Senin, 13 Februari 2017

Cinta Allah untuk siapa?



OLeh : Ustadzah Halimah


Siapa yang ingin Cinta Allah?
Pasti semua mau Cinta Allah...
 *CINTA ALLAH UNTUK SIAPA??*
Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah sifat Allah yang paling banyak kita sebut setiap harinya. Kasih dan sayang Allah Ta’ala diberikan dalam bentuk rahmat yang terdiri dari dua bentuk. Yang pertama adalah kasih sayang dan kecintaan Allah kepada semua makhluk, dan kedua adalah kasih sayang dan kecintaan Allah yang khusus diberikan sebagai penghargaan atas upaya manusia. Kenapa hanya manusia? Karena manusialah satu-satunya makhluk yang berakal. Yang bisa berpikir dan bertindak berdasarkan pertimbangan olah pikirnya.
Kemudian siapa sebenarnya yang dicintai Allah Ta’ala? Dengan kata lain kita harus seperti apa agar mendapatkan cinta dari Allah Ta’ala. Walaupun Allah mencintai seluruh makhluk-Nya akan tetapi kadar kecintaan-Nya tentulah berbeda. Ada yang yang luarbiasa ada yang luarbiasa nan istimewa. Di dalam Alquran bertebaran kalimah Innallaaha yuhibbu…
Nah siapa saja di belakang kalimah itu, itulah manusia istimewa yang mendapat cinta luar biasa dari Allah.
Allah Ta’ala mencintai muhsinin (orang-orang yang berbuat baik).
Perbuatan baik adalah suatu pernyataan yang sangat luas pengertiannya, kadang malah bisa ditafsirkan secara berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.
Di dalam Alquran Allah Ta’ala menggambarkan tentang perbuatan baik di antaranya sebagai berikut.
Membelanjakan hartanya di jalan Allah.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Baqarah: 195).
Ayat diatas merupakan rangkaian dari ayat sebelumnya dimana Allah Ta’ala memerintahkan untuk memerangi orang-orang yang memerangi kita. Hal pertama dari berbuat baik menurut ayat ini adalah dengan membelanjakan harta di jalan Allah yang diartikan sebagai memberikan dukungan dana untuk perjuangan menegakkan syari’at Islam. Baik itu berupa dakwah, penyebaran ilmu Dinnul Islam, berperang dan santunan kepada keluarga mujahid.
💦💦
Hal kedua dari berbuat baik menurut ayat ini adalah menghindarkan diri dari kebinasaan yaitu menghindari semua perbuatan yang berakibat buruk.
Berinfaq di kala lapang maupun di kala sempit.
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali ‘Imran: 134).
Sebagian besar manusia mempunyai sifat ke’aku’an yang cukup tinggi. Menganggap segala yang ada pada dirinya adalah karena usahanya atau karena kepandaiannya, sehingga mutlak menjadi miliknya. Manakala diperintahkan untuk melepaskan sebagian dari hasil jerih payahnya akan terasa berat. Itu jika padanya terdapat kelebihan, apalagi jika untuk kecukupan dirinya saja belum terpenuhi, tentu akan semakin berat. Jika mampu dalam kedua saat itulah maka Allah memberi gelar muhsinin.
Mampu menahan amarah.
Amarah biasanya akan timbul manakala seseorang merasa haknya tidak terpenuhi oleh pihak lain, sementara ia merasa berhak untuk mendapatkannya. Hak seseorang tidak terpenuhi pastilah karena adanya pihak lain yang tidak memenuhi kewajiban. Dalam QS. Ali ‘Imran: 134 mampu menahan amarah dirangkai dengan memaafkan kesalahan orang lain. Itu artinya seseorang akan mampu memaafkan orang lain manakala dirinya telah mampu menahan amarah.
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
💦💦
Ikhlas melakukan sesuatu karena Allah Ta’ala.
Disebabkan adanya keinginan-keinginan atau hawa nafsu sebagai manusia dan akibat dari interaksi dengan sesama manusia, maka gejolak hati dan pikiran manusia bisa terpengaruh. Yang seharusnya hanya lurus kepada Allah Ta’ala, bisa melenceng dari itu. Yang awalnya tanpa pamrih, ujung-ujungnya banyak dicampuri kepentingan. Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang tetap ikhlash hanya berharap kepada-Nya.
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 147-148).
Memaafkan kesalahan atau pengkhianatan orang lain.
Berhuhungan dengan sesama manusia bukanlah hal yang mudah, seribu orang seribu sifatnya seribu pula pemikirannya. Disana akan kita temui manusia yang baik, jujur, amanah, menyenangkan dan sifat baik yang lain. Namun disana juga akan ada manusia pembohong, khianat, menyebalkan dan seabreg sifat buruk lainnya. Kesalahan bisa terjadi baik dari diri kita maupun dari orang lain. Jika dari diri kita tak perlu segan untuk meminta maaf dan jika dari orang lain tak harus berat untuk memaafkan. Jika mampu melakukan itu maka kita bisa meraih kecintaan Allah Ta’ala, sebagaimana yang dituntunkan-Nya kepada Rasulullah SAW berikut:
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Ma’idah: 13).
Istiqomah dalam bertaqwa, beriman dan berbuat kebajikan.
Di dalam diri kita ada yang namanya hati, yang dalam bahasa Arabnya disebut qulub, yang artinya bolak-balik. Berbolak-baliknya hati bisa disebabkan pengaruh lingkungan, orang lain atau dari diri sendiri yang berupa ketakutan, kesedihan, kebosanan bahkan kebahagiaanpun bisa membolak-balikkan hati dan iman seseorang. Kecintaan Allah Ta’ala tertuju pada orang-orang yang istiqomah tetap teguh dalam iman dan taqwa.
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Al-Maidah: 93).
💦💦
Allah Ta’ala mencintai muttaqin (orang-orang yang bertaqwa).
Taqwa secara sederhana dimaknai sebagai mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Di dalam ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang bertaqwa selalu didahului dengan perintah untuk menepati janji. Karena menepati janji berarti amanah, amanah berarti jujur, jujur berarti bisa dipercayai ucapan dan tindakannya, jujur berarti takut akan pengawasan Dzat yang tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur.
QS. Ali ‘Imran ayat 76:
“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa”
QS. At-Taubah ayat 4:
“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa”
QS. At-Taubah ayat 7:
“Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil Haram? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa”
Allah Ta’ala mencintai shabirin (orang-orang yang sabar).
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS. Ali ‘Imran: 146).
Dalam ayat di atas Allah Ta’ala berfirman bahwa mencintai orang-orang yang sabar yaitu mereka yang tidak menjadi lemah, tidak lesu, tidak menyerah tatkala ditimpa bencana dan diserang musuh. Sabar disini identik dengan jiwa yang tangguh dengan tekad yang kuat walaupun berada pada keadaan yang sulit.
Allah mencintai mutawakkilin (orang-orang yang bertawakkal).
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali ‘Imran: 159).
Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal yaitu ketika menghadapi urusan besar tetap berhati lembut, pemaaf, bijaksana dan bertekad bulat menghadapi masalah dengan bersandar pada rahmat dan pertolongan Allah Ta’ala. Dengan sepenuh hati menyerahkan segala urusan kepada asal mula segala urusan yakni Allah Ta’ala. Dia yang mengatur segala urusan dan pada-Nya jua terdapat solusi dari setiap permasalahan.
Allah mencintai muqsithin (orang-orang yang berlaku adil).
Dikatakan berlaku adil adalah manakala seseorang bisa memberikan hak kepada semua pihak secara berimbang. Tidak mesti hak diberikan secara penuh, akan tetapi harus dipastikan tidak ada pihak yang hanya menanggung rugi. Beberapa ayat yang melatarbelakangi cinta Allah Ta’ala pada muqsithin adalah sbb:
Berlaku adil terhadap orang kafir walaupun mereka suka berbohong dan sering memakan yang haram.
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil” (QS. Al-Maidah: 42)
💦💦
Berlaku adil terhadap mukminin yang sedang bersengketa.
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Hujurat:9).
Berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi dan tidak mengusir dari negeri kita.
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (QS. Mumtahanah: 8).
Allah mencintai mujahid (orang-orang yang berperang di jalan Allah).
Mujahid adalah orang-orang yang berjuang hingga berperang di jalan Allah. Jihad bukanlah perkara yang ringan, hingga saking beratnya maka Allah menjanjikan jannah untuk mereka yang gugur tatkala berjihad. Jihad diartikan sebagai perilaku yang bersungguh-sungguh dalam menegakkan Kalimatullah di bumi ini. Sebagaimana digambarkan dalam QS. Al-Maidah ayat 54:
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”
Juga dalam QS. Ash-Shaff ayat 4:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”
Allah mencintai muththohhirin (orang-orang yang bersih).
“Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersih” (QS. At-Taubah: 108).
Membersihkan diri dalam ayat di atas lebih ditekankan pada pembersihan dari dosa dan kesalahan, dengan memperbanyak shalat dan ibadah yang lain.
💦💦
Allah mencintai tawwabin (orang-orang yang bertaubat)
Taubat adalah mengakui kesalahan, menyesalinya, memohon ampunan dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi. Taubat adalah salah satu cara untuk menyucikan diri, agar terbebas dari dosa dan kesalahan. Taubat juga menjadi pintu untuk berhijrah dari kebathilan menuju keshalihan.
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah: 222).
Allah mencintai orang yang mengikuti Rasulullah.
Risalah Allah Ta’ala diturunkan melalui Rasul-Nya. Jika seseorang mengikuti Sunnah Rasul berarti ia telah tha’at kepada Rabb-nya. Dan kecintaan dan ampunan Allah Ta’ala akan menjadi miliknya.
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Maidah: 31).
Mencermati ayat-ayat di atas membuat kita mulai introspeksi diri. Dari semua kriteria orang-orang yang dicintai Allah Ta’ala kita masuk di golongan yang mana? Apakah semua kriteria telah kita tepati, atau ada kriteria yang masih dalam proses alias sedang diupayakan, atau ada kriteria yang belum ada pada diri kita atau malah belum ada sama sekali? Semua kriteria golongan orang-orang yang dicintai Allah Ta’ala saling terkait satu sama lain. Untuk menjadi orang yang baik maka harus bertaqwa, sabar, bertawakkal hanya kepada Allah Ta’ala, berlaku adil, berjuang di jalan Allah Ta’ala, membersihkan diri dan bertaubat. Semua itu harus kita jalankan dengan mengikuti Sunnah Rasulullah. Lalu darimana kita memulainya? Bagaimana caranya agar saat ini juga, detik ini pula kita sudah termasuk orang-orang yang dicintai Allah Ta’ala? Jika sebagian dari kriteria diatas masih dalam upaya, atau kita belum mampu mencapainya, maka yang bisa kita lakukan saat ini juga detik ini pula untuk mendapatkan cinta Allah Ta’ala adalah membersihkan diri dengan beristighfar, mengakui segala kesalahan dan dosa kita, kemudian bertaubat dengan taubatannasuha. Mudahkan? Subhanallaah… begitu agungnya Rahmat Allah Ta’ala pada hamba-Nya sehingga untuk meraih cinta-Nya bisa dengan hal yang sangat mudah. Insya Allah…
💦💦
Astaghfirullaaha wa atuubu ilaih…
Mencintai siapa yang dicintai oleh yang dicintai.
Mencintai apa-apa yang dicintai oleh yang dicintai.
Membenci apa-apa yang dibenci oleh yang kita cintai (Allah).
Nah loh, ngerti gak tuh? Mudah-mudahan gampang dipahami ya. Singkatnya begini, kalau kita cinta kepada Allah SWT, maka sudah sepatutnya kita juga mencintai siapa-siapa dan apa-apa yang Allah SWT cintai. Juga membenci apa-apa yang Allah SWT benci. Analogi sederhananya adalah pernikahan. Kita menikah dengan istri/suami kita, tentu secara tidak langsung kita juga harus mencintai keluarganya, bukan?
Waduh, jadi panjang juga nih tulisan. Yaudah deh, cukup sekian dan terima kasih. Semoga pembicaraan kita tentang cinta kali ini dapat memberi manfaat positif dan menjadikan kita hamba-Nya yang penuh cinta kepada-Nya, serta istiqamah dalam membuktikan cintanya.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Ferlis
Assalamu'alaikum wr.wb.
Ustadzah bagaimana caranya benar" bertawaqal sama Allah dan saya baru saja berhijrah, kadang hati ini masih plinplan bunda??
🌹Jawab:
1. Mengenal Allah dengan nama-namanya yang indah
Barangsiapa mengenal dan yakin bahwa Allah swt sebagai Rahman (Maha Pengasih), Rahim (Maha Penyayang), ‘Aziz (Maha Perkasa), Hakim (Maha Bijaksana), Hayy (Maha Hidup), Qayyum (Maha Berdiri Sendiri)… maka ia akan terdorong untuk bertawakkal kepada-Nya. Oleh karena itu, Al-Quran sering mengaitkan perintah tawakkal dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah di atas. Yang paling banyak adalah Ismul Jalalah الله, nama yang mengandung segala kesempurnaan, seperti dalam firman-Nya:
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran (3): 159).
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Al-Maidah (5): 23).
“Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (Al-Maidah (5): 89).
Tawakkal juga dikaitkan dengan Ar-Rahman dimana rahmat-Nya yang maha luas tidak akan menyia-nyiakan siapapun yang bertawakkal kepada-Nya:
“Katakanlah: “Dia-lah Allah yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata”. (Al-Mulk (67): 29).
Tawakkal juga dikaitkan dengan Al-Aziz (akan mulia dan tidak akan hina sedikitpun orang yang bergantung kepada-Nya, Ar-Rahim (rahmat Allah bagi yang bertawakkal kepada-Nya), Al-Hakim (tidak akan diabaikan siapun yang percaya dengan kesempurnaan kebijaksanaan dan perencanaan-Nya):
“Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (Asy-Syuara (26): 217).
“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Anfal (8): 49).
Tawakkal juga dikaitkan dengan Al-Hayy dimana orang yang bergantung kepada makhluk berarti ia bergantung kepada sesuatu yang akan mati sewaktu-waktu, dan beruntunglah orang yang hanya bergantung kepada Allah:
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.”(Al-Furqan (25): 58).
Percaya penuh kepada Allah SWT.
Tsiqah kepada Allah adalah tsamarah (buah) dari ma’rifatullah, seperti tsiqah Ummi Musa melaksanakan tuntunan Allah swt:
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah mia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (Al-Qashash (28): 7).
Dalam ayat ini ibunda Musa diberi dua perintah, dua larangan dan dua janji: perintah untuk menyusui dan meletakkan bayinya di sungai Nil, larangan jangan takut dan jangan sedih, dan janji akan dikembalikan-Nya Musa kepadanya dan akan dijadikan-Nya salah seorang nabi. Semua perintah, larangan dan janji dari Allah swt ini amat diyakini oleh ibu Musa alaihimassalam dan ia taati semuanya dengan penuh tawakkal.
Seorang mujahid di masa-masa keemasan Islam pernah ditanya: Siapa yang akan mencukupi anak-anakmu sepeninggalmu?” Dengan penuh tsiqah ia menjawab:
عَلَيْنَا أَنْ نُجَاهِدَ فِي سَبِيْلِهِ كَمَا أَمَرَنَا، وَعَلَيْهِ أَنْ يَرْزُقَنَا كَمَا وَعَدَنَا!
“Tugas kita adalah berjihad di jalan-Nya seperti perintah-Nya, dan menjadi urusan-Nya memberi rizki kepada kita sesuai janji-Nya.”
Dikisahkan juga bahwa istri salah seorang mujahid dari kaum salaf pernah ditanya: “Dari mana engkau dan anak-anakmu hidup sesudah kepergian suamimu?” Dengan penuh tsiqah ia menjawab: “Sejak aku menikah dan mengenal suamiku, aku tahu ia hanyalah orang yang mengkonsumsi rizki, dan bukan pemberi rizki, bila pemakan rizki pergi maka Pemberi rizki tetap Kekal Abadi.”
*Mengenal diri dan kelemahannya*
Motivator ketiga untuk bertawakkal adalah pengenalan manusia terhadap kelemahan dirinya dalam banyak hal: kelemahan fisik, keterbatasan ilmu, dan dilahirkan tanpa pengetahuan apapun.
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (An-Nisa (4): 28).
“Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?”(Maryam (19): 67)
Dari sinilah manusia beriman yakin bahwa tidak ada daya dan upaya kecuali bersama Allah yang telah menciptakan dan mengajarkan, dan memenuhinya dengan semua nikmat lahir dan batin. Perasaan ini memotivasi seseorang untuk menyandarkan dirinya yang lemah, faqir, dan jahil kepada Yang Maha Kuat dan Berkuasa, Maha Kaya dan Maha Mengetahui. Seorang mu’min tidak ingin jauh dari Allah meskipun sekejap mata, ia tidak merasa tentram kalau dirinya lemah dibiarkan oleh Allah swt:
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو، فَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ (رواه أبو داود وأحمد وابن حبان)
“Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang kuharap, maka janganlah engkau serahkan aku kepada diriku sendiri meski sekejap, perbaiki semua urusanku, tidak ada ilah selain Engkau.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Hibban).
Rasulullah saw mengajarkan kepada putri tercintanya Fathimah Az-Zahra sebuah doa yang mengungkapkan kelemahan dan kebutuhan diri kepada Allah seraya bersabda:
مَا يَمْنَعُكِ أَنْ تَسْمَعِي مَا أُوْصِيْكِ بِهِ: أَنْ تَقُولِي إِذَا أَصْبَحْتِ وَإِذَا أَمْسَيْتِ: يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ! أَصْلِحْ لِي شَأْنِيَ كُلَّهُ، وَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ (رواه الحاكم في المستدرك وصححه على شرط الشيخين ووافقه الذهبي)
“Tidak ada yang menghalangimu untuk mendengar pesanku kepadamu, ucapkanlah setiap pagi dan petang: “Wahai Yang Maha Hidup, wahai Yang berdiri sendiri, hanya dengan rahmat-Mu aku meminta dengan menghiba: Perbaikilah semua urusanku, dan jangan Engkau serahkan aku kepada diriku sendiri walau sekejap.”
(HR. Hakim dalam Al-Mustadrak, beliau mensahihkannya sesuai syarat Bukhari & Muslim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
0⃣2⃣ Sri
Bunda.. melakukan semua yang bunda paparkan di atas tentunya tidaklah mudah apalagi dengan ilmu yang minim dan masih awam..
Bagaimana cara mengoptimalkan fungsi nikmat yg Allah ta'ala karuniakan (lahiriah dan bathiniah) supaya tidak merugikan dri sendiri dan orang lain. karena terkadang kita sudah merasa maksimal melakukan hal" yang insyaallah di ridhoi Allah tetapi masih jauh dari sifat tawadlu bahkan masih merasa futur?
🌹Jawab:
Kata syukur diambil dari bahasa arab, *asy-syukr* yang berarti membuka dan menunjukkan (transparan and show). Sedangkan secara istilah syariat ialah menunjukkan kebaikan Allah (sebagai pemberi nikmat) dan menggunakan nikmat itu untuk pekerjaan yang direkomendasikan-Nya. Sebagaimana perkataan Nabi Sulaiman yang terdapat dalam Surat An- Naml ayat 40 yang berbunyi “… Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”
Lawan dari kata syukur adalah kufur. Kufur menurut bahasa arab diambil dari kata kafara yang artinya menutupi. Berarti secara istilah syariat, kufur ialah menutupi kebaikan Allah (sebagai pemberi nikmat) dan tidak menggunakan nikmat itu untuk pekerjaan yang direkomendasikan-Nya atau mendustakan Allah sebagai pemberi nikmat. Allah menjelaskan hal ini melalui perkataan Qarun yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Qoshosh ayat 78, Qarun berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberikan harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Sehingga jika syukur itu diartikan membanggakan Allah, maka kufur itu membanggakan diri atau kelompok. Jika syukur berarti menggunakan nikmat sesuai rekomendasi Allah maka kufur ialah menggunakan nikmat sesuai rekomendasi selera diri atau kelompok. Maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa syukur berarti menunjukkan kebaikan Allah sebagai pemberi rizki dan menggunakan apa yang Allah berikan sesuai rekomendasi-Nya dan lawan kata dari syukur ialah kufur yang memiliki arti kebalikan dari pengertian syukur diatas.
Banyak kekeliruan yang terjadi di masyarakat dalam memahami syukur ini. Masyarakat menganggap syukur itu berpesta pora sehingga ketika mengadakan walimah pernikahan sebagai bentuk rasa syukur mereka menyelenggarakan walimah yang mewah, dengan anggaran yang luar biasa. Ada juga yang melakukan ritual membuang hasil panen yang berlimpah ke laut sebagai ungkapan rasa syukur. Padahal jelas ini merupakan tindakan mubazir yang sangat bertentangan dengan bersyukur. Ada lagi yang bersyukur dengan membanggakan kemampuan dirinya, menganggap semua terjadi atas kemampuan dan kehebatan dirinya sehingga ia bebas bertindak semaunya. Dan banyak lagi kesalahpahaman masyarakat dalam bersyukur. Lantas bagaimana cara bersyukur yang benar?
Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk bersyukur. Terdapat banyak dalil untuk perintah syukur ini salah satunya tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 152, “Maka bersyukurlah kalian dengan nama-Ku, lalu bersyukurlah kalian dengan nikmat-Ku, dan janganlah kalian kufur.” Dalam Ilmu Tasawuf dijelaskan, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengungkapkan rasa syukur. Selalu tanamkan keyakinan bahwa semua nikmat yang kita dapatkan datangnya dari Allah. Atas izin Allah. Sehingga tidak terlintas sedikitpun dalam pikiran untuk membanggakan diri. Selalu memuji Allah karena kuasa-Nya dan keMaha Besaran-Nya karena dapat mengatur segala apa yang terjadi di langit ataupun di bumi. Yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Sebagaimana yang terdapat dalam Surat Al-An’am : 45, “terputuslah usaha pelaku kezaliman dan segala puji hanya milik Allah, Tuhan Semesta Alam”. Selain itu kita dapat bersyukur melalui perbuatan/amal dengan cara mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu yang sudah dimiliki. Seperti membuat karya atas ilmu yang sudah diperoleh, menjadi tenaga pendidik, menjadi relawan di daerah terpencil, sehingga ilmu yang didapat tidak terputus sampai di kita saja. Tapi tersebar luaskan sehingga akhirnya banyak orang yang tahu. Kemudian yang sudah mengetahui menyebarluaskan kembali dengan berbagai cara yang dapat dilakukan. Begitu seterusnya. Hingga akhirnya ilmu itu dapat diketahui oleh semua masyarakat dari berbagai golongan. Kita juga dapat beramal secara continue sebagai salah satu cara bersyukur. Melakukan amal yaumiah secara rutin terus menerus. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori berikut, “Kekhasan Nabi SAW adalah bangun malam untuk shalat malam yang panjang hingga telapaknya membengkak. Jika ada yang bertanya maka beliau menjawab : “Aku ingin menjadi Hamba yang bersyukur dengan cara ini.” Subhanallah, padahal kita sudah mengetahui bersama bahwa Rasul itu ma’sum dan terjamin masuk surga kelak. Tapi jaminan tersebut tidak membuatnya menjadi lalai bahkan semakin membuatnya giat beribadah sebagai ungkapan rasa syukurnya. Yang terakhir, kita dapat berhati-hati dalam menggunakan nikmat-Nya dan tidak menyalahgunakannya karena kelak nikmat tersebut akan diminta pertanggung jawabannya. Hal ini terdapat dalam Surat At-Takatsur:8, “Pada hari kiamat nanti, setiap nikmat yang telah digunakan akan diminta pertanggung jawabannya,”
Kemudian apa yang akan didapat setelah bersyukur? Selain Allah memerintahkan kita untuk bersyukur, bersyukur dapat menjadi penyebab bertambahnya nikmat dari Allah. Bersyukur dapat pula menjadi jalan untuk dicintai Allah. Selain itu jika kita bersyukur, Allah akan menghindarkan kita dari azab dunia dan akhirat. “Kami kirimkan azab berupa angin yang menimpakan batuan membara kepada kaum Luth. Dan Kami selamatkan mereka yang beriman, begitulah Kami membalas orang-orang yang bersyukur.” (Qs. Al-Qomar:34-35).
Dan terakhir, dengan bersyukur Allah akan mengangkat derajat di sisi-Nya. Ini terdapat di surat An-Naml:40 ”Seseorang yang bersyukur, sesungguhnya akan diangkat derajatnya.”
0⃣3⃣ Devi
Assalamualaikum.. bunda, ijin bertanya.. tadi sudah dijelaskan oleh bahwa jika kita ingin dicintai Allah ada banyak hal yg harus kita lakukan, sperti bersabar, bertawakal, berjihad,dll. Apakah satu poin saja dari hal tersebut dapat membuat kita dicintai oleh Allah?
Bagaimana cara kita memahami kasih sayang Allah pada kita?
Karena kita sebagai manusia terkadang masih saja berbuat dosa.
jazakillahu khairan katsiron..
🌹Jawab:
Antara sabar dan tawakal saling berkaitan jadi tidak bisa dipisahkan. Dengan bertawakal kita bisa menjadi sabar dan siap berjihad tanpa harus disuruh karena sudah Cintanya kepada Allah.
Adapun cirri-ciri dicintai Allah, diantaranya:
1. Dikabulkan doanya dan dicintai oleh para makhluk Allah dibumi, sebagaimana dalam hadis: “Bila Allah mencintai seorang hamba maka Dia menyeru Jibril: Sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia, maka Jibrilpun mencintainya, lalu Jibril menyeru penduduk langit: Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah ia, maka merekapun mencintainya, lalu ditentukan baginya sikap menerima (dan cinta dari penduduk) dibumi”. (HR Bukhari).
2. Selalu memberikannya taufiq dan rahmat untuk selalu terjauhkan dari fitnah dunia, harta dan ketenaran. Qatadah bin Nu’man berkata: “Bila Allah mencintai seseorang maka Dia menghalanginya dari (fitnah) dunia”. (HR Al-Hakim).
3. Selalu bertaubat dan mensucikan diri dari dosa setiap kali terjatuh dalam dosa dan maksiat. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri”. (QS Al-Baqarah: 222)
4. Selalu diuji oleh Allah dengan berbagai musibah padahal ia adalah orang yang shalih dan selalu bersabar atas musibah tersebut. Dalam hadis shahih: “Bila Allah mencintai suatu kaum maka Dia memberikan mereka ujian (dengan berbagai musibah)”. (HR Ahmad). Dll.
0⃣4⃣ Mona
Mona bund..bagaimana saat kita sedang proses hijrah lalu ana ingin lebih dekat lagi sama Allah. Sehingga ana jadi lebih pendiam ke orang" bund.. itu gimna ya bund? Orang jadi ngerasa aku cuek bund?
🌹Jawab:
Setiap hamba pasti menginginkan untuk dicintai oleh Rabbnya. Sebagai seorang hamba tentunya kita ingin menapaki tingkatan dari yang mencintai Allah menjadi yang dicintai Allah. Lalu bagaimanakah agar kita bisa menjadi hamba yang dicintai oleh Allah?
*1. Mentadabburi Al–Quran dan Mengamalkannya*
Untuk menapaki cinta kepada Allah adalah membaca Al-Quran dengan khusyuk, disertai perenungan mendalam terhadap makna-makna yang terkandung di dalamnya dengan menghadirkan kesadarannya secara total bahwa kita sedang bermunajat kepada Allah. Inilah rahasia menuju cinta kepada Allah.
Setelah memahami makna-makna Al-Quran, maka kita harus mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengajarkannya kepada orang lain. Hidup dengan mempraktikkan pedoman dalam Al-Quran akan membuat hidup kita bermakna, karena selalu menapaki jalan kebajikan. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Usman bin Affan bahwa Rasulullah bersabda “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”.
*2. Mendekatkan Diri kepada Allah dengan Amalan-amalan Sunnah*
Ada dua golongan dari seorang hamba Allah yang beruntung. Pertama, yang mencintai Allah yaitu yang menjalankan amalan-amalan wajib. Kedua, yang dicintai Allah yaitu jika kita melakukan amalan-amalan sunnah setelah tuntas amalan wajib. Golongan inilah yang disebut Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah dengan “Kualitas diri yang sampai kepada kualitas yang dicintai Allah setingkat lebih tinggi setelah mencintai Allah”. Jika kita telah menuntaskan amalan wajib dan menambahnya dengan amalan sunnah maka kualitas diri kita meningkat menjadi “Yang dicintai Allah.”
*3. Mengingat Allah di dalam Hati, Lisan, dan Tindakan Sehari-hari*
Mengingat Allah adalah kesadaran diri akan Allah, baik hati, ucapan, maupun tindakan. Apabila kita mengingat Allah maka seorang hamba akan mendapatkan ampunan dan ridha-Nya. Allah berfirman “..Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al-Ahzab: 35). Jadi dengan mengingat Allah hidup menjadi lurus dan selaras dalam kebaikan. Mengingat Allah dalam hati, lisan, dan perbuatan adalah bekal untuk masuk surga dan menapaki tingkatan-tingkatan di dalamnya.
*4. Cinta kepada Allah membawa Cinta Kepada Seluruh Makhluk-Nya*
Ridha kepada Allah membawa diri kita pada ridha selain-Nya, maksudnya diri kita merasa ridha bahwa apa pun yang ada di alam semesta ini di bawah ketentuan Allah. Inilah ketentraman jiwa yang diperoleh dari keridhaan kepada-Nya. Ketentraman inilah yang dimilki oleh orang yang beriman dengan Ridho kepadanya.
*5. Merenungkan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah serta Berma’rifat terhadapNya*
Hamba yang beriman adalah orang yang mengenal Allah melalui nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Kemudian dia membenarkan Allah dalam pergaulannya sehari-hari, ikhlas niat dan tujuannya, serta tidak berperilaku melainkan dengan budi pekerti yang luhur.
Hamba yang mengimani sifat-sifat Allah dan kesadaran diri akan kesempurnan-Nya adalah pembangkit bagi hati untuk cinta kepada-Nya. Hati pasti akan selalu cinta kepada yang dikenalnya dan terus rindu untuk selalu bersama-Nya.
*6. Menyadari Kebaikan Allah dan Segala Kenikmatan dariNya*
Sebagai hamba senantiasa diliputi oleh segala kebaikan dari Allah. Segala kenikmatan, kasih sayang, dan segala hak dapat memenuhi perasaannya. Tidak ada yang memberikan kenikmatan dan kebahagiaan di dunia ini kepada kita selain Allah. Semua yang ada di alam semesta ini, pasti semuanya dariNya. Dengan demikian, tidak ada yang layak untuk dicintai dengan segala ketulusan selain Allah.
*7. Menyerahkan Diri Sepenuhnya Hanya kepada Allah*
Maksud menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah adalah kekhusyukan hati, penyerahan diri sepenuhnya, kesadaran diri sangat butuh kepada-Nya, dan menjaga etika menghamba kepada-Nya. Semua definisi tersebut menunjukkan bahwa hati adalah sumber dari praktik khusyuk yang kemudian mendisiplinkan tubuh.
*8. Bermunajat kepada Allah di Tengah Malam*
Allah memberikan sanjungan bagi siapa saja yang lambungnya jauh dari tempat tidur untuk berdoa dan bermunajat kepada Allah. Kita mendirikan shalat malam di mana shalat tersebut adalah seutama-utama shalat sunnah. Inilah praktik yang meningkatkan kualitas cinta kita kepada Allah. Kita bangun malam dan mendirikan shalat ketika orang-orang sedang terlelap tidur.
*9. Bersahabat dengan Para Pecinta Allah*
Disnilah Ibnu Al-Qayyim menjadikan interaksi dengan para pecinta Allah sebagai keniscayaan menuju cinta kepada Allah. Rasulullah bersabda “Allah berfirman, Cintaku menjadi keniscayaan bagi orang-orang yang mencintai-Ku. Cintaku menjadi keniscayaan bagi orang-orang yang mencintai-Ku. Cintaku menjadi keniscayaan bagi orang-orang yang mengunjungi-Ku.” (Hr. Ahmad).
Sesungguhnya cinta seorang muslim kepada saudaranya karena Allah adalah buah dari ketulusan iman dan budi pekerti yang luhur. Cinta tersebut dijaga oleh Allah dalam hati seorang hamba yang beriman, sehingga keimanan tersebut tidak melenceng ataupun melemah.
*10. Menjauhi Segala Hal yang Dapat Melalaikan Hati*
Jika kita ingin mencintai Allah, maka tidak ada pilihan bagi kita untuk senantiasa menjaga hati agar tetap bersih. Oleh karena itu mari menjaga hati dari segala sesuatu yang dapat melalaikan hati dengan senantiasa mengawasi dan membersihkan hati dari penyakit yang dapat membuatnya kotor.
Hati yang bersih adalah hati yang senantiasa menyadari bahwa Allah itu benar adanya, hari kiamat pasti kedatangannya, dan Allah pasti membangkitkan manusia dari kuburnya. Hati yang bersih adalah hati yang sehat. Sehatnya hati karena menaati perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga kita termasuk hamba yang memiliki hati yang bersih.
0⃣5⃣ Wandira
Bagaimana agar kita bisa menjalankan keistiqomahan yang bunda sebut diatas dalam rangka menjadi hamba yg dicintai Allah SWT. Karena sebagai makhluk yang dulu pernah lalai banyak hal yang harus diperbaiki untuk mencapai RidhoNya.
Syukron ustadzah 🙏😊
🌹Jawab:
Berikut ini 8 tips yang, insya Allah, bisa membantu kita untuk menjadi pribadi yang istiqomah baik dalam agama Islam, maupun dalam ketaatan.
*1. Memahami dan Mengamalkan Intisari Dua Kalimat Syahadat*
Apabila kita ingin terus berada dalam agama ini, yang harus kita perhatikan pertama kali adalah rukun Islam kita yang pertama, kedua kalimat syahadat. Ketika kita sudah bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, itu artinya kita juga mengikrarkan untuk tidak akan menambah sesembahan lain atau sekutu bagi Allah serta taat kepada perintah dan ajaran yang dibawa oleh utusan-Nya, Muhammad SAW.
*2. Memperbanyak Interaksi dengan Al-Quran*
Allah SWT menyebutkan, bahwasannya salah satu alasan kitab suci umat Islam ini diturunkan ialah untuk meneguhkan keimanan orang-orang yang sudah beriman serta menjadi petunjuk bagi mereka. Dia berfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Imam Ibnu Katsir mengatakan mengenai ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an itu adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”
Biasanya, orang-orang yang tidak istiqomah dalam agama ini adalah mereka yang kurang interaksi dengan al-Quran dan malah sering berinteraksi dengan orang kafir ataupun orang-orang liberal, sekuler dan sejenisnya.
*3. Mulai dari Amal-amal Sederhana*
Untuk menjadi pribadi yang istiqomah dalam beramal shalih, kita perlu membiasakan dari amal-amal yang sederhana seperti bersedekah (walaupun sedikit), membantu kawan, sholat dhuha dan lain lain. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwasannya amal yang paling dicintai Allah itu adalah amal-amal yang terus istiqomah walaupun sedikit.
Dari yang sedikit ini, sedikit demi sedikit ditingkatkan hingga menjadi amalan yang besar lagi istiqomah.
*4. Paksa Diri Memberikan Manfaat bagi Sesama*
Beramal shalih tidak hanya amal-amal yang berkaitan dengan diri sendiri, tapi harus juga bermanfaat bagi orang di sekitar kita. Sikap terlalu mementingkan diri sendiri, walaupun dalam kebaikan, serta tidak peduli dengan orang di sekitar kita justru tidak baik, karena itu artinya kita membiarkan saudara seiman kita berada dalam kesulitan, baik dunia maupun akhirat.
Oleh karena itu, diantara yang penting untuk dilakukan agar bisa terus istiqomah beramal shalih adalah selalu berusaha membuka celah kebaikan dengan memberikan manfaat kepada saudara kita, walaupun mungkin kecil di mata kita, bisa jadi besar di mata orang yang kita bantu tersebut.
*5. Tingkatkan Keyakinan*
Adanya Balasan di Akhirat
Allah SWT selalu memiliki cara untuk memotivasi hamba-Nya agar giat beribadah. Terkadang, motivasi itu dalam bentuk balasan di dunia yang bisa kita rasakan langsung. Akan tetapi, bisa juga balasan dari amal shalih kita Allah simpan sebagai balasan di akhirat. Untuk tetap istiqomah dalam beramal, kita harus mempercayai bahwa setiap amal baik kita pasti memiliki balasan tersendiri sebagaimana yang Allah janjikan di berbagai ayat dan hadits-hadits Nabi-Nya.
Demikian pula apabila kita mulai futur dan ingin kembali melakukan kemaksiatan, ingatlah keburukan yang akan menimpa kita di akhirat nanti. Apabila itu terlalu menakutkan, maka cukup ingat bahwa Allah akan memberikan balasan besar bagi orang-orang yang mau meninggalkan kemaksiatan karena Allah.
*6. Memiliki Kawan dalam Kebaikan*
Dalam beristiqomah, kadang kita memerlukan kawan yang terus mengingatkan kita mengenai amal-amal shalih atau bisa kita jadikan teladan dalam beramal. Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah: 119).
Demikian pula Nabi Muhammad SAW menyampaikan pentingnya sahabat dalam kebaikan;
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَو تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”
*7. Membaca Kisah Orang-orang Shalih*
Diantara yang bisa memotivasi kita untuk senantiasa beramal dengan istiqomah adalah membaca kisah orang-orang yang shalih dan meneladani sikap mereka dalam beramal agama. Ini juga yang menjadi alasan mengapa Allah banyak memberikan kisah-kisah orang shalih dan para nabi di dalam Al-Qur’an. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11)
*8. Perbanyak Do’a Memohon Pertolongan dari Allah*
Diantara sifat khas orang beriman ialah selalu memohon dan berdo’a kepada Allah agar diberi keteguhan pada kebenaran. Disebutkan di Al-Qur’an, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’alaberfirman,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148).
0⃣6⃣ Atik
Apakah kita perlu memperbaharui taubat kita setiap hari? Dengan sholat taubat dll. Atau Bagaimana sebaiknya?
🌹Jawab:
Pertama, karena manusia pasti berdosa.
Karena dosa adalah penghalang antara kita dan Sang Kekasih (Allah swt), maka lari dari hal yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.
Dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti segera menjauh darinya.
Jika ada manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk melakukannya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan melakukan dosa, pasti ia pernah lalai dari mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah lalai mengingat Allah, pastilah ia tidak akan mampu memberikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu adalah kekurangan yang harus ditutupi dengan taubat.
Kedua, karena Allah swt memerintahkan kita bertaubat,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” At Tahrim:8
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” An Nuur:31
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang Telah ditentukan dan dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” Hud:3
Ketiga, karena Allah mencintai orang yang bertaubat,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” Al Baqarah:222
Keempat, karena Rasulullah saw senantiasa bertaubat
Padahal beliau seorang nabi yang ma’shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda : “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari). Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa beliau beristighfar seratus kali dalam sehari.
*Syarat-Syarat Taubat*
Penyesalan dari dosa karena Allah. Berhenti melakukannya. Bertekad untuk tidak mengulanginya di masa datang. Dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum matahari terbit dari barat.Jika dosa berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu: melunasi hak orang tersebut, atau meminta kerelaannya, atau memperbanyak amal kebaikan.
*Dosa Kecil Menjadi Besar di Sisi Allah*
Pertama, jika dilakukan terus menerus,
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” Ali Imran:135
Dosa besar yang hanya dilakukan sekali lebih bisa diharapkan, pengampunannya dari pada dosa kecil yang dilakukan terus menerus.
Kedua, jika seorang hamba meremehkannya.
Setiap kali seorang hamba menganggap besar sebuah dosa niscaya akan kecil di sisi Allah, dan setiap kali ia menganggap remeh sebuah dosa niscaya akan menjadi besar di sisi-Nya.
Abdullah bin Mas’ud ra berkata : “Seorang mukmin memandang dosanya bagaikan gunung yang akan runtuh menimpa dirinya, sedangkan seorang pendosa menganggap dosanya seperti seekor lalat yang menclok di hidungnya, cukup diusir dengan tangannya.” (Bukhari-Muslim).
Bilal bin Sa’ad rahimahullah berkata : “Jangan kamu memandang kecilnya dosa, tapi lihatlah kepada siapa kamu berbuat dosa itu”
Ketiga, jika dilakukan dengan bangga atau minta dipuji,
Seperti seseorang yang mengatakan : “Lihat, bagaimana hebatnya saya mempermalukan orang itu di depan umum!?” Atau seperti ucapan seorang pedagang : “Lihat, bagaimana saya bisa menipu pembeli itu!?”
Keempat, jika seseorang melakukan dosa tanpa diketahui orang lain lalu ia menceritakannya dengan bangga kepada orang lain.
Rasulullah saw bersabda : “Setiap ummatku selamat kecuali orang-orang yang terang-terangan berlaku dosa. Dan diantara perbuatan terang-terangan melakukan dosa ialah jika seseorang berdosa di malam hari sementara Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi hari ia merobek tirai penutup itu sambil berkata : “Hai Fulan, semalam aku melakukan ini dan itu.” (Bukhari-Muslim).
Kelima, jika yang melakukannya seorang alim yang menjadi panutan.
Karena apa yang ia lakukan dicontoh oleh orang lain. Ketika ia melakukan dosa, maka ia juga mendapatkan dosa orang yang mencontohnya. Rasulullah bersabda : “…dan barang siapa memberi contoh keburukan dalam Islam maka baginya dosa perbuatan itu dan juga dosa orang yang mencontohnya setelah itu tanpa dikurangi sedikitpun dosa itu dari pelakunya.” (Muslim).
*Jangan Menunda-Nunda Taubat*
Bersegera bertaubat hanya dilakukan oleh mereka yang berakal sehat. Orang-orang yang menunda taubat ibarat seseorang yang ingin mencabut pohon yang mengganggu, namun karena merasa sulit mencabutnya ia menundanya hingga esok atau lusa, atau minggu depan, atau … tanpa ia sadari bahwa semakin hari akar pohon itu makin menghunjam di tanah, sedangkan ia semakin tua dan lemah.
Jangan menunda-nunda taubat karena mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt. Orang seperti itu ibarat seorang laki-laki yang menghabiskan seluruh hartanya dengan sia-sia dan meninggalkan keluarganya dalam kefakiran, lalu ia mengharapkan harta karun datang kepadanya tanpa bekerja. Mungkin harta karun itu ada, tapi orang ini jelas kurang sehat akalnya.
Mengapa kita dapat berpikir logis dalam masalah keduniaan namun tidak demikian dalam urusan akhirat? Allahu a’lam
0⃣7⃣ Rikka
1. Bagaimana cara kita mengetahui bahwa tobat kita diterima Allah SWT ??
2. Bagaimana cara kita supaya bisa jauh dari 'tobat sambal ' ? Maksudnya ketika kita melakukan sesuatu yang salah dan kita menyadari lalu kita bertobat tapi kemudian hari tanpa sadar kita melakukannnya lagi 🙏🏾
🌹Jawab:
1. Ada dua macam dosa. Dosa pada manusia dan dosa pada Allah. Dosa kepada manusia harus meminta maaf pada manusia terkait. Sedang dosa pada Allah harus bertaubat pada Allah.
Kewajiban seorang manusia setelah melakukan perbuatan dosa pada Allah adalah bertobat mohon ampun pada-Nya dengan menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Tidak ada tanda khusus apakah saat Allah mengampuni dosa kita kecuali rasa tenang dalam hati. Karena bertaubat itu adalah perbuatan baik dan perbuatan baik akan membuat pelakunya berhati tenang.
Nabi bersabda dalam sebuah hadis hasan riwayat Ahmad bin Hanbal dan Darimi:
البر ما اطمأنت إليه النفس واطمأن اليه القلب ، والإثم ما حاك في النفس وتردد في الصدر ، وإن أفتاك الناس وأفتوك
Artinya: Kebaikan adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hati tenang. Sedang dosa adalah perbuatan yang menetap di jiwa dan membuat hati goncang. Walaupun manusia menganggapmu tidak melakukannya.
Dalam hadits lain riwayat Muslim Nabi bersabda:
الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
Artinya: Kebaikan adalah akhlak yang baik. Sedang dosa adalah sesuatu yang membuat hati guncang dan bimbang dan kamu tidak suka orang lain mengetahuinya.
Dari kedua hadits di atas secara implisit dapat disimpulkan bahwa apabila kita bertaubat dengan sungguh-sungguh dari perbuatan dosa dan kita merasakan kedamaian hati, maka itulah salah satu tanda taubat kita diterima.
Selain itu, tanda diterimanya taubat adalah kita tidak lagi melakukan dosa serupa di masa datang.
2. Kalau Anda bertaubat nasuha, dengan penuh penyesalan dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi, maka insyaallah taubat Anda diterima. Allah Maha Pengampun terhadap hambaNya yang benar-benar bertaubat.
Jadi, salah satu tanda taubat yang diterima adalah saat orang tersebut tidak mengulangi dosa yang sama.
0⃣8⃣ Sofie
Izin tanya mba hanny... 💌
Ketika kita memberi makan kepada hewan peliharaan, biaya yang memang disiapkan untuk hewan tersebut. Apa itu termasuk ke dalam menafkahkan hartanya, karena mencintai apa² yang dicintai oleh yang di cintai ( Allah)..!!!
Jazakillah khair ustadzah💐
🌹Jawab:
Memelihara dan merawat hewan dengan menyediakan uang itu termasuk kita bersedekah kepada hewan karena kita memperhatikan kebutuhan dari hewan tersebut. Jika kita melakukan dengan ikhlas insyaa allah bernilai ibadah dan mendapat pahala dari Allah kepada yang memelihara dan merawat hewan tersebut.
0⃣9⃣ Rima
Jika kita sudah berusaha melakukan semua yang dicintai Allah.
1. Namun kita masih saja merasa Allah selalu menguji kita jadi kapankah nikmatnya di cintai Allah akan kita rasakan?
2. Kenapa Allah memberi kita rasa cinta kepada yang tak seharusnya kita Cintai?
🌹Jawab:
1. Nikmat Fitriyah
Nikmat Fitriyah adalah nikmat yang ada pada diri kita atau personal kita. Misal: Allah memberikan kita hidup ini, tangan, kaki, wajah yang menawan, mata, telinga dan anggota tubuh yang lain. Ini wajib kita syukuri. Dan janganlah angkuh seandainya kita diberikan rupa yang menarik. Syukurilah bahwa itu nikmat yang diberikan oleh Allah semata-mata untuk hak-hal kebaikan.
2. Nikmat Ikhtiyariyah
Nikmat ini berupa nikmat yang kita peroleh atas usaha kita.
Misalnya: Harta yang banyak, Kedudukan yang tinggi, Ilmu yang banyak, Pengaruh yang besar, Posisi, Jabatan, Tanah, Mobil dan lain-lain yang kita peroleh atas usaha kita. Nikmat ini harus kita syukuri. Sedekahkan harta yang kita miliki dan pergunakan ke jalan yang diridhoi Allah. Jika menjadi pemimpin dengan jabatan yang tinggi, jangan kita salah gunakan jabatan tersebut, karena itu semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
3. Nikmat Alamah
Nikmat alam sekitar kita. Kita tidak bisa hidup jika Allah tidak memberikan nikmat alamiah ini. Misalnya: Air, Udara, Tanah dan lain-lain.
Mari kita syukuri semua ini dengan menjaga alam ini dari kerusakan. Menjaga udara dari pencemaran, banyak-banyak menanam pohon dan lain-lain.
4. Nikmat Diiniyah
Nikmat Diiniyah adalah nikmat Agama Islam. Nikmat Iman. Bayangkan jika kita terlahir bukan dari rahim seorang muslimah? Mungkin saat ini kita menjadi kafir. Maka syukurilah nikmat-nikmat diin yang diberikan Allah kepada kita dengan menjalankan perintah-perintah agama serta menjauhi larangan Allah SWT.
5. Nikmat Ukhrowiyah
Nikmat Ukhrowi adalah nikmat akhirat. Nikamt inilah yang akan kita petik nanti jika telah dihisab di yaumil mahsyar.
Nikmat ini tergantung dari apa yang kita perbuat didunia ini. Jika semua nikmat diatas telah kita terima dan kita syukuri dengan baik, maka nikmat ukhrowi ini yang akan kita dapatkan dan rasakan jika nanti sudah di alam akhirat.
Harus kita sadari bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Ada batas waktu yang telah ditentukan Allah dan jika telah tiba waktunya kita semua akan mati. Begitu juga nikmat yang diberikan Allah adalah bukan milik kita melainkan titipan semata. Maka sudah sepantasnyalah kita menjaga dan bersyukur atas "titipan" itu karena suatu saat itu semua akan dikembalikan kepada Allah SWT.
*BEBERAPA NIKMAT CINTA ALLAH LAINNYA :*
1. Diberikan anggota tubuh yang lengkap.
Sebagian besar orang baru menyadari kenikmatan ini setelah dikurangi oleh Allah. Nikmat anggota badan ini, akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
2. Diberikan Kesehatan. Nikmat ini tidak bisa dinilai dengan uang. Jika kita sakit, berlembar-lembar uang kita keluarkan. Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia lupa : *Sehat dan Waktu Luang.*
3. Nikmat Harta.
Orang yang bersyukur kepada Allah akan menggunakan harta sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Nikmat Keamanan.
Orang yang tidak mencampurkan keimanan dan kedholiman maka baginya ‘keamanan’.
Dengan nikmat keamanan ini, kita bisa beribadah ataupun menuntut ilmu dengan perasaan tenang.
5. Hidayah beragama Islam dan nikmat iman. SUBHAANALLAH !!, ini adalah nikmat yang paling besar. Mengapa demikian? Karena dengan nikmat ini kita bisa membedakan kejahatan dan kebaikan, mana yang diperbolehkan oleh agama atau manakah yang tidak diperbolehkkan.
2. Kadang apa yang kita benci akan berbalik menjadi Cinta karena Allah yaang mampu membolak balikkan hati manusia. Tinggal kita mensyukurinya segala apa yang telah Allah berikan kepada manusia.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSiNG STaTeMeNT💎
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.
Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
[QS. 2: 165]
Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu Cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. [QS. 9: 24]
Allahua’lam…
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎PeNuTuP💎
Marilah kita tutup dengan membaca
Hamdalah
الْحمد لّله رب الْعالميْن
Istighfar
أسْتغْفر الّله الْعظيْم
Doa kafaratul majelis
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaailaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.
آمينَ.. آمينَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ..
Kata" yg benar datangnya dari Allah, Dan yg salah dari ana sendiri,, Nuring mewakili Trio BS mohon maaf lahir bathin.
Assalamu'alaikuum warahmatullahi wabarakaatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar