Selasa, 15 September 2020
MAKNA HIJRAH DALAM PERJUANGAN
OLeH : Ustadz Asyari S.
💘M a T e R i💘
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
🌸MAKNA HIJRAH DALAM PERJUANGAN
Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hijrah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Alloh ﷻ, berupa akidah dan syari’at Islam.
Dengan merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah ﷺ tersebut sebagian ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari “darul kufur” menuju “darul Islam”. Keluar dari kekufuran menuju keimanan.
Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri dan keluarganya terancam dalam mempertahankan akidah dan syari’ah Islam.
Perintah berhijrah terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain: QS. Al-Baqarah: 218).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Alloh ﷻ, mereka itu mengharpakn rahmat Alloh ﷻ, dan Alloh ﷻ Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Alloh ﷻ, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia." (QS. Al-An’fal, 8:74)
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Alloh ﷻ dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Alloh ﷻ; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS. At-Taubah, 9:20)
Pada ayat-ayat di atas, terdapat esensi kandungan:
1. Bahwa hijrah harus dilakukan atas dasar niat karena Alloh ﷻ dan tujuan mengarah rahmat dan keridhaan Alloh ﷻ.
2. Bahwa orang-orang beriman yang berhijrah dan berjihad dengan motivasi karena Alloh ﷻ dan tujuan untuk meraih rahmat dan keridhaan Alloh ﷻ, mereka itulah adalah mu’min sejati yang akan memperoleh pengampunan Alloh ﷻ, memperoleh keberkahan rizki (ni’mat) yang mulai, dan kemenangan di sisi Alloh ﷻ.
3. Bahwa hijrah dan jihad dapat dilakukan dengan mengorbankan apa yang kita miliki, termasuk harta benda, bahkan jiwa.
4. Ketiga ayat tersebut menyebut tiga prinsip hidup, yaitu IMAN, HIJRAH dan JIHAD. Iman bermakna keyakinan, hijrah bermakna perubahan dan jihad bermakna perjuangan dalam menegakkan risalah Alloh ﷻ.
💎MAKNA HIJRAH
Hijrah sebagai salah satu prinsip hidup, harus senantiasa kita maknai dengan benar. Secara bahasa hijrah berarti meninggalkan. Seseorang dikatakan hijrah jika telah memenuhi 2 syarat, yaitu yang pertama ada sesuatu yang ditinggalkan dan kedua ada sesuatu yang dituju (tujuan). Kedua-duanya harus dipenuhi oleh seorang yang berhijrah. Meninggalkan segala hal yang buruk, negative, maksiat, kondisi yang tidak kondisif, menju keadaan yang lebih yang lebih baik, positif dan kondisi yang kondusif untuk menegakkan ajaran Islam.
Dalam realitas sejarah hijrah senantiasa dikaitkan dengan meninggalkan suatu tempat, yaitu adanya peristiwa hijrah Nabi dan para sahabat meninggalkan tepat yang tidak kondisuf untuk berdakwah. Bahkan peristiwa hijrah itulah yang dijadikan dasar umat Islam sebagai permulaan tahun Hijriyah.
Tahun Hiriyah, ditetapkan pertama kali oleh Khalifah Umar bin Khatab ra, sebagai jawaban atau surat Wali Abu Musa Al-As’ari. Khalifah Umar menetapkan Tahun Hijriyah Kalender Tahun Gajah, Kalender Persia untuk menggantikan penanggalan yang digunakan bangsa Arab sebelumnya, seperti yang berasal dari tahun Gajah, Kalender Persia, Kalender Romawi dan kalender-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar Jahiliyah. Khlifah Umar memilih peristiwa Hijrah sebagai taqwim Islam, karena Hijrah Rasulullah ﷺ dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah merupakan peristiwa paling monumental dalam perkembangan dakwah.
Secara garis besar hijrah kita bedakan menjadi dua macam yaitu:
🔸1. HIJRAH MAKANIYAH
Yaitu meninggalkan suatu tempat. Beberapa jenis hijrah maknawiyah, yaitu:
a) Hijrah Rasulullah ﷺ dari Mekah ke Habasyiyah.
b) Hijrah Rasulullah ﷺ dari Mekah ke Madinah.
c) Hijrah dari suatu negeri yang di dalamnya didominasi oleh hal-hal yang diharamkan.
d) Hijrah dari suatu negeri yang membahayakan kesehatan untuk menghindari penyakit menuju negeri
yang aman.
e) Hijrah dari suatu tempat karena gangguan terhadap harta benda.
f) Hijrah dari suatu tempat karena menghindari tekanan fisik Seperti hijrahnya Ibrahim as dan Musa as, ketika Beliau khawatir akan gangguan kaumnya.
Seperti yang tecantum dalam al-Qur’an:
Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan). Tuhanku, Sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Ankabuit, 29:26).
Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir , dia berdo’a “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu." (QS. Al-Qashah, 2:21).
🔸2. HIJRAH MAKNAWIYAH
Secara maknawiyah hijrah dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
◼️a. Hijrah I’tiqadiyah
Yaitu hijrah keyakinan. Iman bersifat pluktuatif, kadang menguat menuju puncak keyakinan mu’min sejati, kadang pula melemah mendekati kekufuran Iman pula kadang hadir dengan kemurniannya, tetapi kadang pula bersifat sinkretis, bercampur dengan keyakinan lain mendekati kemusyrikan. Kita harus segera melakukan hijrah keyakinan bila berada di tepi jurang kekufuran dan kemusyrikan keyakinan. Dalam konteks psikologi biasa disebut dengan konversi keyakinan agama.
◼️b. Hijrah Fikriyah
Fikriyah secara bahasa berasal dari kata fiqrun yang artinya pemikiran. Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, seolah dunia tanpa batas. Berbagai informasi dan pemikiran dari belahan bumi bisa secara online kita akses.
Dunia yang kita tempati saat ini, sebenarnya telah menjadi medan perang yang kasat mata. Medan perang yang ada tapi tidak disadari keberadaannya oleh kebanyakan manusia genderang perang telah dipukul dalam medan yang namanya “Ghoswul Fikr” (baca: Perang pemikiran).
Tidak heran berbagai pemikiran telah tersebar di medan perang tersebut laksana dari senjata-senjata perengut nyawa. Isu sekularisasi, kapitalisasi, liberalisasi, pluralisasi, dan sosialisasi bahkan momunisasi telah menyusup ke dalam sendi-sendi dasar pemikiran kita yang murni. Ia menjadi virus ganas yang sulit terditeksi oleh kacamata pemikiran Islam. Hijrah fikriyah menjadi sangat penting mengingat kemungkinan besar pemikiran kita telah terserang virus ganas tersebut. Mari kita kembali mengkaji pemikiran-pemikiran Islam yang murni. Pemikiran yang telah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad ﷺ, melalui para sahabat tabi’in, tabi’it, tabi’in dan para generasi pengikut shalaf.
“Rasulullah ﷺ bersabda: Umatku niscaya akan mengikuti sunan (budaya, pemikiran, tradisi, gaya hidup) orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta-demi sehasta, sehingga mereka masuk ke lubang biawak pasti umatku mengikuti mereka. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah ﷺ apakah mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani? Rasulullah ﷺ menjawab: Siapa lagi kalau bukan mereka."
◼️c. Hijrah Syu’uriyyah
Syu’uriyah atau cita rasa, kesenangan, kesukaan dan semisalnya, semau yang ada pada diri kita sering terpengaruhi oleh nilai-nilai yang kuarng Islami Banyak hal seperti hiburan, musik, bacaan, gambar atau hiasan, pakaian, rumah, idola semua pihak luput dari pengaruh nilai-nilai diluar Islam. Kalau kita perhatikan, hiburan dan musik seorang muslim tak jauh beda dengan hiburannya para penganut paham permisifisme dan hedonisme, berbau hura-hura dan senang-senang belaka.
Mode pakaian juga tidak kalah pentingnya untuk kita hiraukan Hijrah dari pakaian gaya jahiliyah menuju pakaian Islami, yaitu pakaian yang benar-benar mengedepankan fungsi bukan gaya. Apa fungsi pakaian? Tidak lain hanyalah untuk menutup aurat, bukan justru memamerkan aurat. Ironis memang banyak diantara manusia berpakaian tapi aurat masih terbuka. Ada yang sudah tertutup tapi ketat dan transparan, sehingga lekuk tubuhnya bahkan warna kulitnya terlihat. Konon, umat Islam dimanjakan oleh budaya barat dengan 3 F, Food, Fan, Fashion.
◼️d. Hijrah Sulukiyyah
Suluk berarti tingkah laku atau kepribadian atau biasa disebut juag akhlak. Dalam perjalanannya akhlak dan kepribadian manusia tidak terlepas dari degradasi dan pergeseran nilai. Pergeseran dari kepribadian mulai (akhlaqul karimah) menuju kepribadian tercela akhlaqul sayyi’ah). Sehingga tidak aneh jika bermuculan berbagai tindak moral dan asusila di masyarakat. Pencurian, perampokan, pembunuhan, pelecehan, pemerkosaan, penghinan dan penganiyaan seolah-olah telah menjadi biasa dalam masyarakat kita. Penipuan, korupsi, prostitusi dan manipulasi hampir bisa ditemui di mana-mana. Dalam moment hijrah ini, sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlak dan kepribadian kita untuk kemudian menghijrahkan akhlak yang mulia.
💎REFLEKSI
Dengan telah berakhirnya tahun 1431 H dan tibanya tahun 1432 H, serta sebentar lagi akan segera pergantian tahun masehi dari 2021, suatu hal yang pasti bahwa usia kita bertambah dan jatah usia kita semakin berkurang. Sudah selayaknya kita menghisab diri sebelum di hisab oleh Alloh ﷻ. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Hisablah (lakukan perhitungan atas) dirimu sebelum dihisab oleh Alloh ﷻ, dan lakukanlah kalkulasi amal baik dan amal buruk sebelum Alloh ﷻ memberikan kalkulasi amal atas dirimu."
Apakah kehidupan kita banyak diisi dengan beribadah atau bermaksiat? Apakah kita banyak mematuhi ajaran Alloh ﷻ ataukah banyak melanggar atauran Alloh ﷻ? Apakah kita ini termasuk orang yang menunaikan shalat fardlu atau malah lalai dalam menunaikan shalat fardlu? Apakah diri kita ini termasuk golongan orang-orang yang celaka mendapat siksa neraka? Rasulullah ﷺ bersabda:
Utsman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir mengatakan:
“Tanda-tanda orang yang akan mendapatkan kecelakaan di akhirat kelak ada empat perkara:"
◼️1. Terlalu mudah melupakan dosa yang diperbuatnya, padahal dosa itu tercatat di sisi Alloh ﷻ. Orang yang mudah melupakan dosa ia akan malas bertobat dan mudah mengerjakan dosa kembali.
◼️2. Selalu mengingat (dan membanggakan) atas jasanya dan amal shalihnya, padahal ia sendiri tidak yakin apakah amal tersebut diterima Alloh ﷻ atau tidak. Orang selalu mengingat jasanya yang sudah lewat ia akan takabur dan malas untuk berbuat kebajikan kembali di hari-hari berikutnya.
◼️3. Selalu melihat ke atas dalam urusan dunia. Artinya ia mengagumi sukses yang dialami orang lain dan selalu berkeinginan untuk mengejar sukses orang tersebut. Sehingga hidupnya selalu merasa kekurangan.
◼️4. Selalu melihat ke bawah dalam urusan agama. Akibat ia akan merasa puas dengan amalnya selama ini, sebab ia hanya membandingkan amalnya dengan amal.
Wallahu a'lam
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0️⃣1️⃣ Adhry ~ Makassar
1. Apakah masih bisa disebut hijrah jika kita tidak memenuhi perintah orang tua yang melarang kita untuk memakai pakaian syar'i dengan alasan belum menikah, takut lelaki tambah sungkan maju melamar?
Dan akhirnya untuk pakai jilbab besar dan pakaian syar'i itu ditunda dulu agar dapat restu orang tua. Tapi ada juga yang melanggar perintah orang tua karena niatnya sudah ingin sekali memakai jilbab besar, sudah merasa nyaman, jadi mengabaikan kata-kata orang tua.
2. Bagaimana hukum Hijrah itu? Jika orang memakai jilbab besar tetapi hanya ikut-ikutan. Contoh, ana orang pertama di kantor yang berani memakai pakaian dinas gaun. Tidak mengikuti aturan model ASN yang memakai seragam setelan dan jilbab besar. Tapi beberapa tahun setelahnya saya pakai, banyak yang ikut-ikutan pakai gaun dan jilbab besar dengan alasan cantik dlihat.
Mohon penjelasannya
🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,
1. Hijrah itu menyeluruh ikhlas didasarkan iman dan ikhlas maka perbaikan ibadah dan akhlak dan bersamaan.
2. Wajibnya menutup aurat hingga dada tidak membentuk lekuk tubuh. Serahkan semua pada Alloh ﷻ. Ingat wanita Sholehah jodohnya pria Sholeh jangan khawatir
🌷Jadi jika niatnya memakai jilbab besar hanya untuk ikut-ikutan ustadz, bagaimana?
Karena ingin dkatakan cantik juga. Artinya bukan hijrah?
Terus yang seorang anak ingin memakai pakaian syar'i tapi masih dilarang orang tua, atau dia tidak mengikuti orang tunya dan tetap memakai pakaian syar'i bagaimana dengan itu ustadz?
Jujur ustadz pertanyaan kedua itu saya dilema. Takut hijrah saya dari dulunya memakai jilbab yang biasa saja ke kantor sekarang sudah gamis dan jilbab menutupi dada sampai lengan. Tetapi banyak yang mengikuti saya karena katanya cantik dlihat. Suka katanya ustadz. Mereka melihat bahwa seorang ASN tidak terlihat kampungan atau jelek jika memakai gamis dan jilbab besar ke kantor. Tetap rapi katanya. Dan saya jadi dilema. Karena niat saya dan mereka sudah berbeda ustadz. Saya memang mau ikut perintah Alloh ﷻ dan sudah merasakan sendiri kenyamanan memakai pakaian syar'i .
🔷Subhanallah bersyukur ya terus juga berdoa agar sudah memang harus mulai menata diri dan hati untuk semangat menjadi ibu dambaan Jundi.
Wallahu a'lam
0️⃣2️⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualaikum,
Ustadz, kan hijrah harus ada yang dikorbankan yah harta dan jiwa. Kalau kita niat berhijrah tapi belum mengorbankan harta misalnya apa itu bisa disebut hijrah?
Fitri berniat hijrah dan semoga bisa istiqomah walaupun belum sempurna fitri masih belum bisa meninggalkan kebiasaan jelek membaca novel-novel romance fitri tanpa sadar kadang melakukan hal-hal kecil yang itu padahal dilarang, kalau seperti ini bagaimana ustadz?
Minta saran dan penjelasanya ustadz
🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,
Hijrah itu bertahap mulai sekarang pantau selalu evaluasi dan perbaiki, cari murobi dan Jamaah. selalu istighfar dan berdoa segera sadar salah perbaiki persiapkan diri menjadi ibu sejati.
Wallahu a'lam
0️⃣3️⃣ Rahma ~ Batam
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ustadz.
Ustadz, kadang kan kita sebagai manusia imannya naik turun, bagaimana caranya agar hijrah kita tetap istiqomah?
🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,
Berdoa bermohon pada Alloh ﷻ agar dijaga imannya. Ikuti perbuatan buruk dengan kebaikan perbanyak istighfar dan selalu berjamaah sehingga ada yang mengingatkan.
Wallahu a'lam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar