Sabtu, 30 Maret 2019

MEMFUNGSIKAN RUMAH TANGGA SEBAGAI MASJID



OLeH: Ustadz Asyari S.

           💘M a T e R i💘

🌷MEMFUNGSIKAN  RUMAH TANGGA SEPERTI MASJID

Oleh: Asyari Suparmin. S.Ag.,  MA

Fungsi rumah tangga yang harus kita wujudkan.  fungsikan rumah tangga kita seperti masjid. Salah satu fungsi utama masjid adalah untuk memperkokoh taqarrub ilallahatau mendekatkan diri kepada Allah, baik melalui shalat maupun aktifitas ubudiyah lainnya serta memperkokoh hubungan dengan sesama jamaah. Karena itu, suasana ubudiyah dan keakraban dengan sesama anggota keluarga harus ditumbuhkan dan dikokohkan. Shalat, dzikir, tilawah Al-Qur’an dan sejenisnya merupakan diantara hal-hal yang harus dihidupkan dirumah kita masing-masing. Namun bagi suami atau bapak, tetap saja shalat lima waktu harus dilakukan di masjid atau mushalla terdekat dengan rumah kita, karena bagi laki-laki shalat yang lima waktu lebih utama dilakukan di masjid. Kalau rumah harus kita fungsikan seperti masjid, masih banyak shalat-shalat sunat yang bisa kita laksanakan di rumah kita masing-masing.

Memfungsikan rumah seperti masjid berarti membawa nilai-nilai positif kehidupan masjid ke rumah kita masing-masing sehingga anggota keluarga kita adalah orang-orang yang memiliki tanggungjawab dalam menjalin hubungan yang dekat kepada Allah swt dan sesama anggota keluarga dan orang lain.
Bagi seorang muslim ataupun muslimah, menjalani kehidupan rumah tangga adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT.

Karena disadari, hidup berumah tangga merupakan pelaksanaan dari sunnah Rasulullah SAW, di mana beliau mengancam orang yang membenci sunnah ini sebagai orang yang tidak menyepakati jalan yang beliau lalui. Shahabat Nabi yang mulia Anas bin Malik  menuturkan:
Datang tiga orang shahabat ke rumah istri Nabi SAW guna menanyakan tentang ibadah Nabi. Ketika dikabarkan bagaimana ibadah beliau, seakan-akan mereka menganggapnya kecil. Mereka berkata: ‘Di mana posisi kita dibanding Nabi? Sementara Allah telah mengampuni dosa-dosa beliau yang telah lalu dan yang akan datang’. Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun aku, aku akan shalat malam semalam suntuk’. Yang satu lagi berkata: “Aku akan puasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka’. Yang lainnya mengatakan: “Aku akan menjauhi wanita maka aku tidak akan menikah selama-lamanya.”

Datanglah Rasulullah r dan dikabarkan ucapan mereka itu kepada beliau. Maka beliau pun bersabda: “Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada Allah. Akan tetapi aku puasa dan aku juga berbuka, aku shalat dan aku juga tidur, dan aku menikahi para wanita. Siapa yang membenci sunnahku maka ia bukan termasuk orang yang berjalan di atas jalanku’.”

Demikianlah, karena menikah adalah ibadah, hidup berumah tangga adalah ibadah sehingga dalam perjalanan rumah tangganya sehari-hari tak lepas dari nilai ibadah. Ia upayakan agar rumah tangganya selalu dipenuhi dengan amalan ketaatan, perbuatan baik dan takwa yang dilakukan seluruh penghuni rumah. Ia memerintahkan mereka, menganjurkan dan mendorong mereka untuk beramal shalih, karena demikianlah yang diperintahkan Rabbnya:
“Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah atasnya. Kami tidak meminta rizki kepadamu bahkan Kamilah yang memberimu rizki dan balasan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)

Al-’Allamah Asy-Syaikh Abu Abdillah Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di berkata menafsirkan ayat : “Anjurkan keluargamu untuk menegakkan shalat, dorong mereka untuk mengerjakannya baik shalat yang wajib maupun yang sunnah. Perintah untuk melakukan sesuatu mencakup perintah untuk melakukan seluruh perkara yang dibutuhkan guna menyempurnakan sesuatu tersebut. Sehingga perintah shalat dalam ayat ini mencakup perintah untuk mengajari keluarga tentang amalan shalat, apa yang bisa memperbaiki shalat, apa yang bisa merusaknya, dan apa yang bisa menyempurnakannya. Yakni: bersabarlah dalam menegakkan shalat, dengan hukum, rukun, adab-adab, dan khusyuknya. Karena hal itu berat bagi jiwa, akan tetapi sepantasnya jiwa itu dipaksa dan dibuat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan shalat. Sabar bersama amalan shalat itu berlangsung terus menerus. Karena bila seorang hamba mengerjakan shalat sesuai dengan apa yang diperintahkan, niscaya amalan agama selain shalat akan lebih terjaga dan lebih lurus. Namun bila ia menyia-nyiakan shalat, niscaya amalan lainnya lebih tersia-siakan.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 517)

Allah SWT memuji salah seorang nabinya yang mulia, Nabi Ismail, dengan firman-Nya:
“Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya Ismail adalah seorang yang benar janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dia menyuruh keluarganya untuk mengerjakan shalat dan menunaikan zakat, dan dia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya.” (QS. Maryam: 54-55)

Al-Allamah Abu Ats-Tsana` Syihabuddin As-Sayyid Mahmud Al-Alusi Al-Baghdadi berkata: Allah SWT berfirman (Dia menyuruh keluarganya untuk mengerjakan shalat dan menunaikan zakat) dalam rangka menyibukkan diri dengan yang paling penting yaitu seorang lelaki (suami atau kepala rumah tangga) setelah ia menyempurnakan dirinya ia mulai menyempurnakan orang yang paling dekat dengannya. Allah SWT berfirman:
“Berilah peringatan kepada keluarga atau kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu`ara’: 214)

“Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat.” (QS. Thaha: 132)

“Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

"Atau ia bertujuan untuk menyempurnakan semua orang dengan terlebih dahulu menyempurnakan mereka (anggota keluarganya atau  orang yang terdekat dengannya) karena mereka merupakan qudwah atau contoh teladan yang akan ditiru oleh manusia.” (Ruhul Ma‘ani, 9/143)

🔷🌷🔷
Sabda Nabi yang mulia pun turut menjadi pendorongnya untuk menganjurkan keluarganya kepada kebajikan. Abu Hurairah  berkata: Rasulullah  bersabda:
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki (suami) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya hingga istrinya pun shalat. Bila istrinya enggan, ia percikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita (istri) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suaminya hingga suaminya pun shalat. Bila suaminya enggan, ia percikkan air ke wajahnya.”

Al-Allamah Al-‘Azhim Abadi  menerangkan hadits di atas dengan menyatakan bahwa Allah merahmati seorang lelaki yang shalat tahajjud pada sebagian malam dan ia membangunkan istrinya ataupun wanita yang merupakan mahramnya, baik dengan peringatan atau nasehat hingga si istri pun mengerjakan shalat walau hanya satu raka‘at. Bila istrinya enggan untuk bangun karena kantuk yang sangat atau perasaan malas yang lebih dominan, ia memercikkan air ke wajah istrinya. Yang dimaukan di sini adalah ia berlaku lembut kepada istrinya dan berusaha membangun-kannya untuk mengerjakan amalan ketaatan kepada Rabbnya selama memungkinkan, karena Allah SWT berfirman:
“Tolong menolonglah kalian dalam perbuatan kebaikan dan ketakwaan.”

Hadits ini menunjukkan bolehnya bahkan disenangi memaksa seseorang untuk melakukan amal kebaikan. Sebagaimana hadits ini menerangkan tentang pergaulan yang baik antara suami dengan istrinya, kelembutan yang sempurna, kesesuaian, kecocokan dan kesepakatan di antara keduanya. (Lihat Aunul Ma‘bud, kitab Ash-Shalah, bab Al-Hatstsu ‘ala Qiyamil Lail)

Nabi SAW juga bersabda:
“Apabila seorang lelaki (suami) memba-ngunkan keluarganya di waktu malam hingga keduanya mengerjakan shalat atau shalat dua rakaat semuanya, maka keduanya dicatat termasuk golongan laki-laki dan perempuan yang berzikir.”

Dalam riwayat yang dikeluarkan An-Nasa`i disebutkan dengan lafadz:
“Apabila seorang lelaki (suami) bangun di waktu malam dan ia membangunkan istrinya lalu keduanya mengerjakan shalat dua rakaat, maka keduanya dicatat termasuk golongan laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat atau berdzikir kepada Allah.”

Yang dimaksud dengan keluarga dalam hadits di atas meliputi istri, anak-anak, kerabat, budak laki-laki maupun perempuan. (Aunul Ma‘bud, kitab Ash-Shalah, bab Al-Hatstsu ‘ala Qiyamil Lail). Dan hadits di atas tidaklah menunjukkan syarat harus suami yang membangunkan istrinya namun yang dimaukan adalah bila salah seorang dari keduanya terbangun di waktu malam maka ia membangunkan yang lain (Syarhu Sunan Ibni Majah, Al-Imam As-Sindi, 1/401)

Sungguh beruntung pasangan suami istri atau keluarga yang mengamalkan hadits di atas karena mereka akan tercatat sebagai orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah. Dan ganjarannya, mereka akan beroleh ampunan berikut pahala yang besar, sebagaimana Rabbul ‘Izzah berfirman:
“Kaum laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah, Allah menyiapkan bagi mereka ampunan-Nya dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

🔷🌷🔷
Kasih sayang dan kelembutan seorang suami ataupun seorang istri kepada keluarganya semestinya tidak menghalanginya untuk menasehati dan menganjurkan mereka agar senantiasa meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Sebagaimana hal ini diperbuat qudwah shalihah dan uswah hasanah kita, Rasul yang mulia kepada keluarganya. Di mana beliau  membangunkan mereka untuk mengerjakan shalat malam. Aisyah mengabarkan:
“Adalah Nabi shalat malam sedangkan aku tidur dalam keadaan melintang di atas tempat tidurnya. Bila beliau hendak shalat witir beliau pun membangunkan aku, maka aku pun mengerjakan witir.”

Ummu Salamah, istri beliau yang lain juga berkisah:
“Suatu malam Nabi  terbangun. Beliau bersabda: “Maha suci Allah, fitnah apakah yang diturunkan pada malam ini dan perbendaharaan apakah yang diturunkan pada malam ini? Siapakah yang akan membangunkan para penghuni kamar-kamar itu. Berapa banyak orang yang berpakaian di dunia ini namun di akhirat ia telanjang.”

Tidak sebatas istri-istrinya, bahkan Rasulullah SAWjuga membangunkan anak dan menantunya untuk mengerjakan shalat, sebagaimana dikisahkan Ali bin Abi Thalib:
Suatu malam Rasulullah SAW pernah mendatanginya dan Fathimah putri Nabi, seraya berkata: “Tidakkah kalian berdua bangun untuk mengerjakan shalat?”
Ibnu Baththal  berkata: “Hadits ini menunjukkan keutamaan shalat malam (shalat lail atau tahajjud) dan membangunkan keluarga serta kerabat yang tidur agar mengerjakan shalat malam tersebut.” (Fathul Bari, 3/15-16)

Ath-Thabari  menyatakan, seandainya Nabi SAW tidak mengetahui adanya keutamaan yang besar dalam shalat lail niscaya beliau tidak akan mengusik putrinya dan anak pamannya pada waktu yang memang Allah jadikan sebagai saat ketenangan atau istirahat bagi makhluk-Nya. Akan tetapi Nabi SAW memilih keduanya agar memperoleh keutamaan itu daripada merasakan lelapnya dan enaknya tidur. Beliau lakukan hal tersebut dalam rangka menjalankan firman Allah SWT: (Perintahkanlah keluargamu untuk shalat). (Fathul Bari, 3/16)

Demikianlah seharusnya hidup berumah tangga. Sepasang insan yang beriman kepada Allah dan hari akhir selalu dipenuhi dengan ibadah dan amal ketaatan kepada Allah, ajakan dan anjuran kepada anggota keluarga untuk mengerjakan kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Sehingga kita dapatkan keluarga muslim adalah keluarga yang senantiasa berlomba-lomba kepada kebaikan, terdepan dalam menjalankan titah Ar-Rahman.
“Berlomba-lombalah kalian kepada kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

“Bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Yang demikian itu adalah keutamaan Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah memiliki keutamaan yang besar.” (QS. Al-Hadid: 21)

Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.

🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Lisa ~ Malang
1. Jika suami meninggal atau berpisah, seorang ibu wajib mengenalkan anak terutama laki-laki untuk sholat 5 waktu di masjid. Kira-kira sampai umur berapa seorang anak bisa dianggap mandiri ya ustadz, apakah saya jika sholat di masjid wanita seusia 40 apalagi janda sunnahnya sholat di rumah?

🌸Jawab:
Semoga Allah berikan yang Terbaik ya Bu tetap sabar dan istiqamah. Tidak ada batasan untuk menasehati anak.
Ibu lebih mantap di mana kalau di Masjid lebih mantep dan tidak menimbulkan fitnah boleh.

🔹 Aamiin allahumma aamiin.. ohh ngoten njeh ustadz.. Karena kl demi anak, sepertinya no reken tidak menggubis apa kata orang.

🌸 Tetap sabar dan istiqamah semoga Allah berikan kemudahan dan istiqamah.

🔹 Aamiin allahumma aamiin.

2. Oya ustadz...  Dijaman millennium sekarang ini umumnya ayah ibu bekerja, anak pulang sekolah lanjut menyelesaikan tugas atau les macam-macam, ketemunya orang tua kadang hanya pagi saat berangkat sekolah.
Yang menjadi pertanyaan saya:
Apakah hal ini tidak menyebabkan jauhnya hubungan anak dengan orang tua?
Menjadi anak bermental instan tanpa adanya kasih sayang dari orang tuanya?

🌸Jawab:
Sebagai orang tua sempatkan waktu untuk anak dan keluarga  ajak dialog diskusi makan bersama.

🔹 Kebiasaan yang mulai hilang ya ustadz!

🌸Harus di bangun kembali. Hubungan melalui hp juga boleh buat Wa misalnya.

 🔹Kejadian dikeluarga kakak saya, anak mengalami schizophrenia, tapi pengobatan anak diserahkan ke psikolog, orang tuanya sibuk duniawi.

🌸 Ingatkan dengan bijak. Investasikan untuk keluarga,
Psikolog atau lainnya boleh tapi yang utama orang tua.

0⃣2⃣ Atin ~ Pekalongan
Ustadz, bagaimana jika pemimpin keluarga tidak bisa menjadikan rumah seperti masjid?
Beliau asyik dengan dirinya sendiri. Sholat, tilawah, ngaji iya tapi tidak pernah menekankan ke anak-anak.

🌸Jawab:
Di ingatkan saja Bun semoga dapat hidayah.
Selalu mendoakan.

0⃣3⃣ iNdika ~ Kartasura
Bagaimana caranya menegur orang tua, kalau dalam perlakuannya atau mendidik anak-anak terdapat perbedaan antara anak satu dengan yang anak yang lain?
Ada anak yang diistimewakan.

🌸Jawab:
Berikan dasar hadits atau pendapat ulama agar terhubung tidak membedakan anak satu bagian dengan yang lain. Ajak ketemu Ustadz atau pengajian.

0⃣4⃣ Atin ~ Pekalongan
Mohon Tips nya Ustadz biar rumah anggota rumah menjadikan rumah seperti masjid!

🌸Jawab:
Tips sederhana mulai niatkan untuk ibadah.

Saling mengingatkan saling memahami saling membantu bertekad masuk surga satu keluarga.

0⃣5⃣ Kiki ~ Tanjungpinang
Ustadz bagaimana untuk suami istri yang berjauhan (misal karena salah satunya masih mondok ustadz) dalam memfungsikan rumah tangganya menjadi masjid ya ustadz?

🌸Jawab:
Komunikasi saat ini tidak ada batasan. Mengingat saat ibadah. Saling mendoakan
dan bentuk lain sehingga suasana ibadah tetap terjaga.

🔹 Baik berarti tidak ada keharusan untuk bertemu saja ya ustadz,  berarti mendoakan pun termasuk salah satu ikhtiarnya.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Istiqamah dan bersabar,  selalu berdoa semoga Allah berikan kemudahan dalam membangun dakwah.
Aamiin

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar