Kamis, 29 September 2022

BERKATALAH YANG BAIK, JANGAN ADA DUSTA


OLeH: Ustadz H. Tri Satya Hadi

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸BERKATALAH YANG BAIK, JANGAN DUSTA

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Alloh ﷻ, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS. An-Nahl: 105)

“Mulutmu, Harimaumu” atau “ketikan jarimu, cakar Harimaumu,” itu sebagian istilah yang sering muncul setidaknya di satu dekade terakhir seiring pesatnya teknologi dan media sosial. Ucapan yang “asal jeplak”, jari-jari dengan “rem blong” dengan berbagai komen yang tidak berdasar, meneruskan atau men-share berita bohong (hoax) mudah kita temukan sekarang ini dengan bersembunyi dalam akun bodong (fake).

Banyak yang menjadi korban ketika informasi yang viral merupakan fitnah yang mendatangkan kedzaliman yang besar. Ketika membaca, mendengar, dan melihat berbagai bentuk media masa dan sosial, berita dusta (bohong) menyebabkan tidak sedikit pribadi yang teraniaya, pasangan yang tersakiti, keluarga yang hancur, menurun atau hilangnya kepercayaan suatu organisasi atau institusi pelayan masyarakat dengan oknum-oknum pelaku melakukan kejahatan atau melanggar kode etik, dan seterusnya.

Secara hukum positif negara sudah berusaha melindungi warganya dari ‘hate of speech,’ perbuatan asusila, teror online atau dari serangan hoax, dan lainnya, baik yang menyerang pribadi atau suatu institusi dengan aturan yang mengikat semua warga negara. Aturan dimaksud yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Pertanyaannya apakah UU ITE tersebut “benar-benar” bisa melindungi warga negara?. Jawabannya mungkin tidak atau jawaban optimisnya belum.

Ada istilah mencegah lebih baik dari mengobati, artinya sebelum terjadi hal-hal berkaitan dengan perkataan yang buruk, ujaran kebencian, fitnah, dan lainnya itu, kita cegah dengan berhati-berhati dalam berkata, berpikir sebelum berucap, atau saring baru sharing.

Teko tidak mengeluarkan berbeda dengan yang diisinya, jika diisi air bening maka yang keluar air bening, dan jika yang diisi air kopi maka air kopinya keluar. Bahwa apa yang kita keluarkan berawal dari yang kita isi, apa yang kita panen berawal dari apa yang kita tanam.

Kalau kita melihat 15 Abad yang silam, Islam sudah mengatur apa yang harus kita lakukan sebagai muslim untuk bertutur atau berkata yang baik dan jangan dusta. Karena semua hal yang diciptakan Alloh ﷻ kepada hamba-Nya pasti dimintai pertanggungjawabannya karena ada malaikat yang selalu mengawasi dan mencatat setiap apa yang kita lakukan. Firman Alloh ﷻ:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.” (QS. Al-Isra: 36)

“Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Alloh ﷻ), dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar:10–12)

Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh ﷻ dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih) Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna. Semua perkataan bisa berupa kebaikan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya. Segala perkataan yang berorientasi kepadanya (kepada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori perkataan baik. (Perkataan) yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan. Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan) hendaklah diam.” (lihat Al-Fath, 10:446)

“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ, ‘Siapakah orang muslim yang paling baik?’ Beliau menjawab, ‘Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Muslim)

Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadis tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang sesuatu yang telah berlalu, yang sedang terjadi sekarang, dan juga yang akan terjadi pada masa mendatang. Berbeda dengan tangan; pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh lisan.”

Dan masih banyak rambu-rambu baik dalam Qur'an dan hadis yang menjelaskan wajibnya kita sebagai muslim untuk berkata yang baik dengan menjaga lisan.

Selanjutnya bagaimana dengan perkataan dusta?, Firman Allah ﷻ, "Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa." (QS. Al Jatsiah: 7) 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh ﷻ, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119).

Diriwayatkan Malik dari Sofwan bin Sulaim dalam kitab Al Muwatha:
"Ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ: Apakah seorang mukmin bisa menjadi penakut? Nabi menjawab ya. Lalu Nabi ditanya lagi, apakah seorang mukmin isa menjadi bakhil? Nabi menjawab ya. Lalu ditanyakan lagi, apakah seorang mukmin bisa menjadi pembohong? Nabi menjawab tidak!"

"Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kedzaliman, dan kedzaliman itu akan mengantarkan ke arah neraka." (HR. Bukhari muslim)

"Sesudahku nanti akan ada pemimpin yang berbuat dzalim dan berdusta, siapa yang membenarkan kedustaannya dan membantu kedzalimannya maka tidak termasuk golongan dari umat ku dan aku juga tidak termasuk darinya dan ia tidak akan datang ke telaga (yang ada di surga)." (HR. Nasa'i)

Perkataan dusta adalah perbuatan maksiat yang menimbulkan dosa besar yang merupakan ciri-ciri orang yang munafik dan termasuk perbuatan pengkhianatan terhadap kepercayaan orang lain. Sehingga orang yang berdusta sama seperti melakukan perbuatan maksiat. Allah ﷻ berfirman:
"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Alloh ﷻ menyukai orang-orang yang adil." (QS. Al Maidah:42)

Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya Radhiyallahu anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para Sahabat), maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para Sahabat mengatakan, “Tentu wahai Rasulullah ﷺ.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Syirik kepada Alloh ﷻ, durhaka kepada kedua orang tua.” Sebelumnya Beliau bersandar, lalu Beliau duduk dan bersabda, “Perhatikanlah! dan perkataan palsu (perkataan dusta),” Beliau selalu mengulanginya sampai kami berkata, “Seandainya Beliau berhenti.” (HR. Al-Bukhari)

Selanjutnya masih banyak lagi nash-nash dalam Islam tentang keharusan berkata yang baik dan jangan dusta. Lantas bagaimana kita sebagai muslim secara dini bisa mencegah untuk tidak berbuat demikian.

Semua berawal dari hati (kalbu). Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di setiap jasad ada sekerat daging. Manakala sekerat daging tersebut baik, akan baik pula seluruh jasad. Namun, manakala sekerat daging tersebut rusak, akan berakibat rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, sekerat daging tersebut adalah kalbu.” (HR. Bukhari-Muslim)

Ucapan yang keluar baik lisan atau tulisan berawal dari kalbu. Kalbu yang sehat, bersih, selamat akan mempengaruhi jasad, pikiran, dan perkataan. Sebaliknya kalbu yang penuh maksiat, kotor, dan gelap niscaya menghasilkan yang kotor pula dan inilah pangkal perkataan, benci, dusta, ataupun fitnah.

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Alloh ﷻ sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (HR. Attirmidzi)

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.”

Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nasha’ihul ‘Ibad menjelaskan bahwa terdapat empat penyebab gelapnya hati manusia. Abdullah bin Mas’ud r.a. pernah berkata:
“Empat yang termasuk penyebab gelapnya hati, yaitu: perut yang terlalu kenyang, berteman dengan orang-orag dzalim, melupakan dosa yang pernah dilakukan, dan panjang angan-angan."

Dalam kitab yang sama sekaligus menjelaskan kiat agar hati menjadi terang sehingga kita terbiasa dengan berkata yang baik dan meninggalkan perkataan dusta yaitu:
1) Perut Yang Terisi Sedikit 

Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi makanan. Ibnu Al Qoyyim Rohimahullah berkata "Banyak mengkonsumsi makanan adalah sebuah penyakit yang akan menimbulkan keburukan, banyak makan dapat menjerumuskan anggota badan untuk melakukan maksiat, dan berat untuk melakukan ketaatan. Maka cermatilah keburukan ini." 

Rutinkan puasa sunah karena itu bisa meningkatkan aktifitas ibadah yang bisa membersihkan hati seperti dzikir atau membaca Qur'an.

2) Bergaul Dengan Orang-orang Salih

Pergaulan dengan orang yang salih (baik) dapat memberikan efek kebaikan termasuk dalam ucapan.
“Seseorang itu mengikuti din (agama, tabiat, akhlak) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekat.” (HR. Abu Dawud)

Siapa orang-orang salih itu dapat diliat dalam tulisan sebelumnya yaitu ulama dan orang-orang yang mengajak kita ke Surga.

https://pijarpunbenderang.blogspot.com/2022/07/nasihat-tentang-pergaulan.html

3) Mengingat Dosa Yang Pernah Dilakukan

Muhasabah diri dapat membersihkan hati karena disitu akan memunculkan rasa ketidaksucian diri sehingga taubat akan muncul dan selanjutnya akan selalu berhati-hati atas ucapannya.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh ﷻ. Hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Bertakwalah kepada Alloh ﷻ. Sungguh, Alloh ﷻ Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Imam Al-Gazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menuliskan, “Seorang sahabat menemui Rasulullah ﷺ untuk meminta wejangan kepadanya. ‘Wahai Rasulullah, berilah aku wejangan,’. ‘Apakah kau meminta wejanganku?’. ‘Benar,’. jawabnya dengan bahagia. ‘Bila kau bermaksud untuk melakukan sesuatu, pikirkanlah dampaknya. Jika ia baik, lakukanlah. Tetapi jika itu buruk, tahanlah.”

4) Tidak Banyak Berkhayal

Banyak berharap dengan angan-angan kosong (kemungkinan jauh untuk dijangkau). Angan-angan (al-amani) adalah ilusi atau khayalan dan merupakan salah satu alat atau perangkat yang dipergunakan setan untuk menyesatkan umat manusia.
"Dan aku (iblis) benar-benar akan menyesatkan mereka dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka.'' (QS. an-Nisaa': 119)

“Janganlah kalian panjang angan-angan, dan jangan sampai kalian terlena oleh panjang angan-angan. Sesungguhnya semua yang sedang terjadi itu yang dekat. Dan sesuatu yang jauh adalah yang belum datang.” (HR. Ibnu Majah)

Hati yang penuh khayalan orientasinya dunia dan cenderung meninggalkan akhirat, segala usaha untuk menerangkan hati seperti memperbanyak ibadah dan dzikir sukar dilakukan. Ali bin Abi Thalib radliyllahu anhu berkata, "dua hal yang aku takutkan atas kalian yakni, mengikuti hawa nafsu dan panjang angan. Karena sesungguhnya hawa nafsu menghalangi dari kebenaran dan panjang angan bisa membuat lupa akan akhirat."

Wallahu a’lam bishawab

Pekanbaru, 30 Agustus 2022
(TSH_dari berbagai sumber)

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh ustadz, 

Ini pengalaman pribadi saya ke anak. Saya pernah bilang ke anak saya jika begini maka saya akan kasih main. Tapi saya tidak tepat janji kepada anak saya. Suatu saat saat saya bilang kata yang sama jika dia melakukan itu, anak saya bilang mama pasti bohong. Bagaimna menjelaskan kepada anak saya jika saya kata kemarin tidak bohong karena dia melakukan kesalahan. 

Jazakallah Khairan 

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Mendidik anak sedari kecil memang perlu hati-hati karena ibarat memahat batu keras, dan kalau sudah terbentuk akan lama. Menjadi teladan bagi anak itu hal utama setiap orang tua. Termasuk ketika anak sudah menganggap kita berbohong, bisa jadi karena memang kita sering melakukan itu, atau ketika kita sudah menjelaskan kita tidak bohong tapi anak masih menganggap demikian bisa juga pengaruh lingkungan ketika bergaul dengan teman-temannya.
Tetap jelaskan saja dengan baik, dengan bahasa mereka. Akui kalau memang kita salah. Dan tegas juga mengatakan jika salah dan sebaliknya Apresiasi anak kita jika mereka "belajar" jujur.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣2️⃣ Cucu Cudliah ~ Tasikmalaya
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh Ustadz 

1. Dalam hal apapun dusta atau bohong itu tidak dibenarkan. Tapi saya pernah mendengar ungkapan bohong boleh untuk menyenangkan seseorang.

Bagaimanakah dengan ungkapan tersebut?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi Wabarakatuh

Iya ungkapan tersebut bisa dibenarkan.

🔹Apa yang harus dilakukan dari menyikapi hal tersebut?
 
🌸Karena dibolehkannya berbohong atas 3 hal seperti hadis ini.

"Kedustaan itu tidak halal kecuali pada tiga hal; seorang suami yang berbicara terhadap istrinya agar dia ridha padanya, kedustaan pada peperangan, dan kedustaan yang dilakukan dalam rangka untuk mendamaikan (sesama) manusia." (HR. Tirmidzi)

🔹Ustadz, berangan-angan itu tidak boleh. Bagaimana dengan punya mimpi ataupun keinginan. Sedangkan yang saya alami adalah dari punya angan-angan serta mimpi dulu.
Alhamdulillah Qadarulloh terwujud hal tersebut. 

🌸Mimpi boleh-boleh saja apalagi, sepanjang masih dalam logika kemampuan manusia dalam bentuk cita-cita yang memang bisa diusahakan. Yang tidak boleh adalah angan-angan yang jauh dari kemampuan sehingga memaksa diri denga menghalalkan cara apapun untuk menggapai itu. Atau sampai ke perbuatan diluar nalar manusia.

Wallahu a’lam bishawab

0️⃣3️⃣ Nining ~ Sukoharjo
Bagaimana cara mengatasi apabila anak sudah terpengaruh omongan atau perilaku yang kurang baik ustadz, sedangkan sebagai orang tua sudah berusaha menasihati tapi belum juga berhasil, minta ilmunya buat melembutkan hati seorang anak? 

🌸Jawab:
Ada teknik dalam parenting yaitu Afirmasi (ulangi) terus kata kata yang baik yang tujuannya untuk mengajarkan kepadanya. Sampaikan ketika ia mau tidur, sampai saat dia sudah mengantuk hingga kata-kata itu masuk dalam setengah sadarnya. 

Doakan terus tentunya kita sebagai orang tua juga harus baik juga. Karena doa agar di ijabah ada syaratnya juga. 

Wallahu a’lam bishawab

Semoga bisa, insyaaAllah.

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Di antara tanda kejujuran itu adalah tenangnya hati, sebaliknya di antara tanda kedustaan adalah kebimbangan hati, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi secara marfu’ dari hadits al-Hasan bin Ali Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

…إِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَة، وَالْكَذِبَ رِيْبَة…

“…Kejujuran itu ketentraman, dan dusta itu keragu-raguan…” [HR. At-Tirmidzi, no. 2518]

Wallahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar