OLeH: Ustadz M. Lukmanul Hakim
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
🌸 RIDHO ALLOH ﷻ RIDHO ORANG TUA
◾Pentingnya Birrul Walidain
Birrul Walidain adalah bagian dalam etika Islam yang menunjukan kepada tindakan berbakti (berbuat baik) kepada kedua orang tua. Yang mana berbakti kepada orang tua ini hukumnya fardhu (wajib) ain bagi setiap Muslim, meskipun seandainya kedua orang tuanya adalah non muslim. Setiap muslim wajib mentaati setiap perintah dari keduanya selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Alloh ﷻ. Birrul walidain merupakan bentuk silaturahim yang paling utama.
Dalam Islam tidak saja ditekankan harus menghormati kedua orang tua saja, akan tetapi ada akhlak yang mengharuskan orang yang lebih muda untuk menghargai orang yang lebih tua usianya dan yang tua harus menyayangi yang muda, seorang ulama dalam bukunya juga menjelaskan hal yang serupa. Dalam segala kegiatan umat Islam diharuskan untuk mendahulukan orang-orang yang lebih tua usianya, penjelasan ini berdasarkan perintah dari Malaikat Jibril, karena dikatakan bahwa menghormati orang yang lebih tua termasuk salah satu mengagungkan Alloh ﷻ.
Akhlak ini telah dilakukan oleh para sahabat, mereka begitu menghormati terhadap yang orang yang lebih tua meskipun umurnya hanya selisih satu hari atau satu malam, atau bahkan lahir selisih beberapa menit saja.
◾Definisi
Al-Walidain maksudnya adalah kedua orang tua kandung. Al-Birr maknanya kebaikan.
◾Dasar Hukum
Dasar hukum disyariatkannya untuk berbakti kepada orang tua di dalam Al-Qur’an, adalah firman Alloh ﷻ:
“Sembahlah Alloh ﷻ dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak.” (QS. An-Nisa’:36)
…dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. “…dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik saya waktu kecil." (QS. Al Isra’: 23-24)
“…dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapaknya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembali mu.” (QS. Luqman: 14)[16]
“Katakan: Marilah kubacakan apa yang telah diharamkan kepada kalian oleh Rabb kalian yaitu janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. Al-An’am: 151)
Juga dalam As-Sunnah, Rasulullah ﷺ
“Keridhaan Rabb (Alloh ﷻ) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Alloh ﷻ) ada pada kemurkaan orang tua.”
“Sesungguhnya Alloh ﷻ mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Alloh ﷻ membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta."
Pengulangan perintah dan digandengkan dengan ayat perintah untuk mentauhidkan Alloh ﷻ menunjukan begitu pentingnya kedudukan berbakti terhadap kedua orang tua di dalam Islam. Alloh ﷻ meletakkan hak orang tua (untuk dibaktikan) setelah Hak Alloh ﷻ (untuk diibadahi) dalam ayat Al-Qur’an surah An-Nisa: 36 dan Al-Isra: 23.
Kedudukan dan hak seorang ibu untuk diberikan bakti oleh seorang anak adalah lebih tinggi tiga berbanding satu dibandingkan hak seorang ayah, padahal hak seorang Ayah terhadap anaknya sangat besar. Dari Abu Hurairah ia berkata: “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah ﷺ, siapa manusia yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Dia menjawab, “ibumu”, ia berkata lagi, “kemudian siapa lagi?” Dia menjawab, “ibumu”, ia pun berkata lagi, “kemudian siapa lagi?” Dia menjawab, “ibumu.” Ia pun berkata lagi, “kemudian siapa lagi?” Dia menjawab, “bapakmu.”
Berkata Imam Al-Qurthubi: “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi atau menentang keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al-Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai atau disunnahkan)."
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam kitab Zaadul Musaafir bahwa Abu Bakr berkata: “Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa (senang) kembali.”
Keutamaan dari berbakti kepada kedua orang tua adalah: Ini adalah ibadah yang paling mulia, sebagai sebab diampuninya dosa, sebab masuknya seseorang ke surga, sebab keridhaan Alloh ﷻ, sebab bertambahnya umur, dan sebab barakahnya rezeki.
Alloh ﷻ menjanjikan ampunan kepada seseorang yang berbakti kepada kedua orang tua: “…Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al Ahqaf: 15-16)
Berbakti kepada orang tua lebih diutamakan dibanding Jihad yang fardhu kifayah. Sehingga seseorang yang hendak berangkat berjihad kemudian Orang tuanya tidak mengizinkannya maka dia dilarang untuk pergi berjihad. Apabila jihad itu fardhu kifayah (tathawwu’), maka diwajibkan izin kepada orang tua dan diharamkan berangkat tanpa izin keduanya Ini adalah kesepakatan para ulama berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bin Ash, dia berkata, “Datang seorang lelaki kepada Nabi."
Berbakti kepada orang tua hukumnya adalah fardhu ain. Sehingga ia lebih didahulukan terhadap jihad yang hukumnya hanya fardhu kifayah.
Berbakti kepada orang tua adalah akhlak para Nabi dan orang-orang saleh, hal ini sebagaimana yang telah Alloh ﷻ kabarkan sendiri di dalam al-Qur’an, di antaranya adalah: Alloh ﷻ menceritakan tentang permohonan ampun Nabi Ibrahim kepada Alloh ﷻ untuk ayahnya meskipun ayahnya adalah seorang yang kafir: “Dia (Ibrahim) berkata, ”Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam: 47).
Firman Alloh ﷻ yang memuji Nabi Yahya; “...dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong (bukan pula) orang yang durhaka.” (QS. Maryam: 14).
Alloh ﷻ juga bercerita tentang Nabi Isa: “…dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam: 32)
Diceritakan bahwa sahabat Nabi Abu Hurairah menempati sebuah rumah, sedangkan ibunya menempati rumah yang lain. Apabila Abu Hurairah ingin keluar rumah, maka dia berdiri terlebih dahulu di depan pintu rumah ibunya seraya mengatakan, “Keselamatan untukmu, wahai ibuku, dan rahmat Alloh ﷻ serta barakahnya.” Ibunya menjawab, “dan untukmu keselamatan wahai anakku, dan rahmat Alloh ﷻ serta barakahnya.” Abu Hurairah kemudian berkata, “Semoga Alloh ﷻ menyayangimu karena engkau telah mendidikku semasa aku kecil.” Ibunya pun menjawab, “dan semoga Alloh ﷻ merahmatimu karena engkau telah berbakti kepadaku saat aku berusia lanjut.” Demikian pula yang dilakukan oleh Abu Hurairah ketika hendak memasuki rumah.”
Suatu hari, Ibnu Umar melihat seorang yang menggendong ibunya sambil thawaf (beribadah) mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Alloh ﷻ akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.”
"Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, dia bercerita, suatu malam ibu dari sahabat nabi Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada Ibnu Mas’ud. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata ibunya sudah tertidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang wadah berisi air tersebut hingga pagi (menunggu ibunya terbangun untuk memberikan minumnya, melaksanakan perintah ibunya).”
Haiwah binti Syuraih adalah seorang ulama besar, suatu hari ketika dia sedang mengajar (yang dihadiri banyak jamah), ibunya memanggil. “Hai Haiwah, berdirilah! Berilah makan ayam-ayam dengan gandum.” Mendengar panggilan ibunya dia lantas berdiri dan meninggalkan pengajiannya.
Hafshah binti Sirin mengatakan, “Aku tidak pernah melihat Muhamad bin Sirin bersuara keras di hadapan ibunya. Apabila dia berkata-kata dengan ibunya, maka dia seperti seorang yang berbisik-bisik."
◾Rujukan◾
✓ 1 Yaitu misalnya perintah untuk berbuat maksiat atau kekafiran, sebagaimana hadits: “Tidak ada ketaatan kepada seorang pun di dalam bermaksiat kepada Alloh ﷻ. Sesungguhnya ketaatan itu (hanya) di dalam kebajikan.” (Hadits riwayat Al-Bukhari no. 40 dan Muslim no. 39 dari shahabat Ali bin Abi Thalib).
✓ 2 Berkata Ibnu Hazm: “Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masing-masing individu). Dia menukilkan dalam kitab Al-Adabul Kubra tentang perkataan Qadhi Iyyad: “Birrul walidain adalah wajib pada selain perkara yang haram.” (Ghadzaul Al-Baab 1/382)
✓3 “Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang muda di antara kami, dan tidak mengetahui kemuliaan orang-orang yang tua di antara kami.” (Hadits riwayat At-Tirmidzy dari Abdullah bin ‘Amr, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
✓ 4 Hadist ini juga diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, yang di dalamnya ada kisah bahwa seseorang yang sudah berumur tua hendak bertemu Nabi ﷺ , namun para sahabat saat itu terkesan lamban dalam memberikan keluasan tempat baginya, sehingga Rasulullah ﷺ pun bersabda:
َﺲْﻴَﻟﺎَّﻨِﻣْﻦَﻣْﻢَﻟْﻢَﺣْﺮَﻳﺎَﻧَﺮﻴِﻐَﺻْﺮِّﻗَﻮُﻳَﻭَﺎﻧَﺮﻴِﺒَﻛ
“Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi orang muda di antara kami dan tidak menghormati orang yang tua.” (Hadits riwayat At-Tirmidzy, dishahihkan Syeikh Al-Albany).
✓ 5 Imam At-Tirmidzy berkata:
َﻝﺎَﻗِﻞْﻫَﺃ ُﺾْﻌَﺑِﻢْﻠِﻌْﻟﺍِﻝْﻮَﻗ ﻰَﻨْﻌَﻣِّﻰِﺒَّﻨﻟﺍﻰﻠﺻ-ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ-ﻢﻠﺳﻭ«َﺲْﻴَﻟﺎَّﻨِﻣ»ُﻝﻮُﻘَﻳ .:َﺲْﻴَﻟْﻦِﻣ،ﺎَﻨِﺘَّﻨُﺳ ُﻝﻮُﻘَﻳ:َﺲْﻴَﻟﺎَﻨِﺑَﺩَﺃ ْﻦِﻣ
“Berkata sebagian ulama bahwa makna sabda Nabi , “Bukan termasuk golonganku” adalah “Bukan termasuk sunnah kami, bukan termasuk adab kami.” (Sunan At Tirimidzy, 4/322).
✓ 6 “Jibril telah menyuruhku untuk mendahulukan orang-orang yang lebih tua.” (Hadits riwayat Imam Ahmad, dan dishahihkan Syeikh Al Albany dalam Silsilah Al Ahaadiits Ash-Shahiihah, no.1555, dengan keseluruhan sanad-sanadnya).
✓ 7 “Sesungguhnya termasuk mengagungkan Alloh ﷻ adalah menghormati orang muslim yang sudah tua.” (Hadits riwayat Abu Dawud, dari Abu Musa Al Asy’ary, dihasankan Syeikh Al-Albany).
✓ 8 Samurah bin Jundub:
ُﺖْﻨُﻛ ْﺪَﻘَﻟﻰَﻠَﻋِﺪْﻬَﻋِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻝﻮُﺳَﺭﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ-ﻪﻴﻠﻋ ﺎًﻣَﻼُﻏ -ﻢﻠﺳﻭُﺖْﻨُﻜَﻓُﻆَﻔْﺣَﺃُﻪْﻨَﻋﺎَﻤَﻓﻰِﻨُﻌَﻨْﻤَﻳَﻦِﻣِﻝْﻮَﻘْﻟﺍ َّﻻِﺇَّﻥَﺃﺎَﻫًﻻﺎَﺟِﺭ ﺎَﻨُﻫُّﻦَﺳَﺃ ْﻢُﻫﻰِّﻨِﻣ
“Sungguh saya dahulu di zaman Rasulullah ﷺ adalah seorang anak, dan saya telah menghafal (hadist-hadist) dari dia, dan tidaklah menghalangiku untuk mengucapkannya kecuali karena disana ada orang-orang yang lebih tua daripada diriku.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya).
✓ 9 Malik bin Mighwal rahimahullah
berkata:
ُﺖْﻨُﻛْﻲِﺸْﻣَﺃَﻊَﻣَﺔَﺤْﻠَﻃِﻦْﺑ، ٍﻑِّﺮَﺼُﻣﺎَﻧْﺮِﺼَﻓﻰَﻟِﺇٍﻖَﻴْﻀَﻣ ْﻲِﻨَﻣَّﺪَﻘَﺘَﻓَّﻢُﺛْﻲِﻟ َﻝﺎَﻗ:«ْﻮَﻟُﺖْﻨُﻛُﻢَﻠْﻋَﺃَﻚَّﻧَﺃُﺮَﺒْﻛَﺃِﻲِّﻨِﻣ ٍﻡْﻮَﻴِﺑَﻚُﺘْﻣَّﺪَﻘَﺗ ﺎَﻣ»
“Dahulu saya berjalan bersama Thalhah bin Musharrif, sampailah kami ke sebuah jalan sempit, maka diapun mendahuluiku, seraya berkata kepada saya: ‘Seandainya saya mengetahui bahwa engkau lebih tua satu hari daripada saya niscaya saya tidak akan mendahuluimu.'” (Diriwayatkan oleh Al-Khathiib Al-Baghdaady dalam Al-Jaami’ li Akhlaaqi Ar-Raawii wa Aadaabi As-Saami’, no: 249).
✓ 10 Ya’qub bin Sufyan bercerita:
ْﻲِﻨَﻐَﻠَﺑَﻦَﺴَﺤْﻟﺍ َّﻥَﺃْﻲَﻨْﺑﺍ ﺎًّﻴِﻠَﻋَﻭٍﺢِﻟﺎَﺻﺎَﻧﺎَﻛ،ِﻦْﻴَﻣَﺃْﻮَﺗَﺝَﺮَﺧ ْﻢَﻠَﻓ ، ٍّﻲِﻠَﻋ َﻞْﺒَﻗ ُﻦَﺴَﺤْﻟﺍَﺮُﻳُﻦَﺴَﺤْﻟﺍ ْﻂَﻗَﻊَﻣٍّﻲِﻠَﻋْﻲِﻓ ﺎَّﻟِﺇ ٍﺲِﻠْﺠَﻣٌّﻲِﻠَﻋ َﺲَﻠَﺟ، ُﻪَﻧْﻭُﺩْﻢَﻟَﻭْﻦُﻜَﻳُﻢَّﻠَﻜَﺘَﻳِﻦَﺴَﺤْﻟﺍ َﻊَﻣ ﺍَﺫِﺇﺎَﻌَﻤَﺘْﺟﺍْﻲِﻓٍﺲِﻠْﺠَﻣ
“Telah sampai kepada saya kabar bahwa Al-Hasan dan Ali, anaknya Shalih, adalah dua anak yang kembar; Al Hasan lahir sebelum Ali. Tidaklah Al Hasan dan Ali duduk bersama di sebuah majelis kecuali Ali duduk lebih rendah daripada Al-Hasan; dan tidaklah Ali berbicara ketika Al Hasan berbicara apabila keduanya berada dalam satu majelis.” (Diriwayatkan oleh Al-Khathiib Al-Baghdaady dalam Al-Jaami’ li Akhlaaqi Ar-Raawii wa Aadaabi As-Saami’, no: 252).
✓ 11 Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya Nomor 1794.
✓ 12 Disebutkan dalam kitab Ad-Durul Mantsur 5/259
✓ 13 Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan mengesakan (tidak mempersekutukan) Alloh ﷻ, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy Syar’iyyah 1/434).
✓ 14 Adapun tentang makna (qadha), Berkata Ibnu Katsir: yakni, mewasiatkan. Berkata Al-Qurthubi: yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy-Syaukani: “Alloh ﷻ memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar hak mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya)." (Fathul Qodiir 3/218)
✓ 15 Berkata Urwah bin Zubair: “Jangan sampai mereka berdua tidak ditaati sedikitpun.” (Ad-Darul Mantsur 5/259)
✓ 16 Berkata Ibnu Abbas: “Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Alloh ﷻ menyebutkan diantaranya firman Alloh ﷻ (artinya): “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu,” Berkata dia. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Alloh ﷻ akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.” (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40).
✓ 17 Riwayat Tirmidzi dalam Jami’nya (1/346), Hadits ini Shahih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516
✓ 18 Hadits AlMughirah bin Syu’bah diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1757
✓ 19 “…dan sembahlah Alloh ﷻ dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. An-Nisa: 36)
✓ 20 “…dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.” (QS. Al-Isra: 23)
✓ 21 Seorang ibu telah mengandung anaknya selama 9 bulan dalam kesusahan yang bertumpuk-tumpuk, kemudian menyusuinya, menyapih, merawat, mendidiknya hingga dewasa (lihat Al-Ahqaf; 15). Seorang ayah telah bekerja dan bersusah payah demi keluarga, memberi perlindungan dan pendidikan, “dan katakanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al-Isra: 24)
✓ 22 Hadits riwayat Bukhari; 5971, Muslim; 2548
✓ 23 Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an Jil 6 hal 238
✓ 24 Ghadzaul Al Baab 1/382
Wallahu a'lam
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
0️⃣1️⃣ iiN ~ Boyolali
Ustadz, jika sedang merindukan orang tua yang telah meninggal, dan mengharapkan di datangi lewat mimpi, itu sikap yang benar atau tidak? Karena ingin sekali bertemu dengan beliau.
Jazakallah ustadz.
🌸Jawab:
Rindu orang tua itu adalah perbuatan seorang wanita solihah.
Apa yang harus kita lakukan ketika rindu orang tua yang telah meninggal:
1) Kita doakan mereka, baik setelah shalat fardhu, atau di waktu khusus. Doa ini akan langsung di terima oleh orang tua kita.
2) Bersedekahlah, tujukan atas nama Almarhum atau almarhumah orang tua kita.
3) Tetaplah menjadi anak yang solih atau solihah karena ini yang bisa menyelamatkan orang tua kita. Anak solih atau solihah tetap bisa menyambungkan doa kepada orang tuanya.
Bolehkan kita berharap bertemu dalam mimpi?
Selama kita minta kepada Alloh ﷻ untuk dipertemukan dalam mimpi di perbolehkan.
Tetapi manusia sangat rawan dengan bujuk rayu syaithon, jika yang datang dalam mimpi adalah jin atau syaiton yang menyerupai orang tua kita, maka akan mempengaruhi kita lewat mimpi.
Hati-hatilah dengan 2 hal:
(1) Angan-angan.
(2) Rasa takut.
Karena akidah kita bisa goyah oleh 2 hal itu, dan syaithon sangat senang menjerumuskan manusia lewat 2 hal itu. Na'udzubillahi min dzalik. Mudah-mudahan kita selalu dalam lindungan Alloh ﷻ.
Wallahu a'lam
0️⃣2⃣ Sri Wahyuni ~ Wonogiri
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Ustadz.
Bila sejak bayi di asuh oleh orang tua angkat, sehingga tidak mengenal orang tua kandung, bagaimana cara berbakti kepada orang tuanya?Terimakasih.
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
🌸Jawab:
Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh.
Jika memiliki anak angkat dalam pengasuhan, agar anak tersebut juga bisa berbakti kepada orang tuanya.
1. Beritahukan orang tua yang sebenarnya, jangan takut anak tersebut akan kembali kepada orang tuanya dan lepas dari yang asuh. Insyaallah anak itu akan memilih yang asuhnya sebagai orang tua, melebihi orang tua kandungnya.
2. Jika orang tuanya sudah meninggal, beri tahukan nama ayah dan bundanya, kemudian beri wejangan agar setiap setelah shalat untuk mendoakan orang tuanya.
Wallahu a'lam
0️⃣3⃣ Bestiar ~ Pekanbaru
Ustadz, kedua orang tua saya sudah 13 tahun yang lalu meninggal namun saya selalu rindu kepada mereka. Kalau rindu saya hanya bisa berdoa dan menangis. Apakah itu salah?
🌸Jawab:
Ketika berdoa sambil menangis itu sangat baik, karena doa itu akan makbul, karena doanya bersungguh-sungguh.
Tetapi jika menangisinya menyesali kepergian orang tua, itu yang tidak boleh.
Maka jika ingat orang tua berdoalah, doa itu akan sampai dari anaknya yang solihah.
Wallahu a'lam
0️⃣4⃣ Han ~ Jatim
Assalamu'alaikum,
Tadz, apakah kedua orang tua yang mengadopsi mempunyai hukum yang sama dengan orang tua kandung?
🌸Jawab:
Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh.
Ketika kita mengadopsi anak tentunya kita bertekad untuk menggantikan orang tua kandungnya, dari situ keluar hukum kewajiban untuk merawat, mendidik, membesarkan layaknya anak sendiri.
Tetapi ketika menikah, jika anak tersebut perempuan, tetap yang menjadi wali adalah wali nasab (Ayah, Saudara sekandung laki-laki, kakek atau wali hakim jika tidak ada wali nasabnya).
Wallahu a'lam
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
Alhamdulillah kajian malam ini sudah kita simak bersama, semoga bermanfaat baik yang bisa online sekarang atau yang membaca kemudian di grup atau di blog risalahluqman.worpress.com
Semoga kita senantiasa istiqomah menuntut ilmu, sampai nyawa terpisah dari badan.
Billahi taufik walhidayah.
wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar