Kamis, 31 Januari 2019

SAKINAH, MAWADDAH, WAROHMAH Part-3



OLeH: Ustadz Endang Mulyana

           💎M a T e R i💎

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَبِهِ أَجْمَعِيْنَ. (أََمَّا بَعْدُ)

Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami kepada agama ini. Dan tiadalah kami memperoleh petunjuk sekiranya Allah tidak memberi petunjuk kepada kami. Segala pujian hanya kepada Allah Shalawat dan Salam semoga tercurah kepada junjungan kami, Nabi Muhammad saw, juga para Sahabat dan mereka yang berjuang di atas agama Allah, hingga hari kemudian.

Bunda-bunda fillah semuanya...
Dalam tiga pertemuan kajian kita,  kita sudah membahas tentang keluarga sakinah yang sebenarnya masih dalam dan luas bahasannya.
Namun di pertemuan ini kita akan membahas trilogi kedua dari keluarga SAKINAH MAWADDAH WARAHMAH, yaitu bagian MAWADDAH..

MAWADDAH berasal pula dari bahasa Arab yang artinya adalah perasaan kasih sayang, cinta yang membara, dan menggebu. Mawaddah ini khususnya digunakan untuk istilah perasaan cinta yang menggebu pada pasangannya. Dalam islam, mawaddah ini adalah fitrah yang pasti dimiliki oleh manusia. Muncul perasan cinta yang menggebu ini karena hal-hal yang sebabnya bisa dari aspek kecantikan atau ketampanan pasangannya, moralitas, kedudukan dan hal-hal lain yang melekat pada pasangannya atau manusia ciptaan Allah. Kriteria calon istri menurut islam dan kriteria calon suami menurut islam bisa menjadi aspek yang perlu dipertimbangkan untuk memunculkan cinta pada pasangan nantinya.

Adanya perasaan mawaddah pastinya mampu membuat rumah tangga penuh cinta dan sayang. Tanpa adanya cinta tentunya keluarga menjadi hambar. Adanya cinta membuat pasangan suami istri serta anak-anak mau berkorban, mau memberikan sesuatu yang lebih untuk keluarganya. Perasaan cinta mampu memberikan perasaan saling memiliki dan saling menjaga.

Keluarga yang ada perasaan mawaddah tentunya memunculkan nafsu yang positif (nafsu yang halal dalam aspek pernikahan). Kita bisa melihat, keluarga yang tidak ada mawaddah tentunya tidak akan saling memberikan dukungan, hambar, yang membuat rumah tangga pun seperti sepi. Perselingkuhan dalam rumah tangga bisa saja terjadi jika mawaddah tidak ada dalam keluarga. Masing-masing pasangan akan mencari cinta lain dari orang lain.

Keluarga yang penuh mawaddah bukan terbentuk hanya karena jalan yang instan saja. Perasaan cinta dalam keluarga tumbuh dan berkembang karena proses dipupuknya lewat cinta suami istri serta anak-anak. Keindahan keluarga mawaddah tentunya sangat didambakan bagi setiap manusia, karena hal tersebut fitrah dari setiap makhluk.

Dari uraian diatas kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa Mawaddah merupakan karakterr rumah tangga yang terkait dengan hubungan horisontal antara suami dan istri,  dan orang tua dan anak..

🌷🌸🌷
1. Hubungan Suami-istri-anggota Istri.

Rumah tangga Mawaddah adalah rumah tangga yang hangat, penuh gairah,  dan saling memberikan kepuasan dan kesenangan.
Di titik ini suami maupun istri dituntut untuk bisa saling membahagiakan pasangannya.
Allah yang Maha malu pun menyampaikan bagaimana mencapai kesenangan dalam hal ini..
Perhatikan Firmannya.

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ ﴿سورة البقرة : ٢٢٣﴾

Artinya: "Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. " [QS. Al-Baqarah: 223]

Ayat ini,  menjelaskan akan pentingnya mendapatkan kepuasan dari pasangan dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.
Asbabbunnuzuul ayat ini adalah ada seorang sahabat yang mengadu kepada Rasulullah Shollallah alayhi wassallama  bahwa dia telah menggauli dari arah belakang, dan dia amat menyukai posisi itu. Namun opini dan mitos yang berkembang di masa itu adalah jika suami menggauli istri dari belakang maka anak yang kelak lahir akan bermata juling.
Maka Allah pun menurunkan ayat ini sebagai penegasan bahwa suami istri di persilakan mencari cara untuk saling menyenangkan dan mengambil kenikmatan dengan cara yang di benarkan oleh syariat.

Ayat ini tentu memberikan ruang besar bagi terciptanya mawaddah.

Suami istri harus mampu menghadirkan hal tersebut dalam rumah tangga dalam bentuknya yang luas..

Bahkan di Bulan ramadhan pun, bulan suci, bulan ibadah namun Allah Azzawajalla tetap mengahalalkan ibadah yang berisi kenikmatan itu di malam harinya.
Menunjukan bahwa kesenangan dalam hubungan suami istri menduduki tempat yang tinggi bersama dengan kwalitas ibadah Ramadhan. Perhatikan ayat berikut.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا

كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ

Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al-Baqoroh [2]:187)

Jika sekiranya, Ramadhan adalah bulan khusus ibadah semata, tentu Allah tidak akan menurunkan ayat ini.

Ini menunjukkan RahmatNya yang luas,  di bulan yang di motivasi untuk beribadah dengan maksimal sekalipun, Allah masih membuka ruang untuk beroleh kesenangan duniawi didalamnya. Bahkan ia juga Ibadah.

Keluarga Mawaddah adalah keluarga yang dinamis. Suami istri di dalamnya adalah pasangan yang peduli satu sama lain.
Oleh karenanya mereka merawat diri masing-masing.
Mereka menjaga apa yang disukai pasangannya.

Banyak hal sepele yang sungguh dapat berakibat fatal dalam rumah tangga.
Misal bau badan,  bau mulut,  tidak mau berhias buat pasangan,  jarang memuji pasangan, enggan memenuhi keinginan pasangan dan lain lain.

Intinya Mawaddaah adalah perkara-perkara yang di usahakan oleh pasangan agar orang tercintanya terpuaskan lahir bathin.

2. Hubungan Orang tua dan anak-anak

Keluarga Mawaddah terwujud dalam hubungan yang erat penuh kasih sayang antara orang tua dan anak.

Orang tua yang peduli dan mengenali keadaan setiap anak.
Karakternya,  potensinya,  kelebihannya, kekurangannya, hobi nya, dan lainnya.

Khusus buat ayah atmosfir Mawaddah dalam rumah tangga ada dalam kewenangannya.

Umpamanya dalam keluarga itu ada anak perempuan maka Ayah adalah pihak paling bertanggung jawab dalam membersamai tumbuh kembang anak perempuan. (ini nanti kajian parenting secara khusus)
Begitupun jika di rumah tangga itu ada anak laki-laki maka Ayah juga yang paling berperan dalam mendidik anak laki-laki.
Perlakuan anak laki-laki berbeda dengan perlakuan kepada anak perempuan.
Keduanya bisa maksimal dengan prinsip mawaddah.

Inilah  bunda fillah semuanya.

Bahan diskusi kita terkait keluarga  mawaddah,  in syaa Allah bisa kita kembangkan dalam ruang tanya jawab.


🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
        💎TaNYa JaWaB💎

0⃣1⃣ Yanti ~ Jakarta
Bagaimanakah karakter anak wanita atau wanita itu seharusnya? Apakah benar wanita-wanita yang berperangai kasar akan masuk ke dalam neraka? Adakah dalil terkait hal ini?

🌷Jawab:
Bismillah..

Rasulullah mengisyaratkan banyaknya wanita muslimah yang masuk surga. Bahkan, ada wanita-wanita muslimah yang bisa masuk surga dari pintu manapun. Ya, wanita muslimah seperti Anda bebas mau masuk surga dari pintu manapun, asalkan memenuhi 4 kriteria berikut ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita tersebut, “Masuklah ke surga melalui pintu manapun yang engkau suka.” (HR. Ahmad; shahih)

Inilah 4 prinsip dasar yang harus setiap muslimah fahami dan amalkan.

Adapun yang menyebabkan banyak wanita menjadi penghuni neraka adalah sebagaimana dalam riwayat ini bahwa pada suatu hari seselesainya dari shalat Kusuf (shalat Gerhana), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menceritakan surga dan neraka yang diperlihatkan kepada beliau ketika shalat,

وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).

Yang dimaksud kufur dalam hadits bukanlah maksudnya keluar dari Islam. Namun yang dimaksud adalah kufronul huquq, yaitu istri tidak mau memenuhi kewajiban terhadap suami. Jadi maksudnya bukanlah kufur terhadap Allah. Ini menunjukkan celaan bagi wanita yang dimaksud dalam hadits.

Adapun sifat kasar. merupakan sifat tercela baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Kasar bisa pada ucapan dan pada perbuatan.

Rasulullah bersabda yang artinya :

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam.

Kasar dalam berkata-kata bisa jatuh kepada dosa,  terlebih jika di lakukan oleh seorang istri kepada suaminya..
Segeralah mohon kepada Allah agar merubah sifat kasar itu menjadi sifat lembut dan penyabar

Wallahu a'lam

0⃣2⃣ Dienda ~ Jawa Timur
Ustadz, apakah boleh kita malu kepada pasangan sendiri?

Malu dalam artian, jika seumpama sang suami menginginkan kita berpenampilan begitu dan begini.
Karena dari saya pribadi kurang Percaya Diri begitu Ustadz.

Jazakallah khoir.

🌷Jawab:
Bismillah..

Bunda yang di rahmati Allah..
Malu itu adalah bagian dari iman.
Dan Allah adalah maha pemalu.

Namun mari kita tempatkan malu pada tempat yang semestinya.
Bagi pasangan suami istri maka bagi mereka berdua adalah memberi dan menerima,  satu sama lain merupakan pakaian yang saling menutupi.

Oleh karenanya malu memenuhi keinginan suami dalam rangka kebahagiaan dan kepuasaan suami bukanlah yang tepat.

Bahkan bila perlu tanya suami.
Apa saja yang dia suka dari seorang istri, entah cara berpakaiankah, entah yang lainnya dalam kerangka saling membahagiakan.

Wallahu a'lam

0⃣3⃣ Darul ~ Taiwan
Assalamualaikum ustadz.

Bila ana ingin memberi sesuatu untuk ibu kandung, apakah harus minta izin suami dulu?

🌷Jawab:
Bismillah.. 
Wa'alaikumsalam,

Kalau itu harta milik bunda sendiri tidak harus bilang sama suami.

Namun kalau yang akan di berikan ke orang tua itu harta suami hendaklah minta izin kepada suami terlebih dahulu.

Wallahu a'lam

0⃣4⃣ Rika ~ Magelang
Assalamualaikum,

Sebenarnya yang disebut nafkah lahir suami itu harus diberikan secara eksplisit (sejumlah harta yang diberikan kepada istri) untuk selebihnya menjadi hak istri. Jika kondisi istri tidak bekerja atau wiraswasta membantu suami, sehingga kadang terasa susah membedakan harta untuk keluarga dan harta untuk istri, mudah-mudahan ustadz  paham apa yang saya maksud.
Jadi jika istri ingin membantu orang tua sendiri ataupun untuk sedekah tidak canggung lagi tidak perlu ijin suami.
Wa'alikum salam

🌷Jawab:
Bismillah
Wa'alaiumsalam,

In syaa Allah suasananya bisa difahami.

Minta izin atau tidak perlu minta izin kepada suami bagi sebenarnya bisa di sederhanakan,  bunda bisa membuat kesepakatan dengan suami bagaimana sebaiknya mengatasi hal ini.
Umpamanya bunda menyampaikan bahwa ingin membantu orang tua dengan memberi uang perbulan 1 juta umpamanya.
Nah ini disampaikan sama suami dan jika suami setuju maka itu bisa dianggap merupakan kesepakatan.
Jadi saat bunda akan memberi uang setiap bulannya maka tidak wajib lagi meminta izin sama suami.

Tapi kalau belum ada kesepakatan, semacam itu, tetap wajib minta izin kepada suami. Kecuali harta sendiri.

Wallahu a'lam

0⃣5⃣ iNdika ~ Kartasura
Assalamu'alaikum,

Untuk membentuk keluarga Sakinah Mawadah dan Warohmah, perlu ada hubungan yang baik antara suami istri. Bagaimana hubungan romantis antara suami istri dalam islam?

🌷Jawab:
Bismillah...
Wa'alaikumsalam,

Rosulullah Shollallahu alayhi wassallama Adalah sosok teladan buat manusia.

Beliau telah mencontohkan bagaimana berumah tangga.
Dan beliau adalah suami yang romantis.

Bunda silakan membaca risalah tentang romantismenya Rosulullah Shollallahu alayhi wassallama.
Banyak tulisan tentang itu.

Wallahu a'lam

🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
  💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎

Baarakallahu aquulu qoulibhadzaa fastghfiiruhuu innahuu huwa tawwaburrahiim

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar