OLeh : Ustadz Jayyad Al Faza
💎M a T e R i💎
Jazakumullah Khoiron.
Sudah diberikan kesempatan untuk sedikit berbagi materi pada malam hari ini. Materi ini saya ambil dan ringkas dari Khutbah Jum'at yang disampaikan oleh guru saya yaitu Ust. Ahmad Taqiyudin, Lc. Semoga dengan Allah merahmati beliau dan semoga ilmu yang diberikan bermanfaat untuk orang lain. amiin.
بسم الله الرحمن الرحيم
Menghadirkan Kelezatan Ibadah
Ketika Allah Subhanahu wata’ala menjadikan hidup manusia untuk beribadah kepada-Nya maka diantara nikmat yang besar, anugrah yang agung, yang Allah berikan kepada seorang hamba adalah ketika seorang hamba tersebut mampu merasakan kelezatan dan kenikmatan beribadah kepada-Nya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah berkata, “Sesungguhnya hati ketika sudah mencicipi kenikmatan dan keikhlasan beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala maka tidak ada sesuatu yang lebih manis, yang lebih indah dan yang lebih lezat dari padanya.”
Tips Menghadirkan Kelezatan Dalam Beribadah:
1. Mujahadatu Nafsi (Menjihadi diri kita)
Bagaimana menjihadi diri kita untuk memaksa diri dan syahwat untuk senantiasa beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala. Karena setiap pekerjaan baik yang sifatnya duniawiyah maupun ukhrowiyah berupa ibadah kepada Allah pasti dirasakan berat di awalnya, namun ketika ruh ibadah itu hadir maka yang tersisa hanya kenikmatan dan kelezatan.
Tsabit Al-Ghunani mengatakan, “Aku merasakan beratnya shalat itu selama dua puluh tahun dan aku menikmati shalat selama dua puluh tahun kemudian.”
2. Al-Kholwatu ma’allahi Subhanahu wa ta’ala (Berdua-duan dengan Allah Subhanahu wata’ala)
Sesungguhnya khalwat bersama Allah Subhanahu wata’ala akan menjadikan kita lebih merasakan nikmat dalam beribadah. Bahkan sebaliknya, para salaf mengatakan diantara sebab nikmat ibadah seseorang itu dicabut adalah ketika dia banyak berkhalwat dengan makhluk dibandingkan dengan Allah Subhanahu wata’ala.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pernah menyampaikan yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dari Allah di hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya (diantaranya adalah) …… seseorang yang ingat kepada Allah saat dia sendirian berkhalwat bersama Allah, maka mengucurlah air matanya.”
Ini menjadi evaluasi bagi diri kita, apakah dalam kehidupan kita banyak berkhalwat kepada Allah Subhanahu wata’ala atau banyak bekhalwat dengan makhluk atau mungkin berkhalwat dengan smartphone kita?
3. Ijtinaabul Ma’ashi (Menjauhkan maksiat)
Perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah Subhanahu wata’ala yang dilakukan oleh seseorang akan berdampak baginya di dunia yaitu dicabutnya kenikmatan dan kelezatan di dalam beribadah kepada-Nya.
Ada seorang ulama ditanya, “wahai syaikh apakah orang yang bermaksiat kepada Allah itu akan merasakan nikmatnya ibadah? Beliau menjawab, ‘Tidak! Tidak mungkin orang yang bermaksiat merasakan nikmatnya ibadah bahkan tidak akan dirasakan oleh orang-orang yang berangan-angan untuk bermaksiat.”
Sesungguhnya maksiat terkadang memberikan efek sebelum kelezatan itu hadir, bahkan ibadah tidak bisa dilakukan karena maksiat yang telah dilakukan.
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan, “Aku tidak melakukan shalat malam pada satu malam disebabkan oleh dosa yang telah saya lakukan.”
4. Ihdhorul Qolbi Fil Ibadah (Menghadirkan Hati Dalam Ibadah)
Sesungguhnya ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba tanpa diiringi dengan hadir hatinya itu hanya sekedar ritual dan aktivitas raga tanpa makna.
Maka seorang Muslim yang ideal menghadirkan ruh dalam jasadnya.
5. Bervariasi Dalam Menjalankan Beribadah
Mengiringi ibadah yang wajib dengan ibadah-ibadah yang sunnah.
Karena sesungguhnya ketika seseorang menjalankan ibadah wajib diiringi dengan ibadah-ibadah sunnah maka hal tersebut dapat menghadirkan cinta Allah kepada seorang hamba.
Dan ketika Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan membimbing jiwa dan raga hamba tersebut.
6. Tidak Berlebihan Dalam Makanan dan Minuman Serta Hal-hal Yang Mubah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah anak Adam makanan (dalam redaksi Ibn Majah “suapan-suapan kecil”) yang menegakkan tulang punggungnya. Jika harus lebih dari itu maka sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga udara."
Demikian tema kita malam ini , semoga bisa menambah ketaatan dan ketakwaan kita kepada Allah.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Bund Ati
Bagaimana cara menghadirkan hati agar kita bisa menikmati ibadah kita tadz?
🌷Jawab:
1) Niat yang lurus.
2) Tenangkan pikiran dan gerakan.
3) Yakin bahwa ketika beribadah kita sedang berhadapan langsung dengan Allah.
4) Ingat kematian.
Wallahu a'lam bi showab.
0⃣2⃣ Yulianti
Shalat yang tanpa diiringi hadirnya hati apakah diterima shalatnya pak ustadz?
Memang terkadang saat sedang sibuk atau mendesak shalat hanya seperti ritual saja tanpa diiringi dengan hati yang khusyu!
🌷Jawab:
Allahu a'lam, adapun jika pertanyaan sah atau tidak, maka tetap sah shalat nya.
Wallahu a'lam bi showab.
0⃣3⃣ Evi
Pada poin ke 4 menghadirkan hati dalam ibadah bukan sekedar ritual dan aktivitas semata. Jika dalam ibadah shalat sudah berusaha khusyuk tapi suka terlintas di benak kita banyak aktivitas atau rencana yang belim diselesaikan atau ada anak kita yang rewel nangis karena bertengkar dengan saudaranya, bagaimana tipsnya supaya ibadah kita lebih maksimal tanpa gangguan dari pribadi maupun luar??
Terimakasih.
🌷Jawab:
Jawabannya sama dengan pertanyaan pertama.
0⃣4⃣ iSmawati
Tips untuk lebih khusuk dalam beribadah bagaimana ya ustadz, terutama dalam sholat?
🌷Jawab:
Jawabannya sama dengan pertanyaan pertama.
0⃣5⃣ Sumi
Maksud point yang ke 3 apa ya ustadz?
Mohon di jelaskan lagi dan kalau kita ngebayangin bermaksiat apa itu juga termasuk?
Syukron.
🌷Jawab:
Orang yang bermaksiat akan memberikan efek terhadap ibadah kita, yaitu dengan tidak merasakan kelezatan ibadah yang kita lakukan. Semakin sering bermaksiat maka akan terkalahkan ketaatan kita kepada Allah. Kecuali dia bertaubat dengan nashuha atas dosanya.
Wallahu a'lam bi showab.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSiNG STaTeMeNT💎
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
Ibadah adalah sebutan untuk segala hal yang dicintai dan diridhai Allah berupa perkataan dan perbuata, yang nampak ataupun tidak nampak.
Hal ini menunjukkan bahwa ibadah itu meliputi totalitas kepasrahan kepada Allah Ta'ala dalam menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan dalam keyakinan hati, perkataan dan amalan anggota badan.
Hendaknya pula kehidupan seseorang tegak di atas syariat Allah, menghalalkan yang telah Allah halalkan dan mengharamkan apa yang Allah haramkan.
Tawadhu dalam perilaku dan amalnya, setiap yang diperbuat dalam rangka mengamalkan syariat Allah, terbebas dari kepentingan pribadi dan dorongan hawa nafsunya.
Sama saja, entah atas nama pribadi maupun jama'ah, dan juga laki-laki maupun perempuan.
Hendaknya janganlah menjadi hamba Allah yang di satu sisi kehidupannya dia tunduk kepada Allah, tetapi di sisi lainnya dia juga tunduk kepada sesama makhluk.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar