Jumat, 14 Desember 2018
AKHLAK KITA KEPADA RASULULLAH ﷺ
OLeH: Ustadz Farid Nu'man Hasan
💘M a T e R i💘
🌷Kewajiban Kita Terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Sangat banyak hal yang sudah kita terima dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Melaluinya Allah Ta’ala memberikan kita hidayah Islam, Al Quran, As Sunnah, persaudaraan, ilmu, kemenangan, kekuatan, dan sebagainya. Sudah sepatutnya kita bersyukur. Sebab, mayoritas manusia tidak mendapatkannya, hanya kaum muslimin yang memperolehnya, atau siapa pun yang dikehendakiNya.
Ada beberapa cara untuk mensyukurinya, di antaranya kita melakukan kewajiban-kewajiban atau anjuran-anjuran yang diperintahkan Allah Ta’ala kepada kita untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam. Di antaranya:
🔸1. Bershalawat kepadanya
Yang dimaksud bershalawat kepadanya adalah dengan membaca, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad....” Atau kalimat lainnya yang substansinya adalah shalawat.
Baik pada waktu-waktu yang dikhususkan bershalawat seperti ketika duduk tasyahud dalam shalat, ketika awal berdoa, pembukaan khutbah, ketika disebut namanya, dan sebagainya, begitu pula pada waktu-waktu umum. Kita bisa bershalawat ketika hendak tidur, berjalan, di kendaraan, belajar, dan waktu-waktu lainnya.
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
البَخِيلُ الَّذِي مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Orang kikir adalah orang yang namaku disebut di hadapannya dia tidak bershawalat kepadaku." (HR. At Tirmidzi No. 3546, katanya: hasan shahih)
Kikir di sini adalah kikir terhadap diri sendiri, sebab orang tersebut menyia-nyiakan keutamaan yang banyak untuk dirinya. Dalam hadits disebutkan salah satu keutamaan bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepada orang itu sepuluh kali.” (HR. Muslim No. 616)
🔸2. Mengikuti sunahnya
Mengikuti sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan bukti bagi yang mengaku-ngaku mencintai Allah Ta’ala. Hal ini ditegaskan dalam ayat berikut:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31)
Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Dia akan mengampuni kamu pada dosa-dosa kamu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من أطاعني فقد أطاع الله، ومن عصاني فقد عصا الله، ومن أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصا أميري فقد عصاني
“Barang siapa yang mentaatiku,maka ia telah mentaati Allah, barangsiapa yang membangkang kepadaku maka ia membangkang kepada Allah, barang siapa yang mentaati pemimpin maka ia telah taat kepadaku, barangsiapa yang membangkang kepada pemimpin, maka ia telah membangkang kepada aku.” (HR. Bukhari No. 7137 dan Muslim No. 1835)
Maka, adalah sebuah kebohongan jika ada orang yang mengaku mencintai Allah Ta’ala, tetapi dia tidak mengikuti sunah nabi, justru meninggalkan ajarannya dan mengikuti ajaran lain.
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ؟ "
“Kalian akan benar-benar mengikuti jalan orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai walau mereka melewati lubang biawak, kalian akan menempuhnya juga.” Kami berkata: “Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda: “Ya Siapa lagi?” (HR. Bukhari No. 3269, 6889, Muslim No. 2669)
🔸3. Mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melebihi cinta terhadap yang lainnya
Ini merupakan bagian dari bukti keimanan, yaitu mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
Demi Allah, kalian tidaklah beriman sampai kelian mencintai aku melebihi cinta kepada orang tua dan anaknya. (HR. Bukhari No. 14)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Kalian tidaklah beriman sampai kelian mencintai aku melebihi cinta kepada orang tua, anaknya, dan semua manusia. (HR. Bukhari No. 15)
🔸4. Mencintai apa-apa yang dicintainya dan Membenci apa-apa yang dibencinya
Bagi yang mengaku-ngaku umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentunya sangat logis dia mencintai apa-apa yang dicintainya, dan membenci apa-apa yang dibencinya. Bukan kebalikannya membenci apa-apa yang dicintainya, dan menyukai apa-apa yang dibencinya. Tentunya ini aneh.
Sebagai contoh, bhwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat mencintai istrinya, ‘Aisyah dan juga para sahabatnya, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Muawiyah, Abu Hurairah, Al Hasan, Al Husein, dan seterusnya -Radhiallahu ‘Anhum. Maka, kita pun mencintai mereka, menghormati, memuliakan, dan mendoakan kebaikan untuk mereka, dan semoga Allah Ta’ala memaafkan kesalahan mereka. Bukan justru menghina, merendahkan, melaknat, dan mencaci maki mereka seperti yang dilakukan oleh sebagian aliran menyimpang dari Islam.
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ، ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلاَ نَصِيفَهُ
"Jangan kalian cacimaki para sahabatku, seandainya kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud, tidaklah itu setara dengan infak satu mud mereka, bahkan tidak pula setara dengan setengah mudnya. (HR. Bukhari No. 3673)
Kita pun membenci apa-apa yang dibencinya, seperti menjadikan selain Al Quran sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin. Walaupun Injil, taurat, dan Zabur, juga berasal dari Allah Ta’ala, tetaplah kita tidak menjadikannya sebagai pedoman sebab saat ini adalah zamannya Al Quran bukan kitab-kitab tadi, yang sudah berlalu pada masa nabi-nabi sebelumnya. Apalagi setelah diketahui bahwa kitab-kitab ini sudah tidak asli lagi, sebagaimana penelitian pakar sejarah.
Ada sebuah kisah menarik, yang diriwayatkan oleh Imam Ad Darimi berikut ini.
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنُسْخَةٍ مِنْ التَّوْرَاةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ نُسْخَةٌ مِنْ التَّوْرَاةِ فَسَكَتَ فَجَعَلَ يَقْرَأُ وَوَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ يَتَغَيَّرُ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ ثَكِلَتْكَ الثَّوَاكِلُ مَا تَرَى مَا بِوَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ عُمَرُ إِلَى وَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ غَضَبِ اللَّهِ وَغَضَبِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَا لَكُمْ مُوسَى فَاتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ وَلَوْ كَانَ حَيًّا وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لَاتَّبَعَنِي
Dari ‘Amir, dari Jabir, bahwa Umar bin Khathab datang ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan membawa lembaran bagian dari Taurat. Kemudian Umar berkata: “Wahai Rasulullah, ini merupakan lembaran dari kitab taurat.” Rasulullah terdiam, lalu Umar membacanya dan wajah Rasulullah berubah. Pada saat itu Abu Bakar mengatakan pada Umar: “Engkau menjadikan wajah Rasulullah berubah, pandanglah wajah beliau. Maka Umar melihat wajah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Aku berlindung dari kemurkaan Allah dan kemurkaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aku ridha terhadap Allah sebagai Rabb, terhadap Islam sebagai agama dan terhadap Muhammad sebagai nabi.”Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Dzat yang diriku berada di tangannya, sekiranya Nabi Musa tampak dihadapan kalian saat ini, kemudian kalian mengikutinya serta meninggalkan aku, maka kalian akan tersesat dari jalan yang lurus. Sekiranya Musa hidup dan mengalami masa kenabianku, niscaya dia akan mengikutiku.” (HR. Ad Darimi dalam Sunannya No. 435, lihat juga Musnad Ash Shahabah fil Kutub At Tis’ah No. 378. Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: “sanadnyha dhaif karena kedhaifan Mujalid, tetapi hadits ini hasan.” Syaikh Al Albani juga menghasankan. Lihat Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 55)
🔸5. Membelanya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki musuh, sejak dulu dan sekarang. Sejak Abu Jahal, Abu Lahab, Abdullah bin Ubay, sampai saat ini. Seperti yang jelas terlihat di Denmark (2006) dengan Jillen Posten-nya, dan Perancis (2015) dengan Charli Hebdo-nya. Mereka menghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan penggambaran yang begitu hina.
Sikap seorang muslim jelas membelanya, yaitu dengan pembelaan yang tepat; ketika mereka menghina melalui buku, maka kita membelanya melalui buku, ketika menghina melalui film, kita membelanya dengan film, dan seterusnya. Intinya, umat Islam harus mampu menguasai banyak mimbar perlawanan untuk menjaga nama baik Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari fitnah dan kekejian musuh-musuhnya.
Dahulu para sahabat nabi telah memberikan contoh gerak kepahlawanan dalam membela nabi ketika masih hidup. Seperti yang dilakukan oleh Hassan bin Tsabit Radhiallahu ‘Anhu, yang membela nabi dengan syair-syairnya untuk melawan syair-syair yang mencela nabi. Bahkan ada yang melindungi nabi dari puluhan anak panah ketika perang Uhud, mereka rela tertusuk panah untuk menlindungi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Demikian. Wallahu A’lam
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0⃣1⃣ Dienda
Assalamualaikum ustadz,
Saya ingin bertanya tentang Al kisah yg tertulis di atas.
Ada sabda Nabi yg isi intinya,
"Sekiranya Nabi masa tampak di hadapan kalian saat ini, kemudian kalian mengikutinya serta meninggalkan aku, maka kalian akan tersesat dari jalan yang lurus. Sekiranya musa hidup dan mengalami masa kenabian ku niscaya dia akan mengikuti aku."
Itu maksudnya bagaimana ya ustadz?
Jazakallah khoiron
🔷 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Maksudnya Nabi Musa 'Alaihissalam, jika dia masih hidup di zaman sekarang niscaya dia akan ikut ajaran Nabi Muhammad Shalallahu'Alaihi wa Sallam. Ikuti Al Qur'an, wakau dia juga seorang nabi dan rasul, juga ada kitab suci. Sebab saat ini bukan zaman nabi Musa, tapi zamannya Nabi Muhammad Shalallahu'Alaihi wa Sallam.
Wallahu a'lam
0⃣2⃣ Bund Adek
Assalamu'alaykum ustadz,
Jika sedang melakukan sunnah nabi, seperti sholat sunnah dan berzikir kita perlu waktu khusus supaya lebih khusu'. Saat seperti ini suami terkesan merasa kita terlalu berlebihan dan sempat terucap rumah seperti mesjid saja. Bagaimana kita harus bertindak tadz?
🔷 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Rumah seperti masjid justru bagus, yang jelek itu rumah seperti kuburan. Rumah yang tidak pernah di dalamnya baca Al Quran, shalat, dan dzikir.
Saya baik sangka, mungkin suami menginginkan keseimbangan agar hak-hak lain juga terpenuhi.
Wallahu a'lam
0⃣3⃣ Bund Sasi
Assalamualaikum ustadz.
Afwan, saya masih bingung. Jika ada amalan atau bentuk ibadah yang tidak dikerjakan oleh nabi Muhammad, kenapa masih banyak ustadz yang memperbolehkannya?
Bukankah itu disebut menyelisihi nabi, begitukan ustadz?
Syukron
🔷 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Amalan ibadah ada dua macam:
1) Mahdhah, yaitu ibadah murni, yang mana tatacaranya sudah ada dalam syariat. Maka, kita tidak boleh mengintervensi dengan akal dan nafsu kita. Seperti, tata cara shalat, haji, ..
2. Ghairu Mahdhah, ibadah yang umum atau sosial, yang tata caranya belum diatur oleh syariat.
Misal, bersedekah sunnah (bukan zakat). Tidak ada aturan baku tentang waktu, nominal, dan bentuknya. Maka tidak apa, bersedekah dalam wujud baksos, khitanan massal, dan lain-lain. ini ibadah, dan ini bukan bid'ah walau caranya tidak pernah ada contoh khusus dari nabi, karena memang ini bukan ibadah yang sudah ada petunjuk khususnya.
Contoh lain, jihad tentang strategi, senjata, dan lain-lain, tentu disesuaikan dengan zaman dan bagaimana musuh. Tidak mesti sama dengan Nabi, harus tombak, pedang, kuda, dengan strategi yang sama dengan nabi, tidak harus dan tidak pula bid'ah.
Oleh karena itu zaman para sahabat nabi banyak inovasi yang zaman nabi belum ada. Tapi itu bukan bid'ah seperti azan shalat Jumat dua kali di zaman Utsman, ucapan taqabbalallah minna wa minkum, pengumpulan Al Qur'an menjadi kitab seperti yang kita kenal sekarang. Semua ini aktifitas baru, tapi tidak berarti ini bid'ah.
Wallahu a'lam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar