OLeH: Ustadzah Aria Susan
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
🌸MEMBANGUN VISI BERUMAH TANGGA
Visi mempengaruhi ukuran kebahagiaan.
Visi adalah hal pertama yang hrus dirumuskan sebelum melakukan segala hal. Sebab, ia menjadi landasan dan titik tolak, sekaligus menjadi panduan dalam melakukan segala sesuatu, dan puncaknya mengarahkan pada cita-cita dan tujuan akhir.
Orang yang bekerja tanpa visi itu bisa dipastikan pekerjaannya akan tertunai asal-asalan sebab ia tidak tahu sebenarnya atas dasar apa ia melakukan pekerjaan itu dan untuk apa ia mengerjakannya.
Sama dengan hidup kita ya, tujuan hidup kita itu kan untuk ibadah, jadi sama, untuk berumah tangga kita harus punya visi yang jelas.
Umpamanya kita ditanya nih, apakah pekerjaan kita itu sukses atau gagal, kita pasti jawabnya tidak tahu. Bagaimana kita bisa mengetahui apakah sukses atau tidaknya sedangkan kita sendiri tidak tahu ukuran suksesnya kita itu apa. Jadi, semua yang kita lakukan di dunia ini, itu harus punya visi sehingga kita tahu apakah visi kita ini sudah tercapaikah atau belum. Dengan adanya visi atau target ya, maka hidup kita itu lebih terarah jadinya.
Dengan visi yang telah kita buat bertujuan untuk membantu menyusun target ataupun sasaran. Ringkasannya begitu. Visi yang kita buat itu ibaratkan sasaran atau target kita. Dari situ akan tampak dan terukur ya apakah pekerjaan itu berhasil dan sukses ataukah gagal.
Nah, jadi pekerjaan itu akan dikatakan sukses ketika kitanya berhasil mencapai target-target yang sudah ditetapkan. Sebaliknya akan dikatakan kurang sukses atau gagal apabila tidak mencapai hasil atau tidak berhasil mencapai target-target yang telah kita tetapkan.
Begitu pentingnya ya visi misi dalam kehidupan kita, sampai dalam setiap ayat Al Qur'an itu, Alloh ﷻ selalu membimbing dan mengarahkan agar kita berpikir jauh ke depannya dalam setiap perbuatan yang kita lakukan. Begitu juga dengan hadist-hadist Nabi Muhammad ﷺ. Beliau juga membawa pesan-pesan ataupun pemaknaan yang luas, baik itu dalam tutur kata, sikap, maupun perilaku keseharian beliau. Dari situ, kita bisa membaca dalam tulisan-tulisan ataupun dalam bentuk Siroh Nabawiyah. Jadi di Siroh Nabawiyah itu banyak pesan-pesan tersirat. Dari situ kita bisa tahu bahwa hidup kita ini mempunyai visi.
◼️Jangankan kehidupan kita sehari-hari, untuk berumah tangga pun, kita harus punya visi.
Dan kita juga tahu, visi itu tidak hanya di rumah tangga saja ya. Kita banyak menjumpai di dalam dunia manajemen moderen seperti dunia ekonomi dan bisnis, organisasi, institusi, dunia pendidikan, mesti visi itu selalu menjadi dasar untuk membuat misi, tujuan maupun program bekerja kita. Istilahnya di organisasi itu pasti ada visi misinya. Seperti itu juga dengan berumah tangga.
Sekarang kita berbicara tentang rumah tangga, tentang keluarga, yang mana kita menghabiskan sebagian besar dari umur kita dari bangunan bernama rumah tangga, lahirlah suatu masyarakat hingga keluarga itu merupakan komunitas terkecil dalam membentuk masyarakat, karenanya meskipun kecil itu adalah kunci dari kualitas sebuah bangsa dan meskipun kecil, ia menjadi jangkauan masa yang panjang, sedemikian pentingnya peran keluarga dalam membentuk masyarakat yang baik, sedemikian penting pula kita merumuskan visi dalam berumah tangga.
Sekarang yang hendak kita kupas sebagai model dalam visi ini, yaitu rumah tangga Rasulullah ﷺ, sebab beliaulah orang yang paling kuat visinya dalam berumah tangga. Bayangkan betapa kuat visi beliau ketika kita ketahui ya sebagai pemuda yang berusia 25 tahun, dia memilih menikahi seorang janda yang 15 tahun lebih tua darinya.
Kita kalau menjumpai seorang pemuda yang jaraknya 15 tahun lebih tua pasangannya daripada dia, itu kalau kita bayangkan, itu mustahil, maksudnya jaranglah yang ada, biasanya wanita itu yang lebih tuanya mungkin 5 tahun, atau 7 tahun, sedangkan ini 15 tahun. Ternyata dari kisahnya itu, dari kisahnya Rasulullah ﷺ dan ibunda Khadijah terbukti bahwa ibunda Khadijah ini mampu mendampingi beliau di masa-masa sulit pada awal dakwah beliau ya. Setelah Khadijah wafat, kekuatan visi beliau dalam membina rumah tangga pun nampak ya semakin jelas.
Dan coba juga kita renungkan, ketika Khadijah wafat, Nabi Muhammad ﷺ menikahi seorang gadis yang usianya itu 9 tahun, lalu beliau kumpuli di usia 11 tahun. Jadi dari situ, kita akan berpikir apakah pandangan kita itu negatif jika yang melakukan hal tersebut adalah tetangga kita, bukan seorang Rasul ya.
Jadi di sini kita tahu bahwa pernikahan yang dilakukan Rasulullah ﷺ sesudah Khadijah wafat adalah pernikahan yang memiliki visi kuat dalam mengokohkan dakwah Islam. Coba kita pikirkan, kita bayangkan atau kita memiliki pandangan seorang laki-laki yang usianya sudah matang untuk menikah dan ketika itu dia menikahi seorang gadis yang berusia 9 tahun. Apa alasannya, pasti Rasulullah ﷺ itu memiliki alasan yang kuat. Kenapa?
Ternyata di sini kita ketahui bahwa di Siroh Nabawiyah yang kita sering baca ada misi besar dalam pernikahan Nabi dan para sahabat-sahabat Rasul, seperti Abu Bakar As Sidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa orang-orang penting di ring yang satu dakwah Nabi adalah kerabat dekatnya beliau. Dalam hal ini, mertua dan menantu, kelak dari lima orang inilah kejayaan Islam dimulai dan disebarluaskan.
Jadi, punya alasan, utama alasan Rasulullah ﷺ menikahi Aisyah itu karena tadi, dakwah tadi, mempermudah untuk menyebarkan dakwah ke kaumnya, kaum Rasulullah ﷺ maupun para sahabatnya Rasulullah ﷺ.
Jadi sekali lagi, visi dalam berumah tangga ini sangat penting karena akan menentukan sejauh mana kekokohan bahtera rumah tangga kita. Kokoh dalam artian bukan hanya sekedar tahan dalam ketika kita dikasih ujian atau cobaan ya atau mampu menghasilkan kekayaan melimpah atau mencapai standar ekonomi tertentu tetapi di sini juga menentukan produktif kita dalam menghasilkan individu-individu yang baik, melahirkan generasi-generasi yang baik dan maksimal dalam mengantar anggota kita ini mencapai keridhoan Alloh ﷻ.
Jadi itu tujuan kita tadi, adanya visi misi dalam pernikahan atau visi misi dalam berumah tangga.
Visi ini akan mempengaruhi ukuran kebahagiaan atau kesengsaraan sebuah keluarga. Bagi yang visinya adalah kekayaan maka ia akan membanggakan kekayaannya, bisnis dan usahanya atau menyesal dan merasa gagal malah tidak kunjung kaya atau tidak mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan banyak uang.
Bagi yang visinya itu adalah pendidikan yang tinggi maka ia akan membanggakan pendidikan anak-anak dan keluarganya atau merasa gagal kalau anak-anaknya itu tidak lolos ke Universitas terkenal, ia akan mengorbankan segalanya agar dari hidupnya, yang penting anaknya sekolah sampai dengan lulus memuaskan. Ada engga contoh masyarakat kita seperti ini? Ada juga bagi visinya tentang popularitas, ia akan mengorbankan segala-galanya, kalau perlu kehormatannya, yang penting dia bisa terkenal. Ada ya sebagian orang seperti itu.
Yang repot itu adalah ketika kita berumah tangga tanpa visi. Kita lihat ilustrasinya ya. Umpamanya nih, orang ini dinikahkan orang tuanya dan anaknya itu iya-iyain aja, ketika berumah tangga dijalani begitu saja, dijalani aja seperti air mengalir, setiap hari makan minum bekerja, kadang suami sama istri jarang bertegur sapa, jarang menunjukkan kemesraan, ingin tanpa ekspresi, tahu-tahu sudah punya anak, dengan ijin Alloh ﷻ, rezekinya alhamdulillah lancar-lancar saja, anaknya ada yang lulus kuliah, lalu mendaftar guru, guru honorer ya, dan ketika anak berikutnya itu juga lulus SMA lalu bekerja di pabrik di sebelah kecamatan, umpamanya ini ya, ini ilustrasi aja ya. Lalu gantian, anaknya pula yang menikah dengan teman sekantor, anak keduanya dengan teman sekolahnya dulu, lalu orang tuanya meninggal, selesai.
Jadi begitu saja hidupnya kalau tidak punya visi, visi tadi, apa visi Anda dalam berkeluarga, mengumpulkan harta sebanyak-banyak bagi semua anggota keluargakah atau meraih pendidikan yang setinggi-tinggi bagi anggota keluarga kah atau meraih popularitas bagi semua anggota keluargakah atau bahkan Anda tidak punya visi sama sekali. Itu coba kita renungkan di dalam diri kita.
◼️Visi ibadah, memahami dalam berumah tangga.
Kelihatannya klise, tapi memang benar ini klise. Supaya kita tahu bahwa tidak semua yang klise itu salah. Dalam konteks ini, justru yang klise ini absolut.
Dalam rumah tangga seorang muslim ibadah haruslah menjadi visi yang utama. Bahwa berumah tangga adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah ta'ala. Sarana yang sangat efektif untuk meningkatkan kualitas penghambaan kepada Allah ta'ala.
Wujud dari pengamalan terhadap perintah-perintah Alloh ﷻ sekaligus sarana untuk menggenapkan separuh agama yang kita peluk dan kita yakini. Aplikasi praktisnya, ibadah ini akan membimbing kita dalam merancang visi.
Jika ingin kaya, lalu untuk apa kekayaan itu?
Jika ingin pendidikan yang tinggi, lalu untuk apa gelar itu?
Jika ingin popularitas, lalu bagaimana memanfaatkannya? Sehingga apapun cita-cita dan target yang disusun pada akhirnya akan selalu terhubung pada keridhaan Alloh ﷻ yang hendak dicapai.
Wallahu a'lam
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
Mereka yang tidak punya visi ibadah saja bekerja siang dan malam, masa kita yang mengaku berumah tangga karena ibadah malah tidur melulu?
Dalam praktiknya juga, visi ibadah ini akan membantu sebuah rumah tangga mengelola problem-problem keseharian yang muncul dalam rumah tangganya. Apakah itu problem komunikasi, keuangan, atau bahkan sampai peluang-peluang konflik yang mungkin terjadi.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar