OLeH: Ustadzah Tely Herliyani
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
🌸 BENARKAH RUU KIA BISA MENSEJAHTERAKAN IBU DAN ANAK?
A'udzubillahiminasysyaitoonirrojiim
Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamualaikum warohmatullah wabaarokatuh.
Innal hamda lillaah nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa na’uudzu billahi min suruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa man yahdihillaahu falaa mudhilla lah, wa man yudhlilhu falaa haadiya lah. Asyhadu allaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rosuuluh.
Alhamdulillahilladzi arsala rosulahu bil huda wadinilhaq luyudzhirohu 'alaaddinikulli wakafa billahi syahida.
Asyhadu alla ilaha ilallah wahdahu lasyarikalawa asyhaduanna muhammadan 'abduhu warosuluhu alladzi la nabiya ba'da.
Robbishohlisodri wayassirli amri wahlul'uqdatammillisanii yafqohu qouli 'ammaba'du.
Benarkah RUU KIA bisa mensejahterakan ibu dan anak?
Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) resmi ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR RI (30/6/2022). Kesembilan fraksi menyetujui RUU KIA untuk ditetapkan menjadi usulan DPR RI.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa RUU KIA ini hadir sebagai harapan agar anak-anak kita sebagai penerus bangsa bisa mendapat proses tumbuh kembang yang optimal. Menjadi tugas negara untuk memastikan generasi penerus bertumbuh menjadi SDM yang dapat membawa bangsa ini makin hebat.
Anggota Komisi XI DPR yang juga sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan, RUU KIA sangat penting untuk menunjukkan bahwa negara hadir mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak.
Berbagai pihak mendukung RUU KIA. RUU ini dipandang banyak memberikan hak perempuan dan anak sehingga akan mampu mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak. Pengesahan RUU KIA diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut sehingga kesejahteraan ibu dan anak dapat segera terwujud nyata.
Namun, benarkah RUU KIA akan menyelesaikan berbagai persoalan ibu dan anak? Akankah kesejahteraan ibu dan anak akan terwujud nyata dengan pengesahan RUU KIA ini?
Di antara isi RUU KIA yang dianggap sebagai angin segar bagi perwujudan kesejahteraan ibu dan anak adalah adanya usulan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan dengan tetap mendapat gaji penuh pada 3 bulan pertama dan setelahnya mendapat upah 75 persen.
Kemudian ibu mendapatkan waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran. Hak cuti ini ditegaskan kembali dengan adanya pasal yang menyatakan bahwa ibu yang cuti melahirkan atau istirahat karena keguguran tidak boleh dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan (Pasal 5 ayat 1).
Ketentuan lain yang juga dianggap sebagai angin segar dukungan terhadap ibu adalah suami berhak cuti 40 hari bila istri melahirkan dan 7 hari jika istri mengalami keguguran.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, ketentuan cuti melahirkan enam bulan adalah ketentuan yang ideal agar ibu yang baru melahirkan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik dan anak pun bisa terjaga dan terawat dengan baik. Cuti 6 bulan juga dianggap berdampak positif bagi keterikatan ibu dan bayi, menurunkan risiko kematian bayi, dan meningkatkan keberhasilan lama masa menyusui.
Komnas Perempuan juga mengapresiasi RUU KIA sebagai bagian dari upaya menguatkan hak maternitas perempuan. Apalagi pemenuhan hak maternitas ini dianggap berpaut erat dengan hak-hak fundamental lainnya, yaitu hak atas kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, dan hak atas kerja layak.
◾Ilusi
RUU KIA seolah menjanjikan kesejahteraan secara nyata ketika menjelaskan kesejahteraan yang hendak diwujudkan. Yang dimaksud kesejahteraan ibu adalah kesejahteraan ibu sejak saat mempersiapkan kehamilan, saat kehamilan, saat melahirkan, dan pasca melahirkan. Kesejahteraan anak adalah sejak dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Sungguh ini adalah narasi yang memberikan harapan besar.
Padahal faktanya, RUU KIA hanya peduli pada ibu dan anak selama 6 bulan saja. Benar. Dalam RUU KIA ada pasal yang menetapkan bahwa para ibu berhak mendapatkan cuti yang diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi anak. Bahkan ibu dan anak dijamin untuk mendapat kemudahan dalam menggunakan fasilitas, sarana dan prasarana umum di tempat kerja, tempat umum, dan alat transportasi umum.
Namun, sejatinya kesejahteraan yang dicita-citakan oleh RUU KIA hanyalah harapan palsu.
Bukankah RUU ini menuntut ibu tetap bekerja demi memenuhi nafkah keluarga? Padahal bekerjanya ibu akan mengakibatkan pengasuhan terbaik ibu jelas tidak mungkin terwujud.
Apalagi untuk mencegah anak menjadi stunting perlu perhatian khusus dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) atau 2 tahun! Bukankah selama ini pola pengasuhan yang salah disebutkan sebagai penyebab tingginya stunting? Lantas bagaimana anak mendapatkan pengasuhan yang tepat jika pengasuhan terbaik dari ibu hanya didapatkan selama 6 bulan saja?
ini menjadi bukti adanya perhatian yang terbagi antara anak dan pekerjaan. Jelas ini kontraproduktif dengan terwujudnya tumbuh kembang anak yang optimal.
Adanya berbagai bahaya yang mengancam tumbuh kembang anak jelas akan membuat ibu khawatir. Bahkan kesulitan hidup saat ini—mahalnya harga sembako, hilangnya berbagai subsidi dan lain-lain—membuat ibu berisiko mendapatkan multiple burden. Tekanan mental ini membahayakan ibu dalam memberikan pengasuhan terbaik untuk anaknya.
Kondisi ini jelas kontraproduktif dengan tujuan dari pengusulan RUU KIA yang ingin menjamin kesejahteraan ibu. Banyaknya kasus ibu membunuh anak kandungnya sendiri adalah bukti nyata lemahnya mental ibu.
Sementara itu, belum ada jaminan bahwa tanggung jawab pembiayaan dan penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak akan terpenuhi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Faktanya, selama ini, Indonesia hampir 77 tahun merdeka, kesejahteraan ibu dan anak pun belum terwujud. Meski sudah berjalan hampir 10 tahun, pemberantasan stunting belum ada perubahan nyata, bahkan masih peringkat 4 terbanyak di dunia, dan kedua se-Asia Tenggara.
Jadi, bagaimana mungkin RUU KIA mampu mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak, tanpa ada perubahan mendasar pada tata kelola kehidupan, termasuk perubahan sistem ekonominya?
◾Hanya Dengan Islam
Hanya Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak, bahkan tanpa mewajibkan perempuan bekerja. Islam mewajibkan negara untuk menjaga peran strategis perempuan sebagai ibu, pengatur rumah tangga, dan juga ibu generasi.
Islam memastikan setiap rakyat, individu per individu, termasuk perempuan dan anak, terpenuhi kebutuhan pokoknya, juga kebutuhannya akan layanan pendidikan dan kesehatan yang optimal.
Jaminan nyata ini mustahil diwujudkan oleh negara kapitalis manapun. Kalaupun seandainya ada yang bisa mewujudkan, pastilah tanpa keberkahan. Padahal, keberkahan adalah hal penting yang harus ada dalam kehidupan seorang muslim.
Keberkahan hanya akan didapatkan ketika menerapkan aturan Alloh ﷻ secara kafah. Dengan demikian, nyatalah jika hanya Islam yang menjamin kesejahteraan ibu dan anak.
Wallahu a’lam bishawab
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
0️⃣1️⃣ iiN ~ Boyolali
Ummu, afwan, sebelum adanya RUU KIA yang memberikan cuti pasca lahir 6 bulan, para pekerja hanya mendapatakan 3 bulan cuti pra dan pasca lahir.
Di umumnya masyarakat hal ini juga bisa sebagai udara segar, karena lebih baik dari sebelumnya, yang intinya dapat lebih banyak waktu untuk cuti pasca lahir.
Mohon pencerahnnya Ummu
🌸 Jawab:
Benar, dikalangan para pekerja perempuan, RUU ini menjadi angin segar karena bisa mendapatkan cuti lebih lama dan masih dapat gaji. Sehingga bisa mendapatkan waktu istirahat yang lebih panjang.
Hari ini, kaum muslimin banyak yang berpikirnya secara pragmatis tanpa berpikir jauh kedepan dan tidak kritis terhadap setiap kebijakan yang baru. Hal ini disebabkan karena kita sudah merasa penat dengan urusan perut.
Padahal setiap kebijakan atau UU yang dihasilkan dari sistem kapitalis, pasti dilatarbelakangi suatu kepentingan kaum oligarki.
Kita lihat, RUU ini misalnya. Ada satu kepentingan bahwa, perempuan sebagai mesin pencetak produksi, bisa lebih produktif berproduksi jika fisiknya sudah lebih kuat.
Oleh karena itu maka, kita harus berpikir cerdas.
Berpikir cerdas agar kita tidak selalu dibohongi oleh sistem yang ada hari ini.
Wallahu a’lam bishawab
🔹Ummu, kita sendiri hanya sebagai pekerja saja, yang mungkin berpikir bagaimana dapat uang agar bisa menyambung kebutuhan, jadi terkadang hal-hal seperti ini masih sering diabaikan, asal gaji tidak telat, dan tidak turun, itu sudah cukup.
Alhamdulillah, masyaAllah, materi malam ini sangat lekat dengan kita, sangat bermanfaat sekali Ummu Tely.
Jazakillah Khairan
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
Akhwati Fillah...
sistem kapitalis sekuler yang ada hari ini telah nyata banyak membawa kepada kerusakan. Sehingga sudah selayaknya dicampakkan dan diganti dengan sistem yang membawa kepada kesejahteraan dan kemuliaan ummat, yaitu sistem Islam.
Wallahu a’lam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar