Minggu, 29 Desember 2019
LISANMU CERMINKAN KEPRIBADIANMU
OLeH: Ustadzah Nadia A.
💘M a T e R i💘
🌸LISANMU CERMINKAN KEPRIBADIANMU
Hakikatnya manusia itu makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala yang sempurna. Kesempurnaan ini membuat manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya, bisa mengendalikan panca indera yang melekat pada dirinya. Dengan panca indera kita sebagai manusia bisa melakukan sesuatu dengan mudahnya. Diantaranya, panca indera yang luar biasa gunanya dan luar biasa juga bahayanya yaitu lisan atau lidah.
Dengan lisan dapat membahagiakan sekaligus menyakiti orang, membuat orang menangis disaat yang sama juga bisa membuat orang tersenyum. Dan tak jarang perdamaian dan permusuhan yang tumbuh di sekitar kita itu sebab akibat dari perbuatan lisan kita. Bicara masalah lisan, juga tak lepas dari hati sebagai objek dari lisan. Karena apa yang kita perbuat dengan lisan kita akan berpengaruh dengan hati seseorang.
Lisan yang kita miliki bisa membawa kita pada faedah dan petaka bagi kita. Pepatah Arab mengatakan, “Sesungguhnya lisan ibarat binatang buas. Jika engkau ikat, niscaya ia menjagamu. Jika engkau lepas, niscaya ia menerkammu. Karena itu hendaklah engkau berkata sekadarnya dan hendaklah engkau berhati-hati dengannya.”
Lisan itu ibaratkan pisau yang apabila salah menggunakannya maka akan melukai banyak orang. Dari pepatah ini juga keselamatan dan kecelakaan seseorang tergantung pada kemampuannya mengendalikan lisannya.
Berbicara masalah lisan, pada prinsipnya lisan membawa manfaat sekaligus mudharat yang mengikutinya. Hal ini bergantung pada cara kita menggunakan lisan tersebut. Tetapi kita terkadang tidak menghiraukan hal yang ditimbulkan dari apa yang kita keluarkan dari lisan kita. Rasulullah ﷺ Bersabda,
سلامة الإنسان في حفظ اللسان
“Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (HR. al-Bukhori).
Maksud hadis ini, keselamatan yang kita peroleh bergantung pada apa yang kita ucapkan. Jika kita bisa menjaga lisan dan selalu berbuat keburukan yang menimbulkan permusuhan dan selalu menyakiti hati orang lain lebih baik kita diam. Dalam riwayat lain Abu Hurairah, Rasullulah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang terbaik atau diam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi menjelaskan hadits di atas dalam kitab hadits-hadits Arba’in. Beliau menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudharat, maka silahkan dia berbicara. Akan tetapi, jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudharat atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah berbicara.”
Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”
Agama Islam telah mengajarkan tuntunan keharusan kita tuk menggunakan lisan dengan baik dan benar.
Alloh ﷻ berfirman, “Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia meraka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, ,maka kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. an-Nisaa’: 114).
Dari ayat ini kita disuguhkan pelajaran bahwa Allah menyuruh kita menggunakan lisan untuk hal-hal yang baik. Misalnya dengan menasihati orang tuk berbuat kebaikan, berupaya mendamaikan dua orang yang berseteru juga termasuk kedalam hal-hal yang baik. Menggunakan lisan di jalan kebenaran merupakan ungkapan rasa syukur terhadap Allah sang Khalik.
Dalam pandangan Islam, jika seseorang tidak bisa berbicara yang mengandung manfaat, maka lebih baik diam. Karena diam akan menyelamatkan kita dan mendidik jiwa menjadi berakhlak mulia. Rasulullah ﷺ menyatakan hal ini dari dari sabda beliau yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah ﷺ bersabda,
عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمردينك
“Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolong mu terhadap urusan agamamu.” (HR. Ahmad).
Sahabat Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Lisan seorang mukmin berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang munafik berada dibelakang lisannya.” (Lukman Santoso, 2008: 29).
Maksudnya peran lisan bagi seorang muknin selalu terkontrol dan terjaga. Apa yang akan ia ucapkan merupakan hasil pertimbangan dari hati dan pikirannya. Sehingga tidak menyakiti orang lain atau lawan bicaranya.
Berbeda dari orang yang munafik lisannya tidak terkendalikan oleh hatinya. Apa yang ia bicarakan berbeda jauh dari yang sebenarnya atau dari hatinya. Kembali ini menunjukkan bahwa peran lisan sangat berperan dalam membentuk kepribadian kita. Sahabat Ali juga menambahkan, “Lisanmu menuntut apa yang telah engkau biasakan kepadanya, dan lisan cenderung tidak mematuhi pemiliknya. Karena itu, lisanmu laksana binatang buas yang jika dilepaskan maka akan menggigit mu atau menggigit orang-orang di sekitarmu.” (Lukman Santoso, 2008: 30-31).
Dari penjelasan ini, sejatinya apa yang keluar dari lisan kita itu sesuai dengan kebiasaan dan kepribadian kita. Jika lisan terbiasakan mengucapkan yang baik, maka apa yang keluar dari lisan kita sesuatu yang baik dan bermanfaat pula. Begitupun sebaliknya, jika lisan terbiasa mengeluarkan perkataan yang jelek, maka akan banyak mudharat yang timbul akan perkataan tersebut.
Dari penjelasan diatas, sudah sewajibnya kita menjaga lisan kita. Lisan merupakan karunia Allah yang sepantasnya kita gunakan sebaik-baiknya unuk mendorong kepada kebaikan dan menjauhkan keburukan. Mengucapkan ucapan yang baik merupakan sedekah. Rasulullah ﷺ menyinggung hal ini,
قول معروف صدقة
“Ucapan yang baik adalah sedekah.” (HR. Muslim).
Dengan ini mari membiasakan diri tuk selalu berbuat baik sehingga menjadikan pribadi kita pribadi yang baik, cinta akan kedamaian, menjadikan pribadi yang berpikir sebelum berbicara. Sehingga kita menuntun kita akan kebaikan dan keselamatan akan perbuatan lisan kita.
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0⃣1⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualikum ustadzah,
Kalau misalkan dalam hal bercanda sama teman-teman dan kita biasa melontarkan kata-kata ledekan begitu, apa itu sama saja lisan kita jelek dan dengan ledekan itu kita menyakiti hati teman. Tapikan kita sudah sama-sama tahu kalau itu cuma candaan?
Bagaimana ustadzah?
🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Bercanda tentu saja boleh untuk menghangatkan ukhuwah, namun tetap didalam rel yang telah ditentukan oleh agama.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga suka bercanda, tapi candaan beliau tidak pernah menyakiti orang-orang yang beliau bercandain.
Perhatikanlah candaan-candaan kita, meski kepada orang-orang yang dekat dan paham kalau itu candaan, jangan pernah bercanda melewati batas, jangan bercanda dengan orang yang tak suka bercanda, jangan bercanda disaat kondisi sedang serius, jangan becanda yang bisa menyakiti hati seseorang.
Candaan dengan kata-kata yang jelek sangat tidak dianjurkan karena bisa menyakiti hati. Bisa saja saat itu dia tertawa tapi didalam hatinya ada rasa sakit, ada rasa tidak terima.
Jadi bercandalah dibatas batas yang telah ditentukan oleh Islam.
Wallahu a'lam
0⃣2⃣ Erni ~ Jogja
Assalamualaikum ustadzah,
Disadari atau tidak, kami emak-emak ini kalau diamanahi wasiat atau kata-kata suka bertambah dengan sendirinya, sehingga wasiat tadi ketika sampai pada yang dituju sudah menjadi banyak atau berubah makna. Ketahuan ketika terjadi tabayun antara yang mula-mula kepada yang akhir.
Pertanyaannya bagaimana menjaga lisan agar tidak menambah-nambahi pesan berantai dari mulut ke mulut?
Mohon pencerahannya.
🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,
Berhati-hatilah menyampaikan pesan, jangan dilebihi ataupun dikurangi. Jaga lisan dengan dzikir, ingat dosa jika menambahi amanah atau mengurangi.
Jangan dzalimi orang yang telah mempercayakan amanah kepada kita.
Kendalikan diri, kendalikan hati, kendalikan lisan.
Ingat kita tidak ada hak apapun untuk menambah dan mengurangi hingga tak sampai pada maksudnya.
Wallahu a'lam
0⃣3⃣ iNdika ~ Kartasura
Bagaimana cara kita mengendalikan lisan supaya tidak membicarakan orang lain?
🔷Jawab:
Wa'alaikumsalam,
Ghibah itu memang enak, karena ada setan yang bermain di sana.
Bagaimana caranya terhindar dari ghibah? Dzikir, ingat kepada Alloh ﷻ, ingat hukum Alloh ﷻ.
Menjauhlah dari majlis yang mulai berghibah. Tak ada manfaat sama sekali. Mudharatnya banyak.
Tidak mau kan memakan bangkai saudara sendiri?
Saat akan berghibah bayangkan saja sedang memakan bangkai manusia.
Wallahu a'lam
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘
Mukmin sejati adalah orang yang bertakwa kepada Alloh ﷻ dengan sepenuh hati, totalitas, kaffah.
Salah satu ciri dari orang Mukmin sejati, antara lain, seperti disebutkan dalam hadis Nabi ﷺ, ''Seorang Mukmin bukanlah pengumpat dan yang suka mengutuk, yang keji, dan yang ucapannya kotor.” (HR. Al-Bukhari).
Mukmin itu adalah orang yang tidak suka mengumpat, mengutuk, berkata keji, dan berkata kotor.
Mukmin sejati adalah yang senantiasa mengontrol dan menjaga lisannya dari kata-kata yang tidak baik. Baik itu kata-kata di dunia nyata maupun di dunia maya.
Mukmin sejati selalu menjaga lisan. Lisannya selalu digunakan untuk kebaikan. Karena, kata-kata sesungguhnya adalah cerminan dari hati. Hati yang baik akan mengeluarkan kata-kata yang baik.
Sebaliknya hati yang buruk akan mengeluarkan kata-kata yang buruk.
Sekian dan terimakasih, mohon maaf atas semua kesalahan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar