Selasa, 25 Agustus 2020
SKALA PRIORITAS
OLeH : Bunda Rizki Ika S.
💘M a T e R i💘
Skala prioritas berkaitan dengan mana yang harus didahulukan, mana yang bisa ditunda, dan mana yang harus didelete.
Berkaitan dengan apa? Yang paling utama adalah berkaitan dengan amal manusia karena amal manusia kelak akan Allah ﷻ hisab.
Amal ini luas sekali ya. Tentang semua amal. Termasuk amal kita dalam membelanjakan harta misalnya.
Jadi uang saku yang orang tua beri, atau uang hasil gajian, atau uang pemberian suami, itu juga akan dihisab, digunakan untuk apa saja.
Nah, saya share dulu materinya yaa...
#MeTime #Part2
🌷ME TIME DAN KONSEP WAKTU DALAM ISLAM
Rizki Sahana
(Homeschool Offender, Pegiat Media, Pemerhati Persoalan Perempuan, Keluarga, dan Generasi)
Dalam Islam, secara singkat waktu itu modal yang Alloh ﷻ berikan kepada manusia untuk dimanfaatkan dengan sebaiknya, sebagai sarana kita meraih ridha dan pahala-Nya.
Pemanfaatannya mengikuti KAIDAH tertentu yang sudah digariskan oleh syariat, tidak dengan membaginya sebagaimana konsep Me Time, yakni harus bahkan wajib bagi seseorang meluangkan waktu untuk diri sendiri, melakukan aktivitas yang disukainya.
Surat al-Ashr adalah perintah tegas Alloh ﷻ. Pencipta manusia, untuk memanfaatkan waktu dengan tepat, agar manusia tidak merugi.
Menurut Ibnu Katsir, surah al-Ashr merupakan surah yang sangat populer di kalangan sahabat. Setiap kali mengakhiri suatu pertemuan, para sahabat menutupnya dengan surah al-Ashr.
Hal itu menunjukkan betapa PENTINGNYA memanfaatkan waktu dengan benar. Karena jika kita lalai, maka resikonya bukan hanya akan kita tuai di dunia, tapi juga berakibat hingga ke akhirat.
Dalam surat tersebut, waktu harus dimanfaatkan untuk dua hal, pertama AMAL SHALIH, kedua saling MENASEHATI dalam kebenaran juga dalam menetapi kesabaran.
Amal shalih berarti semua amalan untuk mentaati perintah Alloh ﷻ dan menjauhi larangan-Nya. Maka agar SUKSES BERAMAL SHALIH, harus punya SKALA PRIORITAS (aulawiyat).
Saling menasehati menunjukkan betapa seorang muslim tidak boleh menjadi individualis, mesti PEDULI satu sama lainnya, agar kebaikan menular aka tersebar luas dan menjadi dominan.
Nah, skala prioritas yang disebutkan di atas bergantung pada status hukum suatu aktivitas. Aktivitas atau amal yang wajib harus diutamakan ketimbang yang sunnah, misalnya.
💎Kalau dibikin hirarkinya, maka skala prioritas sebuah amal atau aktivitas adalah sebagai berikut:
1) Melaksanakan amal yang wajib sekaligus meninggalkan yang haram.
2) Menambah dengan amalan sunnah serta meninggalkan yang makruh.
3) Memilah dan memilih aktivitas yang mubah, apakah aktivitas mubah tersebut bisa mengantarkan kepada hal-hal positif atau justru sia-sia bahkan berpotensi mengantarkan kepada keharaman.
Berdasarkan hal tersebut, maka seorang muslim sepatutnya menyandarkan aktivitasnya kepada konsep tersebut, BUKAN pada konsep Me Time yang sama sekali tidak mempertimbangkan aqidah Islam sebagai pijakannya.
Lalu apa tidak boleh, beristirahat sejenak, melepas penat atas beragam aktivitas yang sudah dilakukan? Boleh sekali, Mak, Islam tidak melarangnya. Karena istirahat itu status hukumnya memang mubah alias boleh. Selama istirahatnya tidak mengganggu penunaian kewajiban, dan memberi manfaat baik seperti tubuh dan pikiran menjadi segar, emosi menjadi stabil, sehingga mengantarkan seseorang pada kesiapan menjalankan amanah-amanah ketaatan berikutnya, kemudahan ini tentu bernilai positif.
Berbeda jika kemubahan tersebut berpotensi mengantarkan kepada penyia-nyiaan waktu, pelalaian kewajiban, bahkan bisa menjerumuskan pada keharaman, maka istirahat atau refreshing atau kegiatan relaksasi, atau apapun itu namanya, LEBIH UTAMA DITINGGALKAN.
_
Mau dapat update nutrisi berenergi yang lain? Join telegram channel Permata.Peradaban https://t.me/permataperadaban
Mewujudkan generasi permata untuk peradaban cemerlang.
Materi ini saya tulis beberapa waktu lalu.
Berkaitan dengan me time yang seringkali jadi alibi untuk kita bisa bebas beramal di waktu tersebut.
Bebas melakukan apa saja, dengan alasan demi senang-senang, termasuk bebas belanja apa saja, seperti yang saya singgung sebelumnya.
Ternyata Islam tidak punya konsep kebebasan tanpa batas sebagaimana yang dianut kaum liberal yaa...
Islam punya batasan yang jelas, tentang mana yang harus (wajib), mana yang tidak boleh (haram) dan seterusnya.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0️⃣1️⃣ Mala Hasan ~ Lampung
Assalamualaykum ustadzah...
Bagaimana menyusun skala prioritas buat keluarga jika masing-masing individu dalam keluarga punya skala masing-masing? Apa yang bisa jadi acuan dalam hal ini?
Jazaakillahu khoir.
🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh...
Memang terkadang dalam realita kita dibenturkan oleh kesepakatan-kesepakatan tidak tertulis yang mau tidak mau membuat kita bimbang di antara berbagai pilihan keputusan.
Seperti menghadiri undangan pesta dari teman, mengikuti jamuan makan keluarga besar, piknik bersama dan seterusnya.
Kembali lagi, karena kira adalah Muslim yang terikat pada kaidah-kaidah Islam dalam amal atau aktivitas, maka kitapun merujuk kepada Islam bagaimana memecahkan dilema-dilema seperti di atas.
Di dalam keluarga misalnya, jika aktivitas keluarga yang hendak dijalani adalah aktivitas yang mubah atau boleh ya tidak apa-apa dilakukan, asalkan kita tetap taat syariat.
Misal mau piknik bersama ke Taman Safari. Ya tidak masalah, asal kita tidak meninggalkan kewajiban, seperti tetap sholat meski sedang di perjalanan. Tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama seperti buang sampah sembarangan, merusak alam, bertengkar dengan kerabat, tidak khalwat dan seterusnya. Justru kita manfaatkan acara tersebut untuk menjalin tali silaturrahim, beramar ma'ruf nahi munkar dan seterusnya.
Untuk agenda-agenda keluarga yang berpotensi membuat amal-amal kita kacau, maka bisa lakukan diskusi dengan anggota keluarga yang lain. Agar masing-masing bisa menjalankan agenda pribadinya dengan baik dan agenda keluarga juga bisa dilakukan sama-sama. Jadi harmonis.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
0️⃣2️⃣ Kiki ~ Pekanbaru
Jika kita sudah membuat skala prioritas, namun dalam pelaksanaannya ternyata melenceng dari apa yang kita buat, itu bagaimana menyikapinya ya Bunda, agar kita bisa fokus ke awal yang kita buat?
🔷Jawab:
Ukhti Kiki yang disayang Allah ﷻ
Dalam kondisi semacam itu, maka kita harus melakukan evaluasi. Mengapa skala prioritas dan target-target yang sudah dirumuskan tak bisa dicapai? Aapakah karena faktor dari luar diri kita (yang kita tak bisa memprediksi sekaligus tak kuasa menolaknya), atau karena faktor yang berasal dari dalam diri kita, seperti rasa malas, menunda-nunda dan seterusnya.
Faktor dari luar ini banyak macamnya, misal hujan deras, banjir, atau teman yang sudah janjian ketemu membatalkan, orang yang sudah order mengurungkan niatnya.
Nah inikan faktor yang memang termasuk ke dalam qadha Alloh ﷻ, tidak bisa kita tolak.
Maka, jika faktornya berasal dari qadha Allah ﷻ, seperti mau baca buku di perpustakaan ternyata hujan deras sehingga tidak memungkinkan berangkat, maka kita bersabar dan ridha. Waktu yang ada bisa kita gunakan untuk kegiatan lain yang bermanfaat, birul walidaim misalnya.
Nah, kalau faktornya berasal dari dalam diri, maka haruslah kita segera berbenah. Merenungkan kembali serta mengokohkan lagi pemahaman tentang tujuan diciptakannya manusia. Bahwa Allah ﷻ menciptakan manusia supaya mereka beribadah.
Maka sudahkah kita melakukan ibadah ini? Ibadah dalam makna yang luas loh ya, bukan sholat atau puasa saja tapi ibadah dalam pengertian tunduk atau taat kepada Alloh ﷻ.
Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
0️⃣3️⃣ Riyanti ~ Yogja
1. Seseorang yang sering kehilangan fokus terkait target hidupnya Apakah Ini salah? Kalau Salah, apa yang harus diperbaiki?
2. Dalam hidup, apakah kita harus punya ambisi besar atau cukup hidup itu mengalir saja?
Matur nuwun sebelumnya untuk jawabannya.
🔷Jawab:
Saya coba menjawab ya Ukhti Riyanti shalihah...
1. Coba evaluasi lagi, apa yang menyebabkan seseorang tersebut kehilangan fokus atau konsentrasi dalam meraih target hidupnya?
Jika penyebabnya adalah faktor internal dirinya (seperti yang saya jelaskan di jawaban pertanyaan ke-2), maka harus segera berbenah yaa. Pahami hidup ini secara utuh. Bahwa kita berasal dari Allah ﷻ dan akan kembali kepada Allah ﷻ. Kehidupan ini fana, tidak akan lama kita jalani, dan kelak kita akan Allah ﷻ minta pertanggung jawaban atas semua yang kita lakukan. Maka harus fokus, sekaligus serius dalam hidup. Raihlah target-target yang sejalan dengan apa yang Allah ﷻ perintahkan.
2. Harus berambisi akan bercita-cita besar. Hidup itu amanah yang kelak ditanya di depan pengadilan Alloh ﷻ. Tak ada yang bisa menolong kita saat itu, tidak orang tua yang kita sayangi, suami, atau anak-anak kita kecuali kesungguhan dan keseriusan kita beramal shalih hari ini.
Umat Islam harus memiliki cita-cita besar, karena umat Islam mendapatkan predikat khairu ummah oleh Allah ﷻ, dan Allah ﷻ memerintahkan kepada kita untuk menjadi khalifah di muka bumi agar bumi dikelola dengan benar dan membawa kemaslahatan bagi manusia semuanya.
Kondisi ini berkebalikan dengan kondisi kita hari ini, dimana umat Islam dihinakan, ditindas, dan dizalimi di hampir seluruh dunia, maka kerusakan semakin menjadi-jadi akibat umat Islam tidak memimpin peradaban.
Karenanya kita harus bercita-cita untuk mengembalikan izzah Islam dan kaum Muslimin di posisi yang seharusnya. Yakni memimpin semua umat, semua manusia. Agar manusia selamat di dunia maupun akhirat.
Begitu ya, Ukhti sayang.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
0️⃣4️⃣ iNdika ~ Kartasura
Bagaimana me time secara benar menurut Islam agar mendapat pahala dan dapat merefresh badan dan pikiran?
🔷Jawab:
Me time itu asalnya bukan dari Islam, justru pertama kali diperkenalkan oleh literatur Budha, yakni upaya meditasi atau relaksasi.
Namun hari ini me time berkembang menjadi sebuah konsep mengelola waktu sejalan dengan liberalisme (ide kebebasan).
Bisa baca tulisan saya di part sebelumnya (me time part 1) di channel t.me/permataperadaban.
Islam tidak mengajarkan me time, namun mengajarkan konsep aulawiyat (skala prioritas) dalam amal. Soal melepas penat tidak masalah dalam Islam, tapi bukan berarti semacam waktu untuk kita bebas berbuat semau kita.
Misal emak-emak me time-an dengan jalan-jalan belanja dari pagi sampai larut tanpa peduli kebutuhan anak-anak dan suami (dengan alasan, inikan waktunya me time), atau nonton drama korea sampai lupa waktu, atau bahkan me time dengan melakukan keharaman seperti "jajan" bagi bapak-bapak yang bosan dengan istrinya.
Maka merefresh badan dan pikiran dalam Islam bisa dengan aktivitas yang mubah atau sunnah, seperti berolahraga, tilawah Qur'an, tahajjud di malam hari dan seterusnya.
وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar