Senin, 31 Januari 2022

MEMAHAMI PERAN SUAMI ISTRI DALAM PERNIKAHAN

 


OLeH: Ustadzah Azizah, S.Pd

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸MEMAHAMI PERAN SUAMI ISTRI DALAM PERNIKAHAN

بسم الله الرحمن الرحيم

الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد

Menikah adalah syariat agama. Karena dengan menikah maka sempurnalah Dien kita. Sehingga setiap kita harus mengusahakan agar bisa menikah yang tentunya sesuai dengan tuntunan syariat.

Kata "sakinah mawadah wa rohmah" diambil dari QS. Ar-Rum: 21.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ,

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia (Alloh ﷻ) menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum: 21).

Ada beberapa aturan dalam islam yang harus dipahami sebelum kita menikah misalnya saat harus mengkhitbah. Mengikat pernikahan dengan menguatkan komitmen bersama, adab adab bergaul suami istri juga termasuk hal penting yang harus dipahami.

★ Tata cara khitbah sesuai syariat :

1. Tidak oleh meminang pinangan orang lain

Umar bin Khatab berkata dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim : “Nabi ﷺ melarang sebagian kamu menawarkan atas penawaran sebagian yang lain, dan tidak boleh seseorang meminang pinangan saudaranya hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau mengizinkannya.”

2. Memperlakukan si peminang sebagai laki-laki asing (bukan mahrom)

Karena khitbah ini bukanlah akad nikah, maka statusnya masih sebagai orang asing (bukan mahram), dan tidak diperkenankan untuk berkhalwat. Hal ini perlu ditekankan, untuk menghindari perbuatan yang tidak dibenarkan Islam, di samping itu kemungkinan batalnya khitbah bisa saja terjadi.

3. Dianjurkan menemui dan memberi hadiah

Pertemuan yang sopan bagi laki-laki yang meminang dan wanita yang dipinang adalah dengan kehadiran mahram wanita, karena hal tersebut akan menambah kemudahan untuk saling mengenal. Dengan pemberian hadiah dari peminang kepada wanita yang dipinang diharapkan akan mempererat lagi tali silaturrahim diantara mereka. 

Proses meminang (khitbah) terkadang calon mempelai pria mengajukan lamaran kepada keluarga calon mempelai wanita, tetapi ini bukanlah satu-satunya cara, melainkan salah satu cara yang disyariatkan. 

Setelah menyelesaikan khitbah, tahap selanjutnya adalah penentuan akad nikah. Dalam surat An-Nisa’ ayat 21 : “…Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat).”

Bagaimana agar muslimah yang belum menikah tidak terjerumus pada zina pacaran?

"Barang siapa yang beriman kepada Alloh ﷻ dan hari akhir, janganlah sekali-kali berduaan dengan perempuan yang tidak disertai mahram baginya, karena sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad)

Berikut ini tips agar tidak terjerumus pacaran pada zina pacaran.

1. Jaga pandangan dengan tidak menggumbar pandangan, melihat hal-hal yang tidak perlu.

2. Jangan berduaan dengan lawan jenis

3. Menutup aurat

Nah, kalau yang ini sih sudah jelas. Kalau ada cowok yang melihat cewek berjilbab sampai menutupi dada, tidak ketat, tidak carang, pokoknya syar’i, pastinya  cowok itu bakal segan mengajak cewek itu untuk pacaran. 

Ingat hadits ini terkait dengan pakaian muslimah.

"Wanita yang berpakaian tapi telanjang."

Kelompok wanita yang berpakaian tapi telanjang ini tidak pernah dijumpai beliau. Dan kini, sabda beliau terbukti. Banyak wanita yang model demikian di zaman sekarang.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; kaum membawa cambuk seperti ekor sapi, dengannya ia memukuli orang dan wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, mereka berlenggak-lenggok dan condong (dari ketaatan), rambut mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan sejauh ini dan ini.” (HR. Muslim, 2128)

4. Jangan menampak-nampak kan perhiasan, atau bermanis manis suara, muka dan gerakan.

5. Hindari kegiatan yang melibatkan kerja pasangan lawan jenis

Pada kenyataannya memang agak sulit buat menghindari kerja melibatkan lawan jenis. Tapi, kamu memang harus selektif dan sebisa mungkin menjaga diri, faktanya, kalau cewek cowok itu sudah kayak magnet yang memang ditakdirkan untuk saling tertarik.

6. Jangan sering-sering membaca, melihat, atau mendengar hal-hal yang membangkitkan keinginan untuk pacaran

7. Menikah

Menikah memang merupakan langkah yang paling efektif untuk menyalurkan dan merendam gejolak nafsu. 
Di sini ketika seseorang sudah mampu menikah bukan berarti harus dengan pacaran untuk mengenal calonnya, silahkan ta'aruf sesuai yang disyariatkan oleh Islam.

Ada tulisan bagus dari ustadz Bendri, tulisan ringan yang patut kita renungkan :

1. Pernikahan itu bukan sekedar mengenai cinta tapi yang utama adalah KOMITMEN. 

2. Betapa banyak pernikahan yang rusak karena yang diperbarui hanyalah cinta bukan KOMITMEN. 

3. Pernikahan akan makin berkah jika KOMITMEN makin menguat meski cinta menurun bahkan lenyap. 

4. Cinta itu wilayah rasa. Sementara KOMITMEN wilayah logika. Rasa boleh berkurang namun logika harus selalu menguat dalam pernikahan. 

5. Logika memahami bahwa pernikahan adalah takdir. Dan menjalaninya dengan syukur dan sabar adalah IBADAH. 

6. KOMITMEN kita dalam pernikahan diukur sejauh mana KOMITMEN kita dengan Alloh ﷻ. Sebab akad nikah dan syahadah sama-sama dikenal sebagai "ikatan yang kokoh."

7. Alloh ﷻ pengikat jiwa antar pasutri. Sehingga rayuan mesra kepada istri pun tak bisa menjaga keutuhan pernikahan jika hubungan kepada Alloh ﷻ tak dipelihara. 

8. Penyelesaian utama pada saat konflik pernikahan adalah penyelesaian KOMITMEN bukan cinta. Sebab cinta tak bisa dipaksakan. Tapi KOMITMEN bisa dikuatkan. 

9. Perbaikan KOMITMEN pernikahan yakni menyadari bahwa akad nikah adalah janji kepada Alloh ﷻ untuk memuliakan istri dan anak. Kelak akan di tagih. 

10. Bertahan dalam sebuah pernikahan meski tanpa cinta tapi karena KOMITMEN saat akad menunjukkan integritas lelaki sholih. 

11. Penguatan KOMITMEN pernikahan dimulai dari penguatan syahadah dengan ibadah kepada pemilik hati yakni Alloh ﷻ. 

12. Sebab pernikahan bukan sekedar pelampiasan cinta dan syahwat. Tapi implementasi dari syahadah yakni ibadah.

13. Pernikahan yang tak ada aktivitas ibadah di dalamnya, lebih tepat disebut perkawinan. Kambing, kerbau dan sejenisnya juga bisa melakukannya. 

14. Itulah kenapa jika sekedar untuk 'kawin' maka pernikahan tidak butuh komitmen tapi obat kuat dan minuman suplemen. 

15. Dalam pernikahan yang tidak didasari komitmen namun mengagungkan cinta maka tampilan fisik itu paling utama.

16. Wajar, Rasulullah ﷺ menjadikan faktor agama sebagai yang utama dalam merencanakan pernikahan. Sebab hanya orang-orang beragama yang siap berkomitmen. 

17. Maka saat konflik rumah tangga melanda, tidak perlu cari seribu satu cara untuk tumbuhkan cinta. Fokuslah kepada penguatan akidah sebagai pondasi perbaruan KOMITMEN. 

18. Cinta akan terajak dan makin tumbuh tatkala komitmen makin menguat. Sebab cinta adalah makhluk Alloh ﷻ yang hadir atas perintah dari-Nya. 

19. Jika ‘terpaksa’ berpisah adalah konsekuensi dari aqidah. Bukan karena cinta yang pupus sudah. Sebab takkan berkumpul dalam sebuah rumah antara ahlul ibadah dan ahlul ma’siyah. 

20. Semoga rumah tangga kita senantiasa diikat karena Alloh ﷻ bukan atas paras cantik dan sebab kemewahan dunia.

🔹AKHLAQ SUAMI TERHADAP ISTRI

Perlu dipahami bersama bahwa bagian dari misi diutusnya Nabi Muahammad ﷺ adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, sebagaimana sabda beliau :

“بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ”

“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (manusia).” (HR. Al-Hakim)

Dalam misi perbaikan akhlak tersebut sekaligus merupakan sebagai penyempurna iman seorang mukmin, Rasulullah ﷺ  menjelaskan dalam sabdanya :

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlak nya dan sebaik-baik (akhlak) kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya." (HR. Tirmidzi)

Dalam hal akhlaq ini prakteknya Rasulullah ﷺ juga menerapkan terhadap istrinya, yang seharusnya para suami juga meneladaninya seperti :

1. Selalu berbuat baik terhadap istri-istrinya. 

Rasulullah ﷺ bersabda, sebagaimana dalam riwayat berikut :

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى. رواه الترمذى

Dari 'Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam berasabda: “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi).

Dari hadits di atas seorang muslim minimal ada dua hal pokok yang harus dipahami dan dilaksanakan yakni "pertama harus selalu baik terhadap keluarganya dan yang kedua dalam berbuat baik itu harus mengikuti dan mencontoh apa yang beliau lakukan.

Nabi Shallallahu Alaihi Wa salam bersabda : 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِيْ الْأَمْرِ كُلِّهِ 

"Sesungguhnya Alloh ﷻ menyukai kelembutan dalam semua urusan."

Di dalam lafadz lain disebutkan : 

وَ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِيْ عَلَى العُنْفِ  وَمَا لاَ يُعْطِيْ عَلَى مَا سِوَاهُ

Allah Subhanahu wata'ala berikan (kebaikan) pada sifat lemah lembut yang tidak Alloh ﷻ berikan pada sifat keras, yang tidak Alloh ﷻ berikan pada sifat selainnya.

2. Membantu melaksanakan pekerjaan rumah tangga. 

Rasulullah ﷺ jika di rumah tidak segan mengerjakan semua pekerjaan yang ada, sebagaimana diterangkan pada riwayat berikut.

عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: “مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ”

Urwah bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumah mu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.”
(HR. Ibnu Hibban).

Sayang, suami sekarang karena merasa telah memenuhi segala yang diperlukan, ada asisten rumah tangga (khodimat) yang mengerjakannya, dua tidak peduli dengan pekerjaan rumah, sedikit-sedikit panggil istri atau khodimatnya.

Padahal Rasulullah ﷺ melakukan pekerjaan rumah tangga itu bukan karena beliau tidak mampu mencari khodimat, akan tetapi lebih kepada karena sedemikian tinggi dan mulianya akhlak yang beliau miliki dan untuk menjaga kebersamaan, keharmonisan rumah tangga serta yang lebih penting lagi untuk memberi contoh pada umatnya dalam menghormati dan menjaga kehormatan istrinya.

3. Memberi nasihat dengan cara yang baik dan selalu sabar.

Beliau Rasulullah ﷺ bersabda:

اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

“Berilah nasihat kepada wanita (istri-istrimu) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Sesuatu yang paling bengkok ialah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya (tanpa menggunakan perhitungan yang matang, maka kalian akan mematahkannya, sedang jika kalian membiarkannya), maka ia akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasihat kepada istri-istrimu dengan (cara yang) baik.”
(HR. Bukhori & Muslim)

Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda kepada Asyaj AbdulQais : 

"Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Alloh ﷻ, yaitu Al-Hilm (santun) dan Al-Anah (tenang)."

Dalam berbuat baik dan sabar ini telah dicontohkan oleh Sayyidina Umar bin Khattab.

Berikut ini suatu kisah mengenai seseorang yang bermaksud menghadap Umar Bin Khattab hendak mengadukan perihal perangai buruk istrinya. Sampai ke rumah yang dituju orang itu menanti Umar r.a. di depan pintu. Saat itu ia mendengar istri Umar mengomel kepada Umar r.a., sementara Umar sendiri hanya berdiam diri saja tanpa bereaksi. Orang itu bermaksud balik kembali sambil melangkahkan kaki seraya bergumam: ”Kalau keadaan amirul mukminin saja begitu, bagaimana halnya dengan diriku.“ Bersamaan itu Umar keluar, ketika melihat orang itu hendak kembali. Umar memanggilnya, katanya : “Ada keperluan penting?“

Ia menjawab : ”Amirul Mukminin, kedatanganku ini sebenarnya hendak mengadukan perihal istriku lantaran sering memarahiku. Tetapi begitu aku mendengar istrimu sendiri berbuat serupa, maka aku bermaksud kembali. Dalam hati aku berkata: kalau keadaan amirul muikminin saja diperlakukan istrinya seperti itu, bagaimana halnya dengan diriku.”

Umar berkata kepadanya: “Saudaraku, sesungguhnya aku rela menanggung perlakuan seperti itu dari istriku karena adanya beberapa hal yang ada padanya. Istriku bertindak sebagai juru masak makananku. Ia selalu membuatkan roti untukku. Ia selalu mencucikan pakaian-pakaianku. Ia menyusui anak-anakku. Aku cukup tenteram tidak melakukan perkara haram lantaran pelayanan istriku. Karena itu aku menerimanya sekalipun dimarahi.“

Kata orang itu : “Amirul mukminin, demikian pula kah terhadap istriku?”

Jawab Umar “Ya, terimalah marahnya. Karena yang dilakukan istrimu tidak akan lama, hanya sebentar saja.“

4. Harus segera pulang setelah 'isya'.

Janganlah seorang suami begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati istri menjadi gelisah. Apabila hal tersebut berlangsung lama dan berulang-ulang, maka akan terlintas dalam benak istri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak istri atas suami adalah untuk tidak begadang malam walau di dalam rumah walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari apa yang telah dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma karena lamanya begadang (beribadah) malam dan menjauhi istrinya, kemudian beliau bersabda:

إِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا.

“Sesungguhnya istri mu mempunyai hak yang wajib engkau tunaikan.” (HR. Bukhori & Muslim).

5. Tidak pelit terhadap istri

Seorang suami yang mampu bekerja dengan baik dan berpenghasilan yang cukup, maka wajib baginya untuk menafkahi istri dan keluarganya secara layak, tidak membiarkan istri bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga yang merupakan tugas utama seorang suami, yang demikian itu adalah sebuah kedzoliman, karena bila seorang istri bekerja hasilnya merupakan haq atau harta istri itu sendiri. 

Namun, apabila suami dalam keadaan yang tidak memungkinkan memberikan nafkah kepada istrinya dengan cukup, maka dengan keikhlasan istri ia diberikan keringanan dan diperbolehkan menggunakan harta istrinya.

Bila suami mampu namun berlaku bakhil terhadap istri, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dikatakan bahwa Hindun binti ‘Utbah mengatakan kepada Rasulullah ﷺ bahwa suaminya seorang lelaki yang bakhil. Dimana suaminya tersebut tidak memberikan nafkah yang mencukupi ia dan anaknya. Dan ia juga mengatakan bahwa ia mengambil harta suaminya sedangkan suaminya tidak mengetahuinya. Kemudian Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa ia diperbolehkan mengambilnya secukupnya untuk dirinya dan anaknya dengan cara yang patut atau baik.

🔹KEWAJIBAN ISTRI

1. Menaati perintah suami.

Pintu surga itu banyak. setiap pintu dimasuki oleh orang yang beribadah khusus. Misal pintu ahli puasa, pintu ahli sholat, ahli sedekah, tetapi ada orang yang boleh masuk lewat pintu mana saja. 

SIAPA DIA??
Yaitu seorang istri yang menjaga shalatnya, puasa ramadhan, menjaga kemaluan, dan taat pada suaminya, maka ia bisa masuk lewat mana saja.

"Tak ada ketaatan dalam perkara maksiat. ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma'ruf."
(HR. Bukhari Muslim)

Ingat kisah Asiyah yang menolak perintah Firaun dalam kekafiran.

"Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu subuh."
(HR. Bukhari dan Muslim)


2. Istri tidak boleh puasa sunnah tanpa izin dari suaminya.

"Tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa sunnah, sedangkan suaminya ada kecuali dengan ijinnya dan ia tidak boleh mengijinkan."
(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Meminta ijin jika hendak keluar rumah.

4. Menjaga kehormatannya, menjaga harta suami saat suami tidak ada.

★ Pengingat untuk para suami yang telah menjadi ayah.

Beberapa contoh yang sering terjadi:

1. Sering pulang larut malam karena asyik nongkrong dengan teman-teman.

2. Habiskan akhir pekan untuk memancing, dari pagi hingga menjelang Maghrib.

3. Koleksi barang-barang super mewah, menjadi hypebeast, yaitu kebiasaan fanatik yang berlebihan terhadap suatu trend yang kekinian.

★ Kekeliruan yang dilakukan oleh seorang ayah seperti ini:

1) Waktu habis sia-sia.
2) Kurangnya waktu diberikan pada keluarga, istri butuh dibantu dalam mengurus anak.
3) Istri dan anak kurang diberi perhatian.
4) Hidup boros padahal masih ada nafkah keluarga yang wajib ditunaikan.

★ Nasihat: 
Ingatlah sekarang sudah menjadi ayah tentu beda dengan keadaan saat bujang.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hal nafkah suami pada istri seperti dalam hadits :

“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-.” (HR. Abu Daud, no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Alloh ﷻ, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi).” (HR. Muslim, no. 995)

Noted:
Diambil dari berbagai sumber.

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك 

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم 

والله اعلم

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Kiki ~ Dumai
Bunda, bagaimana hukumnya, menikahi seorang wanita yang lagi mengandung anak dari calon suami tersebut nda?

🌸Jawab:
Bunda jawab langsung dengan artikel yang ditulis oleh ustadz ya...

✓ Menikahi Wanita Hamil Karena Zina

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  Follow on TwitterSend an emailMarch 24, 2010119 29,073 7 minutes read

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumid diin.

Fenomena yang menjamur di kalangan muda-mudi saat ini, yang sulit terelakkan lagi adalah perzinaan, sebelum mendapat label sah sebagai pasangan suami istri. Hal ini sudah dianggap biasa di tengah-tengah masyarakat kita. Si wanita dengan menahan malu telah memiliki isi dalam perutnya. Namun masalah yang timbul adalah bolehkah wanita tersebut dinikahi ketika ia dalam kondisi hamil? Lalu apa akibat selanjutnya dari perbuatan zina semacam ini.

Semoga artikel sederhana berikut ini bisa memberikan pencerahan kepada orang-orang yang ingin mencari kebenaran. Hanya Alloh ﷻ yang beri taufik.

✓ Bahaya Zina

Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Alloh ﷻ dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Alloh ﷻ (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). 

Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.

Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Alloh ﷻ?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Alloh ﷻ tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.”

Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” 

Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,

ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ

“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] 

Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ

“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.” [2]

Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Namun itulah yang terjadi jika hal ini dilanggar, akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Terjerumuslah dalam dosa besar zina karena tidak mengindahkan berbagai jalan yang dapat mengantarkan pada zina seperti bentuk pacaran yang dilakukan muda-mudi saat ini. Jadilah di antara mereka hamil di luar nikah.

✓ Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina

Ada beberapa fatwa ulama yang kami temukan, di antaranya adalah Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah no. 9644 mengenai syarat menikahi wanita yang dizinai, tanggal Fatwa 23 Jumadil Ula 1422 H.

★Pertanyaan:

هل يجوز لشخص أن يتزوج من إمرأة زانية وهو يعلم أنها زنت قبل أن يتزوجها، وهو يريد أن يستر عليها لأنها قريبته، وأرجو الإفادة منكم ، هل يمكن معرفة المفتي . شكرا

Apakah boleh seseorang menikahi wanita yang dizinai dan ia tahu bahwa wanita tersebut betul telah dizinai sebelum menikahinya. Ia ingin menutup aibnya dengan menikahinya karena wanita tersebut masih kerabatnya.  Apakah hal ini mungkin? Syukron.

★Jawaban:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم أما بعد:

فإن الزواج من الزانية مختلف فيه ، فمن العلماء من يقول بصحته، ومنهم من يقول بمنعه ، وممن قال بمنعه الإمام أحمد، وهو قول يشهد له ظاهر الآية الكريمة ( الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك وحرم ذلك على المؤمنين ) [النور:3]

وعليه فلا يجوز لمن علم من امرأة أنها تزني أن يتزوجها إلا بشرطين: أحدهما: التوبة إلى الله تعالى، ثانيهما: استبراؤها. فإذا توفر الشرطان جاز الزواج منها ، والدليل على وجوب الاستبراء قوله صلى الله عليه وسلم فيما رواه أبو سعيد الخدري رضي الله عنه “لا توطأ حامل حتى تضع، ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة”. أخرجه البغوي في شرح السنة وأبو داوود وقال ابن حجر في التلخيص إسناده حسن وصححه الحاكم وقال على شرط مسلم .

والخلاصة أن الزانية إذا تابت إلى ربها وتحققت براءة رحمها من ماء السفاح جاز نكاحها بأي غرض كان ، فإذا فقد أحد الشرطين لم يجز نكاحها؟ ولو بقصد الستر عليها، والتغطية على عملها القبيح .

والله أعلم.

Segala puji bagi Alloh ﷻ, shalawat dan salam kepada Rasulullah ﷺ, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du:

Mengenai hukum menikahi wanita yang telah dizinai, maka ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa menikahi wanita tersebut dinilai sah. Sebagian ulama lainnya melarang hal ini. Di antara ulama yang melarangnya adalah Imam Ahmad. Pendapat ini didukung kuat dengan firman Allah Ta’ala,

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (QS. An Nur: 3)

Jika seseorang mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang telah dizinai, maka ia boleh menikahi dirinya jika memenuhi dua syarat:

✓ Pertama: 
Yang berzina tersebut bertaubat dengan sesungguhnya pada Allah Ta’ala.

✓ Kedua: 
Istibro’ (membuktikan kosongnya rahim).

Jika dua syarat ini telah terpenuhi, maka wanita tersebut baru boleh dinikahi. Dalil yang mengharuskan adanya istibro’ adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً

“Wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.” [3][4]

Ringkasnya, menikahi wanita yang telah dizinai jika wanita tersebut betul-betul telah bertaubat pada Alloh ﷻ dan telah melakukan istibro (membuktikan kosongnya rahim dari mani hasil zina), maka ketika dua syarat ini terpenuhi boleh menikahi dirinya dengan tujuan apapun. Jika tidak terpenuhi dua syarat ini, maka tidak boleh menikahinya walaupun dengan maksud untuk menutupi aibnya di masyarakat. Wallahu a’lam. [5] –Demikian Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah-.

Simpulannya, konsekuensi dari menikahi wanita hamil adalah nikahnya tidak sah, baik yang menikahinya adalah laki-laki yang menzinainya atau laki-laki lainnya. Inilah pendapat terkuat sebagaimana yang dipilih oleh para ulama Hambali dan Malikiyah karena didukung oleh dalil yang begitu gamblang. Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubungan badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.

✓ Status Anak Hasil Zina

Adapun nasab anak, ia dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

“Anak dinasabkan kepada pemilik ranjang. Sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian.” [6]

Firasy adalah ranjang dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun, karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.

Inilah pendapat mayoritas ulama bahwa anak dari hasil zina tidak dinasabkan kepada bapaknya, alias dia adalah anak tanpa bapak. Namun, anak tersebut dinasabkan pada ibu dan keluarga ibunya. Jika wanita yang hamil tadi dinikahi oleh laki-laki yang menzinainya, maka anaknya tetap dinasabkan pada ibunya. Sedangkan suami tersebut, status anaknya hanyalah seperti robib (anak tiri). Jadi yang berlaku padanya adalah hukum anak tiri. Wallahu a’lam. [7]

Bila seseorang meyakini bahwa pernikahan semacam ini (menikahi wanita hamil) itu sah, baik karena taqlid (ngekor beo) kepada orang yang membolehkannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan itu sah, maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang kami ketahui. Meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil (tidak ter anggap) di hadapan Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya).” [8]

Ringkasnya, anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinai ibunya (walaupun itu jadi suaminya),

Konsekuensinya:

Anak itu tidak berbapak.
Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.

Bila anak itu perempuan dan dikala dewasa ingin menikah, maka walinya bukan laki-laki tadi, namun walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.

Penutup

Setelah kita melihat pembahasan di atas. Awalnya hamil di luar nikah (alias zina). Akhirnya karena nekad dinikahi ketika hamil, nikahnya pun tidak sah. Kalau nikahnya tidak sah berarti apa yang terjadi? Yang terjadi adalah zina. Keturunannya pun akhirnya rusak karena anak hasil zina tidak dinasabkan pada bapak hasil zina dengan ibunya. Gara-gara zina, akhirnya nasab menjadi rusak. Inilah akibat dari perbuatan zina. Setiap yang ditanam pasti akan dituai hasilnya. Jika yang ditanam keburukan, maka keburukan berikut pula yang didapat. Oleh karena itu, para salaf mengatakan,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” [9]

Semoga Alloh ﷻ senantiasa memberi taufik, memberikan kita kekuatan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.

Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 9 Rabi’ul Akhir 1431 H (bertepatan dengan 24/03/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com, dipublish ulang oleh https://rumaysho.com
 
[1] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.

[2] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[3] HR. Abu Daud no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[4] Catatan penting yang perlu diperhatikan: Redaksi hadits ini membicarakan tentang budak yang sebelumnya disetubuhi tuannya yang pertama, maka tuan yang kedua tidak boleh menyetubuhi dirinya sampai melakukan istibro’ yaitu menunggu sampai satu kali haidh atau sampai ia melahirkan anaknya jika ia hamil. Jadi jangan dipahami bahwa hadits ini membicarakan larangan untuk menyetubuhi istri yang sedang hamil.

[5] Lihat Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/4764, Asy Syamilah.

[6] HR. Bukhari no. 6749 dan Muslim no. 1457.

[7] Lihat Fatawa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/2587.

[8] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 32/66-67, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.

[9] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H.

Bahaya zina berzina dosa zina nikah pacaran Islami pezina-zina.

Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Widia ~ Bekasi
Assalamu'alaikum, 

Bunda, bagaimana cara menyikapi suami yang pernah selingkuh dan menaruh kepercayaan lagi.

 Jazzakillah khairan

🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillahirrohmanirrohim...

Nah ini masyaAllah ya... 
Benar-benar berat, ibaratnya kaca. Kalau kita hantam dan pecah berkeping-keping, mungkin bisa kita sambung lagi, tapi dia tidak bisa utuh lagi seperti semula. Pasti akan ada retakan retakan yang menyisakan goresan-goresan yang tidak mulus seperti semula. 

Begitu juga, ada tulisan yang bagus mengatakan bahwa "Hati itu ibarat papan yang kau tancapkan paku di atasnya, ketika paku itu kau cabut, memang sudah tidak ada paku di situ, tetapi bekasnya masih ada."

Seperti itu hati yang terlukai. Mungkin bisa jadi seseorang itu memaafkan. Tetapi, bisa jadi ketika memaafkan tidak begitu mudah untuk melupakan karena manusia itu lemah sifatnya. Bukan berarti memaafkan itu bisa melupakan semuanya. Karena kita tidak bisa menyetel ulang otak kita. Meskipun kita menyatakan memaafkan, tetapi begitu ada sesuatu yang memicu. Dia curiga, kemudian ada sikap sikap tertentu dari suami yang kemudian kembali kepada masa lalu. Sehingga kemudian jangan-jangan dia akan mengulangi sesuatu yang itu. Itu kenapa kita (suami istri) harus bisa menjaga diri. Kalaupun dia pernah berbuat salah, kemudian kita memaafkan. Maka sering seringlah menjadi orang yang terdekat, di mana dia (suami) menjadi orang yang paling nyaman dengan kita. Sehingga, dia merasa bahwa "Saya telah memilih jalan yang salah waktu itu." sehingga dia ketemu dengan orang yang dia merasa nyaman dengan dia padahal belum halal. 

Tugas seorang istri adalah membuat suami lebih percaya dan lebih nyaman kepada dia. Meskipun pilihan yang dia ambil ini sangat sangat sulit. Karena dia pernah tersakiti. 

Tetapi, harus berpikir juga ketika suami sudah bertaubat, dia memang berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatan itu, maka selayaknya diberi kesempatan. Alloh ﷻ saja Maha Pemaaf. Kenapa tidak kita mencoba untuk memaafkan.

Bagaimana mengembalikan rasa kepercayaan itu? 
Ya harus ngomong kepada suami. Karena dalam rumah tangga, komunikasi itu penting. Jadi katakan "Jangan membuat umi kecewa lagi, umi yang sudah memaafkan ayah atau abi atau bapak. Jangan mengulangi masalah yang dulu, ayo kita mulai lembaran baru. Dengan kepercayaan yang baru, tetapi tolong jangan membuka luka yang lama."

Jadi, memang berproses dan itu tidak mudah. Saya paham itu. Kalau di Jawa pasangan kita disebut dengan garwo yaitu sigaraning nyowo, sigaraning itu di sigar, artinya dibelah. Sedangkan, nyowo itu adalah nyawa. Jadi, belahan jiwa. 

Kalau belahan jiwa itu sampai terluka, untuk kembali lagi memang sulit. Namun, bukan berarti tidak mungkin bisa. Justru bisa jadi ketika seseorang itu pernah jatuh pada kesalahan kemudian dia dimaafkan, maka dia akan memberikan "kesempurnaan" tidak seperti yang dulu karena  ia ingin menebus kesalahan itu. Berikan kesempatan itu. Dan itu perlu komunikasi yang intensif dengan pasangan dalam artian "ini sangat sulit bagi aku, kepercayaanku sudah langgar, aku dikecewakan, sekarang tolong berikan aku bukti bahwa itu semua tidak akan terjadi lagi. Cukup sekali saja. Jangan sampai ada luka yang baru."

Nah, ini juga perlu kesungguhan dari suami untuk benar-benar membuktikan bahwa cukuplah masa lalu itu dikubur tidak usah diulang lagi dan istri benar-benar merasa bahwa dia menemukan imam yang baru, yang sholih, yang bisa menjaga kepercayaan dari istri. 

Jadi, memang perlu upaya yang sungguh-sungguh. Tidak  mudah bukan berarti tidak mungkin untuk melalui badai itu bersama-sama.

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Win ~ Semarang
Bunda, jika ada seorang suami yang menurut pandangan orang lain baik dari segi agama dan akhlak nya itu, baik dan sopan serta dalam agamanya, tetapi di sisi lain masih belum bisa menjaga pandangannya, itu bagaimana bunda (bermaksiat)?

🌸Jawab:
Bismillahirrohmanirrohiim

Bila tadi seseorang dikatakan memiliki pengetahuan agama yang bagus, akhlak yang baik dan sopan, tetapi kurang menjaga pandangan, ini yang perlu digarisbawahi adalah bahwa jika seseorang itu mengerti agama, paham agama, tahu akhlak nya Nabi itu seperti apa, maka seharusnya dia bisa menjaga pandangan. Jadi, salah satu ciri orang yang paham agama adalah ghodul bashor. Kalau wanita itu menutup aurat maka laki-laki itu menjaga pandangan.

Dalam hadits itu dinyatakan salah satu panah iblis itu adalah lewat pandangan. Jadi, karena pandangannya itu dia tidak terjaga, maka kemudian akan menimbulkan syahwat, pemikiran yang tidak tidak tentang apa yang mereka lihat. Lha ini yang kemudian ada perintah untuk menundukkan pandangan. Kemudian untuk perempuan menjaga hijab dengan baik, itu kenapa hijab atau jilbab diulurkan sampai ke dadamu bukan dililit lilitkan, tetapi diulurkan atau ditutupkan sampai dadamu. 

Harusnya tidak kontradiktif. Orang yang mengerti agama akan menjaga pandangannya, tangannya, mulutnya tidak jahil, artinya tidak suka ghibah, tidak suka ngomong pedas, tidak suka berbohong. Itu kalau akhlaqnya terjaga, kenapa? Karena Rasulullah ﷺ itu tidak ngomongin orang, Rasulullah ﷺ itu menjaga pandangan. Bahkan pernah suatu saat ada sahabat yang ketika ada seorang gadis yang lewat itu dipalingkan wajahnya karena untuk menjaga agar tidak terjadi zina mata. 

Ini tidak boleh terjadi harusnya, tetapi yang namanya manusia itu bertahap, ada orang yang bisa tahan diuji dengan harta yang kurang, tetapi dia tidak bisa bertahan untuk menjaga syahwatnya. Kemudian, ada yang bisa menjaga syahwatnya tetapi dia tidak bisa menjaga tangannya, dia tidak amanah dengan tangan itu, sehingga mudah sekali mengambil hak orang lain. Nah, banyak ujian-ujian seperti itu sama seperti ibadah. Ada yang kuat puasa, mau puasa Senin Kamis hingga daud tetapi dia tidak bisa mengaji sampai 1 juz full, ada juga yang dia tidak bisa sholat dhuha, tetapi sholat malamnya rajin. Ia selalu bangun. Nah, kita tidak bisa menginginkan seseorang itu sempurna. Karena manusia yang memiliki akhlak, adab dan pemahaman itu ya hanya Rasulullah ﷺ. Tetapi, bukan berarti kemudian merasa karena manusia biasa kemudian wajar kalau berbuat dosa. Tetap harus menjaga diri. 

Intinya pemahaman agama itu bukan hanya sekedar pemahaman. Jadi, ketika dia paham agama, maka dia juga menjaga dirinya dan keluarganya, tubuhnya juga untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap apa yang sudah diperintahkan dan sudah digariskan oleh syariat. Termasuk salah satunya tidak melakukan zina. Dalam Al Qur'an : "Jangan mendekati zina" salah satunya adalah dilarang pacaran. Pintu pintu itu harus ditutup, zina nya tangan tidak menyentuh yang bukan mahrom nya, zina nya mata dia tidak melihat sesuatu yang tidak pantas untuk dilihat, zina nya mulut dia tidak ngomong sesuatu yang  tidak pantas. Ini yang perlu dipahami. Jadi, berproses, bisa jadi orang orang yang ada di dekat dia yang seharusnya mengingatkan. Kamu sudah baik, tapi tolong jaga pandangan kamu. Sehingga, dia sadar punya kekurangan itu dan  dia mau mencoba belajar untuk menundukkan pandangan.

Wallahu a'lam

0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek 
Masyaallah bunda.

Bunda benar tidak si kalau jodoh kita itu tidak jauh beda dengan sifat karakter kita.
Seperti kalau mau jodoh sholeh kita harus mempantaskan diri juga untuk menjadi shalihah.

Tapi tidak sedikit juga si wanita sudah merasa memantaskan diri menjadi sholehah, si ikhwan masih jelalatan apakah itu termasuk ujian pernikahan bunda?

🌸Jawab:
Bismillahirrohmaanirroohiim. 

Kalau di dalam Al -Qur'an itu pasangan kita itu seperti pakaian. Kalau tidak salah di dalam Al Baqarah itu, "Suami mu adalah pakaian bagimu, dan istri mu adalah pakaian bagimu."

Intinya jika kita membahas tentang pakaian, maka pakaian yang normal itu pasti sesuai dengan ukuran tubuh kan ya. Kalau bagi bunda, ukuran L itu sudah kebesaran, paling poll itu ukuran L tapi yang L paling kecil begitu ya. Kalau ukuran L yang biasa itu, jadinya kebesaran. Dan bunda juga tidak bisa memakai baju ukuran S, akan ngepas sekali itu semua. Bahkan bisa jadi tidak masuk begitu ya. 

Maka akan sangat riskan, jika kita memakai baju dengan ukuran yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh kita. Atau sepatu misalnya, yang biasanya pakai ukuran 36, mau pakai ukuran 40, jadinya tidak bisa jalan, karena kegedean atau tidak pas. 

Nah begitu juga dengan pasangan ya. Itu kemudian kenapa di dalam Al Qur'an kita dianjurkan untuk saling memantaskan diri. Menjadi perempuan yang pantas untuk dijemput oleh laki-laki yang sholeh begitu ya. Karena Alloh ﷻ akan mempertemukan jodoh itu, sesuai dengan kapasitas kita. 

Bagi mbak-mbak yang belum ketemu jodohnya, hayuuk di upgrade dirinya. Jadi rajin tilawahnya, rajin sholatnya, ibadah sunnahnya, puasanya, sedekahnya, kemudian yang paling utama itu adalah ridho nya orang tua. 

Bikin orang tua itu benar-benar tulus dan ridho. Begitu orang tua ridho dan tulus kepada kita, maka insyaAllah Alloh ﷻ akan kirimkan kepada kita, seseorang yang dia itu bisa menjaga kedua orang tua kita. InsyaAllah seperti itu.

Ketika bunda dulu ngaji, bunda bertanya, bagaimana sih menyikapi jodoh. Guru bunda mengatakan, bahwa jodoh itu tidak usah jauh-jauh, tidak usah menentukan harus yang seperti ini itu, nah kalau kualitas diri antum itu segini ya. Alloh ﷻ tidak akan memberikan. 

Nah begitu antum semangat, untuk menjadi perempuan yang pantas diperjuangkan, maka insyaAllah. Jika antum bisa menjaga diri, menjaga kesucian antum, berusaha untuk mengupgrade kafaah (pengetahuan agamanya dan lain sebagainya). Maka Alloh ﷻ mempertemukan dengan orang yang paling tidak seperti itu. 

Pertanyaannya adalah, ada perempuan yang begitu baik, solehah dan lain sebagainya, tetapi diuji dengan suami yang tidak baik. Maka disinilah ujian itu. Bagaimana, seorang istri bisa menjadi orang yang mengajak suaminya untuk menjadi orang yang baik. 

Kalau kita flash back ke masa lalu, itu bagaimana seorang Asiyah bisa menikah dengan seorang Fir'aun. Fir'aun yang mengaku Tuhan. Kalau laki-laki sekarang, emang adakah yang mengaku Tuhan? Yang ada sekarang adalah yang akhlaknya tidak baik, dan tentunya tidak sebengis Fir'aun ya. Tetapi Asiyah itu dikasih Surga oleh Alloh ﷻ. Karena akidahnya. 

Nah, bagaimana kita bisa menjadi seorang perempuan yang memiliki akidah yang bagus? Sehingga doa kita itu di makbul oleh Alloh ﷻ, dikabulkan Alloh ﷻ untuk bertemu dengan laki-laki yang baik. 

Tetapi jika kita sekadar pasrah dan mimpi, malas, sholat malam saja sebulan bisa diitung, 2 atau 3 kali doang, puasa sunnah tidak pernah, boro-boro 1 juz 1 hari. Dan terus mengharapkan suami yang bisa menjadi qawwam yang baik, ahli puasa, hafal Qur'an, pokoknya yang akhlaknya baik. Nah itu kan bagaikan pungguk merindukan bulan ya.

Karena seorang lelaki yang seperti itu, tentunya akan menginginkan perempuan yang taat, mengerti agama, yang paham. Paling tidak hal-hal yang berkaitan dengan fiqh wanita saja. Itu dia paham, begitu. Biar tidak ribet nanti ketika mengajari anak perempuannya. Yang banyak sekarangkan apa coba, anak-anak perempuan, gadis-gadis remaja, bahkan sudah punya anak pun belum paham, apa itu darah nifas, apa itu istihadoh, kapan darah itu disebut istihadoh, kapan berakhirnya nifas, bagaimana membedakan darah haid dan darah istihadoh. Itu banyak yang tidak paham. 

Itu baru bicara darah. Tidak usah bicara yang lain-lain dulu begitu. Padahal banyak sekali fiqh yang harus kita pahami. Untuk bekal mendidik anak-anak kita. Jadi, anak-anak itu akan paham tentang akidah, tentang shiroh, akhlak dan adab, itu belajarnya kan ke ibunya. Nah kalau kualitas ibunya itu apa adanya, dan berharap suaminya super duper, nah susah itu ya. Itu kenapa kita harus berjuang untuk memantaskan diri agar pantas untuk diperjuangkan oleh lelaki yang baik.

Dan itu benar-benar, ketika bunda mendapatkan taujih seperti itu. Kemudian bunda sadar diri, tidak bisa masak pada saat itu. Jadi benar-benar belajar. Jadi kalau dalam bahasa jawa, "witing tresno, jalaran soko kulino." Jatuh cinta itu karena adanya pertemuan setiap hari. Kan kalau sudah menikah itu satu atap, pasti ketemu tiap hari. Ketemu dia lagi dia lagi, kan masih berdua. Kita masakin, terus cinta itu bisa berasal dari kuliner. Kan tidak mungkin go food terus. Ok kalau mau go food, misalkan gaji suaminya 10 juta misalkan. Yang untuk hidup berdua cukuplah, kalau mau go food terus. Tapi lama-lama kan bisa bosen begitu ya. 

Suami kan juga punya ibu, terus nanti dia bilang, dulu ibuku kalau masak enak loh. Kalau bikin tempe orek. Sesuatu yang sederhana yang dia ingin, istrinya bisa. Kenapa kita tidak belajar. Memang semua wanita belum tentu bisa. Tapi bukan berarti kemudian tidak bisa. Tinggal bagaimana usaha kita untuk bisa memberikan, sentuhan itu. Rasa cinta yang lahir dari keseharian dalam rumah tangga, itu juga perlu, untuk dipersiapkan kepada anak-anak kita yang perempuan.

Begitu juga dengan anak lelaki. Itu mereka juga harus tahu, betapa beratnya menjadi seorang ibu. Dia harus melihat itu. Bahwa ibu itu hamil 9 bulan itu tidak main-main. Bayangin saja dia disuruh bawa beras 4 kg di perutnya, terus jalan-jalan selama 9 bulan. Kan bayi itu paling berat 4 kg lah ya di dalam perut. Dan juga tidak bisa di taruh. 

Nah kalau dia tidak bisa memahami itu, maka yang ada adalah wajarlah wanita kan memang tugasnya hamil, melahirkan, menyusui, kemudian mendidik anak. Loh kok seperti begitu. Tidak seperti begitu lah. Padahalkan dalilnya, ibumu ibumu ibumu, itu berat loh. Perjuangan untuk menjadi seorang ibu itu berat loh. Kalau tidak dididik pada anak lelaki, maka dia akan sangat-sangat menggampangkan istrinya, termasuk ibunya, saudara perempuannya. Dia tidak pernah mengalami beratnya melahirkan, hamil, ada yang sampai kolaps, bahkan dirawat begitu kan. Itu maasyaAllah begitu ya. 

Jadi, intinya adalah selama kita berjuang sungguh-sungguh untuk memantaskan diri menjadi seorang perempuan yang pantas untuk dipinang, insyaAllah Alloh ﷻ itu akan memberikan yang terbaik buat kita. Satu hal, mengabdilah kepada kedua orang tua. Karena ridho nya orang tua itu yang akan mempertemukan kita dengan jodoh yang baik.

Wassalamu'alaikum warohmatullah wabaarokatuh.

0️⃣5️⃣ Aisyah ~ Riyadh
1. Apa hukum suami meninggalkan istri karena bertengkar?

2. Berapa lama suami boleh meninggalkan istrinya ? 

3. Dan apakah pisah ranjang termasuk talak?
 
🌸Jawab:
1. Yang dicontohkan jika terjadi pertengkaran di dalam rumah tangga itu, istri tetap stay di rumah, suami silahkan keluar untuk meredam amarah. Tetapi, keluarnya bukan ke night klub atau ke hal-hal yang justru membuat emosi tidak tenang. Sebaiknya suami keluar itu ke masjid, merenungkan apa yang sudah dikatakan kepada istrinya, bisa jadi ada perkataan kasar, perlakuan kasar dan lain sebagainya. Jadi, dia menenangkan dirinya ke masjid dengan banyak bertafakur dan istighfar, itu yang disarankan ketika terjadi pertengkaran.

2. Jika kita berkaca pada zaman sahabat, maka yang diperbolehkan adalah selama 4 bulan. Kalau para suami berangkat berperang, maka istri-istri ditinggal selama 4 bulan pada masa masa itu. Kemudian, Umar aka melakukan pergiliran pasukan, bergilir, yang sudah 4 bulan ditarik pulang kemudian yang ada di kampung akan diberangkatkan. Itu yang ada di dalam shiroh. 

3. Pisah ranjang itu masih di dalam rumah. Talak itu adalah pernyataan ketika suami mentalak istri. Kalau pisah ranjang itu berarti hukuman sementara, artinya hanya pindah kamar, istri di kamar yang satu dan suami di kamar yang satunya lagi. Tetapi, tidak boleh terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau pemukulan secara fisik. Itu tidak dibenarkan. Bahkan itu termasuk perbuatan mendzolimi istri dengan melakukan pemukulan dan lain sebagainya. Karena istri itu bukan sak-sak tinju, istri itu harus diperlakukan dengan baik. 

Bahkan dalam satu tulisan dikatakan : "Perlakukan kaca-kaca itu dengan lembut." Karena wanita itu rapuh, dia akan mudah terluka, akan mudah pecah jika diperlakukan dengan kasar. Dan itu adalah perintah Nabi untuk tidak memperlakukan istri dengan buruk. Sebagaimana yang dilakukan Umar ketika diomeli sepanjang waktu oleh istrinya dan ketika ada sahabat yang kecewa karena dia dimarahi oleh istrinya. Dia keluar dari rumah, maksudnya ingin mengadukan istrinya yang cerewet. Kemudian dia datang ke rumah Umar sebagai seorang khalifah dan ternyata Umar sedang diomeli, dia mendengarkan di balik pohon, dan Umar hanya diam sambil terus melayani anak-anaknya dia tetap mendengarkan hingga selesai, dan sahabat itu bertanya kepada Umar "Kemarin, aku ingin mengadu kepadamu tentang istriku yang marah-marah, tetapi ketika aku sampai di rumahmu, engkau sedang dimarahi oleh istrimu, tetapi tidak ku dengar engkau membalas perkataan satu ucapan pun kepada istrimu, kenapa seperti itu?"

Jawaban Umar : "Bahwa apa yang dilakukan istriku itu, tidak sebanding dengan apa yang sudah dia lakukan, dia korbankan untuk hidupnya untukku. Dia hamil, membesarkan, dia menyusui anak-anakku, merawat aku dan anak-anakku dengan baik. Dan kalau hanya sekedar diomeli, masa iya, saya harus membalas dia itu tidak sebanding dengan pengorbanannya untuk menjaga rumahku."

MasyaAllah...
Kita sebagai seorang istri juga tidak boleh ngelunjak. Ketika Umar saja diam kalau diomeli, bukan berarti itu sebuah pembenaran, tetap saja kita harus ada dalam koridor, mana yang pantas dan mana yang tidak. 

Sebagai seorang suami, ucapan itu bisa menjadi talak. Dan talak itu hanya 3 kali, 2 kali itu boleh rujuk, 1 kali lagi tidak boleh. Berulang kali saya katakan, bahwa berumah tangga itu ibadah yang paling panjang, jadi jangan sapai talak 1 di tahun pertama, talak 2 di tahun kedua, ya selesai setelah itu harus benar-benar bercerai. Itulah kenapa seorang laki-laki harus bisa mengerem mulutnya untuk tidak mentalak istrinya. Dan itu berat.

Dan jadi seorang istri jangan sedikit-sedikit minta khuluq (minta cerai), " Ya sudah kalau kamu memang seperti begitu, pulangin saja aku, kita udahan, kita cerai" dengan kata-kata seperti itu kalau sudah di iyain oleh suami, itu sudah jatuh talak. Dan di ingat-ingat, apabila seorang istri meminta cerai kepada seorang suami tanpa alasan yang jelas atau "tidak sesuai syari'at" maka diharamkan bagi dirinya untuk mencium baunya surga. Mencium baunya saja tidak, apalagi masuk. Harus hati-hati. Jadi, masing-masing harus paham, perlu ilmu, perlu tsaqofah untuk bisa melalui rumah tangga itu dengan benar.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Setiap kita insyaAllah telah tercatat dalam takdir-Nya, dengan siapa akan berjodoh.
Tugas kita adalah memantapkan diri menjadi wanita yang layak untuk diperjuangkan.
Untuk dipinang dan terpilih bagi laki laki yang sholih, yang kelak akan menjadi qawwam dan imam sampai di surga-Nya.

Ikhtiar sungguh-sungguh bermohon kepada Alloh ﷻ dipertemukan dengan jodoh tak hanya di dunia tapi se surga bersamanya.

Rumah tangga adalah ibadah terpanjang. 
Perlu kafaah memadai untuk menjaga bahteranya sampai di dermaga ridho-Nya.

Ujian-ujian dalam rumah tangga itu beragam, perlu mental dan yang tangguh untuk bisa melaluinya.
Kedekatan dengan Alloh ﷻ adalah kuncinya.
Selama Alloh ﷻ menjadi sandaran, sebesar apapun hantaman badai, maka sauh akan tetap bisa tertancap kokoh. insyaAllah.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar