Selasa, 11 Juli 2017

Kisah Perang Tabuk



OLeh : Ustadz Khairuddin Tanjung

Kisah Perang Tabuk ini sangat mengharukan.
Maka hendaklah kita memuliakan semua tokoh yang ada dikisah ini. *Karena semua sahabat nabi yang ikut perang Tabuk adalah veteran perang Badar. Semua sahabat nabi yang ikut perang Badar dijamin masuk surga oleh Allah SWT*. Maka mereka digelar radiallahu anha untuk wanita radiallahu anhu untuk lelaki.
Karena ini kisah orang-orang pilihan yang mulia baik di dunia maupun akhirat. Maka harus kita hadirkan atau munculkan: _Rasa memuliakan dan mengagungkan, Rasa membenarkan dan menyakini, Rasa berkesan dalam hati. Niat amal dan sampaikan._
🌺 Bgaimana hadirin sudah siap kita mulai...?
🌴 In syaa Allah....siap Ustadz.
*Bismillahirohmanirohim*
📝 *Kisah Ka’ab bin Malik Dalam Perang Tabuk*
Pada perang Tabuk, ada beberapa sahabat yang tidak berangkat berperang. Salah satu di antara mereka adalah Ka’ab bin Malik. Marilah kita dengarkan cerita Ka’ab yang menunjukkan kejujuran imannya, usai turunnya pengampunan Allah atas dosanya.
🌺🌺🌺
Aku sama sekali tidak pernah absent mengikuti semua peperangan bersama Rasululah SAW, kecuali dalam perang Tabuk. Perihal ketidak ikut sertaanku dalam perang Tabuk itu adalah _karena kelalaian diriku terhadap perhiasan dunia,_ ketika itu keadaan ekonomiku jauh lebih baik daripada hari-hari sebelumnya. Demi Allah, aku tidak pernah memiliki barang dagangan lebih dari dua muatan onta, akan tetapi pada waktu peperangan itu aku memikinya.
Sungguh, tidak pernah Rasullah SAW, merencanakan suatu peperangan melainkan beliau merahasiakan hal itu, kecuali pada perang Tabuk ini. Peperangan ini, Rasulullah SAW lakukan dalam kondisi panas terik matahari gurun yang sangat menyengat, menempuh perjalanan nan teramat jauh, serta menghadapi lawan yang benar-benar besar dan tangguh. Jadi, rencananya jelas sekali bagi kaum muslimin untuk mempersiapkan diri masing-masing menuju suatu perjalanan dan peperangan yang jelas pula.
🌺🌺🌺
Rasulullah SAW. mempersiapkan pasukan yang akan berangkat. Aku pun mempersiapkan diri untuk ikut serta, tiba-tiba timbul pikiran ingin membatalkannya, lalu aku berkata dalam hati, _“Aku bisa melakukannya kalau aku mau...!”_ Akhirnya, aku terbawa oleh pikiranku yang ragu-ragu, hingga para pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah.
Aku lihat pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah, maka timbul pikiranku untuk mengejar mereka, toh mereka belum jauh. Namun, aku tidak melakukannya, kemalasan menghampiri dan bahkan menguasai diriku. Tampaknya aku ditakdirkan untuk tidak ikut, akan tetapi sungguh aku merasakan penderitaan batin sejak Rasulullah SAW meninggalkan Madinah.
Bila aku keluar rumah, maka di jalan-jalan aku merasakan keterkucilan diri sebab aku tidak melihat orang kecuali orang-orang yang diragukan keislamannya. Merekalah orang-orang yang sudah mendapatkan rukhshah atau izin Allah Ta’ala untuk uzur atau kalau tidak demikian maka mereka adalah orang-orang munafik. Padahal, aku merasakan bahwa diriku tidak termasuk keduanya.
🌺🌺🌺
Konon, Rasulullah SAW tidak menyebut-nyebut namaku sampai ke Tabuk. Setibanya di sana, ketika beliau sedang duduk-duduk bersama sahabatnya, beliau bertanya; _“Apa yang dilakukan Ka’ab bin Malik...?”_
Seorang dari Bani Salamah menjawab; _“Ya Rasulullah, ia ujub pada keadaan dan dirinya...!”_
Mu’az bin Jabal menyangkal, _“Buruk benar ucapanmu itu! Demi Allah, ya Rasulullah, aku tidak pernah mengerti melainkan kebaikannya saja...!”_
Rasulullah SAW hanya terdiam saja.
Beberapa waktu setelah berlalu, aku mendengar Rasulllah SAW kembali dari kancah jihad Tabuk. Ada dalam pikiranku berbagai desakan dan dorongan untuk membawa alasan palsu ke hadapan Rasulullah SAW, bagaimana caranya supaya tidak terkena marahnya?
Aku minta pandapat dari beberapa orang keluargaku yang terkenal berpikiran baik. Akan tetapi, ketika aku mendengar Nabi SAW segera tiba di Madinah, lenyaplah semua pikiran jahat itu. Aku merasa yakin bahwa aku tidak akan pernah menyelamatkan diri dengan kebatilan itu sama sekali.
Maka, aku bertekad bulat akan menemui Rasulullah SAW dan mengatakan dengan tidak sebenarnya.
🌺🌺🌺
Pagi-pagi, Rasulullah SAW memasuki kota Madinah. Sudah menjadi kebiasaan, kalau beliau kembali dari suatu perjalanan, pertama masuk ke masjid dan shalat dua rakaat. Demikian pula usai dari Tabuk, selesai shalat beliau kemudian duduk melayani tamu-tamunya. Lantas, berdatanganlah orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk dengan membawa alasan masing-masing diselingi sumpah palsu untuk menguatkan alasan mereka.
Jumlah mereka kira-kira delapan puluhan orang. Rasulullah SAW menerima alasan lahir mereka; dan mereka pun memperbaharui baiat setia mereka. Beliau memohonkan ampunan bagi mereka dan menyerahkan soal batinnya kepada Allah.
Tibalah giliranku, aku datang mengucapkan salam kepada beliau. Beliau membalas dengan senyuman pula, namun jelas terlihat bahwa senyuman beliau adalah senyuman yang memendam rasa marah. Beliau kemudian berkata, _“Kemarilah...!”_
🌺🌺🌺
Aku pun menghampirinya, lalu duduk di hadapannya.
Beliau tiba-tiba bertanya, _“Wahai Ka’ab, mengapa dirimu tidak ikut...? Bukankah kau telah menyatakan baiat kesetianmu...?”_
Aku menjawab, _“Ya Rasulullah! Demi Allah. Kalau duduk di hadapan penduduk bumi yang lain, tentulah aku akan berhasil keluar dari amarah mereka dengan berbagai alasan dan dalil lainnya. Namun, demi Allah. Aku sadar kalau aku berbicara bohong kepadamu dan engkau pun menerima alasan kebohonganku, aku khawatir Allah akan membenciku. Kalau kini aku bicara jujur, kemudian karena itu engkau marah kepadaku, sesungguhnya aku berharap Allah akan mengampuni kealphaanku._
_"Ya Rasululah SAW, demi Allah aku tidak punya uzur. Demi Allah, keadaan ekonomiku aku tidak pernah stabil di banding tatkala aku mengikutimu itu!”_
Rasulullah berkata, _“Kalau begitu, tidak salah lagi. Kini, pergilah kau sehingga Allah menurunkan keputusan-Nya kepadamu...!”_
Aku pun pergi diikuti oleh orang-orang Bani Salamah. Mereka berkata kepadaku, _“Demi Allah. Kami belum pernah melihatmu melakukan dosa sebelum ini. Kau tampaknya tidak mampu membuat-buat alasan seperti yang lain, padahal dosamu itu sudah terhapus oleh permohonan ampun Rasulullah...!”_
🌺🌺🌺
Mereka terus saja menyalahkan tindakanku itu hingga ingin rasanya aku kembali menghadap Rasullah SAW untuk membawa alasan palsu, sebagaimana orang lain melakukannya.
Aku bertanya kapada mereka, _“Apakah ada orang yang senasib denganku...?”_
Mereka menjawab, _“Ya! Ada dua orang yang jawabannya sama dengan apa yang kau perbuat. Sekarang mereka berdua juga mendapat keputusan yang sama dari Rasulullah sebagaimana keadaanmu sekarang...!”_
Aku bertanya lagi, _“Siapakah mereka itu...?”_
Mereka menjawab, _“Murarah bin Rabi’ah Al-Amiri dan Hilal bin Umayah Al-Waqifi.”_
Mereka menyebutkan dua nama orang shalih yang pernah ikut dalam perang Badr dan yang patut diteladani. Begitu mereka menyebutkan dua nama orang itu, aku bergegas pergi menemui mereka.
🌺🌺🌺
Tidak lama setelah itu, aku mendengar Rasulullah melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga, di antara delapan puluhan orang yang tidak ikut dalam perang tersebut.
Kami mengucilkan diri dari masyarakat umum. Sikap mereka sudah lain kapada kami sehingga rasanya aku hidup di suatu negeri yang lain dari negeri yang aku kenal sebelumnya. Kedua rekanku itu mendekam di rumah masing-masing menangisi nasib dirinya, tetapi aku yang paling kuat dan tabah di antara mereka.
Aku keluar untuk shalat jamaah dan keluar masuk pasar meski tidak seorang pun yang mau berbicara denganku atau menanggapi bicaraku. Aku juga datang ke majelis Rasullah SAW. Sesudah beliau shalat, aku mengucapkan salam kepada beliau, sembari hati kecilku bertanya-tanya memperhatikan bibir beliau, “Apakah beliau menggerakkan bibirnya menjawab salamku atau tidak?”
Aku juga shalat dekat sekali dengan beliau. Aku mencuri pandang melihat pandangan beliau. Kalau aku bangkit mau shalat, ia melihat kepadaku. Namun, apabila aku melihat kepadanya, ia palingkan mukanya cepat-cepat.
Sikap dingin masyarakat kepadaku terasa lama sekali.
🌺🌺🌺
Pada suatu hari, aku mengetuk pintu pagar Abu Qaradah, saudara misanku dan ia adalah saudara yang paling aku cintai. Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku.
Aku menegurnya, _“Abu Qatadah! Aku mohon dengan nama Allah, apakah kau tau bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?”_
Ia diam.
Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulanginya sekali lagi, tapi ia hanya menjawab, _"Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!”_
Air mataku tidak tertahankan lagi. Kemudian aku kembali dengan penuh rasa kecewa.
🌺🌺🌺
Pada suatu hari, aku berjalan-jalan ke pasar kota Madinah. Tiba-tiba datanglah orang awam dari negeri Syam. Orang itu biasanya mengantarkan dagangan pangan ke kota Madinah. Ia bertanya, _“Siapakah yang mau menolongku menemui Ka’ab bin Malik...?”_
Orang-orang di pasar itu menunjuk kepadaku, lalu orang itu datang kepadaku dan menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan. Setelah kubuka, isinya sebagai berikut, _“… Selain dari itu, bahwa sahabatmu sudah bersikap dingin terhadapmu. Allah tidak menjadikan kau hidup terhina dan sirna. Maka, ikutlah dengan kami di Ghassan, kami akan menghiburmu...!”_
Hatiku berkata ketika membaca surat itu, _“Ini juga salah satu ujian...!”_ Lalu aku memasukkan surat itu ke dalam tungku dan membakarnya.
🌺🌺🌺
Pada hari yang ke-40 dari pengasinganku di kampung halaman sendiri, ketika aku menanti-nantikan turunnya wahyu. Tiba-tiba datanglah kepadaku seorang pesuruh Rasulullah SAW menyampaikan pesannya, _“Rasulullah memerintahkan kepadamu supaya kamu menjauhi istrimu!”_
Aku semakin sedih namun aku juga semakin pasrah kepada Allah, hingga terlontar pertanyaanku kepadanya, _“Apakah aku harus menceraikannya atau apa yang akan kulakukan...?”_
Ia menjelaskan, _“Tidak. Akan tetapi, kamu harus menjauhkan dirimu darinya dan menjauhkannya dari dirimu...!”_
Kiranya Rasulullah juga sudah mengirimkan pesannya kepada dua sahabatku yang bernasib sama. Aku langsung memerintahkan kepada istriku, _“Pergilah kau kepada keluargamu sampai Allah memutuskan hukumnya kepada kita...!”_
Istri Hilal bin Umaiyah datang menghadap Rasulullah SAW, lalu ia bertanya, _“Ya Rasulullah, sebenarnya Hilal bin Umaiyah seorang yang sudah sangat tua, lagi pula ia tidak memiliki seorang pembantu. Apakah ada keberatan kalau aku melayaninya di rumah...?”_
Rasulullah SAW menjawab, _“Tidak! Akan tetapi ia tidak boleh mendekatimu!”_
Istri Hilal menjelaskan, _“Ya Rasulullah! Ia sudah tidak bersemangat pada yang itu lagi. Demi Allah, yang dilakukannya hanya menangisi dosanya sejak saat itu hingga kini...!”_
~ _*To Be Continued*_ ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar