Sabtu, 30 April 2022

MARHABAN YA RAMADHAN, RAMADHAN DAN TOTALITAS KETAKWAAN

 


OLeH: Ummu Azkia Fachrina

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸MARHABAN YA RAMADHAN, RAMADHAN DAN TOTALITAS KETAKWAAN

MARHABAN ya Ramadhan. Selamat datang bulan Ramadhan. Alhamdulillah, selayaknya setiap Muslim bersyukur dan bergembira dengan kedatangan Ramadhan. Sebabnya, Ramadhan adalah bulan penuh rahmat. Bulan penuh berkah. Juga bulan penuh ampunan. 

Ramadhan kali ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya. Alhamdulillah, tahun ini wabah pandemi Covid-19 mulai mereda. Tak lagi banyak memakan korban jiwa. Sebagaimana tahun sebelumnya. 

Meski demikian, wabah Corona telah melumpuhkan ekonomi negara. Dunia usaha kelimpungan. Banyak perusahaan tutup. Sebagian malah bangkrut. Banyak karyawan dirumahkan. Tidak sedikit di-PHK tanpa pesangon. Akibatnya, banyaknya pengangguran makin tidak terelakkan. Mereka, setidaknya dalam 1-2 tahun ini, masih banyak yang merasakan kesulitan ekonomi. Sampai saat ini pun belum kelihatan jelas tanda-tanda kebangkitan kembali ekonomi masyarakat.

Di sisi lain, ada potensi “wabah” lain yang tidak kalah membahayakan. Di antaranya potensi wabah kesyirikan. Paling mutakhir adalah kasus kesyirikan dalam peresmian proyek IKN dan ajang MotoGP di Mandalika. Ironisnya, keduanya difasilitasi oleh Pemerintah. Lebih ironis lagi, tidak sedikit yang memandang ritual syirik tersebut sebagai bagian dari kearifan lokal.

Potensi wabah lainnya adalah wabah moderasi agama yang terus disuarakan oleh berbagai pihak. Moderasi agama ini jelas berbahaya karena menciptakan bencana bagi agama (Islam). Lahirlah sinkretisme agama dalam balutan istilah Islam Nusantara. Muncullah toleransi agama yang kebablasan seperti ritual doa bersama lintas agama, shalawatan di gereja, nikah beda agama, dan lain-lain.

Potensi wabah lainnya adalah wabah penistaan agama (Islam). Akhir-akhir ini, penistaan agama makin marak. Yang paling mutakhir, ada pendeta Kristen yang dengan lancang meminta kaum Muslim untuk menghapus 300 ayat al-Quran, menantang pembuktian kehebatan Nabi Muhammad ﷺ, dan lain-lain. Seolah itu melengkapi penistaan agama oleh oknum di kalangan Islam sendiri seperti Deny Siregar, Abu Janda, Ade Armando, dan lain-lain.  

Wabah lainnya adalah wabah kedzaliman akibat penguasa bersekutu dengan oligarki. Merekalah yang selama ini menguasai sebagian besar sumber-sumber kekayaan milik rakyat. Bahkan kasus kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng baru-baru ini, yang amat menyusahkan rakyat, disinyalir adalah ulah para mafia dan pelaku monopoli yang terhubung dengan oligarki. Mereka diduga kuat melakukan penimbunan dan mempermainkan harga. 

Belum lagi kedzaliman di balik isu terorisme dan radikalisme yang terus memakan korban dari kalangan umat Islam. Kasus pembunuhan Dr. Sunardi oleh Densus 88—yang belakangan menurut DPR tidak terbukti melakukan tindakan terorisme—bukanlah kasus pertama. Sudah ratusan orang yang terduga teroris ditangkap atau bahkan dibunuh oleh Densus 88 tanpa di adili.

Di sisi lain, kriminalisasi tokoh-tokoh Islam yang kritis terhadap kekuasaan masih terus terjadi. 

Yang paling berbahaya tentu wabah sekularisme—bahkan sekularisme radikal—yang mengakibatkan munculnya islamophobia. Suara adzan dipersoalkan, penceramah yang dicap radikal—hanya karena sering bersikap kritis terhadap kekuasaan—dilarang tampil di televisi, dan lain-lain. Yang tentu tak boleh dilupakan adalah penelantaran syariah Islam yang terus berlangsung hingga kini akibat penerapan sistem sekuler oleh Negara.  

Semua ini tentu sebagai akibat umat ini masih jauh dari ketakwaan. Padahal tujuan dari pelaksanaan puasa Ramadhan adalah mewujudkan takwa, sementara puasa Ramadhan telah puluhan kali dilaksanakan oleh umat Islam. 

🔹Tak Cukup Dengan Puasa

Mengapa faktanya umat masih jauh dari ketakwaan, padahal puasa Ramadhan telah puluhan kali mereka laksanakan? Tidak lain karena puasa Ramadhan hanyalah salah satu—bukan satu-satunya—pembentuk ketakwaan. Al-Quran memang menyatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa." (TQS. al-Baqarah: 183).
 
Namun demikian, di dalam al-Quran sendiri tidak hanya ayat tentang kewajiban puasa yang diakhiri dengan frasa; la’allakum tattaqûn (agar kalian bertakwa). Alloh ﷻ juga antara lain berfirman dalam beberapa ayat berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai manusia, beribadahlah kalian kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa." (TQS. al-Baqarah: 21).

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

"Bagi kalian, dalam hukum qishâsh itu ada kehidupan, wahai orang-orang yang memiliki akal, agar kalian bertakwa." (TQS. al-Baqarah: 179).

وَ أَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus (Islam). Karena itu ikutilah jalan itu dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan lain hingga kalian tercerai-berai dari jalan-Nya. Yang demikian Alloh ﷻ perintahkan agar kalian bertakwa." (TQS. al-An’am: 153).

Berdasarkan ayat-ayat di atas, jelas bahwa tidak cukup dengan puasa orang bisa meraih takwa. Ibadah (totalitas penghambaan kita kepada Alloh ﷻ), pelaksanaan hukum qishâsh (juga seluruh hukum Alloh ﷻ yang termaktub dalam al-Quran), serta keistiqamahan kita di jalan Islam dan dalam melaksanakan seluruh syariah Islam, semua itulah yang bisa mengantarkan diri kita benar-benar meraih takwa yang hakiki.

🔹Kembali Kepada Al-Quran

Bukti ketakwaan hakiki tidak lain adalah pengamalan dan penerapan al-Quran secara total. Terkait itu Alloh ﷻ berfirman: 

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

"Andai al-Quran ini Kami turunkan di atas gunung, kamu (Muhammad) pasti menyaksikan gunung itu tunduk dan pecah berkeping-keping karena takut kepada Alloh ﷻ. Perumpamaan itu kami buat untuk manusia agar mereka mau berpikir." (TQS. al-Hasyr: 21).

Saat menafsirkan ayat ini, Imam ath-Thabari menyatakan: Alloh ﷻ Yang Maha Agung berfirman, “Andai Kami menurunkan al-Quran kepada sebuah gunung, sementara gunung itu berupa sekumpulan bebatuan, pasti engkau akan melihat, wahai Muhammad, gunung itu sangat takut.” Tidak lain karena gunung tersebut sangat khawatir tidak sanggup menunaikan hak-hak Alloh ﷻ yang diwajibkan atas dirinya, yakni mengagungkan al-Quran. (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, 23/300).

Karena itulah, menurut Abu Hayan al-Andalusi, ayat ini merupakan celaan kepada manusia yang keras hati dan perasaannya tidak terpengaruh sedikit pun oleh al-Quran. Padahal jika gunung yang tegak dan kokoh saja pasti tunduk dan patuh pada al-Quran, sejatinya manusia lebih layak untuk tunduk dan patuh pada al-Quran (Abu Hayan al-Andalusi, Bahr al-Muhîth, 8/251). 

Sayang, apa yang dinyatakan oleh Abu Hayan al-Andalusi ini justru banyak terjadi saat ini. Banyak manusia tidak tunduk dan patuh pada al-Quran. Banyak manusia yang bahkan tidak bergetar saat al-Quran dibacakan. Boleh jadi hal itu karena banyak hati manusia yang sudah mengeras. Bahkan lebih keras dari batu. Tidak sedikit pun terpengaruh oleh bacaan al-Quran. Apalagi tergerak untuk mengamalkan isinya dan menerapkan hukum-hukumnya. 

Padahal al-Quran sejatinya Alloh ﷻ turunkan agar menjadi rahmat bagi manusia (Lihat: QS Fushilat: 2-3). Sebagai rahmat, al-Quran benar-benar menjanjikan keberkahan bagi manusia. Tentu saat al-Quran secara nyata diterapkan di tengah-tengah kehidupan mereka. Alloh ﷻ berfirman:

 وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati. Karena itu ikutilah kitab tersebut dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat." (TQS al-An‘am [6]: 155). 

Imam al-Alusi menjelaskan bahwa al-Quran disifati dengan mubârak (yang diberkati) karena mengandung banyak kebaikan di dalamnya, untuk kepentingan agama maupun dunia. Adapun frasa fattabi‘ûhu, maknanya adalah fa‘malû bimâ fîhi (Karena itu amalkanlah semua hal yang terkandung di dalam al-Quran itu) (Al-Alusi, Rûh al-Ma’âni, 6/77). 

Karena itu tentu penting mengamalkan dan menerapkan seluruh isi al-Quran. Baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara. Di sinilah pentingnya formalisasi dan pelembagaan al-Quran. Di sini pula pentingnya negara menerapkan al-Quran dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah yang dipraktikkan oleh Rasulullah saw. saat memimpin Daulah Islam di Madinah, juga oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam.
🔹Khatimah

Dengan demikian Ramadhan sudah selayaknya dijadikan momentum oleh kaum Muslim, termasuk para penguasa, untuk benar-benar mewujudkan takwa yang hakiki. Caranya adalah dengan kembali pada al-Quran, yakni dengan mengamalkan dan menerapkan seluruh isi dan hukum-hukumnya. Inilah yang pasti akan menjadi solusi atas seluruh problem kehidupan, khususnya bagi negeri ini. 

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Apni ~ Garut
Assalamualaikum,

Bagaimana hukumnya, berpahala kah ketika kita memberi makan orang yang berpuasa tapi tidak melaksanakan shalat?

Wassalam mua'laikum warahmatullahi wabarakatuh.

🌸Jawab: 
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Baik...
Bismillaah....
Saya coba jawab ya ukhtiiy shalihah...

Dalam al-Qur`an, disebutkan, 
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. al-Zalzalah: 7-8).

Saat kita berbuat baik. Alloh ﷻ sudah menjanjikan pahala.
Walau yang kita tolong dan diberi makan itu juga seorang yang punya salah, maka Alloh ﷻ akan beri pahala.
Dan lebih baik lagi sambil kita juga ingatkan yang bersangkutan untuk tegakkan shalat.
Demikian ukhtiiy.

Wallaahu a'laam.

0️⃣2️⃣ Jumini ~ Gunungkidul
Assalamualaikum...

Bagaimana cara agar hati kita lebih lembut dan mudah tersentuh dengan Al Quran baik berupa perintah Alloh ﷻ maupun larangan, maupun ancaman-Nya? Sehingga kita mudah tergerak taat.

Wassalam mua'laikum warahmatullahi wabarakatuh.

🌸Jawab: 
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillaah...
Saya coba jawab ya ukhtiiy shalihah.

Bertaqarrublah pada Alloh ﷻ dengan segenap kesungguhan, bersihkan hati pikir dan jiwa dengan ketundukan yang paripurna kepada-Nya dan ikhlaslah dalam menjalani segala perintah-Nya agar hati tidak menjadi keras, pikir menjadi buntu dalam menerima kebenaran.
Dzikrullaah, jadikan lisan dan hati terjaga dari ma'shiyat, berdoalah agar Alloh ﷻ turunkan kelembutan.
Demikian ukhtiiy.

Wallaahu a'laam.

0️⃣3️⃣ Fatimah ~ Bandung 
Bagaimana agar kita punya keyakinan kuat bahwa rezeki itu tidak perlu asbab, Alloh ﷻ jamin rezeki kita dengan atau tanpa asbab? 
Jazakillah khoir

🌸Jawab: 
Bismillaah....
Dalam surat Al A'Raf ayat 96 
Artinya: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

Berarti rumusannya sangat jelas. Beriman dan bertakwalah dengan segera tanpa menunda.
Keyakinan akan selalu tumbuh jika kita tidak pernah menunda untuk Iman dan Takwa.
Demikian ukhtiiy.

Wallaahu a'laam...

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Ramadhan adalah momen indah istimewa yang harus disambut gembira.

Jadikan momen ini bukan momen biasa. Bangun diri kita menjadi insan yang bertakwa secara totalitas agar kita layak di Jannah-Nya.....

Selamat menjalankan ibadah shaum. 
Taqabbalallaahu minnaa wa minkum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar