Sabtu, 16 November 2019
DIADIC ADJUSTMENT
OLeH: Ustadzah Rizqi M.A.
💘M a T e R i💘
Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamualaikum wr.wb.
الحمد لله الذي أنزل على عبده الكتاب ولم يجعل له عوجا قيما لينذ ر بأسا شديدا من لدنه و يبشر المؤمنين الذين يعلمون الصالحات أن لهم أجرا حسنا
"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya. Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal soleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik."
Pertama-tama segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah mengumpulkan kita dalam suatu forum majelis ilmu dunia dan akhirat yang semoga diberkahi dan dirahmatinya ini. Amin ya rabb dan yang kedua Shalawat serta Salam atas junjungan Nabi Muhammad Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju zaman Ad-Deen Salam.
Stone & Shackelford (2007, hal, 541) dan Bradburry, Fincham & Beach (2000, hal, 966), membagi komponen dan mekanisme kepuasan pernikahan ke dalam lima kategori, yaitu:
a. Kognisi
Merupakan kemampuan dalam membaca dan mengetahui perilaku pasangan, apakah baik atau buruk. Beberapa perilaku buruk adalah; tidak mau bersama mengerjakan tanggung jawab rumah tangga, sering berada di luar rumah dan lainnya. Perilaku yang buruk dari pasangan secara langsung maupun tidak akan mengurangi tingkat kepuasan pernikahan seseorang dan menjadi penyebab kehancuran suatu intitusi pernikahan. Hal ini pun sebagai kemampuan pasangan dalam menyelesaikan masalah bersama.
b. Afeksi
Bahwasanya perilaku dan tingkah laku tertentu yang dapat mempererat keutuhan rumah tangga bagi pasangan suami dan istri senantiasa diterapkan dalam kehidupan pernikahan. Dalam hal ini, kedua pasangan suami dan istri mampu untuk saling menyenangkan dalam kebaikan dan untuk saling berbagi pengalaman.
c. Fisiologi
Penelitian telah banyak mengungkapkan bahwa pasangan yang lebih puas terhadap pernikahannya akan menunjukkan derajat fisiologis yang menyehatkan pula. Pasangan yang merasakan kepuasan dalam pernikahannya secara sinkron terhadap pasangannya menunjukkan kesehatan yang baik (misalnya, denyut jantung, jauh dari gangguan jiwa maupun fisik). Dengan kesehatan dan sistem di dalam tubuh berjalan dengan baik, maka hal ini dapat memperkecil kekerasan yang mungkin terjadi di dalam rumah tangga.
d. Pola Interaksi Antar Pasangan
Yaitu pola interaksi antar pasangan suami dan istri yang akan mempengaruhi kualitas kepuasan dalam rumah tangganya.
Misalnya, istri yang sering kali mengkritik perubahan pada suami atau suami yang tidak pernah berdiskusi dengan istri mengenai persoalan-persoalan yang ada. Hal yang demikian dapat menurunkan kebahagiaan dalam rumah tangga yang berakibat pada kepuasan pernikahan yang dirasakan. Pernikahan yang membahagiakan ialah pernikahan yang mampu membangun kualitas komunikasi yang baik antar pasangan.
e. Dukungan Sosial
Dukungan yang senantiasa diberikan antar suami kepada istri dan seluruh keluarga berhubungan dengan hubungan rumah tangga yang baik serta berkualitas yang kemudian berimplikasi kepada kepuasan pernikahan pasangan yang menjalaninya. Diperlukanlah cinta dan dukungan bagi pasangan tanpa bersyarat bagi kepuasan pernikahan pasangan.
f. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Individu yang terlibat dan mengalami kekerasan fisik dalam rumah tangganya menunjukkan angka ketidakpuasan yang tinggi di bandingkan dengan individu yang tidak mengalami kekerasan. Secara mengejutkan angka 57% diperoleh pada pasangan yang baru menikah terhadap angka kekerasan dalam rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara kekerasan dan kepuasan pernikahan tidak selalu beriringan, karena pada pernikahan pasangan yang baru menikah, tingkat kepuasan dan romantismenya berada pada level yang tinggi. Kekerasan yang terjadi ini seharusnya dapat dihindari dalam pernikahan yang bahagia dan berkualitas, karena di dalamnya terkandung nilai saling mencintai dan menerima apa adanya antar pasangan suami dan istri serta rendahnya angka ketidaksesuaian antar pasangan.
Agama Islam adalah agama fitrah dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fitrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan.
Sehingga manusia berjalan di atas fitrahnya. Bahwasanya perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta'ala:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30)
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." [QS. Ar-Ruum : 30].
Al-Qur'an telah menggambarkan hubungan insting dan perasaan di antara kedua pasangan suami-istri sebagai salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah dan nikmat yang tidak terhingga dari-Nya. Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21)
Artinya:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Rum:21).
Pernikahan oleh (Kamal, 2010,hal.55) merupakan peletakan batu pertama untuk sebuah bangunan keluarga. Rumah tangga bahagia tidak mungkin tercipta melainkan harus ditegakkan di atas pilar-pilar yang mencakup beberapa unsur antara lain; ketenangan atau sakinah; saling mencintai; saling mengasihi dan menyayangi; dan saling melindungi. Apabila keluarga telah menegakkan nilai-nilai tersebut, maka tingkat rumah tangga yang ideal bisa tercapai dan cita-cita untuk menuju keluarga bahagia dan sakinah bisa terwujud. Jika sebuah keluarga dibangun dengan baik tentunya akan menyemai benih kehidupan rumah tangga dengan penuh kejujuran, kebersamaan, keterbukaan, saling pengertian, saling melengkapi, saling percaya dan saling membutuhkan; dan secara otomatis akan terbangun rasa cinta yang tulus, kemesraan dan tanggung jawab di antara anggota keluarga.
Rumah tangga yang Islami yaitu yang di dalamnya ditegakkan adab-adab Islam, baik individu maupun seluruh anggota keluarga. Mereka berkumpul dan mencintai karena Allah, saling menasihati ke jalan yang maruf dan mencegah dari kemunkaran. Setiap anggota betah tinggal di dalamnya karena kesejukan iman dan kekayaan ruhani. Rumah tangga yang menjadi panutan dan dambaan ummat yang di dalamnya selalu ditemukan suasana sakinah, mawaddah dan rahmah.
Di dalam Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini (2007, hal, 55) disebutkan kriteria rumah tangga yang Islami sesuai Al-Quran dan Hadits, yaitu;
1. Atas Dasar Ibadah:
Sebagaimana tugas manusia di muka bumi ini yang hanya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah, maka pernikahan pun harus diniatkan dalam rangka demikian.
2. Penerapan Ajaran Islam Secara Menyeluruh
Dalam rumah tangga islami, segala adab-adab islam dipelajari dan dipraktekan sebagai filter bagi penyakit moral di era globalisasi ini. Suami bertanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan keislaman dari istri, dan bersama-sama menyusun program bagi pendidikan anak-anaknya. Saling tolong-menolong dan saling mengingatkan untuk meningkatkan kefahaman dan praktek ibadah.
3. Keteladanan Yang Baik Dari Orang Tua Kepada Anak
Keluarga islami merupakan contoh teladan di lingkungannya, selalu nilai-nilai positif yang terlontar dari para tetangganya bila membicarakan rumah tangga ini. Hal ini bisa terjadi bila adanya contoh-contoh yang islami dilakukan serta silaturahmi ke tetangga yang intensif.
4. Adanya Pembagian Tugas Sesuai Syariat
Islam memberikan hak dan kewajiban masing-masing bagi anggota keluarga secara tepat dan manusiawi. Seperti yang tercantumkan dalam Firman Allah:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (32)
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nisa:32).
5. Tercukupnya Kebutuhan Materi Secara Wajar
Suami harus membiayai kelangsungan kebutuhan materi keluarganya, karena itu salah satu tugas utamanya. Seperti yang tercantum dalam Al Quran surat Al Baqarah 233:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (233)
......”Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf.”
6. Berperan Dalam Pembinaan Masyarakat
Keluarga islami harus memberikan kontribusi yang cukup bagi perbaikan masyarakat sekitarnya. Sebagaimana dalam QS.An-Nahl ayat 125:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
"Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."
Demikian juga Abidin (2012), menyebutkan bahwa pilar-pilar yang meliputi rumah tangga seorang muslim, yaitu:
√ Pertama, adanya landasan agama yang kokoh dalam rumah tangga. Hal ini merupakan sumber kebaikan dan keberkahan dalam suatu pernikahan serta agar masing-masing pasangan mengerti akan hak dan kewajibannya yang mengarahkan kepada kelanggengan rumah tangga dan kebahagiaan baik di dunia dan akhirat.
√ Kedua, berpegang teguh kepada amanah. Dengan adanya sikap amanah ini maka terciptalah rasa saling mempercayai antara kedua suami istri, beriring juga dengan munculnya ketentraman jiwa dalam hati masing-masing pasangan yang pada akhirnya mendorong kedua pasangan mencapai puncak kebahagiaan dalam pernikahaan.
√ Ketiga, terwujudnya ikhlas masing-masing pasangan dalam menjalani rumah tangga. Dengan ikhlas, maka kebahagiaan dalam rumah tangga akan muncul, sikap saling mencintai tanpa bersyarat, terhindar dari kemunafikan dan pengkhianatan. Tambahan pula, keluarga akan meperoleh penyelesaian dari semua rasa kesal yang biasanya menghambat kesucian hidupnya. Ikhlas berarti keterbukaan secara mutlak antara suami istri dan adanya transparansi antara mereka.
√ Keempat, perilaku dan hubungan yang baik antar kedua pasangan suami istri. Yaitu menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji, ucapan dan perbuatan yang baik serta sikap-sikap yang utama. Dengan demikian, masing-masing dapat memaafkan kesalahan dan kekhilafan pasangannya dan berusaha mencarikan alasan yang baik terhadap kesalahan-kesalahan serta memafkan kekurangan-kekurangan yang ada.
Mackey & O’Brien (1995, hal,144) menyatakan bahwa, bagi kelanggengan suatu pernikahan ada tiga komponen penting yang meliputinya, yaitu; adaptability, resiliency, and commitment.
🔹ADAPTABILITY, yaitu kemampuan individual masing-masing pasangan untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan realitas yang ada termasuk di dalamnya persoalan yang di jalani dalam kehidupan rumah tangga.
🔹RESILIENCY, yaitu kemampuan seseorang untuk bangkit dari kesulitan yang menerpanya. Misalnya berhasil bangkit dari keterpurukan ekonomi, rasisme, pulih dari penyakit yang berbahaya, konflik emosional, dan kelemahan fisik.
🔹COMMITMENT ialah berpegang teguh kepada janji yang telah disepakati dan bertanggung jawab penuh di atasnya.
🌸🌷🌸
Spanier (1976, hal,16) dan Astacio (2000, hal,54), membagi komponen kepuasan pernikahan ke dalam empat kategori, yaitu:
▪DYADIC CONSENSUS adalah derajat kesepakatan antar pasangan dalam menangani masalah-masalah penting seputar pernikahan seperti mengatur keuangan, membuat keputusan penting, rekreasi, permasalahan agama, pandangan hidup, hubungan dengan orang tua dan mertua, kesepakatan dalam tugas rumah tangga, tujuan dan visi misi, keputusan dalam karir dan waktu sengang.
▪DYADIC SATISFACTION adalah tingkatan kebahagiaan pasangan dalam suatu hubungan melihat frekuensi dari konflik yang terjadi dalam hubungan pasangan.
▪THE AFFECTIONAL EXPRESSION, yaitu mengarah pada seberapa sering pasangan mengungkapkan rasa kasih sayang kepada sesama.
▪DYADIC COHESION yaitu mengarah kepada seberapa sering pasangan terlibat dalam aktivitas bersama-sama.
Untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesepakatan antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga, diperlukan pemahaman yang baik antara kedua belah pihak tentang hak dan kewajiban masing-masing.
At-Tuwaijiri (2009, hal.39-40) menyebutkan hak istri atas suaminya ialah, ia mendapatkan nafkah baik lahir maupun nafkah bathin, diperlakukan dengan baik dan lemah lembut, menampakkan wajah ceria suami kepada istri, suami memudahkan dalam urusan-urusannya, memerintahkannya untuk melaksanakan segala kewajiban dan meninggalkan segala keharaman, menjaga kemuliaan keluarganya dan tidak melarangnya untuk bersilaturahmi dengan mereka.
Sebaliknya, Seorang istri wajib untuk melayani suaminya, mengurus dan mengatur rumah, mendidik anak, menasehatinya, menjaga
suaminya dalam diri serta harta serta rumahnya, menemuinya dengan cerah dan berseri, berdandan untuknya, memuliakan, menghormati dan menggaulinya dengan baik, menyiapkan segala sesuatu yang membuatnya tenang dalam beristirahat, membuat dirinya senang agar mendapati ketenangan serta kelapangan pada rumahnya. Seorang istri menta'ati suaminya dalam permasalahan yang tidak ada maksiat kepada Allah padanya, menjauhi apa yang bisa membuatnya marah, tidak meninggalkan rumah kecuali dengan izinnya, tidak menyebarkan rahasianya, tidak menggunakan hartanya kecuali setelah mendapat izin darinya, tidak memasukkan seseorang kedalam rumah kecuali dia yang disenanginya, menjaga kehormatan keluarganya serta membantunya semaksimal mungkin ketika dia sakit ataupun lemah.
Bagi seorang istri, beberapa aspek yang mendukung bagi kepuasan pernikahan seperti yang dinyatakan (Nurihsan, 2012) dan (Abidin, 2012), yaitu;
√ Pertama, pengendalian diri dari hawa nafsu buruk, seperti : Banyak mengumpat dan tidak bersyukur kepada suami.
√ Kedua, pengendalian diri dari hawa nafsu meminta cerai kepada suami tanpa sebab.
√ Ketiga, menghindarkan diri dari memasukan orang yang tidak disukai suami ke dalam rumah.
√ Keempat, tidak menceritakan wanita lain dihadapan suami khususnya.
√ Kelima, perhatian penuh kepada pasangan, yaitu dengan cara memperhatikan hak-hak suaminya, baik ketika ia ada di rumah atau sedang berada di luar rumah. Tidak menciderai kehormatannya dan tidak menghambur-hamburkan hartanya, menjauhi semua perbuatan buruk atau menjauhi perbuatan yang menyebabkan harga dirinya hancur, menyayangi anak-anaknya.
Rasulullah SAW bersabda,
"Seorang mukmin tidak mendapatkan manfaat setelah takwa kepada Allah SWT kecuali seorang istri shalehah. Jika ia memerintahnya maka ia mentaatinya. Jika ia memandangnya maka ia membuatnya senang. Jika ia bersumpah atasnya maka ia berbuat baik kepadanya. Jika ia jauh darinya maka ia menjaga dirinya dan hartaanya," (HR. Imam Ahmad
Konsep psikologi barat dengan Islam dalam memaknai arti kepuasaan dalam pernikahan ada beberapa perbedaan. Bila dalam konsep psikologi barat komponen yang membentuk marital satisfaction terdiri atas; status pekerjaan, besar penghasilan, tingkat pendidikan, kesamaan umur dan agama dengan pasangan, penghargaan bagi pasangan, sexual satisfaction dan kerjasama ditambah dengan pendidikan, status sosial dan ekonomi, cinta, komitmen, komunikasi pasca nikah,konflik, gender, durasi pernikahan, jumlah anak, sexual relation dan pembagian tugas rumah tangga (Mathews, 2008).
Dalam penjabaran ini konsep psikologi barat tidak memasukkan unsur spiritual atau asas ruhani ke dalam komponen dasar marital satisfaction ini.
Hal demikian berbeda dengan konsep keluarga dan pernikahan dalam Islam yang sejak awal sudah mengusung nilai-nilai spiritual. Misalnya tujuan dari pernikahan itu sendiri ialah dalam rangka melaksanakan perintah Allah “Dan kawinkan-lah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS. 24:32).
Demikian pula pada saat ikatan suci tersebut telah terjalin, yang dinamakan mitsaqon gholidzah (ikatan suci). Dalam Al-Qur’an perkara yang dinamai seperti ini hanya perkara-perkara ikatan perjanjian tauhid dengan Allah, adapun karena kesucian pernikahan dalam Islam maka penyamaanya dengan ikatan tauhid tersebut.
Tambahan lain ialah bila konsep barat menjadikan agama sebagai hal atau solusi ketika sudah terjadi masalah (coping). Adapun dalam Islam, Islam adalah dien, sebagai jalan hidup dan pedoman, yang senantiasa menjadi rujukan dari Al-Quran dan As-Sunnah baik ketika bahagia maupun masalah menerpa.
1. ASPEK AKHLAK, dengan indikator yaitu: pergaulan yang baik antar suami dan istri, menunjukkan sikap ramah dan sopan santun, tolong menolong dalam menyelesaikan urusan rumah tangga, menunjukkan sikap lembut dan kasih sayang, Menjauhi perilaku buruk dan keburukan lainnya, menerima apa adanya, mencintai tanpa syarat, menjaga hak pasangan.
2. ASPEK KOGNISI, dengan indikator yaitu: rutinitas ibadah secara bersama dalam keluarga, adanya penerapan nilai-nilai keagamaan dalam keseharian, pengajaran ilmu agama di dalam keluarga, kemampuan menyelesaikan masalah bersama, mengemban amanah rumah tangga.
3. ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN, dengan indikator yaitu: kesempatan berdiskusi bersama, saling terbuka antar pasangan, kualitas komunikasi yang baik, saling mendukung, saling menghormati dan menjaga, adanya kesepakatan bersama dalam banyak hal.
Bradburry, Fincham & Beach (2000) dalam penelitiannya menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan antar pasangan, terdapat faktor mikrokonteks dan makrokonteks. Faktor mikrokonteks terdiri atas; anak, karakter dan latar belakang pasangan, pengaruh stress dalam hidup. Sedangkan makrokonteks ialah berupa keadaan lingkungan sosial, ekonomi, keagamaan, dan lainnya yang lebih luas cakupannya.
Kemudian oleh Stone & Shackelford (2007) dijabarkan faktor-faktor yang dijadikan indikator bagi kepuasan pernikahan individu;
1. Faktor kerpibadian dan sifat pasangan. diukur dalam 5 dimensi, yaitu:
a. Extroversion (dominan, pribadi yang terbuka vs sikap patuh, pribadi yang tertutup).
b. Kecocokan (kehangatan dan saling percaya vs sikap yang dingin dan saling mencurigai).
c. Ketelitian (mandiri dan well organized vs tidak dapat diandalkan dan tak terencana).
d. Neuroticism (kestabilan emosi, melindungi dan tempramen yang tenang vs nervous dan temperamental).
e. Keterbukaan Terhadap Informasi (pandai, rasa ingin tahu yang tinggi vs tidak mau tahu).
Ketidakpuasan yang dialami oleh pasangan dalam pernikahannya berhubungan dengan emosi yang tidak stabil di dalam diri pasangan, berhubungan juga dengan pasangan yang memiliki tingkat ketelitian yang rendah, tingkat kecocokan yang rendah maupun sikap keterbukaan yang rendah.
Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan manusia lainnya untuk saling berinteraksi. Dalam interaksi ini ada yang berbuah kecocokan antara dua insan sehingga keduanya secara sadar untuk membentuk keluarga. Pembentukan keluarga ini merupakan suatu tahap awal menuju tahapan selanjutnya yang lebih luas cakupannya.
Pertama dari manusia yang hanya sendiri dengan segala tanggung jawab dan kebahagiaan dan kesusahan yang ia rasakan sendiri, kemudian menuju tahap keluarga kecil. Keluarga kecil ini biasanya hanya terdiri atas suami, istri dan anak. Kemudian beranjak kepada keluarga yang lebih besar, selanjutnya pada tahapan keluarga masyarakat, kemudian keluarga bangsa dan negara hingga pada tahapan keluarga dunia atau yang sifatnya universal. dari segala tahapan keluarga sebagaimana di atas, semakin maju tahapan akan semakin banyak tanggung jawab dan peran sosial yang didapati. Sebagai contoh, tanggung jawab pada individu yang belum berkeluarga akan berbeda dengan individu yang telah memiliki peran sebagai ayah atau ibu dalam keluarga. Begitupun seterusnya baik pada tahapan keluarga masyarakat, bangsa dan negara maupun pada tahapan universal.
Pernikahan merupakan sarana untuk membentuk suatu keluarga yang dimulai dengan keluarga kecil. Dari pernikahan ini akan terbentuk ikatan secara horizontal maupun vertikal antara dua insan yang terlibat dalam pernikahan ini. Dalam pernikahan pula umumnya telah menyebutkan apa saja peran dan hak antara suami dan istri berikut kasus-kasus yang mungkin akan dihadapi.
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0⃣1⃣ Erni ~ Jogja
Bagaimana cara menata kembali semuanya ketika bermula dari persoalan anak berkembang ke kami orang tuanya. Akhirnya pada kesimpulan semua persoalan kerumah tanggaan kami hadapi karena hilangnya romantisme suami istri dan kurangnya hubungan silaturahim antara orang tua kandung dan ibu mertua. Semua ulah orang tua angkat?
Mohon pencerahannya.
🔷Jawab:
Ayo sama-sama berusaha perbaiki diri. Perbanyak DOA, baca Quran. Jangan sungkan untuk cari perantara.
0⃣2⃣ Safitri ~ Banten
Assalamuaikum ustadzah,
Kalau seseorang itu mempunyai sifat introvert dan dia susah sekali buat bersosialisasi atau berinterikasi sama banyak orang apalagi sama lawan jenis. Yah kalau mau kenal dengan lawan jenis seperti itu biar kita tahu ada kecocokan atau tidak, tapi dia sudah terlebih dahulu minder menurut dia sepertinya tidak cocok deh. Saya kurang PeDe, saya tidak cantik dan lain-lain.
Itu bagimana caranya yah ustadzah supaya menghilangkan sifat kurang percaya diri dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang belum tentu terjadi, intinya mah meningkatkan rasa percaya diri itu seperti apa?
Mohon penjelasannya ustadzah.
Terimakasih.
🔷Jawab:
Wa alaikumussalaam...
Islam ajarkan istikharah dan hajat agar Allah mantapkan dan pilihkan Yang terbaik. Pilihan Allah pastilah Yang terbaik untuk kita. Yang cocok dan pas.
0⃣3⃣ Rustia ~ Bekasi
Assalamu'alaikum ustadzah,
1. Bagaimana imbas bagi rumah tangga apabila seorang suami atau istri yang "belum selesai dengan dirinya?"
2. Seberapa pentingnya "me time" bagi seorang ibu?
🔷Jawab:
Wa'alaikumussalaam...
1. Dari awal harus Sudah paham masing-masing dan mengerti sehingga tidak ada penyesalan. Tetapi saling Bantu.
2. Sangat penting kita punya ME TIME. Baik Yang sifatnya fisik maupun ruhani. Yang ruhani sangat penting. Ini saat Munajat 1/3 malam.
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘CLoSSiNG STaTeMeNT💘
Menjadi pribadi yang dapat memahami orang lain dan terus belajar sehingga keadaan terus membaik.
Segala kebaikan yang diperbuat akan tercatat sebagai amal shalih.
Maka bisa kita lihat bagaimana sabarnya Nabi Nuh a.s menghadapi istrinya dan Istri firaun dalam menghadapi kekejaman suaminya.
Wallahu'alam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar