Jumat, 09 Maret 2018

ADABUL MUFRAD



OLeh   : Ustadz Undang Suherlan

 بسم الله الرحمن الرحيم..

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ..

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat ilahi Rabbi.

Atas karunia-Nya kita bisa sama-sama berkumpul dalam rangka thalabulilmi, mencari ilmu.

Serta kita bisa bersilaturahim, saling menyapa di depan gadget masing-masing.

InsyaAlloh di majlis yang mulia ini walau hanya sekedar kajian online tidak akan mengurangi keberkahannya dan dalam kadaan aman fi amanillah, sehat wal afiat.

Mudah-mudahan dalam setiap jentikan jemari kita bisa membuahkan pahala bagi kita semua.

Bisa menjadi penghapus dosa dan pengangkat derajat di hadapan Allah Swt.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada jungjunan kita Nabi Muhammad Saw.,

Kepada keluarganya, sahabatnya, para tabi'in, tabiut tabiahum, kepada kita semua, serta kepada seluruh umatnya hingga akhir zaman yang menjadikan sebagai uswatun hasanah, suri tauladan yang baik.

Di awal Kajian online ini mari kita sama-sama untuk menata niat, menguatkan niat dan melandasi langkah kita dengan niat ikhlas karena Allah Swt.

Pada kesempatan inipun mari kita sama-sama hadirkan hati dan pikiran untuk mencari ilmu,

Serta setelah kajian online ini dari majlis ta'lim ini.

Senantiasa mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Dan bisa menguatkan keimanan dan membuahkan amal shaleh.

Amiin ya robbal a'lamiin

ADABUL MUFRAD

Akhlak dan adab pada diri seseorang adalah perkara yang sangat penting dan sangat diperhatikan dalam agama Islam.

Kelurusan beribadah dan bermanhaj harus disertai dengan lurusnya akhlak dan adab.

Baiknya akhlak dan adab seseorang merupakan cerminan dari baiknya apa yang ada di dalam kalbunya...

Dan jeleknya akhlak dan adab seseorang merupakan cerminan atas jeleknya apa yang ada di dalam kalbunya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia yang memiliki budi pekerti sangat luhur...

Aisyah radhiyallahu ‘anha menggambarkan bagaimana indahnya akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كَانَ خُلُقُهُ الۡقُرۡآنَ.

“Akhlak beliau adalah Al Quran.”


Akhlak beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah aplikasi dari bimbingan Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al Quran

Akhlak dan adab yang baik adalah pondasi yang paling pokok untuk menjaga hak hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala, dan menghindari perbuatan zhalim, serta terselamatkannya sebuah masyarakat dari berbagai macam kerusakan.

Begitulah hakikat dan indahnya agama Islam, tidak ada satu perkarapun yang baik kecuali Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan hal tersebut.

Dan tidak ada satu perkarapun yang jelek melainkan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya telah memberikan peringatan kepada manusia untuk meninggalkan dan menjauhkan diri darinya.

Maka Islam adalah agama yang lurus, agama yang lengkap, agama yang penuh dengan kemudahan. Tidak ada yang luput sedikitpun.

Ketika permasalahan akhlak dan adab adalah permasalahan yang sangat penting, maka para ulama terdahulu sampai para ulama pada zaman sekarang ini banyak meluangkan waktu untuk mengarang kitab dan mengajarkan kitab yang berisikan tentang akhlak dan adab.

Di antara deretan kitab yang sangat berharga adalah kitab yang dikarang oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dengan judul

“al-Adab al-Mufrad”

Yang artinya secara harfiyah adalah

“Kitab Adab yang Disendirikan”

Pembahasan kitab al-Adab al-Mufrad di antaranya adalah;

√ Pembahasan Seputar Kedua Orang Tua

√ Pembahasan Menyambung Tali Silaturahim

√ Pembahasan Seputar Anak

√ Pembahasan Tetangga

√ Pembahasan Anak Yatim

dan masih banyak lagi yang dibahas di dalam kitab tersebut.

Untuk pekan ini kita akan membahas seputar kedua orang tua

Kita bahas dulu berbakti kepada orang tua.

Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban ini.

Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul walidain, merupakan salah satu masalah penting dalam Islam.

Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Seperti tersurat dalam surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’”
[Al-Israa’ : 23-24]

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”
[An-Nisaa’ : 36]

🔷🌷🔷
🔷KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

◾Merupakan Amal Yang Paling Utama

‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.

سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’.

◾Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua

Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ

“Darii ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.”

◾Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami

Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.

Haditsnya sebagai berikut:

انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيْتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهَا الْغَارَ. فَقَالُوْا : إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ أَغْبِقُ قَبْلَ هُمَا أَهْلاً وَ لاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْئٍ يَوْمًا فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَ فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْمَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذِه الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا

“ …Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”

◾Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur

Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.”

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.

◾Akan Dimasukkan Ke Surga Oleh Allah ‘Azza wa Jalla

Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.

🔷BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA ?

1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita.

2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.

3. Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.

4. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.

5 . Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:

رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا

“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.

🔷APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL

Maka yang harus kita lakukan adalah:

1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.

2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.

3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.

4. Membayarkan hutang-hutangnya.

5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.

6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Untuk pembahasan hadits nya bisa di lihat di Al asbab Al mufrad.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
         💘TaNYa JaWaB💘

0⃣1⃣ Elva
Assalamualaikum warrahmatullah...

Saat usia 3 tahun. Papa dan mama saya bercerai. Saya ditinggalkan Papa, tidak di nafkahi. Mama saya bekerja di luar kota untuk membiayai hidup saya. Saya tinggal bersama nenek dan kakek yang pekerjaannya bertani. Saat SMA baru papa datang membiayai sekolah SMA saya selama 2 tahun. Papa ternyata dari dulu sudah menikah lagi. Dua tahun setelah meninggalkan saya dan mama.

Sikap Papa terhadap nenek dan kakek saya sungguh tidak baik. Padahal papa saya merupakan orang yang paham agama. Hadis-hadis dia hafal. Dia juga hafal beberapa juz al -qur'an. Tetapi dia bentak-bentak nenek dan kakek saya di hadapan saya dengan bahasa kasar, bukan hanya sekali tapi berkali-kali.

Sementara dari kecil nenek dan kakek yang hanya seorang petani itu telah mengurus saya dari kecil. Papa dari dulu tidak menafkahi.
Saya merasa sakit hati melihat sikap papa saya kepada nenek dan kakek saya.
Sekarang saya kuliah. Dibiayai oleh ayah tiri saya.
Papa saya selalu menjelek-jelekan ayah tiri. Padahal dia telah membiayai saya sementara dia yang wajib menafkahi malah tidak menafkahi padahal papa saya itu orang berada.

Papa suka nanya "butuh apa" ketika saya jawab butuh ini itu dia bilang "anak papa itu bukan cuma kamu aja" (bukan hanya sekali bicara seperti gitunya tapi berkali-kali. Yaa Allah sakit sekali. Padahal hanya dua tahun dia menafkahi saya.

Sampai sekarang saya tidak di nafkahi. Dan saya tidak tahu salah saya apa. Kenapa sampai sekarang papa dan ibu tiri saya suka menjelek-jelekan saya dan keluarga saya disini.

Bagaimana saya harus menyikapi papa saya?
Saya merasa sudah tidak ada rasa sayang terhadap beliau. Karena saya sakit hati dengan kata-katanya. Bukan hanya yang saya sebutkan di atas. Masih banyak lagi sikap dan ucapannya yang membuat saya sakit hati.

Afwan kepanjangan...

💘Jawab:
Wa'alayikumussalam

Janganlah hal itu menjadi sebab bagi kita untuk durhaka kepadanya. Bagaimanapun, seorang bapak merupakan sebab keberadaan anak di dunia ini.
Mungkin juga dia telah pernah berbuat kebaikan kepada kita sebelum bercerai.
Tetap berbuat baik kepada bapaknya sesuai yang dituntunkan syari’at Islam. Walaupun bapak telah menelantarkan. Kejelekan tidak harus dibalas dengan kejelekan.
Alloh memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua kita, tatkala mereka memerintahkan kita untuk berbuat kesyirikan. Padahal dosa syirik merupakan dosa paling besar. Alloh berfirman :

وَإِنْ جاهَداكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُما وَصاحِبْهُما فِي الدُّنْيا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
[QS. Luqman : 15 ]

Lantas bagaimana jika kedua orang tua kita kesalahannya masih di bawah dosa di dalam ayat di atas ? Tentu lebih berhak untuk mendapatkan perlakuan baik dan bakti dari anak-anaknya.
Bahkan seandainya orang tua kita na’udzubillah seorang non muslimpun, kita masih diperintahkan untuk berbuat baik dan menyambung silatur rahmi dengan keduanya dalam kapasitas mereka berdua sebagai orang tua kita. Tidak lebih dari itu. Lantas bagaimana jika mereka masih seorang muslim ? Tentu haknya lebih besar lagi.
Berbakti kepada orang tua hukumnya wajib. Walaupun ada hal-hal yang kurang pas pada diri mereka berdua. Alloh berfirman :

وَقَضى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوالِدَيْنِ إِحْساناً

“Dan Robb-mu telah memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya saja dan hendaknya kalian berbuat baik kepada kedua orang tua kalian.” [ QS. Al-Isro’ : 23 ].

Penelantaran seorang bapak kepada anak-anaknya merupakan perkara yang tidak dibenarkan dalam Islam. Akan tetapi hendaknya anak-anaknya bisa memaafkannya dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan pula. Alloh berfirman :

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan kejelekan itu kejelekan yang semisalnya. Maka barang siapa yang memaafkan dan memperbaiki, maka Alloh akan memberikan balasan kepadanya. Sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang berbuat dzolim.” [QS. Asy-Syuro : 40 ].

Jika anak-anak membalasnya dengan tidak memperdulikan bapaknya, maka kejelekan yang dilakukan oleh bapak mereka, dibalas dengan perbuatan kejelekan pula, yang sangat mungkin akan menjatuhkan mereka kepada perbuatan durhaka kepadanya. Dan durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar. Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

«ألا أنبئكم بأكبر الكبائر؟» قلنا: بلى يا رسول الله. قال ....وعقوق الوالدين»

“Apakah kalian mau aku kabarkan kepada kalian dosa besar yang paling besar ? kami menjawab : ya wahai Rosulullah !”. –kemudian beliau menyebutkan salah satunya : “ Durhaka kepada kedua orang tua.” [HR. Al-Bukhari : 5976 dan Muslim : 87 ].

Adapun masalah nafkah, maka anak-anak berhak menuntut atau meminta kepada bapaknya. Karena itu menjadi haknya dan merupakan kewajiban bapak terhadap anak-anaknya walaupun bapaknya telah bercerai dari istrinya.
Tetap bersabarlah karena buah dari kesabaran itu manis akhirnya doakan terus kebaikan untuk kedua orang tua kita, Alloh yang maha membolak-balikkan balikan hati manusia

Semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam bish showab.

0⃣2⃣ Serra
Assalamualaikum wr.wb.

1. Bagaimana memberi pengertian dengan orang tua yang mudah emosi?

2. Bagaiamana caranya bisa menyatu dengan ibu mertua suatu hari?

3. Bagaimana membagi waktu mertua dengan orang tua kandung kita?

4. Membagi keakraban murrobi kita dengan orang tua baiknya bagaimana? 

5 . Bagaimana menjaga kedekatan mertua dengan orang tua. Karena pengalaman saya gampang dekat sekali dengan ibu-ibu yang lebih tua.
Terima kasih.

💘Jawab:
Wa'alayikumussalam

1. Bukan hanya dalam Al-Qur'an, dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alaih wa sallam pun banyak yang menjelaskan bahwa :

"Amalan yang paling dicintai oleh Allah Swt adalah Shalat pada waktunya, Berbakti kepada kedua orang tua, dan Jihad di jalan Allah SWT."
(HR. Bukhari & Muslim)

"Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya."
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Terkait sifat orang tua yang mungkin kita rasa egois dan mudah emosi, kita tidak boleh langsung menilai hal tersebut secara semena-mana hanya dari satu sisi saja, kita harus benar-benar tahu apa maksud dan tujuan orang tua melakukan hal tersebut. Karena ana yakin jika setiap orang tua pasti mengharapkan yang terbaik bagi anaknya.

Apakah anda tetap akan menilai orang tua egois jika mereka mengarahkan kita ke hal-hal yang baik? Walaupun memang terkadang dalam cara penyampaiannya yang berbeda dengan cara pemahaman kita sehingga sering terjadi kesalahpahaman, disinilah perlu adanya komunikasi yang baik antara anak dan orangtua. Jadi ketika ada masalah cobalah untuk merundingkannya secara baik-baik dengan kepala dingin.

2. Itu semua berawal dari mindset kita, menganggap mertua orang lain, rubahlah pola pikir kita bahwa mertua adalah orang tua kita juga karena kita telah menikah dengan anaknya, dengan merubah pola pikir kecanggungan antara mertua dan menantu tidak akan terjadi
InsyaAllah.

3. Proporsional saja kita tidak harus membagi waktu yang sama karena kebutuhan tiap individu berbeda beda yang perlu di perhatikan di sini yang penting quality time nya cobalah dengan trik jika kita akan memberikan hadiah-hadiah pada mereka menantu lah yang memberikannya jangan anaknya dan usahakan jangan pernah mengeluhkan urusan rumah tangga kita kepada mereka cukup adukan sama Alloh saja.

4. Saling berkunjung bersilaturahmi akan menimbulkan keakraban, orang tua akan paham bahwa menghormati guru atau murobbi adalah hal yang utama berkunjunglah kita dengan orang tua kita ke murobbi atau sebaliknya.

5. Jangan pernah membebani mereka dengan keruwetan-keruwetan yang ada dalam rumah tangga kita, tapi bagikanlah berita-berita kebahagian kita kepada mereka temanilah orang tua kita untuk saling berkunjung dengan besannya dalam suasana yang menyenangkan.

Wallahu a'lam.

0⃣3⃣ Husna
Assalamualaikum wr.wb.

Apa yang seharusnya dilakukan ketika orang tua menginginkan anaknya berkumpul di rumahnya disaat lebaran, akan tetapi suami tidak memberi izin ??

💘Jawab:
Wa'alayikumussalam

Berikan pengertian kepada orang tua bahwa kita ingin menjadi anak yang Sholehah dan istri yang berbakti pada suami dan kedua orang tua, berkumpul bersilaturahmi tidak harus hanya di hari raya dan jelaskan kesibukan kesibukan suami kita kepada orang tua kenapa lebaran tidak bisa berkumpul.

Dan cobalah berbicara dengan suami juga sesekali tidak tiap tahun bolehlah kita berkumpul di rumah orang tua bergantian, tiap tahunnya adanya ikatan rumah tangga adalah menyatukan 2 keluarga sesekali membuat orang tua senang dengan berkumpul di hari raya kita akan merasakan kesenangan yang sama juga yakinlah.

Wallahu a'lam.

0⃣4⃣ Aliyah
Assalamualaykum

Jika dalam sebuah rumah tangga ada ibu dari istri yang ikut. Kemudian si istri itu kadang suka beda pendapat sama ibu nya yang mengakibatkan pertengkaran kecil bagaimana sikap seharusnya yang di lakukan oleh istri itu. Bagaimana cara berbakti seorang istri kepada ibu nya, yang katanya surga seorang istri ada di telapak kaki suaminya.

💘Jawab:
Wa'alayikumussalam

Perlakukan ibu istri seperti ibu kita, ataupun sebaliknya.
Perselisihan dalam hidup satu rumah sesuatu yang pasti terjadi dan takkan bisa di hindari, orang tua suami adalah orang tua istri dan begitu pun sebaliknya. Jika kita sudah memposisikan seperti itu InsyaAllah semua masalah akan terasa ringan dan akan ada penyelesaian yang tidak membuat salah satu pihak merasa terluka.

Wallahu a'lam.

0⃣5⃣ Puji
Asalamualikum wr.wb.

Bagaimana jika setelah menikah orang tua menginginkan putrinya untuk tetap tinggal bersamanya. Sementara sang suami mengingikan istri ikut tinggal bersama mertuanya??? Apa yang harus di lakukan?? Terimakasih.

💘Jawab:
Wa'alayikumussalam

Kewajiban seorang anak perempuan setelah menikah adalah taat pada suami, berikan pengertian kepada orang tua kita hal tersebut tanpa menggurui tanpa melukai saran ana kita hidup terpisah jangan ikut orang tua ataupun mertua agar tidak ada yang merasa di sia-siakan, mungkin dengan cara mengontrak rumah terlebih dahulu dan jangan lupa tetap mengunjungi mereka secara rutin.

Wallahu a'lam.

0⃣6⃣ Erna
Tadi di jelaskan kita harus memberikan shodaqoh kepada orang tua baik di minta atau tidak, pertanyaan nya apakah itu wajib? Bagaimana jika orang tua bilang uang nya simpan saja buat kamu, karena orang tua saya juga ada usaha keluarga, tapi sejauh ini Alhamdulillah saya selalu menunjukkan bakti saya sama kedua orang tua.

💘Jawab:
Sedekah tetap hukumnya sunah yang perlu di pahami yang namanya sedekah bukan hanya dengan harta saja, dengan senyuman, dengan pikiran, dengan tenaga juga bisa.
Jika orang tua kita menolak pemberian kita dan menyuruh menyimpannya, simpanlah kita tetap masih bisa bersedekah dengan cara lain misalnya kita bisa bantu bantu bereskan rumah orang tua dan hal-hal yang lainnya.

Wallahu a'lam.

0⃣7⃣ Chie
1. Apakah orang tua asuh, Paman atau Bibi juga memiliki kedudukan yang sama seperti orang tua kandung Kita, ustadz??

2. Jika perempuan sudah menikah, manakah yang harus didahulukan dalam berbakti, apakah orang tua kandung atau mertua kita??

3. Orang tua yang hobi mabuk dan sering meninggalkan syariat Islam, apakah sah menjadi wali nikah bagi anak perempuannya, ustadz??

Jazakallahu khoir, ustadz.

💘Jawab:
1. Secara nasab mungkin tidak tapi bagaimanapun mereka orang-orang yang punya ikatan dengan orang tua kita muliakan dan hormati mereka seperti kita memuliakan dan menghormati orang tua kita.

2. Seorang anak perempuan jika sudah menikah wajib taat pada suami apapun kehendak suami atau perintah suami selama itu tidak melanggar syariat taati, mau orang tua kandung ataupun mertua kedudukan nya sama orang-orang yang harus kita hormati dan kita harus berbakti pada mereka.

3. PENTING: adapun perwalian orang yang meninggalkan sholat secara keseluruhan, maka hukumnya adalah kafir menurut pendapat para ulama yang shahih, perbedaan dalam masalah tersebut masyhur dirujuk kepada kitab-kitab fiqih.

Oleh karenanya, maka tidak sah menjadi wali dalam pernikahan, karena orang kafir tidak menjadi wali nikah bagi muslimah secara ijma’.

Pendapat ini yang dipilih oleh Syaikh Utsaimin dalam fatwa “Nur ‘Alaad Darb“ dimana beliau berkata: (apabila dia tidak sholat maka tidak halal menjadi wali bagi salah satu anak perempuannya, jika dia dia menikahkan putrinya maka nikahnya rusak, karena termasuk syarat wali atas muslimah adalah seorang muslim).


PERHATIAN:

Namun harus diperhatikan:

√ Pertama: bahwa kekafiran yang meninggalkan sholat merupakan perkara yang diperselisihkan para ulama dan ini yang terpenting.

√ Kedua: bahwa jumhur ulama menetapkan perwalian orang fasiq, dan ini yang kami kuatkan.

√ Ketiga: bahwa kemaksiatan meninggalkan sholat termasuk perkara yang umum dan menyebar, sampai tingkatan bahwa sebagian wanita hampir tidak menemukan ayah, atau kakek atau saudara laki atau paman yang melaksanakan sholat, Wallahul Musta’an.

√ Keempat: bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh wanita yang berani membatalkan perwalian ayahnya atau setelahnya sangat berbahaya bisa jadi menyebabkan kehancuran hidupnya secara keseluruhan, terutama dalam masyarakat kita.

√ Kelima: bahwa tolak ukur perwalian adalah pada ketelitian dan kehati-hatian.

√ Keenam: bahwa mahkamah dinegeri kita tidak menggugurkan hak perwalian orang yang meninggalkan sholat.

KESIMPULAN:

Maka pendapat yang kuat bagi kami, bahwa wanita muslimah berhak untuk menggugurkan perwalian ayahnya jika meninggalkan sholat, dan berpindah kepada laki-laki sesudahnya, akan tetapi apabila dia rela ayahnya menjadi wali, maka akadnya shahih dan melahirkan seluruh hukum-hukum yang bersangkutan dengannya, dan tidak sepatutnya mencela pernikahan seorang muslimah dan kehormatan mereka serta nasab keturunan mereka disebabkan hal ini.

Wallahu A’lam Bishowab.

0⃣8⃣ Tritiya
Masalah adab dalam ber mazhab...

Bagaimana jika seorang ustadz menjelek-jelekkan madzhab lain? Dan apa yang harusnya kita lakukan?

Lalu,, jika kita baru belajar.
Baru mengetahui kalau ternyata dalam ibadah kita, kita melakukan mencampuran madzhab?
Misalnya solat niatnya tidak pakai bacaan seperti "usolli fardho..... " tapi al fatihah nya bismillahnya di jahr kan (keras)
Antara madzhab hanafi atau hambali saya lupa dengan madzhab syafii.

Mohon pencerahan.
Terima kasih.

💘Jawab:
1. Menjelek-jelekkan jelekan Mazhab lain bisa termasuk ke perilaku istihja'  ada beberapa faktor penyebab nya:

√ Benci dan dengki dengan nilai-nilai agama.

√ Celaan atau balas dendam terhadap pelaku kebaikan.

√ Bercanda berlebihan dan ingin mentertawakan orang lain.

√ Sombong dan merendahkan orang lain.

√ Taklid dan buta terhadap musuh-musuh Alloh.

√ Cinta harta yang berlebihan.

Seluruh faktor diatas tidak akan muncul dari pribadi orang beriman. Karena pada dasarnya sikap peremehan atau penghinaan terhadap syi’ar-syi’ar Islam hanya akan muncul dari hati orang munafik saja. Sikap ini sangat bertentangan dengan prinsip keimanan. Kedua sikap yang bertentangan tersebut tidak mungkin bisa bertemu dalam diri seseorang. Oleh karena itu, Allah menyebutkan bahwa pengagungan terhadap syiar-syiar agama berasal dari ketaqwaan hati. Allah Ta’ala berfirman.

“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (QS. Al Hajj:32).

Yang harus kita lakukan tinggalkanlah karena kalau berdebat pun akan menjadi jidal dan orang tersebut biasanya tidak mau mengalah.

2. Dalam hal ini ada dua pendapat: Salah satu pendapat yang ada mengatakan, “Tidak wajib“. Inilah pendapat yang lebih tepat. Yang namanya kewajiban adalah jika diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya sama sekali tidak mewajibkan kepada seseorang untuk mengikuti salah satu madzhab tertentu untuk diikuti agamanya, namun yang diwajibkan adalah mengikuti petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah. Dan telah berlalu beberapa generasi, namun mereka sama sekali tidak berpegang dengan satu madzhab tertentu.
Intinya, mewajibkan mengikuti salah satu madzhab tertentu tidaklah dibolehkan. Inilah hukum asalnya.

Namun perlu diperhatikan bahwa pendapat di atas tidak berlaku secara mutlak. Sebenarnya tetap diperbolehkan mengikuti madzhab tertentu namun hanya berlaku pada keadaan tertentu saja. Keadaan-keadaan yang dibolehkan tersebut adalah:

(1) Mempelajari madzhab tertentu hanya sebagai wasilah (perantara) saja dan bukan tujuan. Jika seseorang tidak mampu belajar agama kecuali dengan mengikuti madzhab tertentu, maka dalam keadaan seperti ini dibolehkan.

(2) Jika ia mengikuti madzhab tertentu untuk menghilangkan mafsadat (kerusakan) lebih besar, yang ini bisa dihilangkan bila ia mengikuti madzhab tertentu, maka ini dibolehkan.

Jadi sebenarnya mengikuti madzhab tertentu harus melihat pada maslahat dan mafsadat. Jika mengikuti madzhab tertentu membuat seseorang mendapatkan maslahat besar, maka pada saat ini boleh bermadzhab.

Namun ada rambu yang harus diperhatikan.

🔷Rambu-Rambu dalam Bermadzhab.

◼Pertama,
Harus diyakini bahwa madzhab tersebut bukan dijadikan sarana kawan dan musuh sehingga bisa memecah belah persatuan kaum muslimin. Jadi tidak boleh seseorang berprinsip jika orang lain tidak mengikuti madzhab ini, maka ia musuh kami dan jika semadzhab, maka ia adalah kawan kami.

◼Kedua,
Tidak boleh seseorang meyakini bahwa setiap muslim wajib mengikuti imam tertentu dan tidak boleh mengikuti imam lainnya. Jika ada yang meyakini demikian, dialah orang yang jahil. Namun orang awam boleh baginya mengikuti orang tertentu, akan tetapi tidak ditentukan bahwa yang diikuti mesti Muhammad, ‘Amr atau yang lainnya.

◼Ketiga,
Imam yang diikuti madzhabnya tersebut harus diyakini bahwa ia hanya diaati karena ia menyampaikan maksud dari agama dan syari’at Allah. Sedangkan yang mutlak ditaati adalah Allah dan Rasul-Nya. Maka tidak boleh seseorang mengambil pendapat imam tersebut karena itu adalah pendapat imamnya. Akan tetapi yang harus jadi prinsipnya adalah dia mengambil pendapat imam tersebut karena itu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

◼Keempat,
Menjaga diri agar tidak terjatuh pada hal-hal yang terlarang sebagaimana yang dialami para pengikut madzhab di antaranya:

Fanatik buta dan memecah persatuan kaum muslimin.
Berpaling dari Al Qur’an dan As Sunnah karena yang diagungkan adalah perkataan imam madzhab.
Membela madzhab secara overdosis bahkan sampai menggunakan hadits-hadits dhoif agar orang lain mengikuti madzhabnya.
Mendudukkan imam madzhab sebagai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu Taimiyah mengatakan,

أَمَّا وُجُوبُ اتِّبَاعِ الْقَائِلِ فِي كُلِّ مَا يَقُولُهُ مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ دَلِيلٍ يَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ مَا يَقُولُ فَلَيْسَ بِصَحِيحِ ؛ بَلْ هَذِهِ الْمَرْتَبَةُ هِيَ ” مَرْتَبَةُ الرَّسُولِ ” الَّتِي لَا تَصْلُحُ إلَّا لَهُ

“Adapun menyatakan bahwa wajib mengikuti seseorang dalam setiap perkataannya tanpa menyebutkan dalil mengenai benarnya apa yang ia ucapkan, maka ini adalah sesuatu yang tidak tepat. Menyikapi seseorang seperti ini sama halnya dengan menyikapi rasul semata yang selainnya tidak boleh diperlakukan seperti itu.” [4]

Dalil dari perkataan Syaikhul Islam di atas, Allah Ta’ala berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa’: 65)

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 64)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imron: 31)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab: 36)

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisa’: 69)
Prinsip Yang Benar: Ikutilah Al Quran dan As Sunnah.

Prinsip yang benar adalah mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah. Selama perkataan imam madzhab sejalan dengan keduanya, maka barulah perkataan mereka layak diambil. Sedangkan memaksakan seseorang untuk bermadzhab dengan pendapat salah seorang di antara mereka, ini adalah menetapkan perintah tanpa adanya dalil.

Allah Ta’ala berfirman,

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. Al A’rof: 3)

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”  (QS. Ali Imron: 32)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. An Nisa’: 59)

Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu seolah-olah inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)

Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ

“Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” (Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih)

Ibnu Baththoh dalam Al Ibanah, 1/246, mengomentari perkataan Abu Bakar di atas, beliau rahimahullah mengatakan, “Inilah, wahai saudaraku! Orang yang paling shiddiq (paling jujur) seperti ini saja masih merasa takut dirinya akan menyimpang jika dia menyelisihi sedikit saja dari perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana lagi dengan orang yang mengejek Nabi dan perintahnya (ajarannya), membanggakan diri dengan menyelisihinya, mencemooh petunjuknya (ajarannya). Kita memohon kepada Allah agar terjaga dari kesalahan dan agar terselamatkan dari amal yang jelek.

Para Imam Madzhab Sendiri Memerintahkan Kita untuk Mengikuti Petunjuk Nabi.

Imam Abu Hanifah dan muridnya Abu Yusuf berkata,

لاَ يَحِلُّ لأَِحَدٍ أَنْ يَقُوْلَ بِقَوْلِنَا حَتَّى يَعْلَمُ مِنْ أَيْنَ قُلْنَاهُ

“Tidak boleh bagi seorang pun mengambil perkataan kami sampai ia mengetahui dari mana kami mengambil perkataan tersebut (artinya sampai diketahui dalil yang jelas dari Al Quran dan Hadits Nabawi, pen).”

Imam Malik berkata,

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُخْطِىءُ وَأُصِيْبُ فَانْظُرُوا فِي قَوْلِي فَكُلُّ مَا وَافَقَ الكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَخُذُوْا بِهِ وَمَا لَمْ يُوَافِقْ االكِتَابَ وَالسُّنَّةّ فَاتْرُكُوْهُ

“Sesungguhnya aku hanyalah manusia yang bisa keliru dan benar. Lihatlah setiap perkataanku, jika itu mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka ambillah. Sedangkan jika itu tidak mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka tinggalkanlah."

Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi’i berkata,

إِذَا صَحَّ الحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِي

“Jika hadits itu shahih, itulah pendapatku.”

Imam Asy Syafi’i berkata,

إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي

“Jika terdapat hadits yang shahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.”

Imam Ahmad berkata,

مَنْ رَدَّ حَدِيْثَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ

“Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berarti telah berada dalam jurang kebinasaan.”

Wallahu a'lam.

0⃣9⃣ Rini
Saya tinggal berdekatan dengan mertua saya hanya beda 2 rumah. Saya berusaha baik sebisa saya berusaha menjadi menantu bagi beliau. Tapi terkadang saya selalu dipandang sebelah mata, terkadang diperlakukan ma'af sebagai pesuruh (pembantu) belum lagi kadang kata-katanya yang sering menyakiti saya secara tidak langsung, saya selalu berusaha sabar. Yang saya tanyakan :
1. Bagaimana saya harus menghadapi mertua seperti itu? Agar bisa berbakti dan bisa selalu diberi kesabaran yang luas tanpa harus mengelus dada?

2. Bagaimana agar saya bisa berbakti kepada orang tua kandung saya?Sedangkan suami saya "pincang" sebelah terhadap orang tua saya dari segi apa pun, entah materi dan kasih sayang, saya merasa sedih sekali merasa tidak bisa berbakti lebih terhadap orang tua saya sendiri. Saya harus apa pak ustadz?

💘Jawab:
1. Sebaiknya tinggallah jauh dari mereka itu lebih baik.
Tetaplah bersabar dan berserah diri hanya pada Alloh saja berdoalah selalu untuk kebaikan
Tidak ada yang sia-sia di dunia ini.

2. Tetap taati suami selama suami tidak menyuruh maksiat kepada Alloh, orang tua kita tetap akan mendapatkan aliran pahala dari kita karena mempunyai anak yang Sholeh atau sholehah doakanlah mereka.

Wallahu a'lam.

1⃣0⃣ Mila
1. Apakah saat anak bercanda dengan orang tua boleh disamakan seperti dengan teman diperbolehkan?

2. Bagaimana agar terhindar ketidaksopanan bercanda dengan orang tua?

💘Jawab:
1. Tetap harus ada batasan-batasan yang jelas dan tidak berlebihan.

2. Agar tidak kebablasan
Ada yang harus di perhatikan.
Tujuan bercanda yaitu untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.

– Ketika bercanda kepada orang tua harus memperhatikan waktu dan kondisi.
– Jangan membercandai orang tua dalam keadaan yang tidak tepat. Misal dalam keadaan serius atau ketika mereka sedang menasihati kita.
– Jangan menggunakan kata-kata yang kasar ketika bercanda. Harus tetap sopan dan lembut.
– Jangan membuka aib atau menyebutkan hal buruk yang dimiliki oleh orang tua sebagai bahan bercandaan. Hargai privasi dan tetaplah hormat kepada orang tua.
– Jangan menyebutkan hal bohong untuk memancing tawa orang tua.
– Berhenti bercanda bila orang tua sudah mulai serius.

Wallahu a'lam.


🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
 💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘


INGATLAH HAL TERINDAH DI DUNIA INI ADALAH KETIKA MELIHAT KEDUA ORANG TUA TERSENYUM DAN MENGETAHUI BAHWA KITALAH ALASAN DI BALIK SENYUMAN ITU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar