Rabu, 30 Juni 2021

FIQIH SHAUM ENAM HARI SYAWWAL

 


OLeH: Ustadz H. Farid Nu'man Hasan

•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•

🌸PUASA ENAM HARI SYAWWAL; (PRO KONTRA) HUKUMNYA, TATA CARA, DAN KEUTAMAAN

◼️1. Dalil

ﻣﻦ ﺻﺎﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺛﻢ ﺃﺗﺒﻌﻪ ﺳﺘﺎ ﻣﻦ ﺷﻮاﻝ، ﻛﺎﻥ ﻛﺼﻴﺎﻡ اﻟﺪﻫﺮ

Siapa yang puasa Ramadhan lalu diikuti puasa enam hari syawwal maka dia seperti puasa setahun penuh.
(HR. Muslim no. 1164, dari Abu Ayyub al Anshari).

◼️2. Hukum

Sunnah, ini pendapat mayoritas ulama. Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan Imam Daud azh Zhahiri. Serta Malikiyah, Syafi'iyah, Hambaliyah, dan Hanafiyah muta' akhirin. (Syarh Shahih Muslim, 8/56. Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 28/92). 

Imam Abdullah bin Al Mubarak mengatakan, ini puasa yang bagus, setara dengan tiga hari tiap bulan. (Sunan At Tirmidzi no. 759)

Perbedaannya, bagi Syafi’iyah ini sunnah bagi yang puasa Ramadhan atau tidak puasa Ramadhan. Bagi Hambaliyah, ini hanya sunnah bagi yang puasa Ramadhan saja, jika tidak maka tidak disunnahkan. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 29/93)

Makruh, ini pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. (Syarh Shahih Muslim, 8/56)

Alasan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, karena khawatir orang-orang awam menganggap itu bagian dari Ramadhan. Imam Malik menambahkan belum pernah ada di Madinah orang shalih dan ulamanya melakukan itu. (Al Istidzkar, 3/379,  Al Mawahib Al Jalil, 3/329, Raddul Muhtar, 8/35, Al Bada'i Ash Shana'i, 4/149)

Dalam fiqihnya Imam Malik, amalan penduduk Madinah adalah hujjah, tidak mungkin tradisi yang ada di Madinah yang begitu kuat jejak para sahabat Nabi dikalahkan oleh satu hadits. Oleh karena itu  Imam Abdurrahman bin Al Mahdi mengatakan:

اﻟﺴﻨﺔ اﻟﻤﺘﻘﺪﻣﺔ ﻣﻦ ﺳﻨﺔ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ اﻟﺤﺪﻳﺚ.

Kebiasaan masa lampau dari tradisi penduduk Madinah itu lebih baik daripada hadits. (Muntaqa Syarh al Muwaththa', 1/93)

Namun, kata Al Hathab jika tidak dianggap bagian dari Ramadhan tidak apa-apa menurut Imam Malik. (Al Mawahib, 3/329)

Bagi Imam Abu Hanifah, makruhnya itu baik berturut-turut atau tidak. Sedangkan muridnya, Abu Yusuf, makruh jika berturut-berturut, tapi jika tidak, tidak apa-apa. Beturut-turut itu menyerupai Nasrani. Sedangkan Hanafiyah generasi belakangan mengatakan sama sekali tidak apa-apa, dan makna seperti itu telah hilang. (Raddul Muhtar, 8/35, Bahrur Raa-iq, 6/133)

Imam ash Shan'ani telah menyanggah pihak yang memakruhkan bahwasanya setelah pastinya sebuah nash (dalil) maka tidak ada hukum bagi alasan-alasan mereka itu. Dan komentar terbaik adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Bar: “Sesungguhnya hadits ini belum sampai kepada Imam Malik, yakni hadits riwayat Muslim.” (Subulus Salam, 2/167)

◼️3. Tata Caranya

~ Bagi Imam Abdullah bin Al Mubarak, dilakukan di awal bulan, jika dilakukan tidak berturut-turut tidak apa-apa. (Sunan At Tirmidzi No. 759)

~ Syafi’iyah mengatakan lebih utama di awal bulan, dan berturut-turut. Jika tidak berturut-turut tidak apa-apa dan tetap dapat keutamaan. (Syarh Shahih Muslim, 8/56)

~ Hambaliyah mengatakan berturut-turut atau tidak, sama saja. Yang satu tidak lebih utama atas lainnya. (Fiqhus Sunnah, 1/450)

~ Hanafiyah mengatakan lebih diutamakan tidak berturut-turut, tiap pekan dua hari saja. (Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 28/93)

Jika diawal-awal bulan tidak sempat, karena masih banyak kunjungan atau dikunjungi famili dan kerabat, tidak apa-apa dia menundanya karena menghormati hidangan tuan rumah juga perintah syariat. 

◼️4. Keutamaannya

Sebagaimana tertera dalam haditsnya, puasa Ramadhan lalu disusul enam hari Syawwal, setara dengan puasa setahun penuh (360 hari). Sebab, 30 hari Ramadhan plus enam hari Syawwal, adalah 36, sementara satu kebaikan akan dilipatkan 10 kali.

Sebagaimana hadits qudsi:

الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

"Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberikan ganjarannya, dan satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan yang semisalnya." (HR. Bukhari No. 1894)

Apalagi jika dia juga melakukan puasa tiga hari tiap bulannya selain enam hari syawwal, maka dia seolah puasa dua tahun secara penuh. (Syaikh Abdul Muhsin al 'Abbad, Syarh Sunan Abi Daud, 13/327)

◼️5. Syawwal Dulu Atau Qadha Dulu?

Umumnya ulama mengatakan Qadha dulu, sebab:

~ Qadha adalah kewajiban, Syawwal adalah sunnah. Tentu kewajiban lebih didahulukan dibanding yang sunnah. 

~ Keutamaan mendapat "puasa setahun penuh" itu bagi yang puasa Ramadhan dan enam hari syawwal, artinya tuntas Ramadhannya lalu enam hari syawwal. Jika dia masih menyisakan puasa Ramadhannya maka dia tidak dikatakan tuntas dan tidak mendapatkan keutamaan puasa setahun penuh itu. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 18, Fatawa Nuur 'Alad Darb no. 191)

Tapi, bukan berarti terlarang seseorang mendahulukan Syawwal dulu. Pembahasan di atas adalah tentang keutamaan, bukan tentang boleh atau tidaknya. Dalam Sunan At Tirmidzi, dengan sanad hasan shahih, bahwa Aisyah Radhiallahu 'Anha melakukan qadha di bulan Sya'ban selanjutnya. 

Oleh karena itu, Qadha bukanlah kewajiban yang segera, tapi kewajiban yang lapang waktunya (wujuban muwassa' an).  (Fiqhus Sunnah, 1/470)

◼️6. Khusus Wanita, Tidak Tuntas karena Haid

Jika seorang wanita sudah qadha, lalu dilanjutkan Syawwal, ternyata bentur dgn jadwal haidnya sehingga puasanya tidak tuntas enam hari dan bulan syawwal pun berakhir. Padahal dia sangat ingin menuntaskannya. Apakah dia tetap dapat keutamaannya? Semoga Allah Ta'ala tetap memberikan keutamaan tersebut berdasarkan dalil-dalil berikut:

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

من أتى فراشه وهو ينوي أن يقوم يصلي من الليل فغلبته عينه حتى يصبح كتب له ما نوى

"Barang siapa yang mendatangi kasurnya dan dia berniat untuk melaksanakan shalat malam, tapi dia tertidur hingga pagi, maka dia tetap mendapatkan apa yang diniatkannya."
(HR. Ibnu Majah No. 1344, dari Abu Dzar. Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan: shahih. Lihat Takhrijul Ihya’, no. 1133)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ

“Barang siapa yang berhasrat melakukan kebaikan lalu dia belum mengerjakannya maka dicatat baginya satu kebaikan." (HR. Muslim no. 130, dari Abu Hurairah )

Hadits lain:

نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ

“Niat seorang mu’min lebih baik dari pada amalnya.”
(HR. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, 6/185-186, dari Sahl bin Sa'ad as Saidi. Imam Al Haitsami mengatakan: “Rijal hadits ini mautsuqun (terpercaya), kecuali Hatim bin ‘Ibad bin Dinar Al Jursyi, saya belum melihat ada yang menyebutkan biografinya.” Lihat Majma’ Az Zawaid, 1/61)

Demikian. Wallahu a'lam

•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•

0️⃣1️⃣ Tini ~ Yogja
Assalamualaikum ustadz.

1. Apakah boleh menggabungkan niat puasa wajib dengan sunah? 

2. Apakah bila melaksanakan puasa sunah Syawal digabung dengan puasa sunah senin kamis, atau puasa sunah lain (misal daud) apakah mendapatkan 2 pahala?

Terima kasih
Wassalamualaikum 

🌸Jawab :
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Bismillahirrahmanirrahim..

Penggabungan niat puasa, dua atau lebih, pada hari yang sama, tidak kita temukan secara khusus dalam Al Quran dan As Sunnah. Oleh karena itu, terjadi pro kontra (khilafiyah) para ulama terhadap masalah ini. 

Dalam kumpulan fatwa Al Lajnah Ad Daimah, kerajaan Arab Saudi, disebutkan:

هل يجوز صيام التطوع بنيتين: نية قضاء، ونية سنة ....

Apakah boleh berpuasa sunnah dengan dua niat: niat qadha dan niat sunnah sekaligus... 

لا يجوز صيام التطوع بنيتين، نية القضاء ونية السنة

Tidak boleh berpuasa sunnah dengan dua niat, baik niat qadha dan niat sunah... (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, no. 6497) 

Perlu diketahui, bahwa puasa qadha itu wajib, dia sebaiknya didahulukan dibanding puasa sunnah. Tapi kadang, ada orang berpuasa qadha -misal qadha Ramadhan- bertepatan di hari Senin atau Kamis, bisa jadi dia juga mendapatkan pahala sunah Senin-Kamis. Semoga demikian. Jadi niatkan saja puasa Qadha-nya, kalau pun dilakukan di hari Senin atau Kamis, atau bertepatan di hari Ayyamul bidh (tanggal 13,14,15), semoga Allah ﷻ juga memberikan pahala sunnah kepadanya.

Sementara itu, umumnya ulama mengatakan SAH alias boleh saja menggabungkan itu, yaitu dengan meniatkan qadhanya walau dilakukan di hari shaum sunnah, maka pahala shaum sunnahnya juga didapatkan, sebab yang wajib dapat meng-cover yang sunnah, tapi yang sunnah tidak dapat meng-cover yang wajib.

Imam As Suyuthi Rahimahullah berkata:

ذكره السنجي في شرح التلخيص صام في يوم عرفة مثلا قضاء أو نذرا أو كفارة ونوى معه الصوم عن عرفة فأفتى البارزي بالصحة والحصول عنهما

“As Sanji menyebutkan dalam Syarh At Talkhish, berpuasa ‘Arafah misalnya, qadha, atau nadzar, atau kafarah, dan diniatkan juga bersamanya puasa ‘Arafah, maka Al Bariziy memfatwakan bahwa hal itu sah dan mendapatkan kedua puasa itu.” (Imam As Suyuthi, Al Asybah wan Nazhaair, 1/22)

Lalu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah juga berpendapat sah. Syaikh Abdullah Al Faqih ditanya tentang seseorang yang shaum ‘arafah plus juga shaum qadha, Beliau menjawab -diantaranya:

والظاهر أنه يجزئك التشريك بين نية القضاء ونية صوم يوم عرفة؛ لأن مقصود الشرع يتحقق، إذ المراد أن يحصل صوم يوم عرفة، وقد حصل، كما أنه لو اغتسل يوم الجمعة للجنابة أجزأه عن غسل الجنابة والجمعة عند الأئمة الأربعة. قال العلامة العثيمين رحمه الله في فتاوى الصيام: من صام يوم عرفة، أو يوم عاشوراء وعليه قضاء من رمضان فصيامه صحيح، لكن لو نوى أن يصوم هذا اليوم عن قضاء رمضان حصل له الأجران: أجر يوم عرفة، وأجر يوم عاشوراء مع أجر القضاء، هذا بالنسبة لصوم التطوع المطلق الذي لا يرتبط برمضان. انتهى

“Yang benar adalah bahwa cukup bagi Anda mencampur (menggabung) antara niat qadha dan niat shaum ‘arafah, karena hal itu sudah mengcover maksud syariat, maksudnya target shaum ‘arafah nya sudah tercapai. Sebagaimana seseorang yang mandi di hari Jum'at, maka itu sudah cukup bagi mandi junub dan mandi Jumatnya menurut imam yang empat. Al ‘Allamah Utsaimin Rahimahullah berkata dalam Fatawa Ash Shiyam: “Barangsiapa yang melakukan puasa pada hari ‘Arafah, atau shaum hari ‘Asyura, sedangkan dia masih ada hutang puasa Ramadhan, maka puasa Sunnah nya itu tetap sah. Tetapi apabila niatnya melakukan puasa pada hari ‘Arafah atau pada hari ‘Asyura DENGAN NIAT SHAUM QADHA RAMADHAN JUGA, maka ia akan mendapati dua pahala. Yaitu ganjaran puasa ‘Arafah dan‘Asyura, disertai dengan ganjaran qadhanya itu. Penjelasan ini untuk puasa muthlaq, yaitu yang tidak ada  hubungan apa-apa dengan puasa Ramadhan.” (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 16431)

Imam Khathib Asy Syarbini Rahimahullah mengatakan:

ولو صام فيه -أى فى شوال - قضاء عن رمضان أو غيره أو نذرا أو نفلا آخر حصل له ثواب تطوعها

2. Hal itu boleh, dalilnya adalah;

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الصَّدَقَةُ عَلَى المِسكينِ صَدَقةٌ ، وعَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ : صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, bersedekah kepada orang yang punya hubungan persaudaraan ada dua macam keutamaan: bersedekah dan silaturrahim. (HR. At Tirmidzi No. 657, katanya: hasan)

Hadits di atas menunjukkan satu amal yaitu sedekah kepada keluarga sendiri bisa dapat dua manfaat, yaitu sedekah itu sendiri dan mempererat silaturrahim.

Oleh karena itu, satu amal ibadah bisa diniatkan dua niat sekaligus. Seperti shalat qabliyah diniatkan juga tahiyatul masjid, sebagaimana dikatakan Imam An Nawawi. Begitu pula puasa Sunnah dengan puasa Sunnah.

Al 'Allamah As Sayyid Al Bakriy bin Sayyid Muhammad Syatha Ad Dimyathi Rahimahullah menjelaskan:

اعلم أنه قد يوجد للصوم سببان: كوقوع عرفة أو عاشوراء يوم اثنين أو خميس، أو وقوع اثنين أو خميس في ستة شوال، فيزداد تأكده رعاية لوجود السببين، فإن نواهما: حصلا - كالصدقة على القريب، صدقة وصلة - وكذا لو نوى أحدهما - فيما يظهر -.

"Ketahuilah shaum itu diperoleh dengan dua sebab: seperti jatuhnya hari 'Arafah atau hari 'Asyura di hari Senin atau Kamis, atau jatuhnya Senin atau Kamis bertepatan dengan enam hari Syawwal. Maka, penekanan untuk menjaganya jadi bertambah kuat, jika meniatkan langsung keduanya maka sah. Seperti sedekah kepada kerabat sendiri mendapatkan dua hasil: sedekah dan silaturrahim. Demikian juga jika berpuasa dengan dua niat menurut pendapat yang benar (adalah sah)."
(I'aanatuth Thalibiin, 2/307)

Demikian. Wallahu a'lam

0️⃣2️⃣ Yeni ~ Bandung
Ustadz, seorang ustadz berkata untuk wanita yang menqodho puasa di bulan syawal sebanyak 6 hari itu sudah otomatis mendapat pahala puasa sunnah syawal. Bagaimana mengenai ini ustadz? Jazakallah.

🌸Jawab:
Tidak otomatis, kecuali diniatkan dulu, itu pun masih diperselisihkan ulama.

Bismillahirrahmanirrahim..

Penggabungan niat puasa, dua atau lebih, pada hari yang sama, tidak kita temukan secara khusus dalam Al Quran dan As Sunnah. Oleh karena itu, terjadi pro kontra (khilafiyah) para ulama terhadap masalah ini. 

Dalam kumpulan fatwa Al Lajnah Ad Daimah, kerajaan Arab Saudi, disebutkan:

هل يجوز صيام التطوع بنيتين: نية قضاء، ونية سنة ....

Apakah boleh berpuasa sunah dengan dua niat: niat qadha dan niat sunah sekaligus?

لا يجوز صيام التطوع بنيتين، نية القضاء ونية السنة

"Tidak boleh berpuasa sunnah dengan dua niat, baik niat qadha dan niat sunah..." (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, no. 6497) 

Perlu diketahui, bahwa puasa qadha itu wajib, dia sebaiknya didahulukan dibanding puasa sunnah. Tapi kadang, ada orang berpuasa qadha -misal qadha Ramadhan- bertepatan di hari Senin atau Kamis, bisa jadi dia juga mendapatkan pahala sunah Senin-Kamis. Semoga demikian. Jadi niatkan saja puasa Qadha-nya, kalau pun dilakukan di hari Senin atau Kamis, atau bertepatan di hari Ayyamul bidh (tanggal 13,14,15), semoga Allah ﷻ juga memberikan pahala sunnah kepadanya.

Sementara itu, umumnya ulama mengatakan SAH alias boleh saja menggabungkan itu, yaitu dengan meniatkan qadhanya walau dilakukan di hari shaum sunnah, maka pahala shaum sunnahnya juga didapatkan, sebab yang wajib dapat meng-cover yang sunnah, tapi yang sunnah tidak dapat meng-cover yang wajib.

Imam As Suyuthi Rahimahullah berkata:

ذكره السنجي في شرح التلخيص صام في يوم عرفة مثلا قضاء أو نذرا أو كفارة ونوى معه الصوم عن عرفة فأفتى البارزي بالصحة والحصول عنهما

 “As Sanji menyebutkan dalam Syarh At Talkhish, berpuasa ‘Arafah misalnya, qadha, atau nadzar, atau kafarah, dan diniatkan juga bersamanya puasa ‘Arafah, maka Al Bariziy memfatwakan bahwa hal itu sah dan mendapatkan kedua puasa itu.” (Imam As Suyuthi, Al Asybah wan Nazhaair, 1/22)

Lalu,  Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah juga berpendapat sah. Syaikh Abdullah Al Faqih ditanya tentang seseorang yang shaum ‘arafah plus juga shaum qadha, Beliau menjawab -diantaranya:

والظاهر أنه يجزئك التشريك بين نية القضاء ونية صوم يوم عرفة؛ لأن مقصود الشرع يتحقق، إذ المراد أن يحصل صوم يوم عرفة، وقد حصل، كما أنه لو اغتسل يوم الجمعة للجنابة أجزأه عن غسل الجنابة والجمعة عند الأئمة الأربعة. قال العلامة العثيمين رحمه الله في فتاوى الصيام: من صام يوم عرفة، أو يوم عاشوراء وعليه قضاء من رمضان فصيامه صحيح، لكن لو نوى أن يصوم هذا اليوم عن قضاء رمضان حصل له الأجران: أجر يوم عرفة، وأجر يوم عاشوراء مع أجر القضاء، هذا بالنسبة لصوم التطوع المطلق الذي لا يرتبط برمضان. انتهى

“Yang benar adalah bahwa cukup bagi Anda mencampur (menggabung) antara niat qadha dan niat shaum ‘arafah, karena hal itu sudah mengcover maksud syariat, maksudnya target shaum ‘arafahnya sudah tercapai. Sebagaimana seseorang yang mandi di hari Jumat, maka itu sudah cukup bagi mandi junub dan mandi Jumatnya menurut imam yang empat. Al ‘Allamah Utsaimin Rahimahullah berkata dalam Fatawa Ash Shiyam: “Barangsiapa yang melakukan puasa pada hari ‘Arafah, atau shaum hari ‘Asyura, sedangkan dia masih ada hutang puasa Ramadhan, maka puasa sunnahnya itu tetap sah. Tetapi apabila niatnya melakukan puasa pada hari ‘Arafah atau pada hari ‘Asyura DENGAN NIAT SHAUM QADHA  RAMADHAN JUGA, maka ia akan mendapati dua pahala. Yaitu ganjaran puasa ‘Arafah dan‘Asyura, disertai dengan ganjaran qadhanya itu. Penjelasan ini untuk puasa muthlaq, yaitu yang tidak ada  hubungan apa-apa dengan puasa Ramadhan.” (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 16431)

Imam Khathib Asy Syarbini Rahimahullah mengatakan:

ولو صام فيه -أى فى شوال - قضاء عن رمضان أو غيره أو نذرا أو نفلا آخر حصل له ثواب تطوعها

Wallahu a'lam

0️⃣3️⃣ Yeni ~ Semarang
Ustadz, untuk orang-orang yang mendapat ruqshoh puasa Ramadhan, jika sudah membayar fidyah, apakah juga berkewajiban membayar hutang puasanya jika sudah mampu puasa?

🌸Jawab:
Ini harus diperjelas dulu, SEBABnya apa dia tidak puasa?

~ Jika karena sudah sama sekali tidak mampu, seperti orang jompo, atau sakit parah yang tidak ada harapan sembuh, maka fidyah saja.

~ Jika sebabnya karena haid, nifas, safar, sakit yang masih bisa sembuh, maka QADHA saja, bukan fidyah.

~ Sebagian ulama mengatakan jika ada orang menunda-nunda qadha tanpa alasan, maka dia juga mesti fidyah. Tapi, jika ada alasan misal sakit, maka cukup qadha saja.

Wallahu A’lam

0️⃣4️⃣ Nurhasanah ~ Kuningan
Mengenai wanita yang sedang mengqodho puasa, apabila dia batalkan puasanya apakah bayar hutang puasanya bertambah dari yang awal?

Misalnya hutang puasa 5 hari, karena wanita ini membatalkan puasa qodhonya hutang puasanya menjadi 6, atau tidak ya ustadz? Mohon maaf jika pertanyaannya aneh.

Jazaakallah

🌸Jawab:
Tidak bertambah, tetap 5 hari. Membatalkan qadha tanpa alasan disaat qadha itu sedang berjalan adalah terlarang. Tapi, tidak membuat menambah jumlah qadha. Hendaknya dia bertaubat atas hal itu.

Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar