Senin, 29 Juli 2019

ASPEK PSIKOLOGI ANAK DALAM BELAJAR



OLeH: Bunda Lara Fridani

          💎M a T e R i💎

https://denisrahadian.wordpress.com/2013/06/

🌸Once Rumors Escape
by. Lara Fridani


Sekelompok ibu-ibu pengajian sudah mulai merasa risih dengan kebiasaan seorang jamaah dengan ‘followernya’  yang kerap kali ‘berbagi informasi’ tentang perkembangan berita infotainment di berbagai media. Sudah menjadi rutinitas setelah pengajian, para ibu makan bersama menikmati santapan kue ala kadarnya dari beberapa jemaah. Di sela- sela acara makan inilah ibu X senantiasa membuka dan mendominasi tema pembicaraan seraya membagikan kue- kue buatannya untuk dicicipi. Kalau dulu para ibu sempat merasa terhibur dan asyik menimpali bahkan ikut mencaci maki kehidupan para selebritis, koruptor, dan sebagainya, tapi kali ini, setelah intens menyimak ceramah dari para ustadz dan ustadzah tentang bahaya ghibah, sebagian mulai sadar dan berbalik haluan. Dua tiga jamaah mulai menghindar saat ibu X mengomentari gosip terkini. Sebagian yang lain tampak tak bisa berkutik karena ibu X begitu ramah dan sangat terampil menarik perhatian.

“Ibu-ibu nonton gak infotainment kemarin? Iiih amit-amit deh kok ada yah perempuan seperti begitu. Baru artis kemarin sore aja udah belagu. Mending kalau cakep ya bu,  make up-nya ketebalan tuh!”

“Eeeh jangan salah bu, dia itu katanya punya anak asuh puluhan lho! Waktu ulang tahun aja, ngasih hadiahnya ke anak- anak yatim!” Timpal seorang ibu berusaha melihat sisi positifnya.

“Wah bu, percuma kalau kita ngasih sedekah terus pake pamer- pamer segala. Itu kan namanya Riya. Kok bisa bisanya pas lagi sedekah terus wartawan datang, kalau memang tidak dundang, hayo!”

“Kalau yang saya denger sih, katanya dia itu ‘punyanya’ si Anu lho. Anak-anak muda sekarang kok banyak yang matere ya. Capeee deh!”

Seperti biasa, berlanjutlah gosip tersebut hingga melebar ke sana kemari. Sebenarnya, beberapa kali ustadzah yang diundang dalam pengajian, sudah menasehati secara halus dan berusaha mengalihkan pembicaraan mereka ke topik yang lebih bermanfaat. Sebagian ibu-ibu sudah semakin waspada tampaknya bahwa mereka yang suka bergosip di depan kita, mereka akan menggosipkan kita juga. ‘Whoever gossips to you will gossip about you.’Namun tampaknya ibu X dan followernya tidak sensitif untuk masalah ini. Dalam pertemuan berikutnya, semangat mereka untuk ‘meramaikan suasana’ tetap berlanjut. Sayangnya, semangat para jamaah lain yang semakin pudar.

“Saya lepas tangan deh ibu-ibu. Kayaknya percuma menasehati ibu X dan kawan-kawannya. Nasehat para ustadzah aja tidak mempan, apalagi kita-kita. Tak ada pengaruhnya deh, bikin cape!” kata satu-dua jamaah mundur teratur.

Memberi nasehat kebaikan pada seseorang dengan ‘mengharap sangat’ nasehat itu akan diterima dan dijalankan oleh yang bersangkutan,(tetapi nyatanya orang yang diberi nasehat tetap semangat menjalankan kebiasaan buruknya), ternyata bisa berefek  melelahkan, bahkan ‘jera’ bagi pemberi nasehat. Padahal memberikan nasehat dan mengucapkan kata-kata kebaikan pada orang lain adalah amalan yang besar di sisi Allah SWT.

Saya pernah mendengar nasehat bijak seorang ustadz yang mengingatkan kami bahwa di dalam Al Quran tidak ada jaminan kalau orang yang kita beri nasehat bisa mendapatkan hidayah. Beliau mengatakan agar kita menyadari bahwa nasehat kebaikan yang kita berikan, manfaatnya pertama kali adalah untuk diri kita sendiri (sebagai pengingat diri kita), bukan untuk orang lain. Beliau mengibaratkan bahwa organ yang paling dekat dengan mulut kita adalah telinga kita. Jadi segala perkataan yang keluar dari mulut kita, didengar pertama kali oleh telinga kita. Demikian juga saat kita mencuci baju dengan tangan kita, yang pertama kali bersih adalah tangan kita, sedangkan bajunya belum tentu bersih. Dengan demikian, nasehat kita paling banyak manfaatnya untuk kita. Semakin banyak kita berkorban, maka sejauh itulah Allah SWT akan memperbaiki diri kita.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu­ dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.” (QS. Al Ahzab 70-71)

Menasehati diri sendiri maupun orang lain untuk menghentikan gosip, memang bukan perkara mudah. Apalagi jika masih ada yang menganggap bahwa gosip adalah hal yang wajar, sebuah hiburan, sebuah selera, bahkan kebutuhan bagi sebagian orang, sehingga tak perlu dilarang. Orang yang bergosip  berarti membicarakan keburukan seseorang di belakangnya, dimana seringkali terselip ‘menghakimi orang lain’, yang belum tentu ada hubungannya dengan kita.

Terkait dengan hal ini, Islam mengajarkan kita akan bahaya ghibah. Para ulama sepakat bahwa ghibah adalah sebuah dosa besar, kecuali ghibah atas perkara-perkara yang diperbolehkan oleh syariat, seperti orang yang mengadu pada hakim karena dirinya terdzholimi; meminta bantuan agar pelaku keburukan kembali pada kebenaran, memperingatkan kaum muslimin agar terhindar dari kejelekan seseorang dan sebagainya.

Dari Abu Hurairah  radhiallahu‘anhubahwasanya Rasulullah  shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang dia benci.” Kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana menurutmu jika sesuatu yang aku sebutkan tersebut nyata-nyata ada pada saudaraku?” Rasulullah SAW menjawab, “Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tidak, berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim)

Islam juga mengajarkan kita agar berhati-hati dengan informasi yang belum jelas kebenarannya. Allah mengingatkan kita dalam firmanNya.

‘Ingatlah ketika kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang kamu tidak ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah, itu soal yang besar.  (QS. 24:15).

Sungguh memprihatinkan rasanya jika masyarakat kita semakin  ‘berselera’ dengan berbagai berita yang belum jelas benar tidaknya, namun keburukan berita tersebut begitu cepat penyebarannya, spontan  tanpa kendali.Tampaknya fenomena  gosip lebih mudah untuk dibuat ‘mengambang’ daripada dibuat ‘tenggelam’. Semoga kita bisa memulai dari lingkup kecil dengan meningkatkan keimanan kita agar mampu menghentikan kebiasaan gosip pada diri kita dan orang-orang di sekitar kita.
Aamin Ya Rabb.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Bunda ~ Nenock
Ini yang sering terjadi di lingkungan kerja saya ustadzah.

Karena tidak sesuai dengan kinerja si X yang awalnya dia adalah pioner.

Setelah kita bergabung, mengikuti ritme X malah acakadut, setelah kita berbenah ternyata si X tidak merasa bermasalah dengan kinerjanya.

Setiap hari yang kita bahas adalah si X.

Astaghfirullah...

Harus bagaimana ini ustadzah?

🌷Jawab:
Subhanallah...
Usahakan ada rekan yang bijaksana dan cukup dihormati untuk bisa menasehati X dan memberi solusi.
Supaya kejadian yang tak diharapkan, tidak berlanjut dan gosip juga tak berlanjut.

💎Sudah dan perlahan lahan saat ditanya pimpinan kami selalu menyampaikan apa adanya.

Tapi karena si X ini dia yang dikantor sejak awal berdiri, jadi merasa yang dia lakukan sudah sesuai.

Masuk si A, si B dan saya.

Si A selalu bersabar dengan yang X lakukan jadi menurut saya dan B, A seperti dimanfaatkan.

A sudah kami informasikan, tapi karena A bilang, saya soalnya satu kantor sama X jadi tidak mungkin bisa ngelak kayak saya sama B.

Serba repot,

Bingung cara nasehati juga,
Ya Allah...

🌷Kita luruskan niat bu. Allah Maha Tahu hati kita ke arah mana. Jika memang X masih sulit berubah, doakan saja dan kita stop membicarakan di belakang karena tak memberi solusi juga.

Kita lakukan tugas kita semaksimal mungkin. Kalau lapang waktu tenaga, bisa bantu X untuk menuntaskan pekerjaannya, semoga jadi amal ibadah kita. Inshaa Allah bisa jadi rejeki pahala, walaupun kelihatannya kita rugi di mata manusia.

0⃣2⃣ Lisa ~ Malang
Misal kita dicurhati, kita yang haus telan mentah-mentah begitu ya ustadzah?

🌷Jawab:
Kalau bisa jangan ditelan bu, tapi diarahkan agar topik beralih ke arah yang positif, kecuali kita kuat untuk langsung menasehati untuk menghindari ghibah.

0⃣3⃣ Sasi ~ Bandar Lampung
Bismillaah..
Ustadzah, bagaimana tipsnya untuk menghindari "terjebak" di situasi seperti dalam materi di atas. Apalagi kalau sudah ngumpul, emak-emak cenderung kemana-mana ngobrolnya. Hati sih berbisik "kabur aja", tapi penyakit tidak enak hati jadi bikin nempel di situ tidak bisa kabur.

Jazakillah khoiron

🌷Jawab:
Ada baiknya kalau kita mau buat pertemuan, agendanya sudah dirancang dan dituliskan juga waktunya.

Misal, agenda kajian diskusi topik agama islam, rentang waktu 1.5 jam. Jangan terlalu lama karena nanti membuka pintu-pintu ngobrol ke sana kemari. Kita berlatih untuk menghargai waktu. Banyak kerjaan juga di rumahkan yah?

Kita saling mengingatkan di awal pertemuan juga, agar pertemuan kita diisi dengan hal-hal yang membawa keberkahan. Inshaa Allah bisa dibiasakan.

Sekedar info, ibu-ibu indonesia di sini mashaaAllah sudah mulai membiasakan kalau kumpul-kumpul, ada agenda kegiatan kajian islamnya. Kalau masih ada waktu, bisa langsung diisi dengan belajar baca al Qur'an. Memang harus ada yang mengingatkan dan mengarahkan agar waktu diisi dengan kegiatan yang padat bermakna.

0⃣4⃣ Bila ~ Tegal
Assalamu'alaikum,

Saya punya saudara laki-laki. Dia itu hobby sekali mengomentari orang, suka suudzon. Satu haripun tidak akan terlewat tanpa membahas kejelekan orang lain, kemudian beliau itu mudah sekali tersinggung dan susah memaafkan kesalahan orang lain, kadang beliau juga tidak mau menerima pendapat dari keluarga. Saya sudah sering sekali menasihati, tapi justru saya malah dibentak karena saya posisinya jauh lebih muda dari beliau.
Apa yang harus saya lakukan ustadzah? Terimakasih.

🌷Jawab:
Walaykumsalam wr.wb.

Kalau kita belum bisa mengarahkan topik, lebih baik kita menjauh dari lingkaran tempat ngobrol tersebut.

Kalau bisa cari strategis saat kumpul-kumpul, kita dulu yang mulai topik. Mudah-mudahan gosip berkurang.

0⃣5⃣ Bunda Vina ~ Cianjur
Assalamualaikum, 

Saya punya ibu, ibu itu sukanya ngomongin anak orang,  membanding-bandingkan  sama anak sendiri, anaknya si A, senang,  emasnya banyak,  kontrakannya banyak,  anaknya si B, mobilnya bagus rumahnya bagus, dan lain-lain. Saya suka jawab rezeki orang berbeda, malah suka marahin saya, nyuruh pisahlah sama suami,  salah pilih suami, apa yang harus saya lakukan ustadzah?
Terimakasih

🌷Jawab:
Walaykumsalam wr.wb.

Semoga kita sebagai anak senantiasa mendoakan ibu agar mendapat pencerahan untuk tidak menilai sesuatu hanya dari segi materi. kita harus banyak bersabar, tunjukkan bakti kita dan suami pada ibu sekalipun ibu suka membanding-bandingkan. Mudah mudahan hati ibu menjadi lembut dan menyadari kekhilafannya.

kita sebagai anak juga harus banyak istighfar memperbaiki diri semoga senantiasa diberi kekuatan. Tidak ada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah.

0⃣6⃣ Rahma ~ Cisalak
Assalamu'alaykum wr.wb.

Afwan ustadzah, kenapa ya kalau orang berghibah itu keenakan sekali terkadang dimulai dari dalam rumah, sudah lama mau pulang, dipintu pagar masih lanjut ghibahnya.
Apakah benar bibir orang yang berghibah itu diolesi madu syetan?

Karena waktu Nabi Yahya AS. melihat syetan membawa botol, ditanya oleh Nabi Yahya, apakah yang kau bawa itu hai syetan? Kata syetan : ini botol yang berisi madu, untuk dioleskan kebibir orang yang suka ghibah karena keasyikan dioleskan terus-menerus.

Yang saya mau tanyakan apa kisah ini ada haditsnya?
Afwan wa jazaakillahu khayran katsiiran. Wassalam.

🌷Jawab:
Wa'alaykumsalam wr.wb.

Punten juga ibu, saya kurang tahu tentang riwayat kisah tersebut. Mudah-mudahan bisa ditanyakan ke ahlinya ya.

Yang saya tahu, syetan terus berusaha mengajak kita ke arah kemungkaran dengan berbagai cara dan berbagai kesempatan.

Wallahualam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Mohon maaf kalau ada kesalahan kata.

Mari bersama sama meluruskan niat kita dan berikhtiar secara maksimal untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai ajaran Islam.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar