Senin, 29 Juli 2019

MANUSIA-MANUSIA TERBAIK



OLeH: Ustadz Erwan Wahyu Wibowo

           💘M a T e R i💘

‎الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ اْلأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
 ‎رَبِّ اشْرَحْ لِىْ صَدْرِىْ وَيَسِّرْلِىْ اَمْرِىْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِىْ يَفْقَهُوْاقَوْلِى

 ‏﴿١١٠﴾ كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفٰسِقُونَ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS. Ali Imran 3:110)

Segala puji bagi Allah yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa iman dan islam. Salawat dan doa keselamatan semoga terlimpahkan selalu kepada Nabi Agung Muhammad Saw berserta keluarga dan para sahabat-sahabat.
Good People Kakak-kakak Perindu Surga yang dirahmati Allah.
Pada kesempatan malam hari ini saya akan sharing tentang Menjadi Manusia-Manusia terbaik.
Saya mo bercerita tentang profile manusia-manusia terbaik.

Mohon berkenan menyimak.

Di rumahnya tak dijumpai perabot mahal. Ia makan di lantai seperti budak, tidur di atas alas pelepah kurma sehingga meninggalkan bekas dipunggung dan wajahnya, padahal raja-raja dunia iri terhadap kekokohan struktrur masyarakat dan kesetiaan pengikutnya.

Tak seorang pembantunya mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh pukulannya terhadap benda-benda di rumah. Dalam kesibukannya ia masih sempat bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya.

Puterinya merasakan kasih sayangnya tanpa membuatnya menjadi manja dan hilang kemandirian. Saat bani Makhzum memintanya membatalkan eksekusi potong tangan atas seorang perempuan bangsawan yang telah mencuri, ia menegaskan: "Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang sebelum kamu ialah, apabila seorang bangsawan mencuri mereka biarkan dia dan apabila yang mencuri itu rakyat jelata mereka tegakkan hukum atas-nya. Demi Allah, seandainya Puteriku mencuri, maka Aku tetap akan memotong tangannya."

Hari-harinya penuh kerja dan intaian bahaya. Tapi tak menghalanginya untuk -- lebih dari satu, dua kali -- berlomba lari dengan Humaira, sebutan kesayangan yang ia berikan untuk isterinya. Sering ia relakan pahanya sebagai penjejak kaki isterinya ketika akan menaiki unta, tak jarang dia ucapkan terima kasih tak terhingga kepada isterinya sebelum tidur karena telah mengelola rumah dan mendidik anak-anak dengan baik. Sungguh sebuah lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan pesona diri terjalin sempurna dalam sosoknya. Suatu kewajaran yang menakjubkan ketika dalam sibuknya ia masih menyempatkan memerah susu domba atau menambal pakaian yang koyak. Setiap kali para shahabat atau keluarganya memanggil ia menjawab: "Labbaik". Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah, namun tetap prima dalam status dan kualitasnya sebagai "orang rumahan.”
Setiap kisah yang dicatat dalam hari-harinya selalu bernilai sejarah. Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghinakannya, melempari batu sampai kakinya berdarah serta mengusirnya ke luar dari kota, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, "Kalau tidak mereka, aku berharap keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima da'wah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."

Ia kerap bercengkerama dengan para shahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak-anak, bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka; yang merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan, serta kaum miskin. Ia jenguk rakyat yang sakit di ujung Madinah.

Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa yang dijumpainya dan tak pernah menarik tangan itu sebelum orang tersebut yang menariknya.

Tak pernah menjulurkan kaki di tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia muliakan siapa yang datang. Bahkan ia berikan alas duduknya dengan sungguh-sungguh. Ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai.

Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya saat ia sholat, ia cepat selesaikan sholatnya dan segera bertanya apa yang diinginkan orang itu.

Di akhir hidupnya, isterinya berkata : "Suamiku wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum."

Betapapun sulitnya mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun episode akhir kehidupanya membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak menggerakkan bibir mengucapkan shalawat atasnya;

"Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat do'a yang takkan ditolak dan aku menyimpannya untuk ummatku kelak di padang Mahsyar."

Ketika ia berangkat haji, ia berangkat dengan kendaraan yang sangat seerhana dan bekal tak lebih dari 4 dirham, seraya berkata, "Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tak mengandung riya." Pada kemenangan besar, saat Makkah ditaklukan, dengan sejumlah besar pasukan muslimin, ia menundukkan kepala, nyaris menyentuh punggung untanya sambil selalu mengulang-ulang tasbih, tahmid dan istighfar. Ia tidak mabuk kemenangan. Sungguh pribadi yang tawadhu’ dan rendah hati.
Itulah yang dikenal sebagai syafaat bagi kta Ummatnya Rasulullah, sang Nabi Agung Muhammad ﷺ yang selalu kita rindukan.

🔷🌷🔷
Good People Warga Perindu Surga yang dirahmati Allah.
Ini kisah tentang Abu Bakar Ash Shidiq.
Kisah kedua tak kalah inspiring.

Kita mulai dari detik pertama kekuasaannya. Inilah dia mengayunkan langkahnya dengan penuh rasa malu dan jengah, mengarahkan wajahnya kearah mimbar Rasulullah saw. Mimbar yang selama ini digunakan Rasulullah saw untuk menyeru manusia kepada hidayah dan agama yang benar.

Ini dia Abu Bakar, kini menaikinya untuk pertama kali setelah mimbar ini kehilangan hakim dan pemiliknya. Dia naik 2 tingkat dan kemudian duduk. Dia tidak akan mengizinkan dirinya untuk menaiki semua tingkat, semua tangga. Dia tidak mengizinkan dirinya duduk dimana Rasulullah saw biasa duduk di atasnya.

Abu Bakar kemudian menghadap kumpulan orang di depannya memberikan sambutan dan janjinya;

"Wahai sekalian manusia, aku kini memimpin urusan kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian.  Jika aku berbuat benar maka bantulah aku.

Jika aku berbuat salah, maka luruskan aku. Ingatlah, sesungguhnya orang yang lemah di antara kalian adalah kuat di mataku hingga aku memberikan haknya. Ingatlah, sesungguhnya orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di mataku hingga aku mengambil yang hak darinya. Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya, dan jika aku membangkang Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada ketaatan bagi kalian kepadaku."

Kita telah banyak menyaksikan sepanjang sejarah berbagai janji dan orasi seorang pemimpin yang baru memulai masa jabatannya. Akan tetapi kita tidak menemukan-dan tidak akan pernah menemukan- hikmah seperti ini. Sikap ini menjadi lebih agung dan hebat lagi ketika pemilik kata-kata ini tidak pernah lari sekejap pun dan tidak pernah melenceng sehelai rambutpun dari kata-kata yang telah diucapkannya.

Dengan kata-kata yang menakjubkan ini, ia telah menempatkan tanggung jawab sebagai pemimpin yang dipercaya dalam koridor perlindungan dan kejujuran serta memperlihatkan semua substansi pemerintahan yang benar.

Demi Allah, betapa sebuah permulaan yang menakjubkan.

Ia ingin melepaskan anggapan dalam hati-hati manusia yang memposisikan kepemimpinan lebih dari kemampuan dan tempat yang seharusnya.

la ingin menegaskan hati mereka bahwa kepemimpinan bukanlah suatu keistimewaan. la hanyalah sebuah pelayanan kepada masyarakat, bahkan dalam banyak hal pelayanan ini mengandung suatu beban yang berat, tanggung jawab dan rintangan yang tidak mudah.

la ingin menekankan dengan kalimat sederhana ini bahwa kepemimpinan bukanlah suatu penguasaan akan tetapi suatu tugas yang diemban, bukan pula kecongkakkan akan tetapi keakraban.

Ia juga menegaskan bahwa pemimpin adalah seorang "individu" dalam umat dan bukanlah "umat" dalam individu.

🔷🌷🔷
Bagaimana Realisasi Orasi Abu Bakar di awal dia menjabat sebagai Khalifah?
Kedudukan Khalifah sama sekali tidak bisa memasukkan sikap sombong n angkuh ke dalam jiwa Abu Bakar dan sama sekali tidak bisa menggerakkan keinginan untuk merubah gaya hidupnya.

Lalu Umar bin Khathab berkata; "Pergilah bersama kami, kami akan bicarakan bagian engkau dari Baitul Mal."

Pergilah Abu Bakar bersama dua sahabat ini menuju masjid dimana di sana berkumpul para sahabat. Kemudian Umar bin Khathab mengutarakan pendapatnya untuk memberikan Abu Bakar bagian dari Baitul Mal sebagai "upah pekerjaannya." lihatlah Abu Bakar, sehari setelah ia diangkat menjadi Khalifah. Abu Bakar bergegas pergi ke pasar dengan membawa buntalan besar berisi pakaian.

Di tengah perjalanan dia bertemu dengan Umar bin Khathab dan Abu Ubaidillah bin Jarrah, mereka lantas bertanya: "Hendak kemanakah engkau, wahai Khalifah Allah?" "Ke pasar." "Apa yang hendak engkau lakukan dipasar, sedangkan engkau telah menjadi pemimpin kaum muslimin?" Abu Bakar menjawab; "darimana aku harus memberi makan keluargaku?"

Dan begitulah yang terjadi, Abu Bakar mendapatkan jatah sekedarnya berupa setengah kambing dan 250 dinar setahun yang kemudian bertambah pada periode berikutnya menjadi satu kambing dan 350 dinar setahun.

Dan hiduplah Abu Bakar beserta keluarga besarnya dengan gaji itu, sampai kemudian Allah membukakan pintu rejeki dan kesenangan bagi kaum muslimin ketika semua kekayaan Syam dan Irak mengalir ke Madinah.

Sikap qanaah (puas diri) Abu Bakar tidaklah semata-mata karena zuhud, akan tetapi bagi Abu Bakar, qanaah adalah bagian dari falsafah hidupnya.

Sungguh sangat besar usaha agar ia tidak mengambil harta dari Baitul Mal kecuali sekedar memenuhi kebutuhan ia dan keluarganya secara baik-baik.
Ia tidak mendapatkan harta, selama ia menjabat sebagai Khalifah, tidak pula merasakan kesenangan hidup kecuali harta yang ia gunakan untuk membeli makanan yang amat sederhana dan pakaian yang terbuat dari kain kasar.

Meski demikian, lihatlah, ketika Abu Bakar berada diambang kematian, ia memanggil anaknya Sayyidah Aisyah ra seraya berkata kepadanya "Lihatlah, apakah dalam hartaku ada kelebihan sejak aku menjabat sebagai Khalifah? Kembalikanlah kepada kaum muslimin!" dan lepaslah rohnya yang suci ketika ia melantunkan kata-kata ini berulang kali...
Lihat apa yang membuat Abu Bakar sangat peduli sampai sejauh itu? Apa yang telah ia kumpulkan sejak ia menjabat sebagai Khalifah, sehingga ia sangat takut terbawa ke hadapan Tuhannya?

Mari kita lihat Setelah wafatnya Abu Bakar dan dibaiatnya Umar bin Khathab ra sebagai Khalifah, Sayyidah Aisyah datang menghadap Umar dengan membawa harta peninggalan ayahnya untuk dikembalikan kepada kaum muslimin sesuai wasiat ayahanda tercinta.

Tidaklah Umar bin Khathab melihat dan mendengar hal ini kecuali ia menangis tersedusedu seraya berkata, "Semoga Allah merahmati engkau, Abu Bakar. Sungguh engkau telah membuat lelah orang-orang setelahmu."

Maksudnya, sesungguhnya dengan perilaku dan kesederhanaannya, Abu Bakar Shiddiq telah mencapai satu puncak amal yang susah diimbangi dan dilampaui oleh orang- orang yang datang setelahnya.

Mengapa Umar bin Khathab menangis ketika melihat barang-barang peninggalan Abu Bakar?

Sungguh suatu hal yang tidak masuk akal. Peninggalan lelaki yang telah memperjuangkan Islam dengan seluruh hartanya, Khalifah yang pada masa kekuasannya kekayaan dari negeri Syam dan Irak mengalir deras menuju Madinah.

Inilah warisan yang ditinggalkan Abu Bakar, harta yang bersikukuh harus dikembalikan ke Baitul Mal:

~ Seekor unta untuk mengambil air...
~ Mangkuk susu untuk menampung perahan...
~ Sehelai kain yang digunakan untuk menerima tamu.

🔷🌷🔷
Good People Penduduk Perindu Surga yang dirahmati Allah.
Tak heran kejayaan Islam mencapai puncaknya di tangan manusia-manusia terbaik seperti mereka                       
sampai Allah nyatakan pujian secara vulgar dalam QS. Ali Imran ayat 110 yang saya kutip di atas.

Apa yang menjadikan mereka sebagai ummat terbaik?
Coba perhatikan ayat ini,
⁠⁠⁠⁠
‎‏﴿١٣﴾ يٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al Hujuraat:13)

Yang paling baik atau yang paling mulia adalah yang bertakwa.

Jadi kuncinya adalah:

TAKWA
⁠⁠⁠⁠
Dari QS. Ali Imran: 110, nyambung ke QS. Al Hujuraat: 13

Bagaimana caranya menjadi TAKWA?

Coba cek ayat ini,
⁠⁠⁠⁠
‏﴿١٨٣﴾ يٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al Baqarah:183)

Jadi bisA diringkas bahasn kita seperti ini:

Umat terbaik >> yang bertakwa >> sarananya puasa Ramadhan.

Nah apa itu TAKWA?
Percakapan 2 sahabat Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka'ab ini bisa menjelaskan apa itu takwa.

Umar bertanya kepada Ubay, "Wahai Ubay, apa makna takwa?" Ubay yang ditanya justru balik bertanya. "Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?"

Umar menjawab, "Tentu saja pernah." "Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?" lanjut Ubay bertanya. "Tentu saja aku akan berjalan hati-hati," jawab Umar. Ubay lantas berkata, "Itulah hakikat takwa."

Menjadi orang bertakwa hakikatnya menjadi orang yang amat berhati-hati. Ia tidak ingin kakinya menginjak duri-duri larangan Allah SWT.

Ia rela mengerem lajunya, memangkas egonya, menajamkan pandangan, menelisik sekitar, dan mencari celah jalan selamat. Semua fungsi tubuh ia maksimalkan agar ia tak celaka. Agar sebiji duri pun tak melukai kemudian mengucurkan darah dari kakinya.

Dalam ayat di atas, disebutkan tujuan berpuasa, adalah kamu bertakwa.

Karena menjadi sebuah tujuan, maka bisa dijadikan standar keberhasilan puasa.

Dalam ayat di atas, redaksinya bukan “agar menjadi muttaqin” “agar menjadi seorang yang bertakwa.”

Kalau redaksinya demikian, maka takwa adalah sebuah predikat, yang kita tidak tahu apakah kita termasuk orang yang bertakwa atau tidak.

Sedangkan jika redaksinya “agar kamu bertakwa”, maka takwa menjadi sebuah sikap yang bisa kita rasakan setiap harinya. Kita bisa mengukurnya.
⁠⁠⁠⁠
Kalau bertakwa berarti berhasil; kalau belum bertakwa berarti belum berhasil.

Kelar Ramadhan nih. Kita sudah jadi orang-orang yang bertakwa atau belum?
Kalau belum berhasil bertakwa di bulan Ramadhan tahun ini.

Apakah kita akan bertemu dengan bulan Ramadhan mendatang?

Apakah kita akan bisa bertakwa di bulan-bulan selain Ramadhan? Yang kondisinya:
√ Kita sedang tidak banyak beribadah.
√ Kalau kita paksakan ibadah, tidak banyak orang yang menemani kita ibadah.
√ Banyak sekali godaan setan, dunia, dan hawa nafsu.

🔷🌷🔷
Pengertian Takwa dari asal katanya kan seperti ini,

“Takwa berasal dari kata (وقى) yang bermakna menjaga sesuatu.

Kemudian kata (اتقى) yang merupakan kata dasar takwa, bermakna menjadikan sesuatu sebagai penjaga dan pelindung.

Bertakwa kepada Allah swt. berarti menjadikan sesuatu sebagai pelindung dari siksaan Allah swt (duri-duri tadi).

Karena siksaan Allah swt. adalah hal yang sangat menakutkan, sehingga kita melindungi diri kita darinya.

Dari sini, kata takwa bisa bermakna takut. Karena orang yang takut akan mencari perlindungan.”

Untuk bisa bertakwa (takut) kita perlu makrifatullah (mengenal Allah swt.) dan Muraqabatullah (Merasa Selalu Diawasi Allah).

Makrifatullah, kita mengenal atau mengetahui.
~ Bagaimana kebaikan-kebaikan-Nya;
~ Bagaimana surga-Nya, neraka-Nya.

Dari makrifatullah itu akan timbul rasa takut kepada neraka-Nya dan rasa rindu kepada Wajah-Nya dan surga-Nya.

Sedangkan muraqabatullah, kIta senantiasa merasa diawasi oleh Allah sehingga berhati-hati untuk tidak melanggar larangan atau tidak melaksanakan perintah-Nya.
Nah inilah yang dilatih dengan puasa Ramadhan.

Dua hal ini yang dilatih selama Ramadhan kIta puasa karena kita makrifat pada Allah, kita tahu kebaikan-kebaikan yang Allah berikan bagi hamba-Nya yang berpuasa (diampuni dosa-dosanya, diijabah doa-doanya dan seterusnya). Kita juga tahu balasan surga dari Allah bagi orang yang berpuasa, bahkan ada pintu surga yang dikhususkan bagi orang yang berpuasa juga tentu neraka-Nya bagi orang-orang yang tidak menjalankan perintah puasa Ramadhan yang wajib hukumnya.
Sukses atau tidak Puasa Ramadhannya?
Ngukurnya bagaimana?  Bertakwa berarti berhasil; kalau belum bertakwa berarti belum berhasil.

Setiap buka puasa, selesai shalat tarawih, usai qiyamullail, setelah tilawah, hendaknya kita bertanya kepada diri kita, “Apakah aku sudah bertakwa?”

Kalau setiap hari jawabannya adalah “tidak” berarti di akhir bulan pun kesimpulannya adalah “belum berhasil dalam bertakwa.”
Pasca Ramadhan pun sama
Sholat malamnya masih dilaksanakan atau tidak.
Paling mudah adalah pasca Ramadhan ini tilawah Qur'annya masih konsisten atau tidak sebagaimana saat Ramadhan.
Puasa disaat makanan lebaran masih sisa itu berat, biar kita-kita saja.
Terus puasa 6 hari di bulan syawal dilakukan atau tidak
Itu dari sisi ibadah.
Lalu dalam interaksi sehari-hari atau muamalah misalnya seperti ini.

Selama Ramadhan kita diet ngegosip, pasca Ramadhan lanjut diet atau feel free ngegosipnya.

Saat Ramadhan yang mubah dan halal saja dibatasi (kita puasa akan hal tersebut) alias ditahan, pasca Ramadhan apakah justru yang haram diambil sukses atau tidak puasa Ramadhan kita itu in line atau senada dengan ciri-ciri takwa yang ada dalam (QS. Adz Dzariyat 15-19).

Puasa Ramadhan kita itu ngefek tidak dengan hari-hari kIta setelahnya,

 إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ

آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ

"Sesungguhnya orang-orang yang BERTAKWA itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air,

Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

Di dunia mereka SEDIKIT SEKALI TIDUR diwaktu malam.

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Dan selalu BERISTIGHFAR DI WAKTU SAHUR.

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Dan pada HARTA MEREKA ADA HAK ORANG MISKIN yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
Masihkah pasca Ramadhan kita senantiasa berbuat kebaikan, berbuat baik kepada sesama alih-alih menyakiti sesama dengan lisan, tangan atau jempol kita masihkah kita sedikit sekali tidurnya? Which is rutin menunaikan sholat malam
masihkah kita punya kesempatan beristighfar di waktu sahur? Yang artinya kita masih menunaikan puasa-puasa sunah dan masihkah kita rajin berinfaq dan bersedekah sebagaimana saat bulan Ramadhan?
Jadi kita kelak mendapatkan balasan taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb kita.

Beruntungnya kita yang setiap tahun terdapat momen-momen yang menjadi semacam terminal dalam perjalan hidup kita untuk merefresh ketakwaan, yaitu bulan Ramadhan
Jalan untuk menjadi manusia-manusia terbaik itu bukan jalan yang ajaib atau mustahil. Jalan ketakwaan sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar dalam cerita di atas adalah jalan yang bisa kita napak tilasi.
Tinggal kitanya saja mau atau tidak menapaktilasi jalan ketakwaan tersebut untuk menjadi manusia-manusia terbaik.

اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ

Itu yang bisa saya sampekan
dan beruntungnya kita perwujudan ketakwaan seperti apa sudah dicontohkan oleh Rasulullah, Sahabat dan salafus shalih.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Lisa ~ Malang
Afwan Ustadz, sepertinya jaman sekarang banyak yang tidak punya rasa malu, tidak ada lagi rasa takut diawasi Allah, dinasehati dibalas cacian dan sebagainya.
Bukan menyalahkan jaman, tapi kitanya yang merusak jaman.
Bagaimana menjaga hati ustadz, agar tidak terbawa arus, karena sulitnyaaaaaa masyaAllah, ustadz?

🌸Jawab:
Kuncinya mba’,
IKHLAS
Nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran itu kewajiban kita. Adapun hslnya itu hak prerogatif Allah.

Setelah menasehati diiringi dengan doa smoga Allah bukakan pintu hidayah pada orang tersebut.

Adapun kita, juga 2 ikhtiarnya:
Selain senantiasa melaksanakan ibadah-ibadah, beramal sholih serta berkumpul dengan orang-orang sholih juga harus berdoa juga untuk diri sendiri agar senantiasa diberikan keistiqomahan dalam iman dan Islam.

0⃣2⃣ Atin ~ Pekalongan
Bagaimana dengan anggapan, wajar kalau ibadah di bulan ramadhan lebih terasa ringan karena setan telah dibelenggu. Selepas ramadhan menjadi berat karena setan sudah dilepas lagi.
Apakah anggapan ini bisa dibenarkan?

🌸Jawab:
Haditsnya ini mba’

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).

Haditsnya shahih diriwayatkan sekaligus Bukhari dan Muslim. Jadi pasti benar setan dibelenggu saat bulan Ramadhan.

Tapi kIta juga tahu bahwa selama Ramadhan pun masih banyak orang yang melakukan maksiat. Terus apa hadistnya keliru.

Bukan,

Yang terjadi adalah bahwa maksiat itu tak cuma karena setan. Melainkan karena hawa nafsu manusia.

Jadi, selama Ramadhan dan di luar Ramadhan nuansa ibadahnya berbeda jelas benar.

Tapi yang harus diingat adalah bahwa Ramadhan itu adalah training kita. Latihan. Seperti berenang, Ramadhan itu kita latihan pakai pelampung (diberi fasilitas) kemudahan. Pertandingan kita adalah 11 bulan berikutnya.

Berat?

Jelas,

Makanya hadiahnya surga, bukan kipas angin.

0⃣3⃣ Zulfa ~ Cilacap
Ustadz, bagaimana caranya kita meneguhkan pilihan pada zaman seperti ini. Rasanya seperti mungkin tapi tidak mungkin karena banyak sekali hal-hal yang menggoyahkan kita untuk mengambil keputusan yang kita ambil. Antara ujian pilihan.
Terima kasih ustadz.

🌸Jawab:
Ehm... Bisa lebih spesifik mba’?

Pilihan seperti apa ini?

Apakah memilih jalan kebenaran atau kesesatan?

Atau memilih antara 2 kebaikan? Seperti memilih diantara 2 laki-laki sholih yang datang melamar.

🔹Ya ustadz memilih jalan kebenaran atau kesesatan. Mau terus begitu-gitu saja atau pelan-pelan menjadi lebih baik.
Memilih diantara 2 laki-laki sholih yang datang jikalau melamar juga bisa ustadz untuk ilmu bagi saya pribadi dan yang lainnya.
Terimakasih ustadz.

🌸 Memilih antara jalan kebenaran atau kesesatan ini jelas mana yang harus kita pilih. Ukuran-ukuran yang dipakaI adalah ukuran-ukuran syariat atau ketentuan Allah, sunnah Rasul dan pendapat ulama. Lalu kalau sudah memilih pasti ada konsekwensi.

Misalnya dikucilkan, dianggap sok alim, tergoda kembali ke jalan kesesatan. Kuncinya Ikhlas dan istiqomah. Ikhlas bahwa yang kita lakukan semata karena Allah, bukan karena manusia. Lalu istiqomah, ikhtiar supaya tetap istiqomah (ibadah dan amal sholih senantiasa dilakukan, mengupgrade pengetahuan agama kita, berkumpul dengan orang-orang sholih dan senantiasa berdoa meminta petunjuk serta diberikan keteguhan iman dan Islam).

Adapun memilih 2 hal yang baik adalah, memilih yang kebaikannya lebih besar atau banyak, itu kalau dzahir alias bisa dilihat. Bila ada hal-hal yang tidak bisa dilihat mintalah petunjuk pada Allah dengan sholat istikharah.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘

Memang benar adanya bahwa momen Ramadhan adalah momen terbaik dalam upaya menuju ketakwaan. Hal ini disebabkan karena keistimewaan bulan Ramadhan itu sendiri maupun karena nuansa yang dibangun yang memungkinkan nikmat dalam beribadah.

Tapi kita tidak pernah tahu apakah kita masih akan dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya.

Jadi, untuk menjadi pribadi yang bertakwa, mari bersama kita optimalkan bulan-bulan berikutnya pasca Ramadhan mengingat kita tak pernah tahu batas usia kita. Ramadhan atau bukan berjalan dengan hati-hati dan waspada diantara duri selayaknya kita lakukan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar