Senin, 31 Januari 2022

MASEHI DAN HIJRIAH

 


OLeH: Ustadz H. Syahirul Alim

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸MEMAHAMI KALENDERISASI MASEHI DAN HIJRIYAH

Sebagaimana dipahami, bahwa siklus perhitungan tarikh atau kalenderisasi selama kurang lebih 365 hari, tidak lain untuk membedakan waktu dulu atau saat ini. Tahun yang dihitung berdasarkan Masehi tentu saja berdasarkan peredaran matahari, sedangkan Hijriyah tentu saja penentuannya melalui perputaran bulan mengelilingi bumi. Pergerakan makhluk Alloh ﷻ bernama matahari dan bulan ini tentu saja diatur sedemikian rupa, dimana keduanya dapat menjadi “tanda-tanda” bagi mereka yang memang mau berpikir.

Itulah sebabnya, dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa baik matahari dan bulan tentu saja berotasi dalam manzilah-nya, dalam garis edarnya dan selalu tetap pada porosnya. Ketika para ahli menyebut kejadian alam semesta melalui teori “Big Bang”. Al-Qur’an menyebut kejadian alam raya ini melalui “suatu proses” yaitu  “kun” (jadilah!) lalu seluruh alam raya ini setelah diciptakan Alloh ﷻ berproses (atau  fayakun). Tidak ada kejadian di alam raya ini terjadi secara tiba-tiba kecuali Alloh ﷻ tetapkan dalam suatu “proses menjadi” atau “kun fayakun” tidak berhenti pada “kun” tetapi dilanjutkan dengan “fayakun” dan Maha Besar Alloh ﷻ yang atas kuasa dan kehendak-Nya seluruh pecahan elemen alam semesta kemudian saling menjauh satu sama lainnya, tetapi mereka tetap pada manzilah dan garis edarnya masing-masing secara lugas Kitab Suci Al-Qur’an menjelaskan:

وَالشَّمْسُ تَجْرِئ لِمُسْتَقَرٍّلَهَا ذَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ اْلعَلِيْمِ وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَهُ مَنَازِلَ حَتَّئ عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِئ لَهَا اَنْ تُدْرِكَ اْلقَمَرَ وَلاَ الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِئ فَلَكِ يَسْبَحُوْنَ

“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi maha mengetahui. Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”

Peredaran matahari dan bulan tentu saja merupakan tabiat alam yang kemudian ditangkap tanda-tandanya oleh mereka yang senantiasa berpikir. Terdapat perhitungan kalender yang sejauh ini dibagi menjadi 2: Masihiyah (perhitungan berdasarkan perputaran matahari) dan Hijriyah yang didasarkan pada gerak perputaran bulan. Sesungguhnya dalam segala penciptaan alam, perputaran dan pergantiannya, akan menjadi tanda-tanda yang dieksplorasi oleh mereka yang senantiasa memikirkan ciptaan Alloh ﷻ demikian ketika Alloh ﷻ firmankan dalam Al-Qur’an:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab).”

Syekh muhammad Thaha Durrah dalam karya tafsirnya menjelaskan, bahwa Ulul Albab adalah mereka yang memiliki potensi kecerdasan akal yang senantiasa dicurahkan untuk memikirkan ciptaan-ciptaan Alloh ﷻ, terlindung dari beragam kontaminasi dorongan syahwat duniawiyah. Disebut Ulul Albab karena seluruh potensi aqliyahnya cenderung “al-khali min al-hawa” (nyaris tidak bercampur dengan hawa nafsu. Disebut “labb” atau “lubb” karena memang menempati sisi terdalam dari jiwa manusia. “Lubbun” merupakan intisari paling dalam, karena keberadaan lubbun, melewati proses penyaringan dari akal, hati, jiwa, dan ruh terdalam (fuad) dan baru kemudian ditangkap oleh lubbun, karena lubbun merupakan hasil dari proses akhir. Maka posisi lubbun jelas, menempati ruang terdalam dalam intisari jiwa manusia sehingga tumbuh akal yang bersih dan menghasilkan apa yang keluar dari pikirannya, ucapan dan tindakannya, benar-benar cermin dari kebersihan jiwa dan hatinya. Istilah ulul albab juga terambil dari kata al-lubaab yang memiliki konotasi “kemurnian dari segala sesuatu yang dapat bercampur didalamnya” (al-khaalish min kulli syaaibah) sehingga seseorang disebut “al-labiib” dikarenakan ia memiliki pemahaman yang baik berasal dari pikirannya yang murni-bersih yang dalam istilah ahli filsafat disebut sebagai (al-‘aaqil al-faahim). Mereka senantiasa meminta pertimbangan akalnya dalam memutuskan segala sesuatu karena akal—menurut Imam Ar-Razi—cenderung tidak akan merusak (laa yuriidu itlaafu ghairihi) lain halnya ketika hawa nafsu yang bercampur di dalamnya akal justru dikalahkan hawa nafsu yang pada akhirnya akan  menuntun kepada kerusakan. Dalam kitab Nashaihul Ibad yang dikarang oleh Syekh Nawawi Banten dituliskan:

قيل طُوْبَى لِمَنْ كَانَ عَقْلُهُ اَمِيْرًا وَهَوَاهُ اَسِيْرًا وَوَيْلٌ لِمَنْ كَانَ هَوَاهُ اَمِيْرًا وَعَقلُهُ اَسِيْرًا

“Berbahagialah orang yang selalu dalam bimbingan akalnya dan hawa nafsunya selalu dalam kendalinya. dan celakalah orang yang selalu dikendalikan oleh hawa nafsunya sedang akalnya diam terkekang.”

Keberadaan antara bulan masehi dan hijriyah tentu saja merupakan bagian dari bagaimana proses para Ulul Albab ini berpikir tentang ciptaan Alloh ﷻ, hampir tidak mungkin dikaitkan dengan persoalan keyakinan atau agama. Kita seharusnya memahami bahwa penentuan tahun baru Masehi atau Hijriyah terkait dengan peristiwa sejarah dan keputusannya jelas ditentukan oleh para penguasa pada saat itu. Menarik ketika kita menelusuri sejarah kenapa tahun baru Islam dimulai dari peristiwa Rasulullah ﷺ pertama kali hijra dan bukan dimulai dengan tahun kelahiran Rasulullah ﷺ sendiri. Hal ini mengindikasikan paling tidak bahwa umat Muslim menghindari pengkultusan berlebihan kepada Nabinya dan jelas terbukti sampai saat ini. Nabi Muhammad tidak pernah dikultuskan sosok Nabi Muhammad hanya dijadikan panutan dan teladan terbaik yang kemudian diikuti oleh seluruh umat Muslim.

Penanggalan Masehi dimulai berdasarkan perhitungan Julian dan Gregorian. Istilah “masehi” jelas memiliki kedekatan dengan sejarah kelahiran Nabi Isa Al-Masih. Penanggalan Masehi jelas mendasarkan penanggalannya dari sejarah kelahiran Nabi Isa AS, karena istilah “Mesiah” jelas merujuk pada diri Nabi Isa sendiri ketika masehi lekat dengan kelahiran Nabi Isa, maka Hijriyah atau kalenderisasi Islam tidak dikaitkan dengan kelahiran Rasulullah ﷺ, tetapi lebih kepada sebuah peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ dari Mekkah ke Madinah. Ali bin Abi Thalib RA bahkan menjelaskan atau menjadikan peristiwa hijrahnya nabi sebagai awal tahun dalam kalender Islam lebih besar maknanya ketimbang kelahiran atau pengangkatan Muhammad sebagai rasul, namun yang pasti penanggalan atau kalenderisasi dalam sejarah umat manusia sangat terkait dengan sebuah peristiwa besar, sehingga awal tahun yang diberlakukan semata-mata untuk mengingat sejarah dan peristiwa besar yang pada saat itu terjadi.

Peristiwa bersejarah yang paling penting dalam tahun baru Masehi dimana Alloh ﷻ telah menciptakan seorang Nabi dan rasul yang ditakdirkan Alloh ﷻ memiliki perilaku sabar yang hampir tiada tandingannya. Dialah Nabi Isa as, salah satu Nabi dalam golongan ulul azmi yang ditimpakan ujian dan cobaan yang sangat besar melebihi manusia lain pada umumnya. Kita masih belum lupa, ketika pernah suatu waktu Nabi Isa bersabda, ”Kebaikan itu bukan karena kamu membalas kebaikan orang lain, tetapi kebaikan yang sesungguhnya adalah kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.” Hal ini sebagaimana juga dikutip dalam Al-Qur’an ketika Alloh ﷻ berfirman dalam surat fushilat ayat 34:

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolak lah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara mu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”

Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Cucu Nuraini ~ Tasikmalaya
Adakah yang menentang tentang penentuan tahun hijriah.
Syukron ustadz

🌸Jawab:
Menentang? Tidak ada, kan itu soal hitungan. Perhitungan hijriyah sudah ada sebelum Islam, karena orang Arab mengenal bulan-bulan seperti Dzulhijjah, Muharram, Safar, Ramadhan, itu jauh sebelum Rasulullah ﷺ dilahirkan dan tidak pernah ada yang menentang. Itu perhitungan kalender berdasarkan rotasi bulan.

Wallahu a'lam

•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•

Semoga yang sedikit ini bisa membawa kebaikan dan manfaat.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar