Sabtu, 29 Mei 2021

SIAPAKAH YANG AKAN MENDAPAT AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN?


OLeH: Ustadz Tri Satya Hadi

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌀Siapakah Yang Akan Mendapatkan Ampunan di Bulan Ramadhan?

Melalui firman Alloh ﷻ dalam hadis Qudsi, "Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.” (HR  Muslim).

Bulan Ramadhan    adalah bulan ampunan.    Pada bulan ini dosa hamba-hamba Allah Ta’ala dipanaskan sehingga terbakar dan musnah. Riwayat dari Anas bin Malik menyebutkan tentang hal ini,
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya dinamakan (bulan) Ramadhan karena dia memanaskan dosa-dosa’, yaitu membakarnya dan memusnahkannya." [1]

Allah Ta’ala karena kasih sayangnya memang selalu menyediakan kesempatan bagi hamba-hamba-Nya untuk selalu memperbaiki diri dan meraih maghfirah-Nya.
“Sholat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan, merupakan penghapus dosa di antara waktu-waktu itu, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” [2]

Siapakah hamba-hamba Allah Ta’ala yang akan mendapatkan ampunan di bulan Ramadhan?

★Pertama, orang-orang yang melaksanakan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa melaksanakan puasa Ramadhan karena keimanan dan ihtisab (mengharap pahala dari Alloh ﷻ); akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [3]

Tentu saja bukan puasa yang sekedar menahan lapar dan dahaga; akan tetapi puasa yang sebenarnya yang dapat menghindarkan dari perilaku-perilaku yang tidak terpuji, bermaksiat, atau perbuatan bodoh.  

Apa itu perbuatan Bodoh? Dalam Kitab 'Uyuunu Al-Akhbaar karya Ibnu Qutaibah, sahabat Abu Darda' radhiyallahu anhu (RA) berkata: "Tanda orang bodoh itu ada 3 (tiga), yaitu:"
1. Bangga diri.
2. Banyak bicara dalam hal yang tidak bermanfaat.
3. Melarang orang lain dari suatu perbuatan, namun ia sendiri melakukannya. 

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, mengamalkannya, atau perbuatan bodoh, maka Alloh ﷻ tidak butuh atas usahanya dalam menahan lapar dan dahaga” [4] 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar saja.” [5]

Begitu pula orang yang tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan padahal tidak ada uzur dan tidak sakit, maka dia tercela. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu diriwayatkan secara marfu’:
“Barang siapa yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula sakit, maka tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun, jika dia melakukannya.” [6]

Orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa udzur, walapupun jumhur ulama menyatakan tidak sampai kafir namun telah melakukan dosa besar. Terlebih lagi terdapat ancaman mengerikan bagi orang yang meninggalkan puasa. 
Sebagaimana hadits dari Abu Umamah al-Bahili radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku. Keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku: “naiklah!.” Aku menjawab: “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu.” Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, sehingga aku bertanya: “suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka.” Kemudian aku dibawa ke tempat lain, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang digantung terbalik dengan urat-urat kaki mereka sebagai ikatan. Ujung-ujung mulut mereka sobek dan mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Keduanya menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya.” (HR. Ibnu Hibban no.7491, dishahihkan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Shahih Ibnu Hibban.

★Kedua, orang-orang yang melaksanakan shalat qiyamu Ramadhan (tarawih).
“Barangsiapa melaksanakan sholat (malam) di bulan Ramadhan karena keimanan dan ihtisab (mengharap pahala dari Alloh ﷻ); akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [7]

Ihtisab adalah mengharap pahala dari Allah Taála (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4:115)

Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Alloh ﷻ dan mencari pahala dari Alloh ﷻ, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.
Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir.
Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil. (dalam Alminhaj Syarh Shahih Muslim, 6:39)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat (qiyamu Ramadhan) di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda, 
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan.[8]

Tarawih pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 8 raka'at dan witir 3 raka'at,
sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu‘anha, 
“Bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah menambah lebih dari sebelas raka’at sholat malam, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.” [9]

Sedangkan pada masa   sahabat, khususnya   sejak masa khalifah   Umar bin Al Khathab radhilallahu ‘anhu dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan sholat tarawih 20 raka’at dan witir 3 raka’at serta ada pula yang melaksanakan tarawih 36 raka’at dan witir 3 raka’at.

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyebutkan,
“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar melakukan 23 rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia berkata: “Aku berjumpa dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka sholat 20 raka'at dan tiga raka'at witir.” [10] Beliau melanjutkan:

Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku menjumpai manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di Madinah- mereka sholat 36 rakaat dan ditambah witir tiga raka’at.” Imam Malik berkata, “Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah masalah yang lapang.” [11]
 
Disamping mendapat ampunan juga memperoleh pahala satu malam.

“Barang siapa sholat malam bersama imam sampai ia selesai (witir), maka ditulis untuknya (pahala) salat satu malam (penuh).” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i, dan lain-lain, Disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih Tirmidzi)

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,
“Jika engkau sholat tarawih bersama imam maka lebih afdal jika engkau sholat witir bersamanya agar mendapat pahala yang sempurna (berupa pahala salat semalam suntuk).” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah jilid II 6/54)

★Ketiga, orang yang melaksanakan shalat di malam lailatul qadar, yakni orang-orang yang
beri’tikaf di sepuluh malam terakhir dan memburunya.

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bukan," (QS. Al Qadr 1-3).

“Barangsiapa melaksanakan shalat (malam) di bulan malam lailatul qadar karena keimanan dan ihtisab (mengharap pahala dari Alloh ﷻ); akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [12]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk memburu malam lailatur qadar yang ada pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

“Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ‘Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan’.” [13]

Dalam kitab Al Muhalla, Ibnu Hazm Al Andalusi berkata: Andaikata Ramadan itu 30 hari, maka dapat dipastikan bahwa awal dari sepuluh malam terakhir adalah malam ke-21. Sehingga, lailatul qadar dimungkinkan jatuh pada malam ke-21, atau ke-23, atau ke-25, atau ke-27, atau ke-29. Karena inilah malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir. Salah satu upaya agar bisa memperoleh lailatul qadar dengan berdoa. 

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang waktu turunnya malam Lailatul Qadar. Rasulullah ﷺ kemudian menyebutkan bahwa malam yang lebih baik dari seribu bulan itu datang pada 10 hari terakhir Ramadan. 

Aisyah RA sang Ummul Mukminin kemudian bertanya, doa apa yang bisa dipanjatkan saat melihat malam Lailatul Qadar.
 “Beliau berkata: Wahai Rasulullah ﷺ, seandainya aku bertepatan dengan malam Lailatul Qadr, doa apa yang aku katakan?” Beliau (Rasulullah ﷺ) menjawab, “Katakan: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwan fa’fu ‘anni”
Artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, dan Engkau menyukai maaf, maka maafkan aku.”  (HR. Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membiasakan dirinya melaksanakan i’tikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan itu hingga akhir hayatnya. Riwayat dari ‘Aisyah radiallahu ‘anha,
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan Alloh ﷻ, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.”[14]

Itulah diantaranya, orang-orang yang akan mendapatkan ampunan Allah Ta’ala di bulan Ramadhan. Prinsipnya siapa saja yang melakukan amal shalih di bulan Ramadhan, maka ia berkesempatan untuk mendapatkan ampunan Allah ta’ala.

Wallahu a’lam.

Catatan Kaki:
[1] Al Hawi Al Kabir, 3/854. Darul Fikr.
[2] HR. Muslim No. 233
[3] HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802.
[4] HR. Bukhari No.1903
[5] HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi No. 2720
[6] HR. Bukhari No. 1934 
[7] HR. Bukhari No. 37 1904, 1905
[8] HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761
[9] HR. Bukhari No. 2013, 3569, Muslim No. 738
[10] Fathul Bari, 4/253
[11] Ibid.
[12] HR. Bukhari No. 35, 38, 1802
[13] HR. Bukhari No. 1913
[14] HR. Bukhari No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya.

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Phity ~ Jogja 
Ustadz, apa ciri-ciri orang yang dosanya sudah diampuni? Misalnya kita pernah melakukan suatu kesalahan, sering kali masih terbayang-bayang kesalahan itu dan menyesalinya, padahal sudah berdoa dan minta maaf selama beberapa tahun, apakah terbayang-bayang itu karena dosa belum diampuni?

🔷Jawab:
Cirinya, kita mudah untuk melakukan kebaikan dan terhindar melakukan keburukan, akan ada warning di hati ketika mendekati kemaksiatan, lisan kita mudah untuk beristighfar.

Tentunya syarat minta ampunnya juga harus diIkuti:
1. Menyadari atas kesalahan yang diperbuat.
2. Menyesali kesalahan. 
3. Perbanyak istighfar. 
4. Berjanji tidak akan mengulangi kesalahan dan tidak berbuat kesalahan lain.

Kedepankan prasangka baik bahwa Alloh ﷻ pasti mengampuni semua dosa, kecuali Syirik (lewat Taubatan Nasuha).

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Phity ~Jogja
1. Ustadz, tadi disebutkan ada fatwa, kalau kita sholat tarawih bersama imam, kemudian kita sholat witir bersamanya maka kita akan mendapatkan pahala sholat semalam suntuk. Nah, bagaimana kalau kita sholat tarawihnya sendiri (karena dirumah sendirian) berarti tidak mendapatkan pahala semalam suntuk ya?

2. Pahala melaksanakan sholat tahajud kan besar ya tadz... Kalau kita bangun sholat malam, lebih awal, kemudian memaksa diri sholat sebanyak mungkin dilanjut dzikir, tapi siangnya ngantuk dan tidak produktif apakah pemaksaan beribadah ini termasuk dzolim pada diri sendiri tadz? Atau kita lakukan sesuai kemampuan kita saja?

Syukron 

🔷Jawab:
1. Hadits tersebut menyatakan demikian, dan memang sholat jamaah di masjid diutamakan bagi laki-laki, dan wanitapun dibolehkan untuk bertarawih di masjid sepanjang ada mahram, atau telah mendapat ijin suaminya, namun jangan merasa hilang pahala sholat semalam penuh, Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘shalat seorang wanita lebih utama di rumahnya’. Maka ia mendapatkan keutamaan yang besar yang bisa menyamai keutamaan shalat di masjid, bahkan terkadang bisa lebih dari itu, atau bisa juga kurang dari itu. Intinya, shalat di rumah lebih utama di masjid bagi wanita. Jika shalat di rumah lebih utama dari pada di masjid, maknanya wanita tersebut mendapatkan pahala semisal pahala shalat di masjid atau bahkan lebih. Karena Rasul bersabda: ‘shalat seorang wanita lebih utama di rumahnya’. Hadits ini menunjukkan bahwa pahala yang didapatkan oleh seorang lelaki yang shalat berjama’ah di masjid juga didapatkan wanita. Semakin taat seorang wanita kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, semakin ia tunduk pada aturan Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, maka ia semakin mendapatkan kebaikan yang besar. 

2. Kurang tepat juga jika demikian, bahwa puasa itu idealnya tidak membuat kita malas atau tidak produktif, kalaupun ngantuk itu manusiawi fitrah bahwa perlu istirahat siang, dan Rasulullah ﷺ pun beristirahat siang juga namun tidak lama, istirahatnya (tidur) Rasulullah ﷺ itu sedikit namun  berkualitas. Perlu juga di jaga waktu istirahat kita dan makan kita di malam hari sebelum tidur, bahwa Rasulullah ﷺ itu tidak banyak makan ketika buka, dan selalu tidur lebih awal, dan kalau kita ikuti pola ini, akan membuat kita bisa maksimal di sepertiga malam sebelum sahur. Tidak terlalu kenyang di malam hari, dan istirahat cukup sebelum bangun di sepertiga malam, In syaaAllah kita lebih segar dan dapat beraktifitas seperti biasa. 

Wallahi a’lam

0️⃣3️⃣ Dwi ~ Bondowoso
Assalamualaikum Ustadz. 

1. Soal sholat taraweh ustadz. Jika di masjid saya taraweh yang 23 tapi jika di rumah taraweh 11 ustadz. Itu apa diperbolehkan ya, ataukah harus sama?

2. Jika kita lagi datang bulan, ibadah apa selain dzikir yang baik di bulan Ramadhan ustadz? 

🔷Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

1. Tidak harus sama, boleh tarawih+witir, mau 11 atau 23. Semua ada contohnya dan dilakukan Rasulullah ﷺ, para sahabat, dan salafushalih. Usahakan untuk qiam kita berkualitas, hati selalu berharap kepada Alloh ﷻ,  tidak terburu-buru, dan khusyu.

2. Banyak ukhty, Perbanyak doa, bershalawat, mendengarkan lantunan al Quran, baca tafsir al Quran, mendengarkan ceramah agama, baca buku agama, menuntut ilmu, bersedekah, atau bersilaturahim. InsyaaAllah pahala dan keberkahan akan datang terus walau dalam keadaan berhalangan.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Dari Nawwas bin Sam'an RA berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: "Kebaikan adalah akhlak terpuji, sedangkan dosa adalah apa yang meresahkan jiwamu dan engkau tidak suka jika diketahui manusia." (HR. Muslim). 

Wabishah bin Ma'bad ra. berkata pula, saya mendatangi Rasulullah ﷺ, lalu beliau bersabda, "Engkau datang untuk menanyakan kebaikan?". Saya menjawab, "Ya, benar". Beliau bersabda, "Tanyakan pada hatimu sendiri! Kebaikan adalah apa yang jiwa dan hati tenang karenanya, sedangkan dosa adalah sesuatu yang menimbulkan keraguan dalam jiwa dan rasa gundah dalam dada, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya." (HR. Imam Ahmad bin Hanbal dan ad-Darimi dengan sanad hasan).

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar