OLeH: Ustadz Farid Nu'man Hasan
💎M a T e R i💎
🌷TAQWA DAN HASIL-HASILNYA
APAKAH TAQWA ITU?
Telah banyak definisi yang disampaikan ulama. Di antaranya:
▪1. Definisi dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, ketika beliau menafsirkan ayat ittaqullaha haqqa tuqaatih (bertaqwa-lah kalian dengan sebenar-benarnya taqwa)
أن يُطاع فلا يُعْصَى، وأن يُذْكَر فلا يُنْسَى، وأن يُشْكَر فلا يُكْفَر
Yaitu taat dan tidak ingkar, ingat dan tidak lupa, bersyukur dan tidak kufur. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/86-87. Dar Ath Thayyibah. Lihat juga Imam Al Baidhawi, Anwarut Tanzil, 1/373. Mawqi’ At Tafasir)
Imam Ibnu katsir mengatakan ucapan tersebut shahih mauquf dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu. (Ibid)
Definisi ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan Qatadah. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 1/250. Mawqi’ At Tafasir)
▪2. Definisi dari Imam Al Baidhawi Rahimahullah
وهو استفراغ الوسع في القيام بالواجب والاجتناب عن المحارم
Taqwa adalah mengerahkan potensi dalam menjalankan kewajiban dan menjauhi hal-hal yang diharamkan. (Anwarut Tanzil, 1/373. Tafsir Al Muyassar, 3/361, 4/340, 10/51)
Sama dengan ini, Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah mengatakan:
اتق الله : بامتثال أمره واجتناب نهيه ، والوقوف عند حده .
Bertaqwa-lah kepada Allah: dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan berhenti pada batasan-Nya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 18)
Berhenti pada batasannya artinya tidak melangggar syariat-Nya. Definisi yang kedua ini adalah definisi yang paling sering kita dengar.
▪3. Imam Abul Hasan Al Mawardi menyampaikan empat kelompok yang mendefinisikan makna taqwa.
√ Pertama, adalah seperti yang disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud di atas. Lalu tiga kelompok lainnya:
والثاني : هو اتقاء جميع المعاصي ، وهو قول بعض المتصوفين . والثالث : هو أن يعترفواْ بالحق في الأمن والخوف . والرابع : هو أن يُطَاع ، ولا يُتَّقى في ترك طاعته أحدٌ سواه
√ Kedua, yaitu menghindari semua maksiat, ini adalah pendapat sebagian ahli tasawwuf.
√ Ketiga, mengenali kebenaran baik dalam keadaan aman atau takut.
√ Keempat, yaitu mentaati dan tidak takut kepada siapapun dalam meninggalkan ketaatan kepada-Nya kecuali takut kepada-Nya. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 1/250)
▪4. Definisi lainnya adalah taqwa bermakna takut (Al Khauf). (Lihat Tafsir Al Muyassar, 1/291, 1/401, 2/209, 10/93. Lihat juga Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/716)
Jadi, dari berbagai definisi ini kita simpulkan bahwa taqwa itu sikap menjalankan segala macam ketaatan dan perintah Allah Ta’ala, tidak membangkang, selalu ingat kepada-Nya dan tidak lupa, serta menjauhi larangan-larangan-Nya, tidak melanggar syariat-Nya, takut kepada azab dan siksa-Nya, memegang teguh kebenaran baik dalam keadaan aman dan takut, bersyukur kepada semua nikmat Allah Ta’ala dan tidak mengkufurinya.
💎 NATAAIJ AT TAQWA (Hasil-hasil Dari Taqwa)
Perintah taqwa bukanlah perintah kosong tanpa makna dan maksud. Allah ‘Azza wa Jalla telah menggambarkan tentang manfaat dan hasil yang akan diberikan-Nya bagi para muttaqin baik di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, pengetahuan terhadapnya an nataaij at taqwa adalah hal yang penting untuk memacu diri kita agar menjadi insan yang bertaqwa kepada Allah Ta’ala.
BERIKUT INI HASIL-HASIL YANG ALLAH ‘AZZA WA JALLA BERIKAN KEPADA ORANG-ORANG BERTAQWA:
🔹1. Pembeda (Al Furqan)
Orang yang bertaqwa kepada Allah, akan Allah Ta’ala berikan kepadanya Al Furqan, yaitu kemampuan membedakan antara haq dan batil, antara halal dan haram, lalu dia berjalan di atas kemampaunnya itu. Walau dia bukan tergolong ahlul ilmi (ulama).
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan hapuskan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al Anfal: 29)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di Rahimahullah mengatakan tentang ayat ini:
الفرقان: وهو العلم والهدى الذي يفرق به صاحبه بين الهدى والضلال، والحق والباطل، والحلال والحرام، وأهل السعادة من أهل الشقاوة.
Al Furqaan: dia adalah ilmu dan petunjuk yang dengannya pemiliknya dapat memisahkan antara petunjuk dan kesesatan, haq dan batil, halal dan haram, orang yang bahagia dan sengsara. (Syaikh Abdurrahman As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalam Al Manan, Hal. 319)
🔹2. Dihapuskannya Keburukan Dan Diampunkan Dosa (Takfirus Sayyi’aat wal ghufran)
Ini hasil yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada orang-orang bertaqwa, sesuai ayat di atas:
… وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ….
… Dan kami akan hapuskan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu… (QS. Al Anfal: 29).
Juga ayat lain:
…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ…
...dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya... (QS. Ath Thalaq : 5)
🔹3. Diberikan Pahala Yang Besar (Ajrun ‘Azhim) Yaitu Surga
Lanjutan dari surat Ath Thalaq ayat 5 di atas adalah;
وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
… dan akan diberikan pahala yang besar baginya. (QS. Ath Thalaq: 5)
Yaitu balasan di akhirat berupa surga-Nya dan abadi di dalamnya.
Al Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari Rahimahullah menjelaskan:
ويجزل له الثواب على عمله ذلك وتقواه، ومن إعظامه له الأجر عليه أن يدُخله جنته، فيخلده فيها.
Dia (Allah) melimpahkan baginya pahala atas pebuatannya dan ketaqwaannya itu, dan di antara besarnya balasan baginya adalah dia dimasukkan ke dalam surga-Nya dan Dia kekalkan di dalamnya. (Imam Ibnu Jarir, Jami’ Al Bayan fi Ta’wil Al Quran, 23/456)
🔹4. Keberkahan Dalam Hidup (Al Barakaat)
Allah Ta’ala menyebutkannya dalam ayat:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf: 96)
Imam Al Baidhawi Rahimahullah menjelaskan:
لوسعنا عليهم الخير ويسرناه لهم من كل جانب وقيل المراد المطر والنبات
Benar-benar akan Kami lapangkan kepada mereka kebaikan, dan Kami berikan kemudahan bagi mereka di segala sisi. Ada yang menyebutkan maksudnya adalah: hujan dan tumbuh-tumbuhan. (Imam Al Baidhawi, Anwar At Tanzil, 2/294. Mawqi’ At Tafasir)
🔹5. Jalan Keluar (Al Makhraj)
Allah ta’ala menyebutkannya dalam ayat-Nya:
…وَمَنْ ي
َتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath Thalaq: 2)
Banyak tafsir tentang makna “jalan keluar” dalam ayat ini, namun tafsir yang paling luas dan mencakup semuanya adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berikut:
ومن يتق الله يُنجِه من كل كرب في الدنيا والآخرة
Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Dia akan menyelamatkannya dari segala beban di dunia dan akhirat. (Imam Ibnul Jauzi, Zaadul Masiir, 6/40. Mawqi’ At Tafasir. Imam Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 4/286. Mawqi’ At Tafasir)
Juga ada penjelasan dari Imam Abu Hasan An Naisaburi Rahimahullah yang cukup bagus:
من الشدَّة إلى الرَّخاء ، ومن الحرام إلى الحلال ، ومن النَّار إلى الجنَّة ، يعني : من صبر على الضِّيق ، واتَّقى الحرام جعل الله له مخرجاً من الضِّيق .
(jalan keluar) dari kesukaran menuju kelapangan, dari haram menuju halal, dari neraka menuju surga, yakni bagi orang yang bersabar atas himpitan hidup, dan dia menjauh dari hal yang haram, maka Allah akan jadikan untuknya jalan keluar dari kesempitannya itu. (Imam An Naisaburi, Al Wajiiz fi Tafsir Al Kitab Al ‘Aziz, Hal. 1013. Mawqi’ At Tafasir)
🔹6. Rezeki (Ar Rizqu)
Ayat lanjutan dari ayat di atas adalah:
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ …
Dan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka olehnya …. (QS. Ath Thalaq: 3)
Secara khusus, sebenarnya ayat-ayat ini menceritakan tentang perceraian dan rujuknya suami-isteri, sebagai bimbingan kepada mereka bagaimana cerai yang sesuai sunnah, seperti cerai ketika suci sebelum digauli, cerai ketika hamil, dan hendaknya disaksikan dua saksi yang adil. Cerai ketika haid adalah cerai terlarang, bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai cerai bid’ah.
Oleh karena itu, terkait dengan masalah perceraian, sebagian ulama memaknai “rezeki” dalam ayat ini adalah wanita lain yang akan diperistri lagi, jika dia menjalankan perceraian dengan isterinya dengan cara yang baik.
Imam Abu Hayyan Rahimahullah menyebutkan dalam Al Bahr:
وقال الضحاك : من حيث لا يحتسب امرأة أخرى
Berkata Adh Dhahak: (rezeki) dari arah yang dia tidak sangka, yaitu wanita lainnya. (Imam Abu Hayyan, Al Bahr Al Muhith, 10/298. Mawqi’ At Tafasir)
Tentunya dalam konteks yang lebih luas dan makna yang lebih umum, makna rezeki tidak terbatas seperti itu.
Wallahu A’lam
🔹7. Kemudahan (Al Yusru)
Allah Ta’ala menyebutkan dalam ayat-Nya:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. Ath Thalaq: 4)
Yaitu Allah Ta’ala akan mudahkan baginya untuk kembali rujuk kepada isterinya.
Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:
أي : من يتقه في امتثال أوامره ، واجتناب نواهيه يسهل عليه أمره في الدنيا والآخرة . وقال الضحاك : من يتق الله ، فليطلق للسنة يجعل له من أمره يسراً في الرجعة . وقال مقاتل : من يتق الله في اجتناب معاصيه يجعل له من أمره يسراً في توفيقه للطاعة
Yaitu: barangsiapa yang bertaqwa kepada-Nya dalam menjalan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, akan dimudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Adh Dhahak berkata: barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka hendaknya dia bercerai sesuai sunah, itu akan menjadikan urusan rujuknya menjadi mudah. Sedangkan Muqatil mengatakan: barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dalam menjauhi maksiat kepada-Nya, akan dijadikan mudah urusan baginya untuk membimbingnya kepada ketaatan. (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 7/241-242. Mawqi’ At Tafasir)
Demikianlah hasil-hasil yang akan Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertaqwa.
Wallahu A’lam
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Nur ~ Citayam
Bagaimana caranya menguatkan taqwa itu sendiri! Ketika sudah melakukan ketaatan terkadang hati bisa lurus tetapi kadang juga masih bablas dalam mengerem seluruh tindakan malah menjauhi ketqwaan itu sendiri.
Bagaimana agar diberi kemantapan dalam menjalani ketqwaan? Syukran
🌸Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim
Sebagaimana definisi sebagian ulama bahwa taqwa itu menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Ini sekaligus menjadi cara bagaimana menumbuhkan ketaqwaan. Sejauh mana kita melaksanakan perintah agama dengan baik, dan sejauh mana kita menjauhi larangan, maka sejauh itu tingkatan taqwa kita kepada Allah Ta’ala.
Jangan lupa agar ketaqwaan tersebut stabil, maka lalukan juga:
1) Mujahadah, kesungguhan atas hal itu semua.
2) Mu'ahadah, berjanji kepada diri sendiri untuk selalu lebih baik lagi.
3) Muraqabah, merasa diawasi oleh Allah Ta'ala.
4) Muhasabah, mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan hari ini, jika buruk mohon ampun kepada Allah dan tinggalkan, jika bagus maka tingkatkan.
Demikian.
Wallahu A’lam
0⃣2⃣ Erni ~ Jogja
Assalamualaikum ustadz,
1. Bagaimana caranya menguatkan suasana tarbiyah dalam keluarga dalam rangka bertaqwa kepada Alloh?
2. Bagaimana caranya melelehkan hati suami untuk menguatkan ikatan suami istri dalam rangka taqwa kepada Alloh?
3. Bagaimana caranya menanamkan prinsif pendidikan keluarga inti pada anak disaat membaur dengan keluarga besar dalam rangka taqwa kepada Alloh?
4. Bagaimana caranya berbuat baik kepada ayah angkat dalam rangka taqwa kepada Alloh?
Mohon pencerahannya.
🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
1. Suasana tarbiyah dikeluarga, dimulai dari hidupkan suasana Al Qur'an. Menjaga yang wajib, menambahkan dengan sunnah. Hidupkan budaya saling nasihat.
2. Doakan suami, ajak dia menjadi imam shalat malam, bicarakan dan rencanakan kebaikan keluarga. Setelah jima' itu waktu yang bagus untuk diskusi kecil-kecilan tentang pembinaan keluarga.
3. Ajarkan anak untuk tetap membaur, jangan eksklusif. Tapi harus tetap "berbeda" karena nilai-nilai yang diajarkan di rumah.
4. Ayah angkat adalah bukan mahram, walau kita sangat memuliakannya, berbuat baik kepadanya, merawatnya saat sakit, memenuhi kebutuhannya saat susah, tapi tetap dia bukan mahram. Jaga aurat darinya.
Wallahu A’lam
0⃣3⃣ Nurjanah ~ Banten
Assalamualaikum ustadz
Bagaimana cara kita menumbuhkan dan meningkatkan ketaqwaan dalam hati kita kepada Allah agar iman kita tidak turun naik?
Syukron ustadz
🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Sebagaimana definisi sebagian ulama bahwa taqwa itu menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Ini sekaligus menjadi cara bagaimana menumbuhkan ketaqwaan. Sejauh mana kita melaksanakan perintah agama dengan baik, dan sejauh mana kita menjauhi larangan, maka sejauh itu tingkatan taqwa kita kepada Allah Ta’ala.
Jangan lupa agar ketaqwaan tersebut stabil, maka lakukan juga:
1) Mujahadah, kesungguhan atas hal itu semua.
2) Mu'ahadah, berjanji kepada diri sendiri untuk selalu lebih baik lagi.
3) Muraqabah, merasa diawasi oleh Allah Ta'ala.
4) Muhasabah, mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan hari ini, jika buruk mohon ampun kepada Allah dan tinggalkan, jika bagus maka tingkatkan
Demikian.
Wallahu A’lam
0⃣4⃣ Safitri ~ Banten
Assalamualikum ustadz,
1. Saya belum paham maksud dari cerai ketika wanita sedang haid itu terlarang berarti kalau seorang wanita sedang masa haid tidak boleh diceraikan apa nunggu sampai selesai? Kenapa bisa begitu, apa dalam hal perceraian juga mesti dalam keadaan suci?
2. Terus jika ada manusia yang benar-benar takwa dalam perintah Allah selama hidupnya tapi suatu ketika dia mendapat musibah atau ujian dari Allah dan itu buat dia hancur sampai-sampai dia tidak tahu lagi mesti bagaimana. Apa selama ini ketakwaan dia sia-sia apa ketakwaan dia itu bisa disebut pahalanya?
Mohon penjelsanya ustadz.
Terimakasih
🌸Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
1. Cerai ketika haid, diperselisihkan pada ulama tentang status kedudukannya tapi mayoritas ulama mengatakan SAH.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:
فذهب جمهورهم إلى وقوعه ، وذهب جماعة منهم إلى عدم وقوعه
Pendapat mayoritas ulama adlah jatuhnya status talak disaat cerai, namun segolongan ulama lain mengatakan tidak sah.
(Al Islam Su'aal wa Jawaab no. 72417)
ويحسب على المرء طلقة ، ولكنه يؤمر بإعادتها وأن يتركها حتى تطهر من الحيض ثم تحيض مرة ثانية ثم تطهر ، ثم إن شاء أمسك بعد وإن شاء طلق ، هذا الذي عليه جمهور أهل العلم ومنهم الأئمة الأربعة : الإمام أحمد والشافعي ومالك وأبو حنيفة
Wanita dihitung tercerai (saat haid), tapi si suami diperintahkan untuk mengembalikannya lalu meninggalkannya setelah suci dari haidnya, lalu dia haid lagi lalu dia suci lagi, jika dia mau maka dia bertahan saja, dan jika sia mau dia menceraikannya. Inilah yang dianut mayoritas ulama seperti Imam Ahmad, Imam Asy Syafi'i, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah.
(Fatawa Islamiyah, 3/268)
2. Pahala taqwa itu tidaklah sia-sia, kecuali dia melakukan kekafiran atau murtad.
Jika taqwanya benar, mustahil seseorang bisa murtad. Turun frekuensinya bisa saja terjadi, asalkan dia tetap si bawah koridor akhlak Islam, aqidah Islam, tetap menerima dan pasrah kepada Allah atas musibah yang menimpanya, maka dia tetap Islam.
Demikian.
Wallahu A’lam
0⃣5⃣ Oom Sri ~ Bandung
Ustadz, bagaimana cara menyelaraskan taqwa dengan akhlak. Kan suka ada tuh misal orangnya taat tapi suka mudah tersulut emosi, jika demikian apakah pada proses ketaatannya ada yang salah?
Lalu bagaimana menjaga hati agar ikhlas dalam ketaatan?
Jazakalloh khoir tadz,
🌸Jawab: Bismillahirrahmanirrahim...
Taqwa itu bukan hanya hubungan dengan Allah. Harus dia seimbang antara hablum minallah dan hablum minannaas. Rajin ibadah tapi mulutnya judes, wajahnya bermuka masam, maka ini masalah. Atau kebalikannya, bagus hubungan dengan manusia tapi ibadahnya negatif, juga benar. Keduanya mesti seimbang.
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar