Muslim, pertemuan lalu kita telah membahas adab-adab niat. Dan in syaaAllah malam bertemakan "Adab Kepada Allah"
Thoyyib, kita langsung saja masuk ke materinya......
*ADAB TERHADAP ALLAH*
*🍃Bersyukur Kepada Allah*
Seorang Muslim memperhatikan segala sesuatu yang telah diberikan Allah kepadanya dengan tiada terhingga, yakni berupa kenikmatan-kenikmatan yang tak terhitung, terlindungnya dia pada saat menempel di dalam Rahim ibunya ketika berupa nutfah (air mani), menetukan perjalanan hidupnya hingga hari bertemu dengan Rabbnya azza wa jalla.
Maka ia bersyukur kepada Allah atas nikmat itu dengan lisannya, yakni memuji dan menyanjung-Nya secara semestinya. Juga bersyukur kepada Allah dengan anggota badan dengan cara menggunakannya di dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, maka ini menjadikan adab seorang Muslim kepada Allah, dan bukan bagian dari adab yang baik seseorang mengingkari nikmat, tidak mengakui karunia pemberi, dan mengingkari-Nya, serta kebaikan dan nikmat-Nya.
Allah Subhanahu wa ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152).
*🍃Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah*
Seorang Muslim memeperhatikan bahwa Allah mengetahui apa yang dilakukan dan mengawasi seluruh tindak tanduknya, maka hatinya akan dipenuhi dengan keagungan-Nya, dan jiwanya menjadi tunduk dan selalu mengagungkan-Nya. Lalu dia akan takut untuk bermaksiat kepada-Nya, malu untuk menyelisihi perinta-Nya, dan keluar dari ketaatan terhadap-Nya. Ini semua merupakan adab kepada Allah Subhanahu wata’ala, karena bukan termasuk adab yang baik seorang hamba terang-terangan bermaksiat kepada Rabbnya, atau membalas kebaikan-Nya dengan berbagai keburukan dan perilaku rendahan padahal Dia menyaksikan dan melihatnya, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ ۚ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ
“Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya tidak luput dari pengetahuan Rabbmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit.” (Yunus: 61).
*🍃Berserah Diri Hanya Kepada Allah*
Seorang Muslim yakin bahwa Allah berkuasa atasnya, Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya) dan bahwasannya tidak ada tempat berlindung dan lari dari-Nya kecuali hanya kepada-Nya semata. Maka hendaknya ia lari menuju Allah, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada-Nya, dan bertawakal kepada-Nya. Ini semua merupakan adab kepada Rabb dan Penciptanya.
Oleh karena itu tidaklah beradab jika seseorang lari kepada sesuatu yang tidak memiliki tempat pelarian, bersandar kepada yang tidak memiliki tempat pelarian, bersandar kepada yang tidak memiliki kemampuan apa pun serta bertawakal kepada yang tidak memiliki daya upaya dan kekuatan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (Al-Maidah: 23).
*🍃Jangan Berputus Asa Dari Rahmat Allah*
Seorang Muslim juga memperhatikan kelemah lembutan Allah Ta’ala kepada-Nya disetiap urusannya, memperhatikan kasih sayang Allah kepada dirinya dan seluruh makhluk-Nya, lalu berkeinginan kuat untuk mendapatkan tambahan kelembutan dan kasih sayang itu. Sehingga dirinya akan selalu merendahkan diri kepada-Nya dengan kerendahan yang murni dan dengan doa, bertawasul kepada-Nya dengan perkataan yang baik dan amal shalih.
Ini semua merupakan adab terhadap Allah yang menguasai-Nya, maka bukanlah orang yang beradab orang yang berputus asa dari mencari tambahan rahmat-Nya yang luasnya meliputi segala sesuatu, berputus asa dari kebaikan Allah yang tak terhingga yang mencakup seluruh alam semesta, serta kelembutan-Nya yang tercurah untuk segenap makhluk. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (Az-Zumar: 53).
*🍃Takut Kepada Allah*
Seorang Muslim memperhatikan bagaimana dahsyatnya siksaan Rabbnya, kerasnya azab dan kecepatan hisab-Nya, sehingga dia bertakwa (takut) kepada-Nya dengan menaati-Nya, dan menjaga diri terhadap-Nya dengan meninggalkan segala kemaksiatan, maka ini pun merupakan bentuk adab kepada Allah. Sehingga tidaklah seseorang itu beradab, menurut orang yang berakal, apabila ia menentang Allah dan berlaku aniaya (zhalim), padahal ia seorang hamba yang lemah namun justru menentang Rabb yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa. Dia telah berfirman,
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
“Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Ar-Ra’d: 11).
*🍃Berbaik Sangka (Husnuzhon) Kepada Allah*
Seorang Muslim hendaknya memandang kepada Allah ‘azza wa jalla ketika ia berbuat maksiat atau keluar dari ketaatan kepada-Nya, bahwa seakan-akan ancaman-Nya telah sampai kepadanya, azab-Nya seakan telah turun, dan balasan-Nya telah tiba di sekitarnya. Demikian pula ketika dia melakukan ketaatan dan mengikuti syariat-Nya, maka seakan-akan Allah telah membuktikan janji-Nya kepadanya. Seolah-olah keridhaan-Nya telah diberikan, sehingga dengan itu jadilah ia seorang Muslim yang berbaik sangka kepada Allah.
Dan baik sangka (husnuzhon) kepada Allah merupakan salah satu adab seorang Muslim kepada Allah, maka bukan merupakan adab kepada Allah jika seorang Muslim berburuk sangka (su`u zhon) kepada-Nya, sehingga dia keluar dari ketaatan kepada-Nya, mengira bahwa Allah tidak memperhatikannya serta tidak akan memberikan balasan atas dosa yang dia kerjakan itu, padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلَٰكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ
وَذَٰلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Rabbmu, Dia telah membinasakan kamu, Maka jadilah kamu Termasuk orang-orang yang merugi. (Fushshilat: 22-23).
Juga bukan merupakan adab kepada Allah jika seseorang bertakwa kepada Allah, menaati-Nya namun berprasangka bahwa Allah tidak akan memberikan balasan kepadanya atas amal baik yang telah dia kerjakan itu, atas ketaatan, dan ibadahnya, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97).
*🌹Kesimpulan* :
1. Syukurnya seorang Muslim kepada Rabbnya atas nikmat yang diberikan.
2. Rasa malu kepada-Nya ketika condong kepada perbuatan maksiat, dan kembali kepada-Nya secara benar.
3. Bertawakal kepada-Nya serta mengharap rahmat-Nya.
4. Takut terhadap siksa-Nya.
5. Berbaik sangka kepada-Nya akan kebenaran janji-Nya serta pelaksanaan ancaman bagi siapa yang dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya.
💜💜💜🌸🌸🌸💜💜💜
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Wina
Ustadz yang di maksud di sini kaum yang seperti apa ustadz...
Sehingga Allah menghendaki keburukan kepadanya....
Apakah memang sudah tidak bisa menerima kebaikan setitik pun...
Hati yang bagaimana itu ustadz....
Aduuhhh afwan ustadz.... Bingung sendiri mau tanyanya gmana.....🙈
💜Jawab:
Menurut Al Qurthubiy, tentang firman Allah Ta’ala, _“Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri,“_
bahwa Allah Ta’ala memberitahukan di ayat ini, bahwa Dia tidaklah merubah keadaan suatu kaum sampai mereka melakukan perubahan, baik dari kalangan mereka, pengawas mereka, atau dari salah seorang mereka karena suatu sebab, sebagaimana Allah merubah keadaan orang-orang yang kalah pada perang Uhud karena sebab sikap berubah yang dilakukan oleh para pemanah, dan contoh-contoh lainnya yang ada dalam syariat.
Maksud ayat tersebut bukanlah berarti tidak ada siksa yang turun kepada seseorang kecuali setelah didahului oleh dosa, bahkan bisa saja musibah turun karena dosa yang lain sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya, “Apakah kita akan binasa, sedangkan di tengah-tengah kita masih banyak orang yang saleh?” Beliau menjawab, “Ya, jika keburukan (kefasikan) banyak terjadi.”
(HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Zainab binti Jahsy, Shahihul Jami’ no. 7176),
wallahu a’lam
💜💜💜🌸🌸🌸💜💜💜
💎CLoSiNG STaTeMeNT💎
Semakin tinggi tingkat tamasuk (berpegang teguh) dengan adab ini dan semakin seseorang menjaganya, maka akan semakin tinggi derajatnya, maka naik kedudukannya dan terus menanjak posisinya, serta kemuliaannya makin besar sehingga jadilah dia termasuk di antara orang-orang yang berada dalam wilayah (cinta dan pembelaan) Allah, dalam pemeliharaan-Nya. Diliputi rahmat-Nya serta berhak mendapatkan kenikmatan-kenikmatan dari-Nya.
Inilah yang senantiasa didamba-dambakan oleh seorang Muslim dan yang menjadi angan-angannya sepanjang hidup.
Ya Allah, berikanlah kepada kami cinta dan pembelaan-Mu, janganlah Engkau halangi kami dari penjagaan-Mu, dan jadikanlah kami semua di sisi-Mu sebagai al-muqorrobin (orang yang dekat dengan-Mu).
(Diringkas dari kitab Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jaza`iri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar