Sabtu, 23 Juni 2018
AL QUR'AN MEMULIAKAN WANITA
OLeh : Ustadz Lukman Hakim
💘M a T e R i💘
Salah satu kesempurnaan agama Islam adalah, bahwa Islam memuliakan wanita muslimah dan memberikan penjagaan terbaik kepada mereka serta memperhatikan hak-haknya. Bahkan, Islam memperingatkan dengan keras agar tidak menyakiti dan menzaliminya. Lantas, bagaimana bentuk pemuliaan Islam kepada kaum wanita?
ALLAH MEMULIAKAN MANUSIA.
💎PEMULIAAN YANG UMUM
Sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى yang berbunyi:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS. al-Isra’: 70)
Imam Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, “Allah سبحانه و تعالى mengabarkan tentang pemuliaan-Nya kepada anak Adam dalam penciptaannya yang (merupakan) sebagus-bagus bentuk dan sempurna.” (Tafsir Ibnu Katsir).
💎PEMULIAAN YANG KHUSUS
Dan bentuk pemuliaan yang haqiqi adalah seorang hamba masuk ke dalam agama yang allah ridhoi yaitu Islam.
🔹BENTUK PEMULIAAN WANITA DALAM AL-QUR’AN
Al-Qur’an telah menunjukkan agar kita berbuat baik dan memuliakan kaum wanita, di antara contoh-contohnya adalah:
1. Perintah Agar Mempergauli Wanita Dengan Baik.
Yaitu dengan memperhatikan hak mereka dan melarang siapa pun menyakiti kaum wanita. Di antaranya dalam masalah perceraian, Allah سبحانه و تعالى berfirman:
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. al-Baqarah: 229)
2. Mewajibkan suami Agar Memberikan Mahar
Berdasarkan firman Allah عزّوجلّ yang berbunyi:
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْساً فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَّرِيئاً
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." (QS. an-Nisa’ : 4)
3. Berhak Mendapat Warisan.
Wanita berhak mendapat warisan sebagai-mana kaum laki-laki. Allah عزّوجلّ berfirman:
لِّلرِّجَالِ نَصيِبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيباً مَّفْرُوضاً
"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetap-kan." (QS. an-Nisa’: 7)
4. Allah menggandengkan wanita dengan laki-laki dalam hal ketaatan.
Wanita juga diperintah untuk mengerjakan ketaatan sebagaimana halnya lelaki. Keduanya akan mendapat pahala sesuai dengan usaha dan kesungguhan masing-masing. Perhatikan firman Allah عزّوجلّ berikut ini:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. al-Ahzab: 35)
5. Allah mencela orang yang benci jika mendapat anak wanita.
Sebagaimana kebiasaan orang-orang musyrik yang tidak senang bila memperoleh anak wanita, bahkan sampai membunuh dan menguburkannya hidup-hidup. Allah عزّوجلّ menyebutkan dalam firman-Nya:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدّاً وَهُوَ كَظِيمٌ. يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاء مَا يَحْكُمُونَ
"Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu." (QS. an-Nahl: 58-59)
6. Melarang keras orang yang menuduh wanita muslimah yang suci.
Tuduhan dusta berupa perzinaan kepada wanita muslimah adalah pelanggaran berat. Allah عزّوجلّ berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاء فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَداً وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. an-Nur: 4)
🌷🔷🌷
Inilah sebagian petunjuk al-Qur’an yang berhubungan dengan wanita dan cara berbuat baik kepada mereka; sebuah petunjuk yang penuh hikmah karena dari al-Qur’an yang diturunkan oleh Rabbul ‘alamin. Petunjuk inilah yang selayaknya kita tempuh.
🔹ISLAM MEMULIAKAN WANITA PADA SETIAP WAKTU
1. Memuliakannya ketika masih kecil
Sesungguhnya Islam mengajak manusia agar memuliakan wanita sejak masih kecil. Islam menyerukan agar memperhatikan dan mengurusinya dengan baik. Islam menyerukan agar membaguskan dalam hal pendidikannya, agar kelak menjadi wanita yang shalihah, bisa menjaga diri dan afifah. Demikian pula Islam mencela perilaku jahiliah yang mengubur anak wanita mereka hidup-hidup. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ وَمَنْعًا وَهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ
"Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mencegah dan meminta serta mengubur anak perempuan hidup-hidup." (HR. Bukhari: 5975, Muslim: 593)
Bahkan, Allah menyiapkan pahala yang besar berupa surga bagi yang sabar dalam mengurusi anak perempuan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ كاَنَ لَهُ ثَلاَثُ بَنَاتٍ يُؤْوِيْهُنَّ وَيَكْفِيْهِنَّ وَيَرْحَمُهُنَّ فَقَدْ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ الْبَتَةَ. فَقَالَ رَحجُلٌ بَعْضِ الْقَوْم: وَثِنْتَيْنِ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَثِنْتَيْنِ
“Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak perempuan, dia melindungi, mencukupi, dan menyayanginya, maka wajib baginya surga.” Ada yang bertanya, “Bagaimana kalau dua orang anak wanita wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dua anak wanita juga termasuk.” (Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad no. 178)
2. Memberikan pemuliaan khusus ketika sudah menjadi seorang ibu
Yaitu Islam memerintahkan agar berbuat baik kepada seorang ibu, dengan membantu, mengagungkan, mendo’akan kebaikan, menjaga dari segala gangguan, dan anjuran bergaul sebaik mungkin kepadanya. Allah عزّوجلّ berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً
"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Isra’: 23-24)
Abu Hurairah رضي الله عنه berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
“Ada seseorang datang menemui Nabi صلى الله عليه وسلم dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku selayaknya berbuat baik?’ Beliau menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Orang tadi bertanya kembali, ‘Lalu kepada siapa lagi? Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Kemudian ia mengulangi pertanyaannya, dan Rasulullah tetap menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Ia bertanya kembali, ‘Setelah itu kepada siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kepada bapakmu!'” (Bukhari: 5971, Muslim: 2548)
3. Memuliakannya ketika telah menjadi seorang istri
Islam telah memberikan hak-hak yang agung bagi istri yang harus dilaksanakan seorang suami, sebagaimana suami juga punya hak yang agung. Di antara ayat yang menerangkan hak-hak istri adalah firman Allah عزّوجلّ yang berbunyi:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. an-Nisa’: 19)
4. Islam memuliakan bibi dan saudara perempuan
Islam menganjurkan untuk menyambung hubungan kepada bibi dan saudara perempuan dengan berbuat baik kepada mereka dan memperhatikan hak-hak mereka. Islam menjanjikan pahala yang besar bagi yang melaksanakan an-juran ini.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu-ibu kalian, kepada ibu-ibu kalian, kemudian kepada bapak-bapak kalian kemudian kepada yang paling dekat dan yang paling dekat setelahnya.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad: 60, Ibnu Majah: 3661)
5. Memuliakan wanita secara umum
Yaitu Islam memuliakan wanita-wanita yang tidak ada hubungan kekerabatan tetapi mereka membutuhkan pertolongan. Di antara contohnya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَكَالْقَائِمِ لَا يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ
“Orang yang mengusahakan bantuan bagi para janda dan orang-orang miskin seolah-olah dia adalah orang yang berjihad dijalan Allah.”—Rawi berkata: Dan aku mengira beliau juga berkata — “Dan seperti orang yang shalat tidak pernah lemah dan seperti orang yang puasa tidak pernah berbuka.” (Bukhari: 6007, Muslim: 2982).
Allahu a’lam.
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0⃣1⃣ Sulami
Islam memuliakan wanita, tapi jaman sekarang masih ada saja suami yang menjadikan istri seperti pembantu. Membebankan semua urusan rumah & anak pada istri. Ustadz, kalau ada suami seperti itu bagaimana cara istri untuk mengingatkannya?
🌴 Jawab:
Masya Allah,,
Semoga Allah mudahkanlah urusan kita.
1) Mengingatkan kepada suami adalah melalui perantara doa, karena doa seorang istri adalah salah satu doa yang Allah kabulkan.
2) Mengajak suami untuk bisa hadir dikajian-kajian Islam.
3) Bersabar dan tawakal.
Karena hakikatnya ujian Istri adalah dengan akhlak Suaminya sendiri.
Dan ingat kita hanya menyampaikan dan yang memberikan hidayah adalah Allah.
Oleh karena itu perbanyaklah untuk berdoa kepada Allah.
0⃣2⃣ Rani
Kalau seorang suami akan menceraikan istrinya, misal dia langsung talak 3 (hitam diatas putih).
Kan belum cerai lewat pengadilan. Apa masih bisa rujuk kembali?
🌴 Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim ...
Seorang suami langsung menjatuhkan talak 3 tanpa didahului talak 1 dan 2, Para ulama berbeda pendapat tentang statusnya: apakah jatuh talak 3 atau tetap talak 1.
Dalam fatwa Hai’ah Kibaril ‘Ulama tertulis:
إن القول بوقوع الثلاث ثلاثا قول أكثر أهل العلم ، فلقد أخذ به عمر وعثمان وعلي والعبادلة : ابن عباس ، وابن عمر ، وابن عمرو ، وابن مسعود ، وغيرهم من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وقال به الأئمة الأربعة : أبو حنيفة ومالك ، والشافعي ، وأحمد ، وابن أبي ليلى ، والأوزاعي ، وذكر ابن عبد الهادي عن ابن رجب رحمه الله قوله : اعلم أنه لم يثبت عن أحد من الصحابة ولا من التابعين ولا من أئمة السلف المعتد بقولهم في الفتاوى في الحلال والحرام - شيء صريح في أن الطلاق الثلاث بعد الدخول يحسب واحدة
Sesungguhnya pendapat yang menyebut ucapan talak tiga jatuhnya talak tiga merupakan pendapat mayoritas ulama, pendapat ini diambil oleh Umar, Utsman, Ali, para ‘Abadilah (sahabat nabi yang bernama Abdullah, pen) yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu ‘Amr, Ibnu Mas’ud, dan selain mereka dari kalangan sahabat Nabi ﷺ , ini juga pendapat para imam yang empat; Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’iy, dan Ahmad, lalu Ibnu Abi Laila, Al Auza’iy. Ibnu Abdil Hadi menyebutkan dari Ibnu Rajab Rahimahullah sebuah perkataan: “Ketahuilah TIDAK ADA yang shahih dari satu sahabat nabi pun, begitu pula dari tabi’in, dan tidak pula dari para imam salaf tentang perkataan mereka dalam masalah fatwa halal dan haram, sesuatu yang jelas bahwa talak tiga kali setelah terjadi dukhul (jima’), dihitung sebagai talak satu.”
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan ada empat pendapat, salah satunya adalah:
أنه يقع ، وهذا قول الأئمة الأربعة وجمهور التابعين وكثير من الصحابة
Hal itu sah, inilah pendapat imam yang empat, dan mayoritas tabi’in dan banyak para sahabat Nabi ﷺ.
Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata:
قال علماؤنا : واتفق أئمة الفتوى على لزوم إيقاع الطلاق الثلاث في كلمة واحدة ، وهو قول جمهور السلف .
Berkata para ulama kami: para imam ahli fatwa telah sepakat jatuhnya talak tiga dalam satu kalimat, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama salaf.[1]
Jadi, menurut uraian ini SAHnya talak tiga dalam sekali ucap atau sekali lafaz, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Namun, ternyata ada pendapat lain yaitu talak tiga dalam satu lafaz tetaplah dihitung talak satu, begitulah yang sesuai dengan sunnah menurut mereka. Inilah yang dipilih oleh Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, begitu pula beberapa ulama kontemporer.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah menjelaskan:
اختلف الفقهاء في طلاق الثلاث ، والراجح أنه يقع واحدة ، سواء تلفظ بها بكلمة واحدة كقوله : أنت طالق ثلاثا ، أو تلفظ بها بكلمات متفرقة ، كقوله : أنت طالق أنت طالق أنت طالق ، وهذا ما اختاره شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله ، ورجحه الشيخ السعدي رحمه الله ، والشيخ ابن عثيمين رحمه الله .واستدلوا بما رواه مسلم (1472) عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ : كَانَ الطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ طَلَاقُ الثَّلَاثِ وَاحِدَةً فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِنَّ النَّاسَ قَدْ اسْتَعْجَلُوا فِي أَمْرٍ قَدْ كَانَتْ لَهُمْ فِيهِ أَنَاةٌ فَلَوْ أَمْضَيْنَاهُ عَلَيْهِمْ فَأَمْضَاهُ عَلَيْهِمْ
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang talak langsung ketiga, pendapat yang lebih kuat adalah itu tetap jatuhnya talak satu. Sama saja apakah dengan satu kalimat, seperti perkataan: “Anti Thaaliq tsalaatsan – kamu dicerai yang ketiga”, atau lafaz lain yang berpisah seperti: “Anti Thaaliq, anti thaaliq, anti thaaliq – kamu dicerai, kamu dicerai, kamu dicerai”. Inilah pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, dan dikuatkan oleh Syaikh As Sa’diy Rahimahullah, dan Syaikh ‘Utsaimin Rahimahullah.
Dalil mereka adalah apa yang driwayatkan Imam Muslim (No. 1472), dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, Beliau berkata: “Dahulu talak di masa Nabi ﷺ, Abu Bakar, dan dua tahun di masa kekhilafahan Umar, talak langsung ketiga itu dihitungnya satu.” Lalu Umar bin Khathab berkata: “Manusia tergesa-gesa dalam urusan yang sebenarnya mereka diberikan kelapangan, bagaimana seandainya kami memberlakukan hukum itu (talak tiga) kepada mereka? Niscaya hukum itu berlaku atas mereka!” [2]
Konteks Hukum Indonesia
Di Indonesia, sebagian kalangan menganggap perceraian baru dianggap sah jika disahkan oleh pengadilan. Misalnya, seperti Majelis Tarjih Muhammadiyah, ini agar meminimalisir angka perceraian. Ada pun MUI menganggap perceraian yang terjadi diluar persidangan mesti dilaporkan ke pengadilan untuk diputuskan sah atau tidaknya.
Namun, secara fiqih, sebagaimana yang sudah kami bahas jika syarat-syarat perceraian sudah terpenuhi, maka itu sah, walau belum disidangkan oleh pengadilan agama.
Demikian. Wallahu A’lam
^^^__^^^
[1] Lihat semua dalam Qarar Hai’ah Kibaril ‘Ulama, No. 18. Tanggal 12/11/1393
[2] Fatawa Al Islam Su’aal wa Jawaab No. 96194
@Ustadz Farid Nu'man Hasan
0⃣3⃣ Kiki
Assalamualaikum ustadz. Terimakasih materinya.
Saya ingin bertanya, terkait warisan. Betulkah anak perempuan mendapat bagian lebih sedikit?
Berapa persen kah dari anak laki-laki?
🌴 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah...
Ya, bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan. (Lihat An Nisa: 11).
Hal ini disebabkan karena tanggungjawab anak laki-laki dan kewajibannya lebih banyak; dia harus menafkahi anak dan istrinya, sementara anak perempuan tidak dibebani itu, justru anak perempuan dinafkahi oleh suaminya.
Wallahu a'lam.
0⃣4⃣ Fitri
Allah memuliakan seorang wanita ketika menjadi ibu ya tadz, bagaimana jika ada seorang ibu yang tidak baik (kekayaan yang menjadi alasan ibu menjadi tidak baik) dan apakah kita masih wajib untuk memuliakannya?
🌴 Jawab:
Islam memuliakan Ibu, maka anak diperintahkan untuk berbakti kepada Ibu dan bapak, selama mereka tidak memerintahkan maksiat.
Ada pun ibu yang buruk, yang tidak peduli kepada anak, itu adalah dosa baginya, bukan berarti anak menjadi tidak mau mengabdi. Itu sama juga membalas kezaliman dengan kezaliman.
Wallahu a'lam.
0⃣5⃣ Rani
Apakah beda warisan untuk anak perempuan yang sudah menikah atau belum menikah?
🌴Jawab:
Tergantung posisinya,
√ Jika posisinya sebagai anak, dan warisan itu dari orang tua (ayah dan ibu), maka tetap dapat setengah bagiannya dari saudaranya yang Laki-laki.
√ Tapi kalau dia tidak ada saudara, tapi masih ada ibu atau ibu sudah wafat juga, dan dia anak perempuan satu-satunya maka dia dapat 1/2 dari total harta warisan. Jika ada dua anak perempuan maka @ 1/3.
√ Jika warisan itu dari suaminya, maka dia sebagai istri dapat 1/8 jika ada anak, ada orang tua tidak ada orang tua.
√ Jika warisan dari suami, dia dapat 1/4 jika tidak ada anak, tidak ada orang tua juga.
Wallahu a'lam.
0⃣6⃣ Rika
Apakah begitu pentingnya mahar untuk menikahi wanita dan harus berwujud suatu yang bernilai, misal emas. Jika tidak dinyatakan adanya mahar apakah pernikahan itu sah? Karena pernah dengar kalau alat sholat itu belum bisa disebut mahar. Apakah benar demikian?
🌴 Jawab:
Dalam proses akad nikah, mahar itu WAJIB.
Allah Ta'ala berfirman:
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mas kawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. (Qs. An-Nisa': 4)
Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkaya:
هذه الآية تدل على وجوب الصداق للمرأة وهو مجمع عليه ولا خلاف فيه
Ayat ini menunjukkan wajibnya memberikan mahar untuk wanita dan ini telah ijma' (konsensus) para ulama, dan tidak ada perbedaan pendapat tentang ini.
( Tafsir Al Qurthubi, 5/24)
Hanya saja, walau ini wajib, tapi menurut mayoritas ulama BUKANlah termasuk syarat sahnya nikah dan bukan pula rukun nikah. Dengan kata lain tetap sah pernikahannya tanpa mahar, namun dia (laki-laki) meninggalkan kewajiban dan berdosa karenanya.
Tertulis dalam Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
والمهر ليس شرطاً في عقد الزواج ولا ركنا عند جمهور الفقهاء، وإنما هو أثر من آثاره المترتبة عليه، فإذا تم العقد بدون ذكر مهر صح باتفاق الجمهور
Mahar itu bukan bukanlah syarat dan rukun dalam pernikahan menurut mayoritas ahli fiqih. Itu hanyalah konsekuensi dari akad itu sendiri. Jika akad nikah sudah sempurna tanpa menyebut mahar, maka itu SAH menurut mayoritas ulama.
( Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/64)
Namun demikian, tidak sepantasnya kewajiban ini ditinggalkan.
Ada pun nilai mahar, apa pun yang memiliki harga tetap sah. Baik sedikit atau banyak.
Nabi ﷺ bersabda:
خير الصداق أيسره
Mahar terbaik adalah yang paling mudah. (HR. Al Hakim, Al Baihaqi. Shahih. Lihat Shahihul Jami' no. 3279)
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:
ولم يحدد الشرع المهر بمقدار معين لا يزاد عليه . ومع ذلك فقد رَغَّب الشرع في تخفيف المهر وتيسيره
Tidak ada batasan syariat tentang ukuran mahar secara spesifik. Bersamaan dengan itu, syariat menganjurkan untuk yang ringan dan mudah dalam mahar.
(Al Islam Su'aal wa Jawaab no. 10525)
Maka, seperangkat alat shalat, buku, atau cincin emas, semua ini boleh jadi mahar, sesuaikan dengan kemampuan dan tradisi layak di sebuah daerah. Tidak ada dalil yang melarangnya.
Hanya saja para ulama berselisih tentang mahar dengan hapalan Al Qur'an semata, kebanyakan menyatakan tidak boleh, kecuali dibarengi oleh mahar yang lain.
Demikian. Wallahu a'lam
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar