OLeH: Ibu Hj. Irnawati Syamsuir Koto
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
🌀AKU BUKAN MILIKMU DAN KAMU BUKAN MILIKKU
Sahabat BIP Perindu Surga yang dicintai Alloh ﷻ...
Terkadang kegelisahan yang dialami seseorang, disebabkan ia lupa bahwa nikmat yang diperolehnya adalah anugerah Alloh ﷻ. Kemudian yang lebih memprihatinkan lagi, sebagian orang menduga nikmat itu akan kekal selamanya.
Padahal kekayaan yang dibanggakan, kedudukan yang terhormat, pendidikan yang tinggi, dan kecantikan yang menawan akan pudar selama-lamanya ditelan bumi.
Tatkala ruh tercerai dengan badan yang terbujur kaku, tentu pada saat itu tidak ada lagi yang bisa dibanggakan.
Seperti kegelisahan yang membanyangi Khalifah Harun Ar-Rasyid sepanjang hari. Harun memerintahkan pengawalnya untuk mengundang seorang Ulama yang dapat mengatasi kegelisahannya.
Ketika tiba di istana yang megah, ulama tersebut disuguhi jamuan, hidangan, dan minuman yang luar biasa nikmatnya. Selang beberapa waktu kemudian, terjadilah dialog yang akrab antara Khalifah Harun Ar-Rasyid dengan Ulama tersebut.
“Wahai ulama, saat ini saya sedang berada dalam kegelisahan. Mohon arahannya agar pikiran saya jernih, jiwa saya tenang, dan jasmani saya kembali sehat,” ungkap Khalifah. “Sebelum saya menyampaikan nasihat, saya berterima kasih atas sambutan yang akrab, persahabatan, dan jamuan tuan ini. Bolehkah saya bertanya sesuatu kepada Tuan,” tanya sang ulama. “Silakan,” jawab Khalifah Harun.
“Begini, tuan Khalifah. Segelas air putih ini kira-kira berapa harganya?” “Harga segelas air putih ini hanya beberapa dirham. Kalau Anda mau, nanti saya kirim air yang banyak ke rumah Anda,” Jawab Harun Ar-Rasyid.
“Terima kasih atas kemurahan hatinya, tuan Khalifah. Kalau diperkenankan saya ingin bertanya lagi. Apakah Baginda percaya bahwa Alloh ﷻ Maha Kuasa?” Khalifah menjawab, “Tentu saya percaya Alloh ﷻ Maha Kuasa dan memiliki segala sesuatu.”
“Baginda, seandainya Alloh ﷻ menjadikan tahun ini musim kemarau panjang. Sehingga kerajaan Tuan yang megah ini mengalami kekeringan. Kemudian hanya tersisa segelas air putih saja, yang dapat diminum. Pertanyaannya, Baginda mau membeli segelas air ini dengan harga berapa?” Tanya ulama tersebut.
Suasana mendadak hening sejenak. Harun Ar-Rasyid tampak berpikir serius mencari jawaban terhadap pertanyaan Ulama tersebut. Kemudian Khalifah Harun Ar-Rasyid pun menjawab. “Tuan Ulama, kalau memang itu yang dikehendaki Alloh ﷻ. Tentunya, demi keberlangsungan hidup, saya akan membeli segelas air putih itu dengan seluruh isi kerajaan.”
Kemudian ulama tersebut melanjutkan nasihatnya, “Tuan Khalifah, ternyata seluruh kerajaan yang tuan miliki, setara dengan segelas air putih. Kenyataan ini menunjukkan Alloh ﷻ Maha Kaya. Sebaliknya, sedangkan kita makhluknya sangat lemah.”
Mendengar nasihat ulama tersebut, Khalifah Harun Ar-Rasyid menangis sambil berkata, “Terima kasih atas nasihatnya Tuan Ulama. Fragmen di atas, menunjukkan bahwa semua yang kita miliki di dunia ini milik Alloh ﷻ. Sebagaimana yang dipertegas Alloh ﷻ, “Milik Alloh ﷻ segala apa yang ada di langit dan di bumi." (QS. Al-Baqarah: 284).
Sahabatku...
Apakah tubuh kita adalah properti milik kita sendiri? Jawabnya: tidak. Tubuh kita dan semua bagian dari diri kita itu milik Alloh ﷻ. Bukankah Alloh ﷻ Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Orang yang beriman adalah orang yang ketika ditimpa musibah mereka mengatakan: kami adalah milik Alloh ﷻ dan kami akan kembali kepada Alloh ﷻ.” (QS. Al Baqarah: 156).
As Sa’di rahimahullah menjelaskan:
أي: مملوكون لله, مدبرون تحت أمره وتصريفه, فليس لنا من أنفسنا وأموالنا شيء
“Maksudnya: kita adalah budak milik Alloh ﷻ, dan berada di bawah perintah Alloh ﷻ dan kehendak-Nya. Maka sedikitpun dari diri kita maupun harta kita, tidak ada yang milik kita.” (Tafsir As Sa’di).
Al Baghawi rahimahullah menjelaskan:
{قالوا إنا لله} عبيداً وملكاً
“Mereka mengatakan: kami adalah milik Alloh ﷻ yaitu hamba Alloh ﷻ dan milik Alloh ﷻ.” (Tafsir Al Baghawi).
Maka tubuh kita dan semua dari diri kita, adalah milik Alloh ﷻ.
Istri mana yang tidak sayang suaminya. Semua istri pasti sayang suaminya. Perasaan sayangnya ini salah satunya karena ada sense of belonging dalam diri. Contohnya, karena ia suamiku, ku tidak mau ia sakit.
Jadi, akan kusediakan makanan yang sehat untuknya. Kalau suami sedang kurang sehat, akan kupijit ia, kusediakan makanan dan minuman yang menunjang kesembuhannya.
Ya, karena punya ‘sense of belonging’, kita punya rasa ingin menjaganya, ingin selalu bersamanya. Tapi ternyata, suamiku bukan milikku sendiri.
Suami kita juga hamba Alloh ﷻ. Alloh ﷻ berhak atas penghambaannya, ibadahnya. Istri harus menyadari hal ini. Agar tak ada drama tarik menarik antara perjalanan kewajiban suami pada Rabb dengan keinginan istri.
◾Suamiku Bukan Milikku
Dia milik Alloh ﷻ yang diperkenalkan padaku bersamaku.
Dan aku mencintai dia tidak berlebihan dan tidak kurang. Secukupnya.
Bila dia bilang cintaku kurang, aku tambah cintaku.
Bila dia bilang terlalu banyak, ya aku kurangi cintaku.
Sebab cintaku dan cintanya sebenarnya hanya kepada Alloh ﷻ.
Dan begitu juga sebaliknya, istri bukan milik suami, karena dia milik Alloh ﷻ, jika Alloh ﷻ berkehendak atasnya, maka suami harus ikhlas melepaskan.
Wallahu a’lam bishawab
┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
0⃣1⃣ Han ~ Gresik
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
1. Bu, ketika istri sangat patuh dan sayang kepada suami begitu juga sebaliknya suami sangat menyayangi dan menghargai istrinya. Ketika salah satu meninggalkan di panggil oleh-Nya, seolah terasa pincang dan berat sebelah mau melakukan apapun yang sudah menjadi kebiasaan dalam keseharian. Terutama seorang istri yang begitu kehilangan sosok pelindungnya. Bagaimana caranya move on dan ikhlas dalam menghadapi semua ujian tersebut?
2. Apa yang harus dilakukan bu dan tipsnya bisa mengikhlaskan dia yang disayangi karena lebih sayang kepada keluarga dan saudaranya?
3. Bagaimana bisa menekan ego yang ada di dalam diri terhadap pasangan biar tidak saling menyakiti?
🌀Jawab:
Wa‘alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
1. Cara move on, yaa menerima dengan ikhlas atas kehendak Alloh ﷻ, milik Alloh ﷻ akan kembali kepada-Nya, hanya masalah waktu saja, dan Qadarullah suami yang lebih dulu. Bukan hal yang mudah memang, tapi memang harus melakukan hal tersebut.
2. Kalau ini, sepertinya komunikasi sih, harus ada komunikasi yang baik dengan pasangan, untuk menyadarkan dia kalau dia punya keluarga inti yang menjadi tanggungjawab utamanya. Kalau memang membutuhkan, pakai jasa pihak ke 3 yang memang berkafaah dibidang ini. Jadi bukan soal ikhlas atau tidak ikhlas, tapi soal tanggungjawab utamanya.
3. Menekan ego memang hal yang berat, apalagi disaat seseorang tidak menyadari ke egoannya, sudah dibilangpun dia tidak mau tahu, dan masih merasa tidak melakukan hal yang menyakiti pasangannya. Bagaimana menekan ego kalau tidak sadar?
Tapi kalau dia sadar, menumbuhkan rasa saling memahami akan menekan egonya masing-masing.
Wallahu a’lam bishawab
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
Sahabat-sahabatku...
Ketika seseorang menyadari bahwa semuanya miliki Alloh ﷻ, ia tidak akan gelisah, bersedih, dan berduka.
Tatkala kekayaan yang dimiliki, kedudukan yang tinggi, dan keindahan fisik memudar, orang yang disayang pergi, ia akan bertasbih, “Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh ﷻ, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162).
Mohon maaf lahir batin.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar