Selasa, 15 September 2020
PERINGATAN HARI ANAK NASIONAL, SUDAHKAH GENERASI TERLINDUNGI?
OLeH : Bunda Rizki Ika Sahana
💘M a T e R i💘
🌷PERINGATI HARI ANAK NASIONAL, SUDAHKAH GENERASI TERLINDUNGI?
Alhamdulillah, senang sekali kembali berada di room Perindu Surga yang luar biasa ini. Jazakillah khairan sudah di-add.
Bismillahirrahmaanirrahiim...
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad.
Sudah tahu apa tema peringatan Hari Anak Nasional tahun ini?
Sesekali perlu kita tahu ya, isu disekitar kita, yang tentu saja terkategori penting, urgen, dan berpengaruh terhadap umat Muhammad ini.
Jangan hanya mengikuti isu perselingkuhan artis saja ya, atau bongkar isi rumah orang terkenal, hihii hanya intermezo.
Karena Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadist menyatakan bahwa barangsiapa dari kalangan kaum Muslim yang ketika bangun di pagi hari dia tidak peduli atau tidak memikirkan kondisi umat ini, maka mereka bukan golongan dari umat ini.
Naudzubillahi...
Tema HAN tahun ini adalah "Indonesia Maju, Anak Terlindungi."
Tema ini menjadi pertanyaan manakala kita melihat masih banyak kondisi anak-anak generasi yang jauh dari ideal.
Potret buram generasi terus terekspose, bahkan semakin mengerikan.
Ibu-ibu dan teman-teman di sini pasti tidak asing dengan pemberitaan viral tentang ABG yang tertangkap saat hendak melakukan pesta seks beberapa waktu yang lalu.
Miris, Diduga Hendak Rayakan Ulang Tahun dengan Pesta Seks, 37 Pasangan ABG Diamankan di Kamar Hotel.
Sabtu, 11 Juli 2020 | 05:35 WIB
Editor: Candra Setia Budi
KOMPAS.com - Tim gabungan TNI/Polri bersama Pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi mengelar razia penyakit masyarakat (pekat), Rabu (8/7/2020) malam.
Hasilnya, dalam razia itu didapati sedikitnya 37 pasangan remaja di bawah umur yang diduga hendak melakukan pesta seks di hotel.
Puluhan remaja itu terjaring petugas gabungan di sejumlah hotel yang ada di Jambi.
Dari 37 pasangan yang diamankan, ada yang hendak menggelar ulang tahun dengan pesta seks.
Terjaringnya 37 pasangan ABG itu membuat Camat Pasar Kota Jambi Mursida mengaku miris sekali.
"Dalam operasi itu, banyak yang terjaring anak-anak remaja di bawah umur. Mereka menyewa kamar hotel. Sangat miris sekali. Laki-lakinya umur 15 tahun, ada perempuannya umur 13 tahun. Kita temukan ada 1 perempuan 6 laki-laki di satu kamar,” kata Mursida, Kamis (9/7/2020) malam.
Tidak hanya itu, sambung Mursida, saat ditangkap, petugas juga menemukan barang bukti berupa satu kotak alat kontrasepsi dan obat kuat.
"Saya sendiri merasa sedih karena mereka ini semua masih di bawah umur, tapi sudah berani melakukan perbuatan seperti suami istri," ujarnya dikutip dri TribunJambi.com.
Diakui Mursida, dari banyak razia yang dilakukan. Baru pada razia ini memecahkan rekor, karena semua yang terjaring anak di bawah umur.
Masih dikatakan Mursida, puluhan pasang anak muda itu terjaring dari berbagai tempat, diantaranya hotel Ceria, Bintang Timur, Sarinah, Mayang Sari.
“Di hotel Ceria itu ada ditemukan remaja yang ulang tahun berpesta. Itu sangat miris. Mereka merayakan ulang tahun, kita temukan alat kontrasepsi dan obat kuat. Sangat miris,” jelasnya.
"Jadi mereka ini semuanya banyak menggunakan kamar Hotel untuk melakukan pesta sex," sambungnya, dikutip dari TribunJambi.com.
Dikatakan Mursida, penertiban tersebut dilakukan berdasarkan adanya laporan dari masyarakat bahwa banyaknya remaja yang menggunakan kamar hotel saat ulang tahun.
Sambung Mursida, pihaknya akan memanggil orang tua puluhan remaja yang terjaring dalam razia tersebut.
Tidak hanya itu, pihaknya juga akan memberikan teguran keras kepada pihak hotel karena telah menerima anak di bawah umur untuk menginap di kamar.
"Kami akan panggil orang tua anak-anak di bawah umur itu. Kita suruh mereka bikin pernyataan," tegasnya.
(Penulis : Kontributor Jambi, Suwandi | Editor : Farid Assifa)/TribunJambi. Com.
🔷🌷🔷
Seperti disambar petir di siang bolong ya, shock rasanya.
Serasa tidak masuk di akal anak-anak usia belia yang kita sebut masih ingusan dan bau kencur itu sudah jauh berbuat, bahkan berhubungan intim layaknya suami-istri.
Ada yang usianya baru 15 tahun, bahkan ada yang 13 tahun. Ya Allah itu anak-anak kita, Bu.. Itu adik-adik kita, Ukhti...
Bahkan saat penggerebekan, ada 1 perempuan bersama 6 laki-laki di satu kamar.
Betapa tidak, anak yang seharusnya belajar mempersiapkan masa depannya, berproses meraih cita-cita, justru rusak dan kehilangan masa depan cemerlang.
Mirisnya, yang kemudian ditawarkan sebagai solusi adalah sex education sejak dini.
Hari Anak Nasional, BKKBN: Tak Masalah Kenalkan Pendidikan Seks Sejak Dini
Oleh Fitri Haryanti Harsono pada 23 Jul 2019, 16:00 WIB
anak Perbesar
Edukasi seks sejak dini bisa dikenalkan pada anak.
Liputan6.com, Jakarta Pendidikan seks sejak dini boleh saja diperkenalkan orang tua pada anak dan remaja. Hal ini dilakukan para generasi muda yang tengah bertumbuh tersebut memahami kesehatan reproduksi.
"(Pengenalan) Seks sejak dini tidak harus belajar tentang masalah seks. Menurut saya, contoh pendidikan seks pada anak itu sekadar paham bahwa mereka itu laki-laki dan perempuan," ujar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam sebuah peringatan Hari Anak Nasional 2019 di Jakarta baru-baru ini, ditulis Selasa (23/7/2019).
Artinya, anak SD cukup mengenal perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pengenalan pendidikan seks seputar reproduksi tidak hanya dilakukan orang tua saja. Pihak sekolah, seperti pelibatan guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Olahraga ikut mendukung.
"Misalnya, anak kelas 1 SD, guru Penjaskesnya membimbing anak mengenali soal testis. Lihat testisnya (anak), apakah ada dua testis atau tidak. Kalau cuma satu testis itu berbahaya. Berarti ada satu testis yang tidak turun. Saat anak beranjak usia belasan tahun, kondisi itu bisa menjadi kanker," tambah Hasto.
Oleh karena itu, para orang tua, saran Hasto, mengenali anaknya sendiri dari segi pendidikan seks. Kalau testis anak hanya satu, harus dilakukan pemeriksaan rontgen untuk mengecek, testis satunya turun atau tidak.
Lalu, hati-hati bila anak laki-laki mengalami gondongan. Gondongan atau yang dikenal dengan penyakit Parotitis epidemica disebabkan virus. Kehadiran antigen dan antibodi virus ini bisa merusak testis.
"Kalau anak SD (yang laki-laki) kena gondongan, virusnya bisa merusak testis. Jadi, saat (virus) masuk ke tubuh kita, dia (gondongan) ternyata antigen antibodinya menghancurkan sel-sel testis sehingga saat dewasa tidak bisa menghasilkan sperma," tegas Hasto.
Kesehatan reproduksi pun bisa dikemas mengasyikan sesuai kapasitas usia anak. Hasto pun mengungkapkan, dirinya ingin melahirkan modul untuk kesehatan reproduksi. Namanya bukan 'pendidikan seks' melainkan soal kesehatan reproduksi, terutama berbagai risiko kesehatan terkait pendidikan dini.
Nah, pertanyaannya, benarkah sex education bisa meredam free sex yang terlanjur menggejala bahkan menjadi menu harian generasi kita?
Kenyataannya, jangankan meredam, sex education justru membuat anak-anak semakin penasaran.
Sebab sex education dalam konteks pendidikan yang sekular hari ini sama sekali menghilangkan aspek agama dalam pembahasannya.
Anak-anak generasi akhirnya terjerumus lebih dalam lagi pada konten-konten berbau seksual dan segala macam aktivitasnya yang seharusnya bukan konsumsi mereka. Bahkan kita orang dewasa pun tak layak mengkonsumsinya.
Maka merumuskan solusi terhadap persoalan generasi ini, perlu ada upaya mengurai sebabnya atau akar masalahnya. Ibarat dokter yang hendak mengobati pasien, maka sebelum memberi obat, dokter akan melakukan diagnosa dan mencari tahu penyebab sakit pasien.
🔷🌷🔷
Jika kita perhatikan, maka sedikitnya ada 4 faktor yang menjadi penyebab kerusakan generasi:
1. Pola asuh orang tua.
2. Hilangnya kontrol lingkungan atau masyarakat.
3. Konten merusak oleh media.
4. Sistem pendidikan yang sekular.
🔹Yang pertama pola asuh orang tua yang hari ini kian longgar atau permisif terhadap anak, atau terlampau ketat dan tidak memberi anak ruang untuk berpendapat.
Pola asuh yang permisif bahkan cenderung abai, sekadar memenuhi kebutuhan finansial anak tanpa banyak terlibat dalam pendidikan karakternya, seringkali dijumpai pada keluarga yang sangat sibuk. Orang tua biasanya menghabiskan waktu di tempat kerja, sementara anak diasuh oleh ART yang tidak banyak tahu tentang pengasuhan dan pendidikan anak yang baik.
Sementara pola asuh yang ketat, terlampau posessif, hingga anak tidak diberi ruang untuk mengekspresikan perasaannya, untuk menyampaikan pendapatnya, untuk berdiskusi atau ngobrol dari hati ke hati, sehingga anak tertekan, depresi, dan melampiaskannya di jalan yang salah.
🔹Setelah itu, ada pula faktor lingkungan masyarakat yang cuek, tidak peduli, terhadap anak-anak yang sedang dalam tahap mencari jati diri ini (tahap labil).
Buktinya, pihak hotel misalnya, memberikan izin anak-anak ingusan tadi menyewa kamar. Mustahil pihak hotel tidak ada kecurigaan, kan?
🔹Yang ketiga adalah konten pornografi atau pornoaksi yang sangat banyak bahkan bisa diakses dengan mudah di media.
🔹Yang keempat tampak dari kurikulum pendidikan hari ini yang menafikkan atau menyingkirkan agama dalam materinya.
Anak-anak dididik semata untuk mengejar nilai akademis, juga selembar ijazah, bukan untuk memperbaiki karakter melahirkan anak-anak shalih.
Maka, untuk mengcover problem anak tadi semua pihak harus bertanggung jawab. Harus saling sinergi untuk mewujudkan generasi yang shalih. Untuk melindungi generasi dari kerusakan.
Sehingga Tanggung jawab melahirkan generasi shalih yang terlindungi itu tidak bisa hanya dibebankan kepada orang tua saja, atau kepada sekolah saja, atau kepada insan media saja, atau kepada masyarakat saja, jadi semua level harus bekerjasama. Dari level orang tua, masyarakat, hingga level negara, yang memiliki wewenang mengatur konten-konten di media juga menghentikan konten-konten rusak yang hari ini luar biasa membanjiri berbagai platform tanpa bisa kita membendungnya.
Alloh ﷻ berfirman dalam surah At-Tahrim: 6
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."
Ini perintah untuk menjaga anak-anak kita, keluarga kita dari kemaksiatan atau kerusakan, yang bisa mengantarkan kepada neraka.
“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”
(HR. al-Bukhari)
Makna raa‘in (penggembala atau pemimpin) adalah “penjaga” dan “yang diberi amanah” atas orang-orang yang dipimpinnya.
Hadist tersebut diperuntukkan bagi para pemimpin agar amanah dalam menjaga urusan rakyatnya, termasuk menjaga anak-anak generasi agar terhindar dari kerusakan akidah dan perilaku maksiat.
“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493)
Sementara hadist ini menggambarkan tentang kontrol masyarakat atau kontrol sosial, yang harus tegak. Bahwa diantara masyarakat, harus ada saling peduli, agar semuanya selamat.
Oke, saya sudahi dulu materinya, semoga bikin penasaran. Kita bisa lanjutkan ke sesi diskusi.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0️⃣1️⃣ iNdika ~ Semarang
1. Bagaimana sex education sesuai islam kepada anak balita? Saya pernah baca, anak 4 tahun saja sudah "dijual" orang tuanya untuk melayani?
2. Adanya kontrol sosial atau kontrol lingkungan. Bagaimana cara menegur orang tua, kalau apa yang dilakukan anaknya "kebablasan"?Banyak orang tua yang tidak terima kalau pergaulan anaknya kebablasan!
3. Bagaimana "menyembuhkan" anak korban pedopili, kadang orang tuanya malah yang membuat makin terluka dengan "mengumbar" kejadian itu?
🌸Jawab:
Salam kenal, Ukhti Saya coba menjawab, yaa...
1. Seks edukasi, dalam konteks pendidikan seks yang khusus membahas konten berkaitan dengan seksualitas, organ seks, aktivitas seksual, seks yang aman, dan sejenisnya, dalam Islam tidak dikenal. Dalam Islam, materi tersebut selalu dikaitkan (dan memang ada kaitannya) dengan keimanan, fiqih, juga akhlak.
Misal terkait organ seksual, pembahasannya dikaitkan dengan aurat, bagaimana menjaganya, hukum menampakkannya, hukum membasuh dan mensucikannya (bahasan thaharah), aurat didepan mahram dan non mahram, siapa itu mahram (bahasan hukum pernikahan dan turunannya), dan seterusnya.
Jadi, sex education dalam konteks bicara melulu seks, itu bukan tradisi keilmuan dalam Islam, tapi konsep yang ditawarkan Barat untuk meredam kasus kerusakan sosial yang sangat parah melanda negeri mereka.
Nah, karena konsep sex education ini sekular, tidak mengintegrasikannya dengan agama, maka justru melahirkan perilaku free sex bahkan penyimpangan seks semakin menjadi-jadi
Maka ketika kita ingin anak paham tentang anggota tubuhnya, tentang bagaimana menjaganya, tentang pergaulannya dengan lawan jenisnya, maka kita hadirkan pembahasan fiqih di sana.
Lalu kapan memulainya? Sebenarnya, tidak ada batasan waktunya, semakin dini semakin baik. Mereka bahkan bisa dikenalkan tentang gender dan aurat sejak bayi. Mengenakan pakaian yang sesuai dengan gendernya, misalnya..
2. Ini adalah upaya yang tidak sebentar ya, Ukhti, butuh waktu, butuh proses. Kita sampaikan dengan bahasa ma'ruf, yang mengundang simpati dan menumbuhkan empati, tidak menggurui.
3. Menguatkan dan mendukungnya dari sisi mental-emosi, memberikan pemahaman keimanan yang membuatnya ridha terhadap qadha yang menimpanya dan tetap bersemangat menyambut masa depannya. Orang tua seharusnya menjadi orang yang paling memahami dan mengerti serta memberi dukungan paling banyak dan terus-menerus, bukan sebaliknya. Maka jika ada orang tua yang berlaku sebaliknya, hendaknya kita bisa melakukan dialog untuk memberi masukan kepada mereka. Sebab masa depan anak ditentukan pula oleh proses pengasuhan dan pendidikan serta dukungan yang baik oleh orang tua.
Begitu ya, Ukhti
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
0️⃣2️⃣ Riyanti ~ Yogja
Bagaimana dzah, mengimplementasikan wacana ideal malam hari ini dalam bentuk yang riil.
Misalnya, langkah taktis apa sih yang perlu para muslimah lakukan agar kondisi buruk di atas bisa dikurangi?
🌸Jawab:
MasyaAllah, Nice Question.
Harus kita pahami terlebih dulu ya. Ketika problem kita adalah problem fisik, maka solusinya juga bersifat fisik. Misal problemnya adalah rumah yang reyot, maka solusinya adalah memperbaiki rumah secara fisik, dengan membeli bahan-bahan fisik untuk memperbaikinya serta membangun dengan cara fisik sebagaimana tukang bangunan. Itu riil.
Namun, saat problem yang kita hadapi adalah problem kerusakan moral, problem kerusakan akhlak, maka solusi yang kita berikan bukan bersifat fisik, tapi bersifat non fisik, yakni berupa perbaikan mindset atau perbaikan pola pikir, yang akan mengantarkan kepada perbaikan pola sikap atau perilaku generasi. Ini sangat rasional, dan riil.
Maka langkahnya apa? Masing-masing pihak yang bertanggung jawab tadi harus segera mengevaluasi diri. Orang tua harus mulai memikirkan dan mengubah pola asuh menjadi pola asuh yang tepat di dalam rumah. Yang belum jadi orang tua giatlah mencari ilmunya, agar sejak awal berumah tangga dan memiliki anak, tidak salah langkah seperti saya ya. Kita sebagai bagian dari masyarakat harus peduli, tidak cuek, terhadap lingkungan di sekitar. Tegur jika kita melihat anak-anak tampak asyik berduaan misalnya, atau asyik bermain hp tanpa pengawasan, dan seterusnya.
Kemudian bisa kita aktif di komunitas, di masyarakat, melakukan edukasi kepada mereka, seperti yang kita lakukan malam tadi. Membuat forum-forum untuk mencerahkan pemahaman umat. Sekarang banyak sekali ya, kajian-kajian diselenggarakan via zoom, ini juga upaya mengedukasi masyarakat agar mereka pun peduli terhadap persoalan umat, ikut memikirkannya, tidak hanya sibuk dengan urusan pribadi masing-masing.
Nah, berikutnya, kita juga mendorong negara untuk berperan sebagaimana fungsinya, yakni melindungi anak-anak generasi, dengan mengatur konten media, dengan menyelenggarakan pendidikan yang berbasis aqidah. Ini bisa dilakukan dengan menulis kritik terhadap kebijakan yang sedang berlaku misalnya.
Atau menyalurkannya melalui struktur lembaga negara di level yang kita bisa akses. Saya suka menulis opini, misalnya, dan sering sekali nitip pesan kepada Bu RT, atau teman yang ada di kementrian, untuk menyampaikan kepada yang berwenang terkait pengurusan urusan masyarakat yang belum ter handle dengan baik.
Begitu ya, Ukhti.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
0️⃣3️⃣ iNdika ~ Semarang
Bagaimana mencegah anak kita supaya tidak terkena LGBT, karena akses LGBT sungguh cepatnya & vulgar?
🌸Jawab:
Bunda Indika dan bunda semua yang disayang Alloh ﷻ.
Kunci perilaku anak ada pada mindset-nya. Jika mindsetnya benar, cara pandangnya benar, maka perilakunya insyaAllah akan lurus. Sebaliknya, jika mindsetnya salah, maka perilakunya pun akan salah atau menyimpang.
Tugas kita sebagai orang tua adalah mensetting mindset yang benar ini dalam benak anak. Tentu dengan mengkaitkannya dengan keimanannya sebagai seorang Muslim. Kita bentuk integritas seorang Muslim dalam dirinya, yang pantang melanggar aturan Alloh ﷻ dan Rasul-Nya, yang takut pada azab Alloh ﷻ dan sangat mengharap rahmat serta ridha-Nya..
Maka, bukan hanya LGBT, bund, kerusakan apapun yang terjadi di tengah kehidupan kita, tidak akan banyak berpengaruh pada anak, jika kita terus mengokohkan pemahaman anak. Itulah yang saya sebut sebagai pola asuh dan pola didik. Dan ini tidak instan, butuh waktu butuh proses. Anak diproses sejak dalam kandungan malah. Dikenalkan kepada Rabb-Nya, dipupuk kecintaannya kepada Rabb-Nya, mulai didisiplinkan untuk taat kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya di usia 7 tahun, dan seterusnya.
Jadi pendidikan terhadap anak juga berjalan di rumah , menanamkan nilai-nilai Islam dalam dirinya, dengan teknis beragam: dengan ngobrol, dengan membacakan buku, dengan storytelling, dengan melingkar membuat forum kecil, dan seterusnya.
Pemahaman yang terbentuk dari proses pendidikan itulah yang akan menjadi filter setiap perilakunya. Jadi meski kita tidak selalu mendampinginya, tidak selalu mengawasinya dengan langsung, kita percaya anak akan mengambil jalan yang benar.
Begitu ya, Bunda.
Semangat.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
0️⃣4️⃣ Phity ~ Yogja
Ya Allah bun... miris baca berita itu tadi...
Memang benar bun, lingkungan harus dikondisikan juga agar mendukung perkembangan anak.
Saya mengajar di SMA, sebagai guru... Langkah konkrit apa yang bisa kami lakukan terhadap siswa-siswa yang bisa dibilang, paparan game dan porno aksi atau grafi sudah dianggap biasa.
🌸Jawab:
Bunda Phity juga para Bunda dan sahabat muslimah semua
Untuk mengcover problem ini, kita tidak bisa bekerja sendirian, harus bergerak bersama, sinergi.
Sebagai guru, jika tidak ada support sistem berupa kurikulum, juga dukungan sekolah, akhirnya kita hanya bisa bekerja atau berupaya secara personal.
Misal dengan memasukkan unsur-unsur keimanan dalam materi-materi
pelajaran yang kita sampaikan, dengan memberi nasihat atau masukan kepada siswa-siswa yang kita indikasi 'bermasalah', dengan memberi aturan yang tegas saat kegiatan belajar-mengajar di sekolah misal memisahkan tempat duduk anak laki-laki dengan anak perempuan atau menegur mereka yang tampak asyik berduaan, atau tampak asyik dengan gadgetnya, dan seterusnya.
Memang ini upaya paling minim, karena kita lakukan sendirian, tapi mudah-mudahan menjadi saksi di hadapan Alloh ﷻ bahwa kita sudah berpihak kepada perjuangan menegakkan agama-Nya.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
0️⃣5️⃣ Lina ~ Bengkulu
Ada anak perempuan umur 4 tahun, Yang suka berlama-lama menyentuh vaginanya. Awalnya gatal-gatal, lama-lama mungkin keenakan terus jadi ketagihan, akhirnya hampir setiap hari tangannya disitu mulu, takutnya bahaya mbak. Itu kenapa, apa solusinya mbak?
🌸Jawab:
Memang ada masa dimana anak-anak melakukan hal yang membuatnya merasa nyaman atau senang secara berulang-ulang, seperti mengemut jempol (yang biasa disebut oleh para ahli sebagai masa oral), atau memainkan alat kelamin.
Sebenarnya kondisi ini wajar terjadi pada hampir semua anak. Sebab sedang tumbuh organ serta naluri seksualnya, sementara anak belum mengetahui bagaimana cara menyikapi pertumbuhan fisik maupun psikis tersebut.
Maka tugas kita sebagai orang tua memberinya panduan. Tidak perlu ngegas (marah) ya, Bund, sebab anak memang dalam kondisi blank, tidak mengerti, bahwa yang dilakukan tidak tepat.
Berikan informasi tentang anggota tubuhnya, ini tangan, ini mata, sedangkan ini namanya farji. Semuanya adalah pemberian Alloh ﷻ, dan harus kita jaga. Menjaga farji bagaimana caranya, kita jelaskan. Dengan menutupnya, dengan tidak memainkannya sebab akan lecet atau iritasi, bisa kena kuman, dan seterusnya.
Anak usia 4 tahun insyaAllah sudah bisa diajak komunikasi dua arah, dan bisa memahami bahasa yang sederhana. Maka gunakan bahasa yang mudah dipahaminya. Selain itu, mereka juga sudah bisa dialihkan pada kegiatan lain yang positif, agar tidak fokus memainkan kelaminnya..
Begitu ya, Bund.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘CLosSiNG STaTeMeNT💘
Mainkan peran kita sebagai orang tua, sebagai kakak, sebagai adik, sebagai guru, sebagai siapa saja, yang senantiasa peduli terhadap kondisi umat, dan berusaha sekuat tenaga untuk berkontribusi dalam memperbaikinya, terutama dengan edukasi.
Sebab dakwah itu menyeru, mengajak, menyampaikan, yakni menyampaikan edukasi atau pemahaman atau pemikiran, yang mampu mencerahkan umat dan mengentasnya dari kerusakan.
Meski mungkin tampak kecil, tapi setiap kontribusi akan Alloh ﷻ balas dengan kebaikan yang banyak.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar