Sabtu, 30 April 2022

KONSULTASI SYAR'i

 


OLeH: Ustadz H. Farid Nu'man Hasan, S.S

•┈•••◎❀★❀◎•••┈•
❀ KoNSuLTaSi ❀
•┈•••◎❀★❀◎•••┈•

0️⃣1️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum...

Ustadz, bagaimana tipsnya biar mendapatkan lailatul qadar? Apa benar lailatul qadar itu di malam ganjil? Kan ini juga kemarin memulai puasa ada yang puasa duluan. Bagaimana, Ustadz, seperti itu?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

★ Menyikapi Prediksi Lailatul Qadar Yang Berbeda-Beda

✓ Kapan Lailatul Qadar? Muncul banyak jawaban dan prediksi.

✓ Ibnu Abbas menyebut malam ke-24. (HR. Bukhari no. 2022)

✓ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak memastikan, hanya berpesan carilah di malam ke-9, 7, dan 5, di sepuluh malam terakhir. (HR. Bukhari no. 2023)

✓ Ubay bin Ka'ab menyebut malam ke-27. (HR. Muslim no. 762)

✓ Sementara dalam riwayat Abu Said al Khudri, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan telah dibuat lupa kapan datangnya:

فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ

“Sesungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No. 813, 2036)

✓ Faktanya masalah ini ada LEBIH DARI 40 PENDAPAT.

Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:

وَقَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي لَيْلَة الْقَدْر اِخْتِلَافًا كَثِيرًا . وَتَحَصَّلَ لَنَا مِنْ مَذَاهِبهمْ فِي ذَلِكَ أَكْثَر مِنْ أَرْبَعِينَ قَوْلًا

“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari, 4/262. Darul Fikr)

✓ Tugas kita adalah ibadah saja tiap malam Ramadhan. InsyaAllah jika kita ibadah tiap malam tetap akan mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar, sebab semuanya sepakat bahwa Lailatul Qadar itu hanya ada di bulan Ramadhan.

Wallahul Muwaffiq Ilaa aqwamith Thariq.

🔹Jazakallah khairan, Ustadz.

Semoga kita tidak kendor dalam beribadah di akhir ramadhan ini. Aamiin

🌸Wa iyyaakum

0️⃣2️⃣ Ofie ~ Bukittinggi
Ustadz, agaimana caranya kita bisa ikhlas beribadah?

🌸Jawab:
Lakukan ibadah tersebut seolah ibadah terakhir, setelah itu jangan ungkit-ungkit lagi, jangan pikirkan, jangan sebut-sebut kalau tidak ada perlu yang syar'i.

Wallahu A'lam

0️⃣3️⃣ Cucu Cudliah ~ Tasikmalaya
Syukron Ustadz juga Moderator.

Ustadz, apa saja yang harus kita persiapkan baik secara lahir maupun batin supaya mendapatkan malam Lailatul Qadar?

🌸Jawab:
Terus beribadah setiap malam Ramadhan, walau sedikit tidak apa-apa.

Tilawah, dzikir, shalat malam, shalawat, baca buku keislaman, dan lain-lain. Lakukan secara bervariasi. Sedikit tidak apa-apa tapi rutin. Syukur-syukur bisa banyak.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

"Wahai manusia! Lakukanlah amal sesuai kemampuan kalian, sesungguhnya Alloh ﷻ tidak pernah bosan sampai kalian sendiri yang bosan, sesungguhnya perbuatan yang paling Alloh ﷻ cintai adalah YANG KONSISTEN WALAU SEDIKIT." (HR. Bukhari no. 5861)

Wallahu A'lam

Tambahan:
Bismillahirrahmanirrahim..

~ Kita tidak tahu pasti kapan Lailatul Qadar, maka siapkanlah diri tiap malam walaupun hanya sebentar.

~ Persiapkan untuk shalat, tilawah, dzikir, sedekah, sebanyak-banyaknya dan dengan kekhusyu'an yang terbaik.

~ Mendapatkan lailatul qadar bukan untuk disombongkan tapi justru agar kita semakin rendah hati.

Wallahu A'lam

0️⃣4️⃣ Sasi ~ Balam
Bismillah...
Ustadz, apakah boleh jika seorang laki-laki beritikaf hanya pada malam hari saja, ba'da shubuh pulang ke rumah?

Lalu, apakah model seperti di atas, bolehkah tidak sepuluh hari full itikaf di masjid?

Jazakallah khoir.

🌸Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim..

I'tikaf yang sempurna adalah 10 hari 10 malam. Namun, jika seseorang tidak mampu melaksanakannya karena masih ada kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan atau perkara lainnya, maka lakukanlah sejauh yang dia bisa lakukan.

Sebagaimana kaidah:

ما لا يدرك كله لا يترك كله

Jika yang ideal tidak bisa diterapkan semua, maka seadanya jangan ditinggalkan semua.

Allah Ta'ala berfirman:

لا يكلف الله نفسا الا وسعها

"Alloh ﷻ tidak membebani seseorang kecuali sesuai kesanggupannya." (QS. Al Baqarah: 286)

Dalam ayat lainnya:

فاتقواالله ما استطعتم..

"Bertakwalah kepada Alloh ﷻ sesuai kesanggupanmu." (QS. At Taghabun: 16)

Dalam hadits:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

"Maka, jika aku memerintahkan kamu terhadap sesuatu, jalankanlah sejauh yang kalian mampu." (HR. Muslim no. 1337)

Wallahu A'lam

0️⃣5️⃣ Wulan ~ Surabaya
Assalamu'alaikum...

1. Ustadz, bagaimana hukumnya tukar uang baru buat lebaran, apakah dosa, Ustadz?

2. Terus bagaimana juga dengan membagikan uang baru saat lebaran kepada yang berkunjung. Apakah tradisi tersebut juga berdosa, Ustadz?

Jazakallah khairan.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah..

1. Jika nilainya sama tidak apa-apa. Tapi jika nilainya beda, maka riba fadhl. Seperti 1,2 juta uang pecahan 100rb, ditukar dengan uang kecil 1 juta.

Syaikh Sayyid Sabiq menjelaskan:

وربا الفضل وهو بيع النقود بالنقود أو الطعام بالطعام مع الزيادة وهو محرم بالسنة والاجماع

Riba Fadhl adalah jual beli uang dengan uang, atau makanan dengan makanan dibarengi dengan TAMBAHAN, hal itu diharamkan berdasarkan As Sunnah dan Ijma’. (Fiqhus Sunnah, 3/163, Mausu’ah al Fiqh al Islami, 3/472)

Syaikh Muhammad bin Ibrahim at Tuwaijiri mengatakan:

وهو بيع المال الربوي بجنسه متفاضلاً كأن يبيعه جراماً من الذهب بجرامين منه مع التسليم في الحال

Jual beli harta ribawi yang sejenis dengan memberikan kelebihan, misalnya jual antara 1 gram emas dengan 2 gram, yang diterimanya saat itu juga. (Mausu’ah al Fiqh al Islami, 3/480)

Jika SAMA NILAINYA, tidak apa-apa.

2. Itu tradisi, bukan syariat. Tidak masalah, asalkan diberikan secara suka rela.

Urusan duniawi hukum asalnya adalah mubah, tidak boleh sembarang melarang tanpa dalil.

Kaidahnya:

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى عَدَمِ الْإِبَاحَةِ

"Hukum asal dari segala hal adalah mubah sampai adanya dalil yang menunjukkan hilangnya kemubahan tersebut." (Imam Abul ‘Abbas Syihabuddin al Hanafi, Ghamzu ‘Uyun al Bashaa-ir, 1/223)

الأصل في الأشياء الإباحة إلا إذا أتى ما يدل على تحريم ذلك الشيء

"Hukum asal dari segala hal adalah mubah kecuali jika ada dalil yang menunjukkan haram hal tersebut." (Syaikh Zakariya bin Ghulam al Bakistani, Min Ushul al Fiqh ‘ala Manhaj Ahli al Hadits, hal. 166)

Imam Ibnul Qayyim berkata:

والأصل في العقود والمعاملات الصحة حتى يقوم دليل على البطلان والتحريم

"Hukum asal dalam berbagai perjanjian dan muamalah adalah SAH sampai adanya dalil yang menunjukkan kebatilan dan keharamannya." (I’lamul Muwaqi’in, 1/344)

Para ulama Hanafi dan Syafi'i mengatakan:

الثابت بالعرف كالثابت بالنص

"Ketetapan hukum karena tradisi itu seperti ketetapan hukum dengan Nash/dalil." (Syaikh Muhammad 'Amim Al Mujadidiy At Turkiy, Qawa'id Al Fiqhiyah, no. 101)

Wallahu A'lam

0️⃣6️⃣ Ridha ~ Bekasi
Dalam Surat Al Baqarah jelas sekali kalau orang yang berTAKWA itu adalah beriman dengan yang gaib, mendirikan Sholat, menginfaqkan sebagian hartanya.

Sementara, di ayat lain
Diwajibkan atas Kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga menjadi orang yang berTAKWA.

Apa maksud 2 ayat di atas?

Bagaimana menghubungkan 2 ayat ini, Ustadz?

Jazakillah khair.

🌸Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim..

Ayat-ayat tentang takwa; baik sifat, ciri, dan karakter, tersebar di banyak ayat. Satu sama lain terhubung dan saling melengkapi. Sehingga ciri orang bertakwa mulai dari beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, bersedekah, beriman kepada kitab-kitab suci, dan beriman kepada hari akhir, serta berpuasa.

Para ulama meringkas itu semua menjadi kalimat; menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Inilah definisi takwa yang paling umum. Ibnu Mas'ud mengatakan tentang taqwa: taat dan tidak maksiat, ingat dan tidak lupa, syukur dan tidak kufur.

Wallahu A'lam

0️⃣7️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum,

Ustadz, bagaimana sunnahnya atau yang benar dalam mengucapkan salam di akhir sholat, apakah pakai wabarakatuh atau tidak atau salah satu saja yang pas ke kanan atau bagaimana, Ustadz?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullah

https://alfahmu.id/lafazh-salam-pada-akhir-shalat/

Wa’alaikumussalaam wa Rahamtullahi wa Barakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa man Waalah, wa ba’d.

Tentang ucapan salam selesainya shalat, baik As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh atau As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah saja, atau As Salamu ‘Alaikum saja, ketiganya ada dalam Sunnah.

✓ Pertama, Berikut ini keterangan bacaan salam dengan lafazh: As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Dari ‘Alqamah bin Wa-il, dari ayahnya, katanya:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ وَعَنْ شِمَالِهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Saya shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau mengucapkan salam ke kanan: “As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh,” dan ke kirinya: “As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah.” (HR. Abu Daud No. 997)

Sederetan muhaqqiqin telah menshahihkan hadits ini dan memastikannya ada dalam kitab Sunan Abi Daud. Syaikh Al Albani berkata: “Isnad hadits ini shahih, dan dishahihkan oleh Imam An Nawawi, Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, lalu juga oleh Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, dan Imam Ibnu Sayyidin Naas.” (Shahih Abi Daud No. 915), Imam Ibnu Abdil Hadi juga mengatakan shahih. (Al Muharrar fil Hadits, 1/207, No. 271)

Sebagian ulama, seperti Imam Ibnu Ash Shalah Rahimahullah mengatakan bahwa tambahan “wa barakatuh” tidak ada dalam kitab-kitab hadits. Pernyataan ini telah dikoreksi Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah sebagai berikut:

تنبيه : وقع في صحيح ابن حبان من حديث ابن مسعود زيادة ” وبركاته ” ، وهي عند ابن ماجه أيضا ، وهي عند أبي داود أيضا في حديث وائل بن حجر ، فيتعجب من ابن الصلاح حيث يقول : إن هذه الزيادة ليست في شيء من كتب الحديث

Peringatan: hadits ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban dari haditsnya Ibnu Mas’ud dengan tambahan “wa barakatuh”, ini juga diriwayatkan Ibnu Majah, juga Abu Daud dalam hadits Wa-il bin Hujr, maka sungguh mengherankan apa yang dikatakan Ibnu Ash Shalah ketika dia berkata: “Sesungguhnya tambahan tersebut tidak ada sedikit pun dalam kitab-kitab hadits.” (At Talkhish Al Habir, 1/271) Al Hafizh Ibnu Hajar –sebagaimana dikutip oleh Asy Syaikh Abul Hasan Ubaidullah Al Mubarkafuri- juga mengoreksi Imam An Nawawi yang menyebutkan bahwa kalimat “wa barakatuh” hanya diriwayatkan secara menyendiri.

Beliau berkata:

فهذه عدة طرق تثبت بها “وبركاته”، بخلاف ما يوهمه كلام الشيخ أنها رواية فردة-انتهى

Inilah sejumlah jalur yang dengannya menjadi shahih kalimat “wa barakatuh”, berbeda dengan yang disangka oleh Asy Syaikh [An Nawawi] bahwa itu adalah riwayat yang menyendiri. Selesai. (Mir’ah Al Mafatih, 3/307) Nah, dari hadits di atas terlihat jelas sunnahnya tambahan “wa barakatuh”, hanya saja mereka menyunnahkan hanya pada salam yang pertama sebagaimana yang nampak secara tekstual dalam haditsnya.

Disebutkan oleh pengarang kitab Al Minhal:

وبهذا تعلم استحباب زيادة ” وبركاته ” في التسليمة الأولى

Maka dengan ini Anda mengetahui sunnahnya tambahan “wa barakatuh” dalam salam yang pertama. (Al Minhal, 6/117) Ini juga pendapat Syaikh Al Albani Rahimahullah, bahwa tambahan tersebut hanya pada salam pertama. (Tamamul Minnah, Hal. 171)

Tetapi, Imam Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Al Mushannaf-nya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh secara jahr [dikeraskan] hingga terlihat pipinya yang putih, baik ke kanan [salam pertama] dan ke kiri [salam kedua]. (Al Mushannaf Abdurrazaaq, 2/219), itu juga dilakukan oleh sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Ammar bin Yasir. (Ibid, 2/220), Syaikh Muhammad bin Ali bin Adam mengatakan: semua rijal dalam isnad hadits ini terpercaya. (Raf’ul Ghain, Hal. 5)

Imam Al Bazzar juga meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh sebanyak dua kali ke kanan dan kiri. (Musnad Al Bazzar No. 1574)

Selain itu, Imam Ibnu Hazm Rahimahullah juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan salam ke kanan As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh, ke kiri juga As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. (Al Muhalla, 3/275), riwayat yang seperti ini – dari Ibnu Mas’ud- juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban (No. 1993) dan Imam Ibnu Khuzaimah (No. 728) dalam kitab Shahih-nya masing-masing.

Maka, tambahan “wa barakatuh” baik dalam salam pertama dan kedua adalah masyru’ (disyariatkan) sebagaimana keterangan dalil dan komentar para imam di atas. Kedua. Lafazh bacaan salam: As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah Dari ‘Ammar bin Yaasir Radhiallahu ‘Anhuma, beliau berkata:

كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Dahulu ketika mengucapkan salam, beliau menengok ke kanan dan kirinya sampai terlihat pipinya yang putih [dan mengucapkan]: Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah. (HR. Abu Daud No. 996, Ibnu Majah No. 916) Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 996)

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Bahwa Nabi mengucapkan salam ke kanan dan ke kirinya: Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah. (HR. At Tirmidzi No. 295, katanya: hasan shahih)

Imam At Tirmidzi mengatakan:

والعمل عليه عند أكثر أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ومن بعدهم وهو قول سفيان الثوري وابن المبارك وأحمد وإسحق .

Hadits ini diamalkan oleh kebanyakan ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan generasi setelah mereka, dan ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad, dan Ishaq. (Lihat Sunan At Tirmidzi No. 295) Salam seperti ini juga dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma, sebagaimana kesaksian dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu. (Imam An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 1242) Ketiga. Lafazh salam yang paling singkat: As Salamu ‘Alaikum Dari Jabir bin Samurah, katanya:

كنا نصلي خلف النبي صلى الله عليه وسلم فقال: (ما بال هؤلاء يسلمون بأيديهم كأنها أذناب خيل شمس إنما يكفي أحدكم أن يضع يده على فخذه ثم يقول: السلام عليكم السلام عليكم) رواه النسائي وغيره وهذا لفظه.

“Kami shalat di belakang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bersabda: “Mengapa mereka mengucapkan salam sambil mengisyaratkan tangan mereka, tidak ubahnya seperti kuda liar! Cukuplah bagi kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, lalu mengucapkan: Assalamu ‘Alaikum, Assalamu ‘Alaikum.“ (HR. An Nasa’i No. 1185, dan lainnya, dan ini adalah lafazh darinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1185) Hadits yang seperti di atas juga diriwayatkan imam lainnya –juga dari Jabir bin Samurah- dengan lafazh yang sedikit berbeda. (HR. Muslim No. 431, Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar No. 1486, Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 2057, Ibnu ‘Asakir dalam Al Mu’jam No. 801, dan lain-lain) Cara salam seperti ini juga dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib. (Mushannaf Abdurrazzaq No. 3131, Ma’rifatus Sunan Lil Baihaqi No. 978, Kanzul ‘Ummal No. 22380), Abdurrahman bin Abi Laila (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No. 3077), dan lainnya. Sekian. Wallahu A’lam. Wa Shallallahu ‘ala Sayyidil Anbiyaa wal Mursalin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi ajma’in.

🔹Lengkap jawabannya.
Jazakallah khairan, Ustadz.

0️⃣8️⃣ Bunda Khansa ~ Bekasi
Assalamualaikum, Ustadz.

Bagaimana yang benar kalau kita sholat terawih sendiri di rumah 2-2 salam atau boleh langsung 4 baru salam,
yang kedua, niat yang benar sholat witir bagaimana?

Terima kasih, Ustadz.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Mayoritas ulama dan umat Islam di dunia, melakukan tarawih dua rakaat dua rakaat.

Hal ini berdasarkan hadits:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ
سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى

Dari 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua rakaat dua rakaat." (HR. Bukhari no. 472)

Hadits lain:

عَنْ أَنَسِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ
سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ قُلْتُ أَرَأَيْتَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ أَؤُطِيلُ فِيهِمَا الْقِرَاءَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى

Dari Anas bin Sirin, ia berkata; Saya bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimana menurutmu tentang shalat sunnah sebelum shalat Ghadat (Shubuh), apakah saya memanjangkan bacaannya?" Ibnu Umar menjawab, "Biasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat malam dua raka'at dua raka'at..." (HR. Muslim no. 749)

Dua hadits ini -dan hadits lainnya yang serupa- menjadi hukum dasar shalat malam, dan tarawih termasuk di dalamnya.

Ada sebagian kecil umat Islam yang melakukan 4 rakaat 4 rakaat, dan 3 witir, berdasarkan hadits berikut:

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

Dari Abu Salamah bin 'Abdur Rahman bahwa dia bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anhu; "Bagaimana tata cara shalat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadlan?".. 'Aisyah radliallahu 'anhu menjawab; "Beliau shalat (sunnah qiyamul lail) pada bulan Ramadlan dan bulan-bulan lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat EMPAT raka'at, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat lagi EMPAT raka'at, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya kemudian beliau shalat TIGA raka'at. Aku pernah bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah baginda tidur sebelum melaksakan shalat witir? '. Beliau menjawab: "Mataku memang tidur tapi hatiku tidaklah tidur." (HR. Muslim no. 3569)

Inilah yang dipakai sebagian kaum muslimin di Indonesia seperti salah satu ormas Islam tertua, yaitu Muhammadiyah.

Cara ini (4,4,3) dianggap bertentangan dengan pemahaman fiqih 4 madzhab. Dalam madzhab Syafi'i dikatakan TIDAK SAH shalatnya, adapun Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah mengatakan MAKRUH, tapi sah.

Menurut mereka 4,4,3 itu bertentangan dengan sunnah dan tidak pernah dilakukan Rasulullah ﷺ dan para sahabat.

Lihat beberapa rujukan:

- Mughni Muhtaj, 1/359
- Bada'i Ash Shana'i, 3/151
- Tahqiq Miraqiy Al Fatah, 2/63
- Hasyiyah Al 'Adawi, 3/442
- Kaaysyaaf Al Qinaa', 3/308

Lalu, bagaimana hadits Abu Salamah di atas? Di mana Aisyah Radhiyallahu Anha menceritakan shalat Rasulullah ﷺ adalah 4,4,3?

Hadits tersebut tidak berdiri sendiri, hadits tersebut masih global, dan dirinci dan dijelaskan oleh hadits lain, yaitu:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلى بالليل إحدى عشرة ركعة بالوتر، يسلم بين كل ركعتين

"Rasulullah ﷺ dahulu Shalat malam 11 rakaat dengan witir, dia salam di antara setiap dua rakaat." (HR. Muslim no. 736)

Adapun penyebutan EMPAT RAKAAT oleh Aisyah, itu adalah istilah lain dari "matsna matsna" (dua rakaat dua rakaat). Inilah yang diterangkan oleh Imam Ibnu Baththal:

قول عائشة رضي الله عنها (يصلى أربعاً) ذلك مُرَتَّب على قوله صلى الله عليه وسلم: (صلاة الليل مثنى مثنى)؛ لأنه مفسِّرٌ وقاضٍ على المجمل

Ucapan Aisyah Radhiyallahu 'Anha (Rasulullah ﷺ shalat 4 rakaat) itu mesti dikaitkan oleh perkataan Rasulullah ﷺ: "shalat malam itu dua rakaat dua rakaat." Sebab ini sebagai perinci dari yang masih global. (Syarh Shahih Bukhari, 3/142)

Ulama kontemporer seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah mengatakan tentang 4,4,3:

هذا العمل غير مشروع، بل مكروه أو محرم عند أكثر أهل العلم؟ لقول النبي ﷺ: صلاة الليل مثنى مثنى متفق على صحته

Perbuatan ini tidak disyariatkan, bahkan makruh atau haram menurut mayoritas ulama. Berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ: "Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat." (HR. Muttafaq 'Alaih)

Beliau juga berkata tentang hadits 4,4,3 itu:

فمرادها أنه يسلم من كل اثنتين، وليس مرادها أنه يسرد الأربع بسلام واحد

Maksudnya adalah Rasulullah ﷺ salam setiap dua rakaat, bukan bermakna empat rakaat dengan satu salam. (Majmu' Fatawa wa Maqalat, 30/38)

Inilah pendapat yang saya ikuti. Walau demikian, saya tidak menganggap aib saudara kita yang melakukannya sesuai dengan keyakinannya. Masalah seperti ini hendaknya disikapi seperti perbedaan pendapat fiqih lainnya: lapang dada.

Demikian. Wallahu a'lam

0️⃣9️⃣ Fatimah ~ Bandung
Ijin bertanya tentang waktu untuk sholat sunnah rawatib.

Apakah boleh apabila rawatibnya (ba'da) dilakukan berjauhan dengan waktu sholat fardhu, misal karena darurat mendiamkan anak yang nangis dulu atau menghormati tamu dulu.

Terima kasih, Ustadz, maaf.

🌸Jawab:
Boleh, sesekali tidak apa.

Hal itu pernah dialami Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam saat tidak sempat ba'diyah zuhur, Beliau melakukannya setelah ashar.

Imam Al Bukhari Rahimahullah berkata:

وَقَالَ كُرَيْبٌ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ وَقَالَ شَغَلَنِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ

Kuraib berkata, dari Ummu Salamah: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat setelah ashar sebanyak dua rakaat. Beliau bersabda: “Orang-orang dari Abdul Qais telah menyibukkanku dari shalat dua rakaat setelah zhuhur.” (Shahih Bukhari, diriwayatkan secara muallaq dalam Bab Maa Yushalla Badal Ashri wa Minal Fawaa-it wa Nahwiha)

Wallahu A'lam

1️⃣0️⃣ Sasi ~ Balam
Bismillah...
Ustadz, bagaimanakah amalan atau ikhtiar bagi seorang single parents atau janda dalam menunggu jodohnya?

Jazakallah khoir.

🌸Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim...

Menjaga diri dari fitnah, baik lawan jenis atau komentar orang yang tidak-tidak kepada janda. Perbaiki diri agar Allah Ta'ala berikan suami yang lebih baik. Tidak usah malu cari-cari info kepada ustadzah atau ustadz yang pandai menyimpan rahasia atau terpercaya bahwa sedang ingin menikah lagi. Lalu jangan lupa doa siang-malam agar Alloh ﷻ jauhi dari fitnah dan diberikan suami yang shalih dan bertanggungjawab.

Wallahu A'lam

1️⃣1️⃣ Ayu ~ Boyolali
Assalaamu'alaikum, Ustadz.

1. Anak saya umur 5 tahun dan baru saya ajari puasa setengah hari pada tahun ini, beberapa hari setelah puasa anak saya panas dan kemudian tidak puasa, setelah sembuh saya ajarkan puasa lagi dan setelah beberapa hari panas lagi, Ustadz. Bagaimana ya, Ustadz?

2. Cara dan amalan apa yang boleh dilakukan agar seorang wanita haid tetap dapat pahala di malam lailatul qadar?

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

1. Tidak apa-apa, Bu, jika anak tersebut masih kecil, pembiasaan atau latihan mesti yang membuat anak tersebut happy. Jangan sampai anak tersebut malah "dendam" terhadap puasa karena dianggapnya siksaan. Yang panting anak itu dapat "suasana" Ramadhan dulu, ada sahur, ada buka. Walau jamnya masih tidak ideal. Mereka tidak berdosa, orang tuanya juga tidak berdosa, justru berpahala karena usahanya mengenalkan puasa.

2. Banyak dzikir baik tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istighfar, shalawat, baca-baca buku keislaman, sedekah, dan bebenah rumah dengan niat ibadah. InsyaAllah semua ini bernilai besar. Apalagi jika bertepatan dengan lailatul Qadar.

Wallahu A'lam

1️⃣2️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, pada bulan Ramadhan jika tidak solat tarawih, tapi tidak pernah absen sholat wudhu, witir, dan tahajud, apakah termasuk merugi, Ustadz?

Mohon penjelasannya.

🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Tahajud dan witir di bulan Ramadhan adalah tarawih, tarawih adalah tahajud dan witirnya Ramadhan. Dia-dia juga.

Maka seandainya kita sendirian tahajud di rumah, plus witir, itu juga tarawih. Tarawih bukan hanya yang di masjid.

Imam Malik berkata:

"قيام رمضان في البيت لمن قوي عليه أحبّ إليّ"

"Shalat malam Ramadhan di rumah bagi yang kuat melakukannya lebih aku sukai."
(Imam Al Qafaal, Hilyatul 'Ulama fi Ma'rifati Madzahib Al Fuqaha, 2/44)

Imam Asy Syafi'i berkata:

"فأما قيام شهر رمضان فصلاة المنفرد أحب إليّ منه"

"Qiyam Ramadhan (tarawih) seseorang melakukannya sendiri lebih aku sukai."(Al Umm, 1/142)

Wallahu A'lam

🔹Alhamdulillah
Barakallah fiik, Ustadz.
Saya bahagia atas jawabnya.
Syukron jazilaan, Ustadz.

🌸Wa fiik

1️⃣3️⃣ Aisya ~ Cikampek
1. Perihal sedekah subuh, misalnya sedekah subuhnya bukan berupa materi (uang).
Apakah sama pahalanya, Ustadz?

Seperti rutin memberi makan kucing setiap subuh atau menyirami tanaman setiap subuh?

2. Dan misalnya sedekah subuhnya kita gabungkan sebulan, karena kita gajian sebulan sekali.
Apakah sama seperti sedekah subuh?

3. Ketika sedekah subuh diniatkan untuk orang yang sudah wafat, dan penerima hasil dari sedekah subuhnya adalah anak dari salah satu yang allahuyarham ayahnya yang sudah wafat.
Apakah sama, Ustadz pahalanya?

Mohon penjelasnnya, Ustadz.

🌸Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim...

1. Tidak harus uang, yang penting bisa dimanfaatkan oleh orang lain.

Allah Ta'ala berfirman:

وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُ

" Dan apa saja yang kamu infakkan, Alloh ﷻ akan menggantinya dan Dialah Pemberi Rezeki yang terbaik." [QS. Saba': 39]

Ayat ini menunjukkan Sedekah itu tidak harus uang, tapi "apa saja" yang bermanfaat-bermanfaat bagi kehidupan makhluk-Nya.

2. Tidak masalah, tiap hari atau diakumulasi dulu dalam sebulan, bagus-bagus saja.

Wallahu A'lam

3. Boleh Sedekah atas nama orang yang sudah wafat.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan tentang maksud hadits di atas:

وَفِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز الصَّدَقَة عَنْ الْمَيِّت وَاسْتِحْبَابهَا ، وَأَنَّ ثَوَابهَا يَصِلهُ وَيَنْفَعهُ ، وَيَنْفَع الْمُتَصَدِّق أَيْضًا ، وَهَذَا كُلّه أَجْمَعَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ

“Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bersedekah untuk mayit dan itu disunnahkan melakukannya, dan sesungguhnya pahala sedekah itu sampai kepadanya dan bermanfaat baginya, dan juga bermanfaat buat yang bersedekah. Dan, semua ini adalah ijma’ (kesepakatan) semua kaum muslimin.” (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syah Shahih Muslim, 6/20. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Boleh pula sedekah untuk anak si almarhum. Tidak masalah.

Wallahu A'lam

1️⃣4️⃣ Han ~ Gresik
Assalamu'alaikum...

Ustadz, bagaimana kalau mimpi basah di saat berpuasa. Apakah batal puasanya atau bagaimana, dan apakah harus mandi besar juga, Ustadz?

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Mimpi basah bukan pembatal puasa, baik terjadi di siang hari apalagi sudah maghrib. Karena mimpi basah saat tidur bukan kemauannya, itu di luar kuasanya.

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Pena diangkat dari 3 gol:

1. Orang tidur sampai dia bangun.
2. Anak kecil sampai dia mimpi basah (baligh).
3. Orang gila sampai dia berakal.

(HR. Abu Daud no. 4403 At Tirmidzi no. 1423. Shahih)

Maksud pena diangkat adalah tidak berlakunya hukum syariat saat mengalami hal-hal ini.

Wallahu A'lam

1️⃣5️⃣ Sasi ~ Balam
Bismillah...

Ustadz, jika seorang meninggal lalu keluarganya diminta mengeluarkan fidyah pada hari ke-7 saat tahlilan, namun kondisi ekonomi mereka sedang susah, Ustadz.

Bagaimana hukum fidyah ini bagi si mayit?

Bagaimana cara menghitung fidyah bagi si mayit yang mungkin keluarga tidak tahu persis berapa banyak puasa yang telah ditinggalkan?

Jika dalam kasus di atas, karena kesulitan ekonomi, apakah fidyah bisa ditunda, apakah bisa dicicil, apakah gugur karena ahli waris tidak mampu?

Afwan, panjang, Ustadz.
Jazakallah khoir.

🌸Jawab:
Apa yang terjadi di masyarakat, biasanya fidyah untuk shalat yang ditinggalkan atau shaum jika dulu pernah ditinggalkan juga.

◼️Mengganti Shalat Yang Ditinggalkan Dengan Membayar Fidyah?

Assalamualaikum, Ustadz...
Ada seorang wanita yang sakit dan tidak sholat, selama sakit kira-kira 10 bulan dan 3 hari kemarin meninggal. Ada kyai yang bilang untuk siapin beras 14 kwintal buat bayar denda sholat yang ditinggalkan selama 10 bulan. Sementara beliau dulu ketika ditanya tidak apa-apa yang penting ngrumat waktu (ingat waktu-waktu sholat). Adakah dalil denda itu? Adakah manfaat buat almarhumah dendanya itu?

★Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Tidak ada dalil dalam Al Qur'an dan As Sunnah, yang menunjukkan secara khusus bahwa orang yang wafat dan sebelumnya meninggalkan shalat maka keluarganya mesti bayar fidyah untuknya sejumlah shalat yang ditinggalkan.

TAPI, sebagian ulama berpendapat seperti itu dengan dalil QIYAS terhadap puasa. Artinya kebiasaan sebagian masyarakat kita memang berpijak kepada pendapat ini, dan tentu kita hargai.

Hal ini menjadi salah satu pendapat di madzhab Syafi'iy, bahwa orang yang sudah wafat itu menurut madzhab Syafi'iy:

✓ Pertama. Shalatnya tidak bisa di qadha, dan tidak bisa di fidyah.

✓ Kedua. Bisa diqadha oleh walinya, sebagaimana puasa. Ini pendapat As Subki, Ibnu Burhan.

✓ Ketiga. Salah satu pendapat dan dianut banyak Syafi'iyyah adalah bahwa setiap satu shalat yang ditinggalkan hendaknya dia memberikan makanan sebesar 1 mud.

Kemudian dalam madzhab Hanafi juga demikian, bahwa setiap 1 shalat yang ditinggalkan hendaknya dia memberikan makan sebesar 1/2 sha'.

✓ Referensi:
1. I'anatuth Thalibin, 2/276. Karya Imam Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad Dimyathi Rahimahullah

من مات وعليه صلاة، فلا قضاء، ولا فدية.
وفي قول - كجمع مجتهدين - أنها تقضى عنه، لخبر البخاري وغيره، ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه، ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي - إن خلف تركه - أن يصلي عنه، كالصوم.
وفي وجه - عليه كثيرون من أصحابنا - أنه يطعم عن كل صلاة مدا.

2. Al Mabsuth, 3/90. Karya Imam As Sarkhasiy Rahimahullah

إذا مات وعليه صلوات يطعم عنه لكل صلاة نصف صاع من حنطة، وكان محمد بن مقاتل يقول أولا: يطعم عنه لصلوات كل يوم نصف صاع على قياس الصوم، ثم رجع فقال: كل صلاة فرض على حدة بمنزلة صوم يوم وهو الصحيح

Demikian. Wallahu a'lam

1️⃣6️⃣ Sasi ~ Balam
Bismillah...
Ustadz, apakah sunnah ab'adh itu?

Apakah qunut witir itu dilakukan di rakaat terakhir shalat witir?

Dan jika tidak melakukan qunut witir apakah tidak mengapa?

Jazakallah khoir.

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

◼️Doa Qunut Dalam Witir

Telah terjadi perbedaan pendapat ulama tentang qunut secara umum, berkata Imam Ibnu Rusyd Al Maliki Rahimahullah :

اختلفوا في القنوت، فذهب مالك إلى أن القنوت في صلاة الصبح مستحب، وذهب الشافعي إلى أنه سنة وذهب أبو حنيفة إلى أنه لا يجوز القنوت في صلاة الصبح، وأن القنوت إنما موضعه الوتر وقال قوم: بيقنت في كل صلاة، وقال قوم: لا قنوت إلا في رمضان، وقال قوم: بل في النصف الاخير منه وقال قوم: بل في النصف الاول منه.

“Mereka berselisih tentang qunut, Malik berpendapat bahwa qunut dalam shalat shubuh adalah sunah, dan Asy Syafi’i juga mengatakan sunah, dan Abu Hanifah berpendapat tidak boleh qunut dalam shalat subuh, sesungguhnya qunut itu adanya pada shalat witir. Ada kelompok yang berkata: berqunut pada setiap shalat. Kaum lain berkata: tidak ada qunut kecuali pada bulan Ramadhan. Kaum lain berkata: Adanya pada setelah setengah bulan Ramadhan. Ada juga yang mengatakan: bahkan pada setengah awal Ramadhan.” (Imam Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, 1/107-108. Darul Fikr)

Adapun tentang qunut saat witir, Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata:

لا يصح فيه عن النبي صلى الله عليه وسلم شيء

"Tidak ada yang shahih sedikit pun dari Nabi ﷺ tentang hal ini." (Talkhish Al Habir, 2/18)

Imam Ibnu Khuzaimah berkata:

ولست أحفظ خبراً ثابتاً عن النبي صلى الله عليه وسلم في القنوت في الوتر

"Aku tidak hafal adanya hadits yang shahih dari Nabi ﷺ tentang qunut saat witir." (Shahih Ibni Khuzaimah, 2/151)

★ TETAPI, qunut saat witir ADA pada masa para sahabat Nabi ﷺ.

Imam ‘Atha bin Abi Rabah ditanya tentang qunut witir, Beliau menjawab:

كان أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يفعلونه

"Dahulu para sahabat Nabi ﷺ melakukannya." (Mukhtashar Qiyam Al Lail, Hal. 66)

Syaikh Al Mujahid, Sulaiman bin Nashir Al ‘Alwan Rahimahullah berkata:

وجاء عن بعض الصحابة أنه لا يقنت إلاّ في النصف من رمضان . صح هذا عن ابن عمر

"Telah datang riwayat dari sebagian sahabat nabi bahwa tidak ada qunut kecuali pada separuh Ramadhan. Hal ini shahih dari Ibnu Umar." (Ahkam Qiyam Al Lail, Hal. 28)

Jadi, para ulama sepakat sunahnya saat witir di setengah Ramadhan sampai akhir.

واتفقوا على أن القنوت في الوتر مسنون في النصف الثاني من شهر رمضان إلى آخره .

"Para ulama sepakat tentang berqunut dalam shalat witir itu sunnah saat separuh bulan Ramadhan sampai akhir." (Al Wazir Ibnu Hubairah, Ikhtilaf Al Aimmah Al ‘Ulama, 1/138)

Hanya saja mereka berbeda apakah qunut dalam witir juga sunnah pada witir-witir selain paruh akhir bulan Ramadhan?

ثم اختلفوا في موضعه . فقال أبو حنيفة : قبل الركوع . وقال الشافعي وأحمد : بعده . ثم اختلفوا هل هو مسنون في بقية السنة ؟ فقال أبو حنيفة وأحمد : هو مسنون في جميع السنة . وقال مالك والشافعي : لا يسن إلا في نصف شهر رمضان الثاني .

Kemudian mereka berbeda pendapat tentang tempatnya qunut. Abu Hanifah mengatakan: sebelum ruku. Asy Syafi’i dan Ahmad mengatakan: setelahnya. Lalu mereka juga berselisih apakah disunahkan pada shalat sunnah lainnya? Abu Hanifah dan Ahmad berkata: Hal itu sunah di semua sunah. Malik dan Asy Syafi’i mengatakan: “Tidak sunnah kecuali hanya pada paruh kedua bulan Ramadhan.” (Ibid)

Maka, janganlah ingkari jika sebagian masjid ada qunut saat shalat witirnya sejak separuh akhir Ramadhan. Itu sunah yang disepakati para ulama, tetapi mereka berbeda apakah itu juga sunnah di luar Ramadhan.

Wallahu A'lam wa Shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar