OLeH: Ummi Yulianti
💎M a T e R i💎
بِسْــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمن الرَّحِيْمُ
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
الحمد لله
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ...
ام بعد.
Pertengkaran dalam rumah tangga, hampir pernah terjadi dalam semua keluarga. Tidak terkecuali keluarga yang anggotanya orang baik sekalipun. Dulu keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma, juga pernah mengalami semacam ini.
Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha, dan beliau tidak melihat Ali di rumah. Spontan beliau bertanya: “Di mana anak pamanmu?” ‘Tadi ada masalah dengan saya, terus dia marah kepadaku, lalu keluar. Siang ini dia tidak tidur di sampingku.’
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ali. ‘Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.’ Datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke masjid, dan ketika itu Ali sedang tidur, sementara baju atasannya jatuh di sampingnya, dan dia terkena debu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap debu itu, sambil mengatakan,
قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ
“Bangun, wahai Abu Thurab… bangun, wahai Abu Thurab…” (HR. Bukhari 441 dan Muslim 2409)
Tentu tidak ada apa-apanya ketika keluarga kita dibandingkan dengan keluarga Ali dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma. Meskipun demikian, pertengkaranpun kadang terjadi diantara mereka. Sebagaimana semacam ini juga terjadi di keluarga kita. Hanya saja, pertengkaran yang terjadi di keluarga yang baik sangat berbeda dengan pertengkaran yang terjadi di keluarga yang tidak baik.
Apa Bedanya?
Keluarga yang tidak baik, mereka bertengkar tanpa aturan. Satu sama lain saling menguasi dan saling mendzalimi. Setitikpun tidak ada upaya untuk mencari solusi. Yang penting aku menang, yang penting aku mendapat hakku. Tidak jarang pertengkaran semacam ini sampai menui caci-maki, KDRT, atau bahkan pembunuhan.
Berbeda dengan keluarga yang baik, sekalipun mereka bertengkar, pertengkaran mereka dilakukan tanpa melanggar aturan. Sekalipun mereka saling sakit hati, mereka tetap menjaga jangan sampai mendzalimi pasangannya. Dan mereka berusaha untuk menemukan solusinya dari pertengkaran ini. Umumnya sifat semacam ini ada pada keluarga yang lemah lembut, memahami aturan syariat dalam fikih keluarga, dan sadar akan hak dan kewajiban masing-masing.
🌸🌷🌸
Semua Jadi Pahala
Apapun kesedihan yang sedang kita alami, perlu kita pahami bahwa itu sejatinya bagian dari ujian hidup. Sebagai orang beriman, jadikan itu kesempatan untuk mendulang pahala.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).
Pahami bahwa bisa jadi pertengkaran ini disebabkan dosa yang pernah kita lakukan. Kemudian Allah memberikan hukuman batin dalam bentuk masalah keluarga. Di saat itu, hadirkan perasaan bahwa Allah akan menggugurkan dosa-dosa anda dengan kesedian yang anda alami. Lanjutkan dengan bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya.
Umar bin Abdul Aziz mengatakan,
مَا نَزَلَ بَلَاءٌ إلَّا بِذَنْبِ وَلَا رُفِعَ إلَّا بِتَوْبَةِ
“Musibah turun disebabkan dosa dan musibah diangkat dengan sebab taubat.” (Majmu’ Fatawa, 8/163)
🔹3 Hal Yang Harus Dihindari dalam Pertengkaran Rumah Tangga
Selanjutnya, ada 3 hal yang wajib dihindari ketika terjadi pertengakaran. Semoga dengan menghindari hal ini, pertengkaran dalam keluarga muslim tidak berujung pada masalah yang lebih parah. Secara umum, aturan ini telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadis dari Hakim bin Muawiyah Al-Qusyairi, dari ayahnya, bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kewajiban suami kepada istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، أَوِ اكْتَسَبْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْت
“Kamu harus memberi makan kepadanya sesuai yang kamu makan, kamu harus memberi pakaian kepadanya sesuai kemampuanmu memberi pakaian, jangan memukul wajah, jangan kamu menjelekannya, dan jangan kamu melakukan boikot kecuali di rumah.” (HR. Ahmad 20011, Abu Daud 2142 dan dishahihkan Al-Albani).
Hadis ini merupakan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para suami. Meskipun demikian, beberapa larangan yang disebutkan dalam hadis ini juga berlaku bagi wanita. Dari hadis mulia ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan untuk menghindari 3 hal:
▪Pertama, hindari KDRT
Dalam Al-Quran Allah membolehkan seorang suami untuk memukul istrinya ketika sang istri membangkang. Sebagaimana firman Allah di surat An-Nisa:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan tidak tunduk, nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya." (QS. An-Nisa: 34)
Namun ini izin ini tidak berlaku secara mutlak. Sehingga suami bebas melampiaskan kemarahannya dengan menganiaya istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan batasan lain tentang izin memukul,
1. Tidak boleh di daerah kepala, sebagaimana sabda beliau, “jangan memukul wajah.” Mencakup kata wajah adalah semua kepala. Karena kepala manusia adalah hal yang paling penting. Ada banyak organ vital yang menjadi pusat indera manusia.
2. Tidak boleh menyakitkan.
Batasan ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam khutbah beliau ketika di Arafah.
إِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Jika istri kalian melakukan pelanggaran itu, maka pukullah dia dengan pukulan yang tidak menyakitkan.” (HR. Muslim 1218)
Keterangan ini juga disebutkan Al-Bukhari dalam shahihnya, ketika beliau menjelaskan firman Allah di surat An-Nisa: 34 di atas.
Atha’ bin Abi Rabah pernah bertanya kepada Ibnu Abbas,
قلت لابن عباس : ما الضرب غير المبرح ؟ قال : السواك وشبهه يضربها به
"Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Apa maksud pukulan yang tidak menyakititkan?’ Beliau menjawab, “Pukulan dengan kayu siwak (sikat gigi) atau semacamnya.” (HR. At-Thabari dalam tafsirnya, 8/314).
Termasuk makna pukulan yang tidak menyakitkan adalah pukulan yang tidak meninggalkan bekas, seperti memar, atau bahkan menimbulkan luka dan mengeluarkan darah. Karena sejatinya, pukulan itu tidak bertujuan untuk menyakiti, tapi pukulan itu dalam rangka mendidik istri.
Namun, meskipun ada izin untuk memukul ringan, tidak memukul tentu jauh lebih baik. Karena wanita yang lemah bukanlah lawan yang seimbang bagi lelaki yang gagah. Anda bisa bayangkan, ketika ada orang yang sangat kuat, mendapatkan lawan yang lemah. Tentu bukan sebuah kehormatan bagi dia untuk meladeninya. Karena itu, lawan bagi suami yang sesunguhnya adalah emosinya. Suami yang mampu menahan emosi, sehingga tidak menyikiti istrinya, itulah lelaki hebat yang sejatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ
“Orang yang hebat bukahlah orang yang sering menang dalam perkelahian. Namun orang hebat adalah orang yang bisa menahan emosi ketika marah.” (HR. Bukhari 6114 dan Muslim 2609).
Seperti itulah yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. A’isyah menceritakan,
مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا خَادِمًا، إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul wanita maupun budak dengan tangan beliau sedikitpun. Padahal beliau berjihad di jalan Allah." (HR. Muslim 2328).
Maksud pernyataan A’isyah, “Padahal beliau berjihad di jalan Allah” untuk membuktikan bahwa sejatinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang pemberani. Beliau pemberani di hadapan musuh, bukan pemberani di hadapan orang lemah. Beliau tidak memukul wanita atau orang lemah di sekitarnya. Karena memukul orang lemah bukan bagian dari sifat ‘pemberani’.
▪Kedua, Hindari Caci-maki
Siapapun kita, tidak akan bersedia ketika dicaci maki. Karena itulah, syariat hanya membolehkan hal ini dalam satu keadaan, yaitu ketika seseorang didzalimi. Syariat membolehkan orang yang didzalimi itu untuk membalas kedzalimannya dalam bentuk cacian atau makian. Allah berfirman,
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ
"Allah tidak menyukai Ucapan buruk (caci maki), (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. An-Nisa: 148)
Setidaknya, ketika dia tidak mampu memberi balasan secara fisik, dia mampu membalas dengan melukai hati orang yang mendzaliminya.
Dalam ikatan rumah tangga, syariat memotivasi kaum muslimin untuk menciptakan suasana harmonis. Sehingga sampaipun terjadi masalah, balasan dalam bentuk caci maki harus dihindarkan. Karena kalimat cacian dan makian akan menancap dalam hati, dan bisa jadi akan sangat membekas. Sehingga akan sangat sulit untuk bisa mengobatinya. Jika semacam ini terjadi, sulit untuk membangun keluarga yang sakinah.
Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan jangan sampai seseorang mencaci pasangannya. Apalagi membawa-bawa nama keluarga atau orang tua, yang umumnya bukan bagian dari masalah.
Beliau bersabda, “jangan kamu menjelekannya”
Dalam Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan,
لَا تَقُلْ لَهَا قَوْلًا قَبِيحًا وَلَا تَشْتُمْهَا وَلَا قَبَّحَكِ اللَّهُ
“Jangan kamu ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan doakan keburukan untuknya..” (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 6/127).
Perlu kita ingat bahwa cacian dan makian kepada pasangan yang dilontarkan tanpa sebab, termasuk menyakiti orang mukmin atau mukminah yang dikecam dalam Al-Qur’an. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
"Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-Ahzab: 58)
Marah kepada suami atau marah kepada istri, bukan alasan pembenar untuk mencaci orang tuanya. Terlebih ketika mereka sama sekali tidak bersalah. Allah sebut tindakan semacam ini sebagai dosa yang nyata.
▪Ketiga, Jaga Rahasia Keluarga
Bagian ini penting untuk kita perhatikan. Hal yang perlu disadari bagi orang yang sudah keluarganya, jadikan masalah keluarga sebagai rahasia anda berdua. Karena ketika masalah itu tidak melibatkan banyak pihak, akan lebih mudah untuk diselesaikan. Terkait tujuan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْت
“Jangan kamu boikot istrimu kecuali di rumah”
Ketika suami harus mengambil langkah memboikot istri karena masalah tertentu, jangan sampai boikot ini tersebar keluar sehingga diketahui banyak orang. Sekalipun suami istri sedang panas emosinya, namun ketika di luar, harus menampakkan seolah tidak ada masalah. Kecuali jika anda melaporkan kepada pihak yang berwenang, dalam rangka dilakukan perbaikan.
Siapakah pihak yang berwenang?
Pihak yang posisinya bisa mengendalikan dan memberi solusi atas masalah keluarga. Dalam hal ini bisa KUA, hakim, ustadz yang amanah, atau mertua. Kami sebut mertua, karena dia berwenang untuk mengendalikan putra-putrinya. Dan ini tidak berlaku sebaliknya.
Agar tidak salah paham, berikut keterangan lebih rinci:
Ketika suami melakukan kesalahan, tidak selayaknya sang istri melaporkan kesalahan suami ini kepada orang tua istri. Tapi hendaknya dilaporkan kepada orang yang mampu mengendalikan suami, misalnya tokoh agama yang disegani suami atau orang tua suami. Demikian pula ketika sumber masalah adalah istri. Hendaknya suami tidak melaporkannya kepada orang tuanya, tapi dia laporkan ke mertuanya (orang tua istri).
Solusi ini baru diambil ketika masalah itu tidak memungkinkan untuk diselesaikan sendiri antara suami-istri.
Hindari Pemicu Adu Domba
Bagian ini perlu kita hati-hati. Ketika seorang istri memiliki masalah dengan suaminya, kemudian dia ceritakan kepada orang tua istri, muncullah rasa kasihan dari orang tuanya. Namun tidak sampai di sini, orang tua istri dan suami akhirnya menjadi bermusuhan. Orang tua istri merasa harga dirinya dilecehkan karena putrinya didzalimi anak orang lain, sementara suami menganggap mertuanya terlalu ikut campur urusan keluarganya. Bukannya solusi yang dia dapatkan, namun masalah baru yang justru lebih parah dibandingkan sebelumnya.
Selanjutnya, jadilah keluarga yang bijak, yang terbuka dengan pasangannya, karena ini akan memperkecil timbulnya dugaan buruk (suudzan) antar-sesama. Jika anda tidak memungkinkan menyampaikan secara langsung, sampaikan dalam bentuk email, atau Wapri.
🌸🌷🌸
🔹Manfaat Pertengkaran Dalam Pernikahan
1. Mempererat Hubungan
Setelah mengalami pertengkaran, tentunya ada beberapa dari anda merasa lebih dekat dengan pasangan. Hal ini disebabkan karena anda dan pasangan telah berhasil melalui masa sulit dan menemukan jalan keluar, sehingga perasaan akan lebih plong dan tidak ada beban lagi. Dalam hal ini, anda telah berhasil membuka diri anda untuk berdamai dengan pasangan, sehingga dampaknya hubungan pernikahan akan semakin kuat.
2. Lebih Mengenal Sifat Pasangan
Melalui pertengkaran, anda dan pasangan bisa mengenal lebih jauh antara satu dan yang lainnya. Ketika itu, anda bisa mengenal sifat asli pasangan anda sendiri. Ketika seseorang dalam keadaan emosi, maka karakter aslinya akan lebih kuat terlihat. Dari sana anda bisa belajar untuk lebih memahami pasangan anda, sehingga jika nanti pertengkaran kembali terjadi anda sudah bisa lebih siap menghadapinya dengan baik.
3. Belajar Mengendalikan Emosi dan Memaafkan
Salah satu kunci agar pasangan terhindar dari pertengkaran yaitu kemampuan dirinya untuk mengendalikan dan mengontrol emosi. Hikmah dibalik terjadinya pertengkaran yaitu pasangan bisa melihat lebih bijak serta memaafkan kesalahan masing-masing pasangan.
4. Membuat Pernikahan Menjadi Tidak Membosankan
Setelah sekian lama menjalin pernikahan, tentunya rasa bosan akan datang dan menghampiri. Nah, pertengkaran yang terjadi bisa membuat pernikahan menjadi tidak membosankan lagi, karena biasanya setelah bertengkar rasa sayang dan cinta akan kembali muncul, yang mana kedua rasa tersebut akan menekan rasa bosan yang ada sehingga pernikahan pun akan kembali harmonis dan bahagia.
5. Ajang Pendewasaan Diri
Meskipun telah lama menikah, tetapi ada beberapa pasangan yang belum dewasa. Pasangan yang masih berpikir kekanak-kanakan akan lebih sulit mengatasi masalah dengan cara yang dewasa. Bahkan, karena tidak bisa mencari jalan keluar dengan baik, jalan pintas yang diambil yaitu pertengkaran. Namun, dengan masalah ini meraka akan belajar untuk mendewasakan dirinya masing-masing.
6. Membuat Perasaan Lebih Lega
Ketika bertengkar, semua uneg-uneg atau perasaan yang mengganjal akan dikeluarkan sepenuhnya. Sehingga setelah bertengkar, secara otomatis anda akan lebih tenang dan lega. Sehingga dengan begitu, anda dan pangan bisa saling mengetahui isi hati masing-masing.
7. Mengatasi Salah Paham
Kesalahpahaman yang terjadi di antara masing-masing pasangan membutuhkan titik temu untuk menyelesaikannya. Untuk mencari titik temu tersebut terkadang berujung pada pertengkaran. Bahkan setelah anda menyadarinya, kesalahpahaman yang terjadi merupakan hal sepele yang sebenarnya tidak harus dipertengkarkan, sehingga ke depannya anda bisa lebih bijak lagi.
8. Menyelesaikan Masalah
Pertengkaran muncul karena adanya masalah. Ketika selesai bertengkar, maka otomatis anda dan pasangan akan dipancing untuk mengeluarkan pendapat masing-masing sehingga akar dari permasalahan yang menyebabkan pertengkaran pun bisa ditemukan dan ditelaah.
Semoga kita bisa mengambil tauladan dari keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad SAW, sehingga kita bisa memetik manfaat dari pertengkaran dengan suami.
Demikian paparan kali ini.
Yang benar datang nya dari اللّه
Mohon maaf jika ada salah salah kata dalam penulisan, itu murni kesalahan ana yang masih fakir dalam ilmu Agama.
من اراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن ارادالاخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم
Barang siapa yang menginginkan dunia maka hal itu dapat dicapai dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan akhirat hal itu bisa didapat dengan ilmu, maka yang mnginginkan keduanya dapat didapat dengan ilmu.
العلم بلاعمل كا لشجر بلا ثمر
Ilmu itu apabila tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.
جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...
والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Bund Sasi ~ Bandar Lampung
Bismillah,
Ustadzah, Afwan, bukan bermaksud Ghibah.
Ada seseorang di medsos, kebetulan cuma kenal di dumay saja. Ia selalu berkeluh kesah tentang suami, mertua dan rumah tangganya. Itu dia katakan sebagai therapy dengan mencurahkan isi hati dan pikirannya di media sosial Oleh karena ia mengaku introvert, mudah stres, dan selalu mengalami baby blues syndrome berat pasca melahirkan dan tidak ada satupun orang yang mengerti kesulitannya.
Maaf Ustadzah, jujur saya simpati namun di sisi lain prihatin dengan tulisan-tulisannya.
Apakah seperti itu termasuk membuka aib walau dengan alasan therapy jiwanya?
Apakah seperti itu boleh, Ustadzah walau tidak secara gamblang menyebut nama atau identitas?
Afwan, panjang narasinya.
Jazakillah khoiron
🌸Jawab:
Sebaiknya curhat tidak di dunia Maya, karena sama saja dengan membuka aib keluarga sendiri.
Kalaupun mau therapi sebaiknya ke psikolog, karena psikolog disumpah untuk menyimpan rahasia klien nya, kalau mau mencurahkan isi hati dalam bentuk tulisan, tulis di buku diary, atau blog pribadi.
0⃣2⃣ Dienda ~ Jawa Timur
Assalamualaikum ustadzah,
Apakah dosa jika kita kepada suami jika kita lebih mendengarkan ucapan orang tua untuk berpisah.
Karena 2 tahun hidup dalam kesengsaraan, KDRT juga, lalu nafkah setiap hari juga tidak ada.
Jazakillah khoir bunda.
🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,
In syaa Allah tidak mba dienda, karena sudah KDRT, kalau sudah KDRT kita boleh menuntut cerai.
0⃣3⃣ Yayi ~ Sukabumi
Assalamu'alaikum,
Ustadzah, kalau suami istri bertengkar gara-gara ada Wanita Idaman Lain, kemudian si istri mengadu kepada mertua dan keluarga suaminya dengan maksud agar keluarga suami menasehatinya. Tapi anggapan suami berlebihan karena dia berfikir istrinya telah mencoreng nama baik yang dijaganya selama ini sehingga suami memutuskan untuk menceraikan istrinya tersebut. Bagaimana tanggapan ustadzah dengan kasus seperti ini?
Afwan, Jazakillah khayran
🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,
Afwan apakah sebelumnya sudah diselesaikan antara suami istri dulu?
Kalau sudah, sebetulnya tindakan istri sudah benar, mengadukan suami ke mertuanya.
🔹Sebetulnya sifat dan karakter suami ingin selalu dipandang baik oleh siapapun jadi seperti istri melapor pada mertua atau siapapun itu bagi suami merupakan kesalahan terbesar dan tidak bisa dimaafkan.
0⃣4⃣ Dina ~ Iran
Assalamu'alaikum bunda.
Bagaimana al-quran memandang perceraian dengan langsung menjurus kepada pihak pengadilan atau semisalnya?
Jazaakillahu khairan bunda.
🌸Jawab:
Wa'alaikumsalam,
Di dalam Al Quran tidak disebutkan secara implisit perceraian lewat pengadilan, hanya pengadilan agama melakukan proses perceraian mengambil langkah-langkah berpedoman pada Al Quran, orang yang mengajukan perceraian ke pengadilan biasanya diminta mempertimbangkan dulu, kemudian biasanya ada fasilitator untuk mendamaikan suami istri yang bertikai, jadi prosesnya panjang biasanya mba Dina.
0⃣5⃣ Yanti ~ Jakarta
Teman saya curhat, dia sering didzolimi suaminya, terkadang dicaci maki di depan anak-anaknya.
Dia tidak mau melawan, katanya biar aja saya bersabar, semoga jadi bekal saya untuk masuk surga.
Tapi kan berarti dia menjerumuskan suaminya ke neraka?
Apa yang harus saya sarankan kepadanya ya ustadzah?
🌸Jawab:
Saya bisa memahami teman mba Yanti, teman mba Yanti bukannya tidak melawan, tapi beliau melawannya dengan sabar dan doa, karena kalau pun melawan dengan kata-kata yang terjadi adalah pertengkaran besar yang akan melukai hati anak-anaknya. Dan itu tidak diinginkan oleh teman mba Yanti.
0⃣6⃣ Yuli ~ Jombang
Istri sering didzolimi suaminya, terkadang dicaci maki di depan anak-anaknya.
Istri tidak mau melawan, katanya biar saja saya bersabar, semoga jadi bekal saya untuk masuk surga.
Dalam kasus seperti ini bagaimana seharusnya sikap anak (sudah dewasa)?
🌸Jawab:
Itu pilihan hidup ibunya, yang dilakukan anak yang sudah dewasa, buat hati ibu senang, gembira kan hati ibu dengan prestasi yang membanggakannya, menjadi anak yang Sholeh dan Sholehah, itu sudah cukup buat ibu bahagia, jangan menambah luka di hati nya, karena sikap sabarnya selama ini juga untuk kebahagiaan anak-anaknya.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎
Pertengkaran dalam berumah tangga adalah bumbu dalam kehidupan yang mau tidak mau harus dilewati.
Tinggal bagaimana kita menyikapinya, bumbu tersebut harus pas tidak boleh kurang tidak boleh juga berlebihan, ketika bumbu itu pas, maka kita akan mendapatkan manfaatnya salah satunya kemesraan.
Semoga kita semua bisa mengelola konflik dalam rumah tangga dengan baik sehingga keluarga kita menjadi SaMaWa.
Aamiin yaa mujiibassaa'iliin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar